191
Bagian II. ALIRAN INKOMPRESIBEL
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 192
BAB
5 Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel
5.1
Pendahuluan
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, untuk aliran disekitar benda di mana harga Re cukup tinggi, asumsi invisid dapat digunakan. Asumsi ini juga dapat digunakan untuk kasus–kasus di mana ∇u sangat kecil sehingga τ = τ (∇u ) menjadi sangat kecil sehingga τ dapat diabaikan. Untuk kasus–kasus seperti ini maka persamaan (I.3) (lihat sub bagian asumsi inkompresibel) menjadi lebih sederhana,
⎛ p u2 ⎞ ∂u + ω × u = −∇⎜⎜ + +ψ ⎟⎟ ∂t ⎝ρ 2 ⎠ Apabila aliran adalah aliran steady maka
(MI)
∂ = 0 sehingga, ∂t
⎛p
ω × u = −∇⎜⎜
⎝ρ
+
⎞ u2 + ψ ⎟⎟ 2 ⎠
Sekarang kita ambil “dot product“ persamaan di atas dengan, e l , unit vector di arah kecepatan (searah dengan streamline), maka
0=
∂ p u2 ( + +ψ ) ∂l ρ 2
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 193
atau
p
ρ
+
u2 + ψ = konstan sepanjang streamline 2
Catatan: Persamaan terakhir juga dapat diturunkan dari persamaan Bernoulli untuk aliran kompresibel dengan e = konstan seperti telah dijelaskan di Bab 2. Persamaan di atas memberikan hubungan antara p dan u. Jadi apabila solusi u telah ditemukan, maka p dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Bernoulli. Solusi
u dapat ditemukan dengan menyelesaikan persamaan vortisitas yang untuk kasus ini adalah, dω = (ω ⋅∇ ) u dt
Apabila selain asumsi inviscid, aliran juga adiabatik maka entropy (S) tidak berubah sepanjang pergerakan sebuah fluid elemen (
dS = 0 ) dan aliran menjadi aliran dt
isentropic (lihat sub-bagian 2.6 tentang asumsi-asumsi yang biasa digunakan). Sehingga apabila asumsi-asumsi ini kita gunakan untuk mempelajari aliran inkompresibel disekitar benda yang diletakkan pada aliran dengan freestram yang seragam, harga S menjadi konstan diseluruh daerah fluida dimana asumsi-asumsi tersebut dapat digunakan. Sebagaimana telah kita pelajari sebelumnya, ini berarti ω = 0 sehingga asumsi irotasional dapat digunakan dan aliran ini disebut aliran potensial.
5.2
Teori potensial untuk aliran inkompresibel
Seperti telah dijelaskan di bab sebelumnya, aliran disekitar benda di mana Re tinggi pada umumnya adalah aliran irotasional kecuali di daerah di dekat permukaan (lapisan batas). Oleh karena itu masalah aliran di luar lapisan batas dapat diselesaikan dengan menggunakan teori potensial. Karena ω = ∇ × u = 0 dan kita ketahui dari kalkulus vektor bahwa ∇ × ∇φ = 0 untuk setiap skalar φ , maka u dapat dinyatakan sebagai,
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 194
u = ∇φ dan persamaan kontinuitas menjadi, ∇ ⋅ u = ∇ 2φ = 0 ∇ 2φ = 0
(IP.1).
Persamaan di atas adalah persamaan Laplace. Persamaan ini dapat diselesaikan apabila kondisi batasnya diberikan. Untuk aliran inviscid, kondisi batasnya adalah, u ⋅ nˆ = U solid ⋅ nˆ atau ∇φ ⋅ nˆ = U solid ⋅ nˆ sehingga ∂φ = U solid ⋅ nˆ ∂n
(IP.2)
Kondisi batas lainnya adalah kondisi batas di freestream (daerah yang jauh dari benda). Kondisi batas ini menyatakan bahwa u = ∇φ didaerah ini adalah kecepatan freestream atau,
u ( x → ∞ ) = ( ∇φ ) ∞ = U ∞ Permasalahan
aliran
irotasional
inkompresibel
menjadi
(IP.2.b).
permasalahan
untuk
mendapatkan solusi (φ ) dari persamaan (IP.1) dengan kondisi batas (IP.2) dan (IP.2.b). Apabila φ telah ditemukan maka u didapatkan dari definisi u = ∇φ .
Setelah
u didapatkan maka tekanan p dapat ditemukan. Untuk menemukan p, kita kembali ke persaman momentum untuk aliran inkompresibel (MI) (lihat 5.1) dengan ω = 0 dan u = ∇φ . ⎛ p u2 ⎞ ∂ ∇φ = −∇⎜⎜ + + Ψ ⎟⎟ ∂t ⎝ρ 2 ⎠ ⎛ ∂φ p u 2 ⎞ + + + Ψ ⎟⎟ = 0 ∇⎜⎜ ⎝ ∂t ρ 2 ⎠
atau
∂φ p u 2 + + + Ψ = f (t ) . ∂t ρ 2
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 195
f(t) yang didapatkan dari integrasi, dapat diikutsertakan kedalam φ karena φ tidak didefinisikan secara unik. Sehingga apabila
φ ' = φ + f (t ) maka
u ' = ∇φ ' = ∇φ = u Dengan demikian maka persamaan di atas menjadi
∂φ p u 2 + + + Ψ = kons tan ∂t ρ 2
(IP.3.a)
atau kasus steady,
p
ρ
+
u2 + Ψ = kons tan 2
(IP.3.b)
Persamaan (IP.3.b) dapat diturunkan dari persamaan h+
u2 + Ψ = kons tan . 2
Dengan e = konstan untuk aliran inkompresibel, didapatkan persamaan Bernoulli (IP.3.b).
5.3
Sifat-sifat umum dari solusi persamaan Laplace
Kita telah lihat permasalahan aliran inviscid inkompresibel berubah menjadi permasalahan matematik, yaitu mendapatkan solusi persamaan Laplace, apabila asumsi irrotasional dapat digunakan. Dalam subbagian ini kita akan mempelajari sifat-sifat umum dari solusi persamaan Laplace. Karena sifat-sifat ini adalah sifat-sifat matematis dari sebuah persamaan, maka apa yang kita dapatkan dalam subbagian ini berlaku secara umum untuk segala macam fenomena fisis yang dijelaskan oleh persamaan Laplace, termasuk aliran potensial untuk kasus inkompressible. Sebelum kita mulai mempelajari sifat dari solusi persamaan Laplace lebih dalam, diperlukan beberapa definisi dan teorema berikut ini. Definisi-definisi yang diperlukan untuk mempelajari sifat-sifat persamaan Laplace adalah:
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 196
1. Reducible circuit: adalah sebuah sirkuit yang dapat “dikontraksikan” menjadi sebuah titik tanpa melewati daerah yang dipelajari. 2. Reconciable circuit: adalah dua buah sirkuit yang dapat “dipertemukan” dengan cara yang kontinyu tanpa melewati daerah yang dipelajari. 3. Daerah simply connected: daerah di mana semua sirkuit adalah reducible dan reconcilable. 4. Daerah Doubly connected: daerah di mana didalamnya terdapat satu sirkuit yang tidak reducible.
Contoh: daerah exterior dari benda 3 dimensi, daerah ini adalah daerah simply connected karena semua sirkuit, C1 dan C2 misalnya, adalah sirkuit yang reducible dan reconciable. Contoh : daerah exterior dari benda 2 dimensi.
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 197
Daerah exterior dari benda yang digambarkan di atas (a dan b) adalah daerah doubly connected karena sirkuit C1 misalnya, adalah sirkuit yang tidak reducible. (C1 hanya dapat dikontraksikan menjadi sebuah titik dengan cara “memotong” sayap dalam kedua gambar di atas. Dengan kata lain, harus melewati daerah yang dipelajari (fluida). Namun, pada kedua gambar di atas sirkuit C0 adalah reducible. Berikut ini adalah teorema-teorema yang dibutuhkan: Teorema Stokes: Apabila l adalah sirkuit reducible maka,
Γ=∫ l
∂φ ⋅ dl = ∫ dφ = ∫ (∇ × ∇φ ) ⋅ n dS ∂l l A
(Teorema Stokes)
di mana l adalah batas dari permukaan A (seperti terlihat dalam sketsa dibawah).
Teorema Green: ˆ ∫ (ψ∇ φ + ∇ψ ⋅∇φ )dV = ∫ψ∇φ ⋅ ndS 2
R
S
apabila ψ , φ adalah fungsi yang single valued.
Bukti untuk Teorema Green: Kita mulai dari Teorema Gauss (*) ˆ ∫ ∇ ⋅ AdV = ∫ A ⋅ ndS
V
S
sekarang kita definisikan A ≡ ψ ∇φ sehingga, ∇ ⋅ A = ∇ ⋅ (ψ∇φ ) = ψ∇ 2φ + ∇ψ ⋅∇φ sekarang kita subsitusikan kedalam teorema Gauss, ˆ ∫ (ψ∇ φ + ∇ψ ⋅∇φ )dV = ∫ψ∇φ ⋅ ndS 2
V
(Teorema Green)
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 198
Perlu diingat bahwa (*) berlaku untuk A yang kontinyu (ψ & ∇φ haruslah kontinyu). Jadi teorema ini berlaku apabila ψ & φ adalah fungsi yang single valued.
Bentuk lain dari Teorema Green adalah sebagai berikut, definisikan A ≡ ψ ∇φ − φ ∇ψ ∇ ⋅ A = ∇ψ ⋅∇φ +ψ∇ 2φ − ∇φ ⋅∇ψ − φ∇ 2ψ Apabila kita subsitusikan kedalam teorema Gauss,
∫ (ψ
V
∂ψ ⎞ ⎛ ∂φ ∇ 2φ − φ ∇ 2ψ dV = ∫ ⎜ψ −φ ⎟ dS ∂nˆ ∂nˆ ⎠ S⎝
)
∇φ .nˆ =
∂φ ∂nˆ
,
∂ψ ∂nˆ
∇ψ .nˆ =
(Teorema Green Kedua)
5.3.1 Keunikan solusi persamaan Laplace dalam daerah Simply Connected Untuk kasus ini teorema Stokes dapat digunakan sehingga,
Γ=
∫ dφ = ∫ ω ⋅ nˆ ds = 0 . l
Α 0
Jadi untuk kasus ini Γ = 0 untuk setiap sirkuit. Karena Γ = 0 maka, B
B
A lewat C1
A lewat C2
∫ dφ = ∫ dφ − ∫ dφ = 0 sehingga,
[φ (B) − φ (A)]
lewat C 1
= [φ (B) − φ (A)]lewat C . 2
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 199
Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa φ ( B ) & φ ( A ) hanya mempunyai satu nilai (“single valued”). Dengan kata lain hanya ada satu harga φ di setiap titik di daerah simply connected yang merupakan daerah exterior dari benda B (daerah R). Sekarang kita akan lihat apakah solusi dari persamaan (IP.1) dengan kondisi batas (IP.2) (Problem ini disebut juga “Neumann exterior problem”) di daerah simply connected adalah solusi yang unik. Misalkan ada dua φ , φ1 & φ2 , yang memenuhi persamaan (IP.1) dan kondisi batas (IP.2) sehingga,
∇ 2 ( φ1 − φ2 ) = 0 di R dan
∂ ( φ1 − φ2 ) = 0 ∂n
di S
di mana S adalah permukaan benda. Selain itu “turunan dari (φ1 – φ2)” di infinity adalah nol karena ∇φ1 ( x → ∞ ) = U ∞ = ∇φ2 ( x → ∞ ) . Sekarang kita gunakan Teorema Green dengan ψ = φ1 – φ2 & φ = φ1 – φ2 (teorema ini dapat digunakan karena daerah di luar benda adalah simply connected sehingga φ adalah single valued). 2 ∂ ⎡ ˆ − ∫ (φ 1 − φ 2 ) (φ 1 − φ 2 ) dS ∇ φ 1 − φ 2 ) ⎤ dV = ( ⎦ ∫⎣ ∫ (φ 1 − φ 2 ) ∇ (φ 1 − φ 2 ) ⋅ ndS ∂n R
Σ
S
Apabila kita ambil Σ yang berada di infinity maka
∫ ( ) dS Σ
∂ (φ 1 − φ 2 ) = 0 di S sehingga, ∂n 2
∫ ⎡⎣∇ (φ − φ )⎤⎦ dV = 0 ⇒ ∇ (φ − φ ) = 0 1
R
2
1
2
→ 0 , karena
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 200
Jadi, φ 1 = φ 2 + k di mana k adalah konstan atau fungsi waktu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa solusi dari
∇ 2 φ = 0 di R (daerah
exterior dari S) dengan ∇φ ⋅ nˆ = U wall ⋅ nˆ di S adalah unik sampai dengan sebuah additive k apabila R adalah daerah simply connected.
5.3.2 Keunikan solusi persamaan Laplace dalam daerah Doubly Connected
Untuk kasus ini Teorema Stokes hanya dapat digunakan untuk daerah-daerah seperti yang dibatasi dengan sirkuit seperti yang dibatasi oleh C0. Untuk daerah-daerah yang dibatasi dengan sirkuit seperti C2, C1, Teorema Stokes tidak berlaku. Oleh karena itu, walaupun kita tahu bahwa ω = 0 di daerah di luar S, kita tidak tahu apakah ΓC 2 = 0 atau tidak (karena Teorema Stokes tidak dapat digunakan). Sehingga dapat disimpulkan bahwa, “Di daerah doubly connected, Γ dari sirkuit yang tidak reducible tidak harus sama dengan nol dan harga Γ tidak dapat ditentukan dengan menggunakan apa yang telah kita pelajari selama ini.” Teorema Stokes dapat digunakan di daerah σ yang dibatasi oleh sirkuit C1 & C2.
∫ u ⋅ d l − ∫ u ⋅ d l = ∫ ω ⋅ nˆ dS = 0
C1
C2
σ
sehingga ΓC1 = ΓC 2 . Oleh karena itu dapat disimpulkan, “Γ di sepanjang sirkuit yang tidak reducible mempunyai harga yang sama.”
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 201
Sekarang kita akan lihat sifat dari φ di dalam daerah doubly connected.
∂φ u dl ⋅ = ∫A ∫A ∂l ⋅ dl = ∫A dφ B
B
B
Karena Teorema Stokes dapat digunakan di daerah σ12 maka, B
∫
B
∫
dφ −
Alewat C 1
dφ =
Alewat C 2
∫ ω ⋅ nˆ dS = 0
σ 12
[φ (B) − φ (A)]lewat C = [φ (B) − φ (A)]lewat C 1
2
Sehingga dapat disimpulkan bahwa “sepanjang reducible circuit φ adalah single valued”. Hal yang berbeda terjadi untuk sirkuit yang tidak reductible seperti C1 + C3. Untuk sirkuit-sirkuit seperti ini Teorema Stokes tidak dapat digunakan sehingga, B
∫
dφ −
Alewat C 3
B
∫
dφ = Γ
Alewat C 1
atau
[φ(B) − φ(A)]lewat C − [φ(B) − φ(A)]lewat C 2
1
=Γ
Jadi dapat disimpulkan bahwa ‘’Sepanjang sirkuit yang tidak reducible, φ multivalued kecuali untuk kasus Γ = 0.’’
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 202
Daerah doubly connected dapat diubah menjadi simply connected dengan memasukkan “barrier” (lihat gambar!).
Daerah di dalam barrier tidak diikutsertakan di dalam daerah yang dipelajari. Sekarang kita hitung sirkulasi untuk sirkuit dalam sketsa diatas, Γ=
lim p1
p1
dφ = → p∫ p p
lim
1
⎡φ ( p1 ) − φ ( p ) ⎤⎦ → p⎣
Maka dapat disimpulkan bahwa “Apabila kita melompati pembatas (barrier) maka akan ada lompatan φ sebesar Γ ” Sekarang kita akan lihat apakah solusi dari (IP.1) dengan (IP.2) adalah unik sampai dengan sebuah “additive” k, sebagaimana kasus di daerah simply connected. Kemudian, seperti sebelumnya, kita anggap ada dua φ (φ1 dan φ2), yang memenuhi (IP.1) dan (IP.2) sehingga,
∇ 2 (φ1 − φ2 ) = 0 di R dan
∂ (φ1 − φ2 ) = 0 di S ∂n
Definisikan Φ ≡ φ1 – φ2 sehingga, ∇ 2 Φ = 0 di R (daerah doubly connected) dan
∂Φ = 0 di S ∂n
Sama seperti kasus simply connected, kita akan gunakan Teorema Green untuk melihat apakah φ adalah unik. Namun, untuk kasus ini R adalah daerah doubly connected sehingga φ1, φ2, dan Φ adalah multivalued. Oleh karena itu, Teorema Green tidak dapat digunakan. Untuk itu kita perlu menambahkan “barrier” membuat domain yang baru Rb menjadi simply connected dan Teorema Green dapat digunakan.
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 203
∂Φ
∂Φ
∂Φ
∂Φ
∫σ ( ∇Φ ) dS = ∫ Φ ∂n dl + ∫ Φ ∂n dl − ∫ ∂n dl − ∫ Φ ∂n dl 2
1
AB
C
CD
Apabila kita ambil C yang berada di infinity maka
1
C0
=0
∫ ( )dl → 0 dan
C
∂Φ
∂Φ
∂Φ
∂Φ
∫ ( ∇Φ ) dS = ∫ Φ ∂n dl − ∫ Φ ∂n dl ≡ ∫ Φ ∂n dl − ∫ Φ ∂n dl σ 2
1
AB
b+
1
CD
1
b−
1
∂Φ adalah single valued karena kecepatan di sebuah titik ∂n1
Walaupun Φ multivalued,
haruslah single valued. Jadi, ⎛ ∂Φ ⎞ ⎛ ∂Φ ⎞ ⎜ ⎟ =⎜ ⎟ ⎝ ∂n1 ⎠b + ⎝ ∂n1 ⎠b − Dengan demikian,
∫ ( ∇Φ ) dS = ∫ 2
σ
Karena
barrier
{⎡⎣(φ )
1 b−
⎛ ∂Φ ⎞ − (φ1 )b + ⎤⎦ − ⎡⎣(φ2 )b − − (φ2 )b+ ⎤⎦ ⎜ ⎟dl n ∂ ⎝ 1⎠
}
lim ⎡φ ( D ) − φ ( A ) ⎤⎦ = Γ maka D → A⎣
∫ ( ∇Φ ) dS = ( Γ σ 2
1
− Γ2 )
∂Φ dl ∂n barrier
∫
atau
∫ ( ∇ (φ − φ ) ) dS = ( Γ σ 2
1
2
1
− Γ2 )
∂ (φ1 − φ2 )dl . ∂n barrier
∫
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 204
Jadi apabila Γ1 = Γ2 maka φ2 = φ1 + k tetapi apabila Γ1 ≠ Γ2 maka φ1 ≠ φ2. Dengan kata lain, solusi unik untuk kecepatan hanya akan didapatkan apabila kedua solusi (1 dan 2) mempunyai sirkulasi Γ yang sama. Ini berarti untuk kasus ini selain kondisi batas, sirkulasi Γ juga harus dispesifikasikankan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Solusi dari ∇ 2φ = 0 di R (daerah doubly connected) dengan ∇φ ⋅ nˆ = U s ⋅ nˆ di S adalah unik (sampai dengan sebuah konstanta k) apabila Γ diberikan. Untuk kondisi batas di S dan ∞ yang sama, harga Γ yang berbeda akan memberikan solusi yang berbeda. Jadi untuk mendapatkan solusi yang unik untuk masalah aliran potensial (inkompresibel) di daerah doubly connected Γ harus diberikan.
Spesifikasi Γ
didapatkan dari pengertian fisis dari aliran yang dipelajari. Dalam permasalahan aliran di sekitar airfoil, Γ dispesifikasikan oleh apa yang disebut dengan “Kutta condition”. Kondisi Kutta menyatakan bahwa: aliran di permukaan airfoil harus meninggalkan airfoil tepat di trailing edge.
5.3.3 Sifat-sifat lain dari φ Sifat-sifat umum dari φ akan dibahas di sini. Sifat-sifat ini berlaku baik untuk R yang simply connected walaupun R yang doubly connected. Sifat-sifat ini adalah: 1. φ tidak mungkin mempunyai harga maksimum atau minimum di interior dari fluida. Harga maksimum atau minimum hanya dapat dicapai di batas-batas fluida. Bukti: Misalkan sebuah titik P berada di interior fluida. δV adalah sebuah volume element kecil yang mengelilingi P dengan permukaan δS. ∂φ
ˆ = ( ∇ ⋅∇φ ) δ V ∫ dS = δ∫ ∇φ ⋅ ndS δ ∂n S
(
S
)
= ∇ 2φ δ V = 0
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 205
Ini artinya di sekitar P,
∂φ tidak mungkin seluruhnya negatif atau ∂n
positif. Jadi φ tidak mungkin mempunyai harga minimum atau maksimum di titik P 2. Turunan “spatial” dari φ memenuhi persamaan Laplace. Bukti: Turunan “spatial” dari φ adalah ∇φ
u = ∇φ , ∇ ⋅ u = ∇ 2φ = 0 , ∇× u = ∇×∇φ = 0 ⎛ ⎞ karena ∇ × ⎜ ∇ × u ⎟ = ∇ ( ∇ ⋅ u ) − ∇ 2 u maka, ⎜ ⎟ ⎝ =0 ⎠
∇ 2 u = 0 atau ∇ 2 ( ∇φ ) = 0 atau turunan spatial φ menuruti persamaan Laplace. Oleh karenanya, maka ∇φ mempunyai sifat 3 dan 4 di bawah 3. Turunan spatial dari φ tidak bisa mencapai minimum atau maksimum di interior dari fluida. 4. Komponen kecepatan tidak dapat mencapai minimum atau maximum di interior fluida. 5. Besar kecepatan tidak dapat mencapai harga maksimum di interior fluida Bukti: Kita gunakan Teorema Green dengan ψ = φ 1
∫φ
ˆ = ∇φ ⋅ ndS
S
⇒
1
∫ 2 ∇φ s
Karena
2
⎛ 2⎞ 2 ⎜⎜ φ ∇ φ + ( ∇φ ) ⎟⎟ dV =0 ⎠ V ⎝
∫
ˆ = ∫ ( ∇φ ) dV > 0 ⋅ ndS 2
v
>0
∂φ ∂φ ∂φ , , mematuhi persamaan Laplace (sifat 2) maka : ∂x ∂y ∂z 2
2
⎛ ∂φ ⎞ 1 2 ⎛ ∂φ ⎞ ⎛ ∂φ ⎞ ˆ > 0 di mana u 2 = ⎜ ⎟ + ⎜ ⎟ + ⎜ ⎟ ∫ 2 ∇u ⋅ nds ⎝ ∂x ⎠ ⎝ ∂z ⎠ ⎝ ∂y ⎠ Jadi di sekitar titik P,
2
∂ 2 u tidak mungkin negatif sehingga u2 tidak mungkin ∂n
mencapai maksimum di dalam interior fluida. 6. Tekanan mencapai minimum di batas dari fluida
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 206
⎛ ∂φ u 2 ⎞ p = −ρ ⎜ + ⎟ + f (t ) ⎝ ∂t 2 ⎠ ∂p
ρ
∂
ˆ = − ρ ∫ ∇φ ⋅ ndS ˆ − ∫ ∇u ∫ dS = δ∫ ∇p ⋅ ndS 2δ ∂t δ δ ∂n S
S
S
2
ˆ ⋅ ndS
S
∂⎛ 2 ⎞ ρ ∂u 2 = −ρ ⎜ ∇ φ ⎟δV − ∫ dS 2 S ∂n ∂t ⎜⎝ =0 ⎟⎠ >0
⇒
∂p
∫δ ∂ndS < 0 S
Jadi disekitar titik P,
∂p ∂n
tidak mungkin positif sehingga p tidak mungkin
mencapai minimum di dalam interior fluida.
5.3.4 Prinsip Superposisi Persamaan Laplace (IP.1) adalah persamaan diferensial parsial yang linier. Oleh karena itu, Prinsip Superposisi berlaku apabila kondisi batasnya dijelaskankan oleh persamaan yang juga linier. Prinsip ini menyatakan bahwa : Apabila φ1 , φ 2 , φ 3 , … , φ n adalah solusi dari persamaan-persamaan : ∇ 2φ1 = 0 , ∇ 2φ2 = 0 , ∇ 2φn = 0 dengan ∂φ ∂φ1 ∂φ = a1 , 2 = a2 , n = an yang linier, ∂n ∂n ∂n
maka φ = φ1 + φ2 + ... + φn juga memenuhi persamaan Laplace ∇ 2φ = 0 dengan kondisi batas ∂φ = a1 + a2 + ... + an ∂n
Prinsip ini dapat dibuktikan dengan mudah dengan menggunakan kenyataan bahwa (IP.1) dan (IP.2) adalah persamaan-persamaan yang linier.
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 207
Jadi apabila kita mengetahui beberapa solusi dari persamaan Laplace, maka solusisolusi dapat digabungkan untuk mendapatkan solusi yang baru.
Metode untuk
mendapatkan solusi dari (IP.1) (dengan(IP.2)) dengan cara menggabungkan beberapa solusi adalah salah satu metode yang banyak digunakan. Metode lainnya adalah dengan menggunakan “Methods of separation of variable’’.
5.4
Permasalahan aliran potensial ditinjau dari rangka acuan yang berbeda
Dalam praktik, sering sekali kita harus menyelesaikan permasalahan aliran potensial di sekitar benda yang bergerak dengan kecepatan U(t) relatif terhadap fluida yang diam. Untuk kasus ini permasalahan matematis yang harus diselesaikan adalah persamaan (IP.1), (IP.2), (IP.2.b) yang untuk kasus ini menjadi,
∇ 2φ = 0
( ∇φ ⋅ nˆ )S
b
= U (t ) ⋅ nˆ dim ana Sb = Sb (t )
u ( x → ∞ ) = ( ∇φ ) ∞ = 0 Sementara itu tekanan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Bernoulli untuk kasus unsteady yaitu,
∂φ p u 2 + + = kons tan ∂t ρ 2 Hubungan matematis diatas adalah hubungan yang dituliskan dengan menggunakan rangka acuan yang diam relatif terhadap ruang (K). Dari hubungan tersebut dapat dilihat bahwa kita harus menjelaskan permukaan benda yang bergerak tersebut (Sb) dengan menggunakan sebuah fungsi waktu walaupun benda tersebut adalah benda rigid.
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 208
Namun, apabila kita gunakan rangka acuan yang bergerak dengan benda (K1), fungsi yang menjelaskan permukaan benda menjadi “time independent’.
Ini disebabkan
karena permukaan benda Sb tidak berubah terhadap waktu apabila kita jelaskan permukaan tersebut dengan menggunakan K1. Jadi permasalahan akan menjadi lebih sederhana apabila kita guanakan rangka acuan K1 yang bergerak bersama dengan benda. Untuk melihat ini, kita transformasikan hubungan diatas yang dituliskan dengan menggunakan dari K ke K1. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa posisi sebuah titik P dijelaskan oleh x1 apabila diamati dari K1 dan x apabila diamati dari K. Hubungan antara vektor x1 dan x adalah : t
x1 ( x, t ) = x − ∫ U (τ )dτ 0
Dari persamaan ini maka terlihat bawa kecepatan potensial dan tekanan relatif terhadap K1 ( φ ( x1 , t ) , p ( x1 , t ) ) adalah,
φ ( x1 , t ) = φ ( x1 ( x, t ) , t ) = φ ( x, t ) p ( x1 , t ) = p ( x1 ( x, t ) , t ) = p ( x, t )
Ini tentunya sesuai dengan prinsip bahwa harga sebuah skalar tidak tergantung dari rangka acuan yang digunakan. Selain itu hubungan-hubungan berikut juga berlaku: t
∂ 2 = ∇1 = ∇ , ∇1 = ∇ 2 (karena ∫ U (τ ) dτ ≠ f ( x ) ) ∂ x1 0
∂φ ( x1 , t ) ∂t
=
∂φ ∂ x1 ∂φ ∂φ + ⋅ = − U ⋅∇1φ ∂t ∂t ∂ x1 ∂t
(3)
Jadi dengan menggunakan sistem koordinat yang bergerak bersama rangka acuan K1, permasalahan aliran potensial disekitar benda yang bergerak dengan kecepatan U(t) selesaikan dengan mencari solusi dari permasalahan, ∇1 φ = 0 2
( ∇1φ ⋅ nˆ )S
b
= U (t ) ⋅ nˆ dim ana Sb ≠ Sb (t )
u ( x → ∞) = ( ∇1φ )∞ = 0 di mana sekarang φ = φ ( x1 , t )
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 209
Hubungan ini menunjukkan bahwa ketergantungan φ terhadap waktu didapatkan hanya melalui U (t ) dan apabila benda bergerak dengan kecepatan konstan maka permasalahan ini dilihat dari K1 adalah permasalahan yang steady. Perlu ditekankan disini, bahwa Sb dalam rangka acuan K1 bukan merupakan fungsi waktu karena Sb dijelaskan dengan menggunakan x1 yang tidak berubah terhadap waktu apabila vektor ini berada didalam benda. Dengan menggunakan rangka acuan K1, persamaan Bernoulli menjadi, 1 2⎤ ⎡ ∂φ p ( x1 , t ) + ρ ⎢ − U ⋅∇1φ + ( ∇1φ ) ⎥ = kons tan 2 ⎣ ∂t ⎦
Terakhir, permasalahan aliran disekitar benda yang bergerak didalam fluida yang diam dapat pula dianggap sebagai permasalahan aliran disekitar benda yang diam. Ini dapat dilihat dengan mendefinisikan, ∇1φˆ ≡ ∇1φ − U (t ) .
Dengan kata lain, sekarang persoalan ini diamati oleh pengamat yang diam relatif terhadap K1 dan ∇1φˆ adalah kecepatan relatif. Dengan menggunakan definisi ini maka hubungan persamaan Laplace dan kondisi batasnya menjadi, 2 ∇1 φˆ = 0
(∇ φˆ ⋅ nˆ ) = (∇ φ − U (t ) ) ⋅ nˆ = 0 (∇ φˆ ) = (∇ φ − U (t ) ) = −U (t ) 1
1
1
Sb
∞
1
Sb
∞
Ini menunjukkan bahwa permasalahan aliran benda yang bergerak dengan kecepatan U relatif terhadap fluida yang diam ekuivalen dengan permasalah aliran disekitar benda diam yang diletakkan didalam aliran dengan kecepatan freestream –U(t). Dengan kata lain, permasalahan aliran potensial yang dihasilkan oleh benda yang bergerak relatif terhadap fluida yang diam dapat diselesaikan dengan menyelesaikan permasalahan relatif terhadap benda (mencari ∇1φˆ ) kemudian menambahkan kecepatan relatif ini dengan kecepatan benda atau, ∇1φ = U (t ) + ∇1φˆ
Dalam literatur φˆ dikenal dengan sebutan pertubation potential atau potensial gangguan.
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 210
Namun, dalam menggunakan ekuivalensi diatas kita perlu berhati-hati. Sebelumnya kita perlu melihat apakah aliran ini tetap merupakan aliran potensial apabila kita amati dari rangka acuan K1. Secara umum, benda rigid dapat bergerak secara translasi dan rotasi ( U = U tran + Ω × r ) sehingga kecepatan disebuah titik didalam aliran dapat dinyatakan sebagai, u = U tran + Ω × r + u rel dimana u adalah kecepatan fluida dititik tersebut relatif terhadap K dan u rel kecepatan fluida dititik tersebut dilihat oleh pengamat yang bergerak bersama K1. Untuk melihat apakah aliran tetap merupakan aliran potensial di K1, kita hitung vortisitas di titik tersebut.
ω = ∇ × u = ∇ × (U tran + Ω × r + u rel ) = Ω(∇ ⋅ r ) − (Ω ⋅∇)r + ω rel = 3Ω − Ω + ω rel = 2Ω + ω rel dimana ω rel ≡ ∇ × u rel adalah vortisitas relatif terhadap K1. Dari hasil ini terlihat bahwa aliran yang irotasional relatif terhadap K, belum tentu juga aliran yang irotasional apabila dilihat dari K1. Aliran hanya akan irotasional relatif terhadap kedua rangka acuan apabila benda tersebut tidak berputar atau Ω = 0 .
5.5
Gaya-gaya yang beraksi di permukaan benda yang bergerak dalam aliran potensial tak terbatas
Misalkan B bergerak dengan kecepatan U(t) dalam fluida. Apabila S adalah permukaan dari B maka gaya yang bekerja pada B (gaya-gaya fluida) adalah:
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 211
ˆ S F = − ∫ p ( x, t ) nd
(1)
S
p ( x, t ) dapat dituliskan dengan menggunakan potensial kecepatan φ dan hubungan antara p dan φ didapatkan dari persamaan Bernoulli
ρ
∂φ ρ 2 + ( ∇φ ) + p ( x, t ) = f ( t ) = p∞ ∂t 2
Seperti telah dibahas disub-bagian sebelum ini permasalahan yang harus diselesaikan akan menjadi lebih sederhana, secara matematis, apabila kita gunakan rangka acuan K1. Persamaan Bernoulli yang dituliskan dengan menggunakan rangka acuan ini adalah, 1 2⎤ ⎡ ∂φ p ( x1 , t ) = p∝ − ρ ⎢ − U ⋅∇1φ + ( ∇1φ ) ⎥ = p ( x, t ) 2 ⎣ ∂t ⎦
Apabila persamaan ini kita substitusikan ke persamaan (1) maka, ⎡ q2 ⎤ ∂φ ˆ ˆ F =∫ρ ⋅ ndS + ∫ ρ ⎢ − U ⋅ q ⎥ ndS 2 t ∂ ⎣ ⎦ S S =
⎡ q2 ⎤ ∂ ˆ ˆ ρφ ρ ndS + ⎢ − U ⋅ q ⎥ ndS ∫ ∫ ∂t S ⎣2 ⎦ S =I
di mana q ≡ ∇1φ .
(
) (
)
Karena U × nˆ × q = U ⋅ q nˆ − (U ⋅ nˆ ) q maka
⎡ q2 ⎤ = ∫ ⎢ nˆ − (U ⋅ nˆ ) q ⎥dS − U × ∫ nˆ × q dS . ρ S⎣ 2 ⎦ S I
(
)
= II
Karena ∇1 ⋅ nˆ = q ⋅ nˆ = U ⋅ nˆ di S(x) maka
⎡ q2 ⎤ II = ∫ ⎢ nˆ − q ⋅ nˆ q ⎥dS 2 ⎦ S ⎣
(
)
Di daerah di antara S dan Σ (daerah R0) ⎡ q2 ⎤ ˆ ˆ n − q ⋅ n q ( ) ⎢ ⎥ ⋅ dS = ∫ ⎡⎣ q(∇ ⋅ q) − q (∇ ⋅ q) ⎤⎦ ⋅ dV = 0 . ∫S ⎣ 2 ⎦ R0 0 Karena S0 adalah permukaan Σ dan S maka,
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 212
⎡ q2 ⎤ ⎡ q2 ⎤ II = ∫ ⎢ nˆ − (q ⋅ nˆ )q ⎥ ⋅ dS = ∫ ⎢ nˆ − (q ⋅ nˆ )q ⎥ ⋅ dS 2 2 ⎦ ⎦ S ⎣ Σ⎣ Jadi, apabila kita pilih Σ di infinity, maka II = 0 karena u ( x → ∞) = ( ∇1φ )∞ = q = 0 apabila aliran adalah aliran tak terbatas yang tak mempunyai efek di infinity. Dengan mensubtitusikan hasil-hasil ini ke persamaan untuk F didapatkan,
F=
∂ ˆ − ρ ⋅U × ∫ (nˆ × q)dS ρφ ⋅ ndS ∂t ∫S S
(4)
Sekarang kita akan lihat arti dari ∫ (nˆ × q)dS dan untuk itu kita akan lihat permasalahan S
ini menggunakan sudut pandang alternatif yang diperkenalkan di akhir sub-bagian 5.3.5. Seperti telah dijelaskan disub-bagian 5.3.5, permasalahan ini ekuivalen dengan permasalahan aliran disekitar benda diam yang diletakkan didalam aliran dengan kecepatan freestream –U(t). Apabila u adalah kecepatan absolut dari fluida dalam sudut pandang ini, maka u = −U + q .
Karena
∫ nˆ ×U ⋅ dS = −U × ∫ nˆ ⋅ dS = 0 S
maka,
S
∫ (nˆ × q)dS = ∫ (nˆ × u)dS = eˆ∫ udS S
S
S
di mana eˆ ⊥ dengan nˆ & u . Apabila kita tuliskan dS = dl × S , di mana S adalah span dan dl adalah elemen sepanjang kontur benda maka,
∫ (nˆ × q)dS = eˆ∫ udS = eˆS ∫ udl = eˆS ∫ u ⋅ dl = ΓS eˆ . S
S
l
Dengan demikian maka suku ∫ (nˆ × q)dS menjelaskan sirkulasi Γ dari benda. S
Akhirnya formula untuk gaya F dapat tuliskan seperti,
F=
∂ ˆ + ( ρU × Γeˆ)S ρφ ndS ∂t ∫S
di mana S adalah span dan eˆ adalah unit vektor yang tegak lurus dengan U dan nˆ .
(F)
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 213
Apabila kita ingat bahwa φ ( x, t ) = φ ( x;U (t )) maka konstan,
∂φ ∂φ dU = ⋅ . Jadi, apabila U ∂t ∂U dt
∂φ = 0 , sehingga ∂t
∂ ˆ = 0 (untuk U = konstan). ρφ ndS ∂t ∫S Dari hasil-hasil di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ; 1) Apabila benda rigid 3-D bergerak dengan kecepatan yang konstan di dalam aliran potensial yang tak terbatas (infinite), maka gaya fluida yang beraksi pada benda tersebut adalah nol karena ini (3-D), Γ = 0 . 2) Apabila benda rigid 2–D bergerak dengan kecepatan konstan di dalam aliran potensial yang tak terbatas, maka pada benda tersebut tidak terdapat Drag (karena benda adalah benda 2-D dan Γ tidak harus sama dengan nol. Namun, gaya
ˆ S adalah tegak lurus dengan U sedangkan drag sejajar dengan U ). ( ρU × Γe) 3) Aliran steady di sekitar benda 2-D yang mempunyai Γ menghasilkan gaya sebesar
F = ρU × Γeˆ . Oleh karena gaya ini tegak lurus dengan U dan eˆ , maka S
gaya ini adalah lift per unit span (l) sehingga, l = ρU Γ (Kutta-Joukowski Theorem)
Teorema ini sangatlah penting dalam Aerodinamika. Kesimpulan 1) dan 2) dikenal sebagai D’Alembert’s Paradox. Sekali lagi diingatkan bahwa hasil-hasil di atas didapatkan untuk aliran yang tak terbatas. Jadi, untuk aliran yang terbatas (aliran di sekitar benda) dapat menghasilkan drag dan tidak terdapat D’Alembert’s Paradox.
5.6
Solusi Elementer dari Persamaan Laplace 3D
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 214
Untuk mengenal lebih jauh solusi dari persamaan Laplace, kita akan memperhatikan beberapa solusi yang disebut solusi elementer dari persamaan Laplace. Solusi-solusi elementer yang akan dibaas didalam dua sub-bagian berikut ini adalah solusi-solusi persamaan Laplace yang mempunyai singularitas di sebuah titik. Pertama-tama kita akan bahas kasus 3-D, lalu di subbagian berikutnya kita bahas kasaus 2-D.
5.6.1 Source 3-D Source adalah sebuah singularitas yang menghasilkan aliran dengan streamline berupa garis-garis lurus yang berasal dari sebuah titik pusat.
Selain itu, kecepatan yang
dihasilkan berbanding terbalik dengan jarak kuadrat (jarak dari titik pusat). Misalkan terdapat sebuah potensial dengan bentuk,
φ =−
c r
di mana c adalah konstanta dan r adalah koordinat radial.
Apabila kita gunakan
“spherical coordinate system” maka u = ∇φ =
∂φ c = eˆr ∂r r 2
Dari hasil di atas maka terlihat bahwa φ = −
c adalah potensial untuk source karena r
kecepatan berbanding terbalik dengan r2 dan streamline-nya adalah garis-garis lurus yang berasal dari titik pusat. Untuk mendapatkan harga konstanta c, kita evaluasi flux massa ( m ) yang keluar dari permukaan bola dengan radius r, yang pada titik pusatnya terdapat sebuah source. ˆ S , m = ∫ ρ u ⋅ nd S
M = c∫ S
sehingga c = M
4π
Dengan demikian maka,
m
ρ
ˆ ≡ M = ∫ u ⋅ ndS S
1 c dS = 2 4π r 2 = 4π c 2 r r
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 215
φ =−
M M dan u = eˆr 4π r 4π r 2
dimana M biasanya disebut “source strength”.
5.6.2 Doublet 3-D Solusi elementer kedua yang kita pelajari adalah “doublet”. Doublet adalah sepasang source dan sink (sink adalah source dengan M negatif) yang diletakkan dengan jarak sangat dekat.
Apabila terdapat sebuah source dan sink yang berjarak l antara satu sama lain maka potensial kecepatan di titik P adalah superposisi dari keduanya,
φP = −
M 4π
⎛ 1 1⎞ M − ⎟=− ⎜⎜ ⎟ 4π ⎝ r −l r ⎠
⎛ r − r −l ⎜⎜ ⎝ r r −l
⎞ ⎟⎟ ⎠
Namun lim r − r − l = l cos θ dan lim r r − l = r = r 2 . 2
l →0
l →0
Doublet adalah kasus di atas dengan
lim l→ 0
dan M → ∞ sehingga lM → µ di mana µ
adalah finite. Dengan demikian maka,
µ cos θ ⎡ Ml cos θ ⎤ =− φ = lim ⎢ − 2 ⎥ lM → µ 4π r 2 ⎣ 4π r ⎦ Potensial ini dapat dituliskan dalam bentuk lain. Misalkan eˆl adalah vektor satuan yang menunjukkan arah lˆ dan θ adalah sudut antara lˆ dan r (lihat sketsa). Kita definisikan
µ ≡ µ eˆl dan dengan definisi ini maka
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 216
φdoublet =
−µ ⋅ r
∂⎛ 1 ⎞ ⎛ 1 ⎞ = µ eˆl ⋅∇ ⎜ − ⎟ = µ ⎜− ⎟ ∂l ⎝ 4π r ⎠ 4π r ⎝ 4π r ⎠ 3
φdoublet =
5.7
µ ∂ M ∂l
φsource
Solusi Elementer dari Persamaan Laplace 2D
Dalam subbagian ini, akan diberikan solusi-solusi elementer dari persamaan ∇ 2φ = 0 untuk kasus 2-D. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, untuk aliran 2-D, persamaan kontinuitas ∇ ⋅ u = 0 dipenuhi juga oleh u1 =
∂ψ ∂ψ , u2 = − ∂x2 ∂x1
di mana ψ adalah streamfunction yang juga mengikuti persamaan Laplace (untuk kasus aliran potensial). Dalam subbagian ini, akan diberikan solusi-solusi elementer untuk φ maupun untuk ψ.
5.7.1 Source 2D
Untuk kasus dua dimensi, source flow adalah aliran yang didefinisikan oleh :
u = u r eˆr ∂ (rur ) = 0 ∂r B rur = B ⇒ ur = r
∇ ⋅u = 0 ⇒
Kecepatan ini berlaku di mana pun kecuali di titik r = 0. Di titik ini u r menjadi infinite. Sekarang kita akan mencari harga untuk B. Pertama-tama kita definisikan
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 217
m ≡ ∫ u ⋅ eˆr dl = ∫ ur dl
di mana dl adalah segmen kecil sepanjang lingkaran. m disebut juga source strength. Dari definisinya, dapat dilihat bahwa q adalah volume fluida yang keluar dari sebuah kurva yang menutupi source tersebut. Apabila kita substitusikan u r , ( dl = rdθ ) 1 m = B ∫ dl = 2π B r
Jadi, u =
m reˆr = u r eˆr 2π
Untuk mendapatkan ψ dan φ , kita tuliskan u r sebagai berikut. ur =
ψ= 2
di mana r = x1 + x2
2
1 ∂ψ ∂φ ∂ψ 1 ∂φ , uθ = − = = =0 r ∂θ ∂r ∂r r ∂θ
m m θ + konstan , φ = log r + konstan 2π 2π
⎛x ⎞ dan θ = tan −1 ⎜ 2 ⎟ . ⎝ x1 ⎠
5.7.2 Doublet 2D Kita telah lihat bahwa, untuk kasus 3-D hubungan antara doublet dengan “kekuatan” µ dan source dengan “kekuatan” M adalah
φdoublet =
µ ∂ M ∂l
φsource
di mana l adalah vektor yang menghubungkan posisi “sink” dan “source”. Untuk kasus doublet 2-D dengan “kekuatan” κ maka,
φdoublet =
κ ∂⎛ m κ κ ⎞ eˆl ⋅∇ log r = eˆl ⋅ eˆr log r ⎟ = ⎜ m ∂l ⎝ 2π 2π r ⎠ 2π r
sehingga,
φdoublet =
κ κ x1 cos θ = 2π r 2π r 2
di mana θ adalah sudut antara eˆl dan eˆr . Karena ur =
∂φ 1 ∂ψ 1 ∂φ ∂ψ dan uθ = = =− ∂r r ∂θ r ∂θ ∂r
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 218
maka,
ψ doublet = −
κ sin θ κ x2 =− 2π r 2π r 2
Streamline dari sebuah doublet didapatkan dengan menyatakan ψ = konstan. Bentuk dari streamline untuk doublet dapat dilihat dalam sketsa di atas.
5.8
Solusi Umum Persamaan Laplace 3-D dan 2-D
Di dalam subbagian ini, kita akan memempelajari solusi umum dari persamaan Laplace 3-D. Secara umum persamaan ini dapat ditulis sebagai berikut,
∇2φ = m di mana m = 0. Apabila m ≠ 0 maka persamaan diferensial itu disebut persamaan Poisson. Solusi umum ini didapatkan dengan menggunakan apa yang disebut dengan “teorema Green”. Teorema ini didapatkan sebagai berikut. Kita mulai dari teorema Gauss yaitu,
∫∇⋅ A
V
dV = ∫ A ⋅ nˆ dS S
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 219
Apabila kita pilih A = ψ∇φ maka,
∇ ⋅ A = ∇ ⋅ (ψ∇φ ) = ∇ψ ⋅∇φ +ψ∇ 2φ Sehingga, ˆ ∫ ( ∇ψ ⋅∇φ +ψ∇ φ )dV = ∫ψ∇φ ⋅ ndS 2
V
( L3D.1)
S
Apabila kita tukar variabel ψ dan φ (ψ
φ) dalam (L3D.1),
ˆ ∫ ( ∇φ ⋅∇ψ + φ∇ ψ )dV = ∫ φ∇ψ ⋅ ndS 2
V
( L3D.2)
S
Berikutnya kita kurangi (L3D.1) dengan ( L3D.2) didapatkan, ˆ ∫ (ψ∇ φ − φ∇ ψ ) dV = ∫ (ψ∇φ − φ∇ψ ) ⋅ ndS 2
2
V
(Teorema Green)
S
Untuk mendapatkan solusi persamaan Poisson, kita pilih ψ =
1 dimana r = x1 − x (lihat r
sketsa diatas). Dari definisi r terlihat bahwa, ∇2ψ = 0 di V kecuali di titik p di mana r = 0. Apabila kita tidak sertakan titik p, dengan membuat bola Sp dengan jari-jari R1 (lihat sketsa dibawah sebelah kanan) maka ∇2ψ = 0 di volume yang baru ini (permukaan yang baru adalah Σ, Sb, Sp). Dengan demikian maka teorema di atas menjadi, ⎛1
⎞
∫ ⎜⎝ r ∇ φ ⎟⎠ dV 2
V
=
1⎞ ⎛1 ˆ . ⎜ ∇φ − φ∇ ⎟ ⋅ ndS r r⎠ ∑ + Sb + Sp ⎝
∫
Apabila kita definisikan permukaan St yang merupakan gabungan permukaan Σ dan Sb (dan permukaan lain yang merupakan batas-batas fluida) maka,
1
∫ r ∇ φ dV
V
2
=
⎛1
1⎞
⎛1
1⎞
ˆ + ∫ ⎜ ∇φ − φ∇ ⎟ ⋅ ndS ˆ ∫ ⎜⎝ r ∇φ − φ∇ r ⎟⎠ ⋅ ndS r⎠ ⎝r
St
Sp
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 220
Sp
Sp R1
R1
P
P St
Sekarang kita ambil limit R1 → 0 sehingga, ⎛ 1 ∂φ ∂ ⎛ 1 ⎞⎞ 1⎞ ⎛1 2 ˆ = lim ⎜ lim ∫ ⎜ ∇φ − φ∇ ⎟ ⋅ ndS − φ ⎜ ⎟ ⎟⎟ 4π R1 p ⎜ R1 → 0 R → 0 1 ∂R1 ⎝ R1 ⎠ ⎠ r r⎠ Sp ⎝ ⎝ R1 ∂R1 ⎛ ∂φ ⎞ = lim ⎜ R1 + φ p ⎟ 4π = 4πφ p R1 →0 ⎝ ∂R1 ⎠
(p berada di dalam V)
Perlu diingat bahwa hasil terakhir didapatkan untuk titik p yang berada didalam domain (fluida). Apabila titik p berada di permukaan St, tentunya kita tidak bisa membuat sebuah bola. Yang bisa kita lakukan untuk kasus dimana titik p berada di permukaan St adalah membuat setengah bola (lihat sketsa dibawah sebelah kiri) dan untuk kasus ini,
∂ ⎛ 1 ⎞⎞ 1⎞ 1 ⎛ 1 ∂φ ⎛1 2 ˆ = lim ⎜ lim ∫ ⎜ ∇φ − φ∇ ⎟ ⋅ ndS − φ ⎜ ⎟ ⎟⎟ 4π R1 p ⎜ R1 →0 R → 0 1 2 ⎝ R1 ∂R1 ∂R1 ⎝ R1 ⎠ ⎠ r r⎠ Sp ⎝ ⎛ ∂φ ⎞ = lim ⎜ R1 + φp ⎟ 2π = 2πφp R1 →0 ⎝ ∂R1 ⎠
(p berada di permukaan St)
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa,
φ p ( x) = φ ( x1 , x2 , x3 ) = n=
{
4 2
⎤ 1 ⎡ 1 2 1 1 ˆ ⎥ ⎢ ∫ ∇ φ ⋅ dV + ∫ (φ∇ − ∇φ ) ⋅ ndS nπ ⎣⎢V ( x1 ) r r r St ( x1 ) ⎦⎥
(L3D.a)
p didalam V p dipermukaan St
Hasil di atas adalah solusi dari persamaan Poisson 3-D. Kita lihat bahwa apabila φ &
∂φ = ∇φ ⋅ nˆ diketahui di St maka φ di setiap titik dalam aliran dapat dihitung. ∂n
Untuk persamaan Laplace, ∇ 2φ = 0 sehingga,
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 221
φ ( x) = n=
{
4 2
⎤ 1 ⎡ ⎤ ∂ 1 1 ∂φ 1 ⎡ 1 1 ˆ ⎥= − )dS ⎥ ⎢ ∫ φ ⋅∇ − ∇φ ⋅ ndS ⎢ ∫ (φ nπ ⎣⎢ St ( x1 ) r r ⎥⎦ ⎦⎥ nπ ⎢⎣ St ( x1 ) ∂n r r ∂n p p
didalam V dipermukaan
(L3D.b)
St
Jadi untuk aliran irrotasional 3-D, solusi didapatkan dengan menggunakan (L3D.b) di mana Sb dan Σ adalah batas-batas fluida (total kedua permukaan adalah St) dalam permasalahan tersebut.
Perlu diingat, bahwa integrasi dilakukan relatif terhadap
variabel x1 dan r = x1 − x . Untuk kasus 2-D, solusi umum untuk persamaan Laplace didapatkan dengan memilih
ψ = ln r untuk ψ di dalam teorema Green. Untuk kasus 2D, domain dari persamaan Laplace bukanlah volume melainkan area. Dengan demikian maka kita perlu mengganti integral volume dan area dalam kasus 3D menjadi integral area dan integral sepanjang kurva. Sama seperti kasus 3-D, ∇ 2ψ = 0 di dalam domain (area) kecuali di titik P di mana r = 0. Dengan membuat lingkaran Sp dengan jari-jari R1 maka ∇ 2ψ = 0 di dalam area yang dibatasi oleh kurva-kurva Σ, Sb, Sp. Di dalam domain ini, teorema Green menjadi, ˆ l ∫ ln r∇ φdS = ∫ ( ln r∇φ − φ∇ ln r ) ⋅ nd 2
Σ+ Sb + S p
S
Seperti sebelumnya kita definisikan kurva St yang merupakan gabungan antara kurve Σ dan Sb (dan kurva lain yang merupakan batas-batas fluida) sehingga, ˆ + ∫ ( ln r∇φ − φ∇ ln r ) ⋅ nd ˆ l ∫ ln r∇ φdS = ∫ ( ln r∇φ − φ∇ ln r ) ⋅ ndl 2
S
St
Sp
Apabila kita ambil limit R1→0 lim
R1 → 0
⎛
ˆ = lim ⎜ ln R ∫ ( ln r∇φ − φ∇ ln r ) ⋅ ndl ⎝
Sp
R1 →0
1
⎞ ∂φ ∂ − φp ln R1 ⎟ 2π R1 ∂R1 ∂R1 ⎠
⎛ ⎞ ∂φ = lim 2π ⎜ R1 ln R1 − φ p ⎟ = −2πφ p R1 →0 ∂R1 ⎝ ⎠ Seperti dalam kasus 3D, apabila p terdapat di kurva St maka,
( p berada di dalam S)
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 222
⎞ ∂φ ∂ 1⎛ ˆ = lim ⎜ ln R1 − φp lim ∫ ( ln r∇φ − φ∇ ln r ) ⋅ ndl ln R1 ⎟ 2π R1 R1 →0 R1 →0 2 ∂R1 ∂R1 ⎝ ⎠ Sp ⎛ ⎞ ∂φ = lim π ⎜ R1 ln R1 − φp ⎟ = −πφp R1 →0 ∂R1 ⎝ ⎠ (p berada di permukaan St). Dengan demikian maka,
φp ( x) = − n=
{
1 1 ln r∇ 2φdS + ∫ nπ S nπ
ˆ l ∫ ( ln r∇φ − φ∇ ( ln r ) ) ⋅ nd
St
2 p didalam S 1 p dikurva St
Apabila ∇ 2φ = 0 maka
φp ( x) = n=
{
1 nπ
∂φ ∂ ln r ⎞ ⎛ −φ ⎜ ln r ⎟dl ∂n ∂n ⎠ St ( x1 ) ⎝
∫
(L2D)
2 p didalam S 1 p dikurva St
Sekali lagi diingatkan bahwa integrasi dilakukan terhadap variabel x1 dan r = x1 − x .
5.8.1 Solusi umum sebagai superposisi dari source dan doublet Dalam sub-bagian ini, akan diperlihatkan bahwa solusi umum dari persamaan Laplace, baik 3D maupun 2D, adalah superposisi dari source dan doublet yang terdapat di permukaan banda atau batas-batas fluida. Bentuk solusi umum yang akan kita dapatkan ini adalah bentuk yang dapat digunakan untuk mendapatkan solusi secara numerik. Solusi umum untuk persamaan Laplace, baik 3-D maupun 2D, dapat dituliskan seperti (untuk kasus 2D integral area tentunya diubah menjadi integral sepanjang kurva),
φ ( x) =
⎡ ⎛ ∂φ ⎞ ∂φs ⎤ ⎢φs ⎜ ∂n ⎟ − φ ∂n ⎥dS ⎝ ⎠ ⎦ St ( x1 ) ⎣
∫
(MP.1)
di mana φs adalah,
φs =
{
1 ( kasus 3− D ) nπ r ln r − ( kasus 2 − D ) nπ −
dan harga n tergantung dari letak titik x didalam domain atau dibatas domain (lihat persamaan (L3D.b) dan (L2D)). Jadi harga φ di setiap titik di dalam aliran dapat
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 223
dihitung apabila kita mengetahui harga φ dan
∂φ ∂φ di permukaan St. tentunya ∂n ∂n
diketahui dari kondisi batas tetapi bagaimana dengan harga φ di St? Untuk itu, pertama-tama kita perluas “domain perhitungan” dengan mengikutsertakan daerah di luar aliran seperti daerah di dalam St dan kita nyatakan harga φ yang dihasilkan oleh aliran didaerah ini dengan simbol φ .
Untuk melihat kontribusi dari “aliran imajiner” ini, di sebuah titik P di dalam aliran, kita kembali ke teorema Green dan gunakan teorema ini di “daerah baru” (volume daerah ini adalah Vt) ⎛
∂φ
∫ (ψ∇ φ − φ∇ ψ )dV = ∫ ⎜⎝ψ ∂n − φ 2
2
Vt
St
∂ψ ∂n
⎞ ⎟dS ⎠
Karena aliran di daerah baru ini adalah aliran (imajiner) potensial maka ∇ 2φ = 0 . Selain itu, karena kita pilih titik P yang berada di luar Vt maka apabila ψ =
1 kita tidak r
akan menemui kesulitan dengan kasus r = 0 (r tidak akan sama dengan nol karena P di luar Vb, lihat sketsa) sehingga ∇ 2ψ = 0 di Vb dan ⎡ ∂φ ∂φ ⎤ − φ s ⎥dS 0 = ∫ ⎢φs ∂n ∂n ⎦ St ⎣ Karena n = − nˆ maka apabila kita jumlahkan (MP.1) dan (MP.2) didapatkan ⎡ ⎤ ⎢ ⎛ ⎞ ∂φs ∂φ ∂φ ⎥ +φs ⎜ − φ ( x ) = ∫ ⎢− φ − φ ⎟ ⎥dS ∂ ∂ ∂ n n n ⎝ ⎠⎥ St ⎢ A ⎢⎣ ⎥⎦ B
(
)
(MP.2)
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 224
Karena untuk kasus 3D, misalnya, φsource =
∂⎛ 1 ⎞ −M dan φdoublet = µ ⎜ − ⎟ maka 4π r ∂l ⎝ 4π r ⎠
jelaslah bahwa suku A pada integral di atas menjelaskan sebuah doublet dengan
(
)
kekuatan µ = − φ − φ . kekuatan M =
Sedangkan suku B menjelaskan sebuah source dengan
∂φ ∂φ − . Oleh karena itu, maka solusi umum persamaan Laplace 3-D ∂n ∂n
dapat dituliskan seperti
φ ( x) = φs =
{
∂ ⎛ ⎞ φ s ⎟dS ⎜ M φs + µ ∂n ⎠ S t ( x1 ) ⎝
∫
1 ( kasus 3 − D ), n = 4 ( untuk x yang berada di V ) atau n = 2 ( untuk x yan g berada di S t ) nπ r ln r − ( kasus 2 − D ), n = 2 ( untuk x yang berada di S ) atau n =1 ( untuk x yang berada di S t ) nπ −
(MP.3)
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa solusi umum dari persamaan Laplace 3-D adalah superposisi dari source dan doublet pada permukaan benda.
Berbeda
dengan (MP. 1) dimana solusi ditentukan oleh harga potensial φ di St, dapat dilihat bahwa dengan menggunakan persamaan (MP.3) kita mendapatkan kebebasan untuk memilih bentuk dari potensial φ . Ini disebabkan karena baik φ maupun turunannya diarah normal belum dispesifikasikan. Dengan kata lain, distribusi dari source dan doublet di permukaan St bukan merupakan distribusi yang unik sehingga kita dapat memilih suatu distribusi source dan doublet yang mempermudah perhitungan. Selain itu (MP.3) menunjukkan bahwa solusi persamaan Laplace didapatkan apabila harga µ dan M di permukaan diketahui.
Sekarang yang menjadi pertanyaan bagaimana
mendapatkan harga µ dan M di permukaan? Solusi umum persamaan Laplace dalam bentuk (M.P.3) memberikan kita kebebasan untuk memilih bentuk dari potensial φ maupun turunannya diarah normal. Misalnya, kita dapat memilih φ = φ di permukaan St sehingga harga µ di St adalah nol dan (M.P.3) menjadi,
φ ( x) =
∫ ( M φ )dS . s
St ( x1 )
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 225
Dengan pilihan ini, persamaan solusi Laplace didapatkan dengan menggunakan distribusi source.
Apabila kita dapat memilih
∂φ ∂φ = di permukaan St, harga Μ di St menjadi nol dan ∂n ∂n
(M.P.3) menjadi,
φ ( x) =
⎛ ∂ ⎞ φ s ⎟d S ⎜µ ∂n ⎠ S t ( x1 ) ⎝
∫
Dengan pilihan ini, persamaan solusi Laplace didapatkan dengan menggunakan distribusi doublet. Secara umum, harga µ dan M di permukaan didapatkan dengan mengevaluasi φ ( x) di permukaan St dan biasanya ini dilakukan secara numerik dengan menggunakan metoda yang dikenal dengan sebutan Metoda Panel. Metoda ini akan kita pelajari lebih lanjut di BAB 7.
5.9
Solusi dengan Menggunakan Vortex
x
r
x1 Dalam subbagian ini kita akan mempelajari medan kecepatan yang dihasilkan oleh vortex. Kemudian kita akan melihat bagaimana vortex digunakan untuk mendapatkan solusi dari persamaan Laplace 3-D. Apabila terdapat vortisitas pada sebuah titik dalam aliran inkompresibel maka pada titik tersebut, ∇ × u = ω dan ∇ ⋅ u = 0
Dari analisis vektor kita ketahui bahwa apabila
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 226
u = ∇× A
(V.1)
di mana A adalah vektor potensial, maka persamaan ∇ ⋅ u = 0 akan terpenuhi. Apabila (V.1) kita substitusikan ke hubungan ∇ × u = ω maka didapatkan,
ω = ∇ × ( ∇ × A) = ∇ (∇ ⋅ A) − ∇ 2 A Berikutnya kita anggap, ∇ ⋅ A = 0 (nanti kita akan lihat konsekuensi dari pilihan ini) sehingga, −ω = ∇ 2 A
(V.2)
Persamaan (V.2) adalah persamaan Poisson yang mana solusinya telah kita lihat sebelumnya (L3D. a) yang untuk kasus ini adalah (aliran tak batas), A( x) =
1 4π
1 2 1 ∇ AdV = r 4π V ( x1 )
∫
∫
ω ( x1 )
V ( x1 )
r
dV
(V.3)
Dari (V.3), kita dapat gunakan (V.1) untuk menghitung kecepatan yang disebabkan adanya vortisitas di titik tersebut. Kecepatan itu adalah, u = ∇× A =
1 ω ( x1 ) dV ∇× ∫ 4π r V ( x1 )
(V.4)
di mana, sekali lagi, r = x − x1 dangan x1 adalah titik yang mempunyai vortisitas sehingga ω = ω(x1) dan x adalah titik yang harga kecepatannya kita hitung dan volume dalam integrasi (V.4) adalah volume yang “membungkus” titik-titik yang mempunyai vortisitas, sehingga kita melakukan integrasi pada variabel x1 dan x dianggap konstan dalam proses integrasi tersebut. Selain itu perlu diingat bahwa ∇ ≡
∂ . ∂x
5.9.1 Vortex Filament: Biot-Savart Law Sekarang kita akan gunakan (V.4) untuk menghitung kecepatan pada sebuah titik P yang dihasilkan oleh sebuah “vortex filament” dengan kekuatan Γ. Apabila ˆ adalah area cross section dari “vortex filament” ndS
dan dl adalah panjang filamen (lihat sketsa) maka, ˆ ⋅ dl ) dV = ( ndS
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 227
ˆ Karena Γ = ω ⋅ ndS dan dl =
ω dl , ω
ˆ ⋅ω ) ωdV = ω ( ndS
dl
ω
ω dl = Γdl . ω
=Γ
Dengan demikian maka (V.4) menjadi, u = ∇× ∫
Γdl Γ = 4π r 4π
∫
dl × r r3
(Biot-Savart)
Γ dapat dikeluarkan dari integral karena harganya konstan sepanjang dl dan bahkan menurut Helmholtz Vortex Theorem juga konstan sepanjang vortex filament (lihat subbagian 3.2). Hukum Biot-Savart juga dijumpai pada elektromagnetik.
5.9.2 Vortex Sheet “Vortex sheet” adalah daerah tipis/ lembaran yang mempunyai vortisitas.
Biasanya vortex sheet
dimodelkan dengan menggunakan vortex filament yang sangat kecil yang membentuk sebuah lembaran (lihat sketsa).
Misalkan titik P berada di tengah-
tengah lembaran, maka
ω P dV = ω P ∈ dS Vortex sheet didapatkan dengan mengambil lim ∈ → 0dan ωp → ∞ sehingga Ω∈ adalah konstan atau lim ω P ∈ dS = γ dS
∈→0 ω →∞ ω∈ → γ
di mana γ disebut “vortex sheet strength”, adalah finite. Sekarang kita akn hubungkan harga γ dengan harga u dengan menggunakan definisi dari ∇× .
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 228
ωdV = ∇ × udV =
∫ nˆ × udS
δS
γ dS = lim ∫ nˆ × udS = ∈→ 0
∫ nˆ × u dS + δ∫ nˆ × u dS 1
2
δ S1
S2
di mana lim ∫ nˆ × udS = 0 telah digunakan. Dengan demikian maka, ∈→ 0
∈
γ dS = nˆ × ( u1 − u 2 ) dS karena nˆ2 = − nˆ1 = −nˆ . Hubungan di atas dapat pula dituliskan seperti, u1 − u 2 = γ × nˆ
(V.5)
sehingga
( u1 − u 2 ) ⋅ nˆ = (γ × nˆ ) ⋅ nˆ = 0 ( u1 − u 2 ) ⋅ tˆ = γ
(V.S).
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa “vortex sheet” menghasilkan kecepatan di arah normal yang kontinyu dan terdapat diskontinuitas kecepatan di arah tangensial. Karena sifat-sifat ini vortex sheet biasanya digunakan sebagai model untuk wake dan airfoil dalam aerodinamika, karena keduanya menghasilkan diskontinuitas kecepatan di arah tangensial.
Karena vortex sheet merupakan superposisi dari banyak vortex
filament maka kecepatan induksi (kecepatan yang dihasilkan oleh) vortex sheet didapatkan dengan mengintegrasikan kecepatan induksi dari vortex-vortex filament tersebut.
Kecepatan induksi dari vortex sheet didapatkan dengan mensubtitusikan
ωdV = γ dS kedalam (V.4) yang hasilnya adalah, u = ∇× A =
( )
( )
ω x1 γ x1 1 1 1 ∇× ∫ dV = ∇× ∫ dS = − r r 4π 4π 4π V ( x1 ) S ( x1 )
∫
S ( x1 )
( )dS
r × γ x1 r
3
5.9.3 Solusi Persamaan Laplace dengan Menggunakan Vortex Sekarang kita lihat kembali hukum Biot-Savart yang menjelaskan kecepatan yang dihasilkan oleh sebuah “vortex filament”
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 229
u = ∇×
Γdl Γ 1⎞ ∂ ⎛ ˆ , ∇ x1 ≡ =− ∇ × ∫ ⎜ ∇ x1 ⎟ × ndS 4π r 4π ∂ x1 r⎠ l ( x1 ) S ( x1 ) ⎝
∫
di mana telah digunakan analog dari teorema Stokes’ untuk kuantitas skalar yang diintegrasikan sepanjang kurva tertutup. Sekarang kita perhatikan kuantitas berikut, ⎛ ∇ × ⎜ ∇ x1 ⎝
1⎞ ⎛ ⎟ × nˆ = ( nˆ ⋅∇ ) ⎜ ∇ x1 r⎠ ⎝
1⎞ ⎛ ⎛ ⎟ − ⎜∇ ⋅⎜∇x r⎠ ⎝ ⎝ 1
1 ⎞⎞ ⎟ ⎟ nˆ r ⎠⎠
dimana kita telah gunakan sifat dari triple product 3 buah vector. ⎛ ⎜ ∇ x1 ⎝
Tetapi karena
1⎞ 1 2 1 ⎟ = −∇ dan ∇ = 0 maka, r⎠ r r ⎛ ⎛ ⎜ ∇ ⋅ ⎜ ∇ x1 ⎝ ⎝
1 ⎞⎞ 1⎞ ⎛ ⎛ 2 1⎞ ⎟ ⎟ nˆ = − ⎜ ∇ ⋅∇ ⎟ nˆ = − ⎜ ∇ ⎟ nˆ = 0 . r ⎠⎠ r⎠ ⎝ ⎝ r⎠
Dengan demikian maka u dapat dituliskan menjadi, u=−
Γ 4π
⎛
∫ ( nˆ ⋅∇ ) ⎜⎝ ∇
u = −∇ ∫
x1
1⎞ Γ ⎟dS = − r⎠ 4π
∂ ⎛
1⎞
∫ ∂n ⎜⎝ ∇ r ⎟⎠dS
∂ ⎛ Γ ⎞ ∂ ≡ nˆ ⋅∇ x1 ⎜ ⎟dS , ∂n ∂n ⎝ 4π r ⎠
Daerah di luar vortex filament adalah daerah di mana ω = 0 sehingga u = ∇φ. Dengan demikian maka,
φvortex = ∫ Γ
∂ ⎛ 1 ⎞ ⎜− ⎟dS ∂n ⎝ 4π r ⎠
(V.6)
Apabila hasil ini kita bandingkan dengan suku pada (L-3D.b) yang menjelaskan distribusi doublet yaitu,
φdoublet = ∫ ( −φ )
∂ ⎛ 1 ⎞ ⎜− ⎟dS ∂n ⎝ 4π r ⎠
maka jelaslah bahwa φ vortex adalah φ doublet dengan “kekuatan” Г. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa vortex filament dapat digunakan untuk menggantikan doublet pada metode penyelesaian persamaan Laplace. (Inilah mengapa kita membahas vortex filament yang tentunya ω ≠ 0 di dalam bab ini yang membahas aliran irrotasional)
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 230
5.9.4 Konsekuensi dari ∇ ⋅ A = 0 Sebelum kita akhiri subbagian ini marilah kita kembali ke bagian awal dari subbagian ini di mana kita memilih ∇ ⋅ A = 0 untuk mendapatkan (V.2) yang solusinya telah dibahas panjang lebar. Kita akan gunakan (V.3) untuk mendapatkan syarat yang harus dipenuhi agar pilihan kita ∇ ⋅ A = 0 terpenuhi. Dengan menggunakan (V.3), 1 ω 1 ⎛ω ⎞ dV = ∇ ⋅ ⎜ ⎟dV ∫ ∫ 4π r 4π ⎝r⎠ 1 ω 1 ω ⋅ nˆ dS =− ∇ x1 ⋅ dV = − ∫ r 4π 4π ∫ r
0 = ∇⋅ A = ∇⋅
di mana sekali lagi kita telah gunakan 1 1 ∇ = −∇ x1 . r r Dari hasil di atas maka dapat disimpulkan bahwa ∇ ⋅ A = 0 akan terpenuhi apabila
ω ⋅ nˆ = 0 di seluruh batas-batas fluida.
5.9.5 2D vortex Sama seperti dalam kasus 3-D, kita dapat menggunakan vortex untuk mendapatkan solusi persamaan Laplace 2-D. Vortex yang digunakan di sini disebut “point vortex” yang didapatkan dengan mengintegrasikan hokum Biot-Savart untuk vortex filament yang lurus yang terbentang dari -∞ ke +∞. Tetapi untuk pembahasan di sini kita akan gunakan cara lain, yang lebih mudah, untuk mendapatkan potensial untuk point vortex. Streamline yang dihasilkan oleh point vortex mempunyai bentuk seperti sketsa di atas.
Dari sketsa ini kita ketahui bahwa u
haruslah seperti, u = uθ ( r ) eˆθ
Teori Potensial Untuk Aliran Inkompresibel 231
Dengan ω = 0 maka, 0 = ∇×u = sehingga, uθ =
1 d ( ruθ ) = 0 r dr
k r
Untuk mencari konstanta k, kita hitung Γ sepanjang salah satu garis r = konstan. k Γ = ∫ u ⋅ d l = ∫ rdθ = 2πk r sehingga, u=
Γ eˆθ 2π r
Untuk mendapatkan ψ dan φ kita gunakan, ur =
1 ∂ψ ∂φ ∂ψ 1 ∂φ Γ = = 0 dan uθ = − = = ∂r r ∂θ 2π r r ∂θ ∂r
Hasilnya adalah
ψ =− φ=
Γ log r + konstan 2π
Γθ + konstan 2π
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 232
BAB
6 Aliran Potensial Inkompresibel 2D
6.1
Superposisi dari Solusi Elementer dan potensial untuk aliran seragam
Dari hasil yang telah kita dapatkan, kita ketahui bahwa solusi dari persamaan Laplace, baik 3-D maupun 2-D, dapat dinyatakan sebagai superposisi dari source, doublet, dan vortex.
Sebelum kita gunakan kesimpulan ini untuk menyelesaikan permasalahan
praktis, kita perlu mempelajari lebih dalam sifat-sifat dari setiap solusi elementer tersebut. Untuk menyederhanakan permasalahan, kita akan memfokuskan pada kasus 2D dan melihat apa yang dihasilkan oleh distribusi dari setiap solusi elementer sepanjang sebuah axis (lihat sketsa).
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 233
6.1.1 Distribusi Source Apabila kita letakkan beberapa source dengan kekuatan (per unit panjang diarah x1), m, yang berbeda pada garis x1 , maka didapatkan, 1 1 2 2⎤ 2 ⎡ φ= m ( t ) ln ( x1 − t ) + x2 dt ⎣ ⎦ 2π ∫
(i)
u1 =
( x1 − t ) dt 1 ∂φ = m t ( ) 2 ∂x1 2π ∫ ( x1 − t ) + x22
(ii)
u2 =
∂φ 1 x2 = m (t ) dt 2 ∫ ∂x2 2π ( x1 − t ) + x22
(iii)
Apabila kita perhatikan (iii), maka jelaslah bahwa u2 = 0 pada x2 = 0 kecuali pada titik di mana x1 = t. Dengan demikian maka harga dari integral tersebut hanya ditentukan oleh titik tersebut. Oleh karenanya, m(t) dapat kita ganti dengan m(x1) dan dikeluarkan dari integral. Selain itu, limit dari integrasi dapat kita ubah menjadi ±∞ karena ini tidak akan mengubah harga dari integral. Sehingga apabila kita mendekati garis x2 = 0 (axis x1 di mana sama-sama diletakkan), dari arah atas (+) maka,
(
u2 x1 , 0
+
m ( x1 ) +∞
) = lim x2 → 0
2π
+
x2
∫ (x −t)
−∞
1
2
+ x22
dt
Perkenalkan
ξ=
x1 − t dt , dξ = − x2 x2
sehingga,
(
)
∞ m ( x1 ) +∞ dξ m ( x1 ) = tan −1 (ξ ) 2 ∫ −∞ 2π −∞ 1 + ξ 2π
u2 x1 , 0+ = lim+ x2 → 0
=
m ( x1 ) 2
≡ u2+
Dengan cara yang sama maka dapat ditunjukkan bahwa apabila kita mendekati garis x2 = 0 dari arah bawah (-) didapatkan
(
)
u2 x1 , 0− = −
m ( x1 ) 2
≡ u2−
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 234
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa distribusi source menghasilkan diskontinuitas kecepatan di arah normal sebesar, u2+ − u2− = m ( x1 )
Sedangkan kecepatan di arah tangensial adalah kontinyu sehingga, u1+ = u1− sebagaimana terlihat pada (ii).
6.1.2 Distribusi Doublet ( x1, x2)
x2 θ
Source ( + )
(x1-t) Sink
(-)
Apabila kita letakkan doublet-doublet kekuatan κ (per unit panjang diarah x1), m, yang berbeda pada axis x1 dengan arah vektor l (vektor yang menghubungkan source dan sink) sejajar dengan sumbu x2 maka, cosθ =
x2 x1 − t
karena θ adalah sudut antara l dan r (vektor yang menghubungkan doublet dengan titik (x1, x2)). Dengan demikian maka,
φ =−
1 x2 dt κ (t ) 2 ∫ 2π ( x1 − t ) + x22
1
( x1 − t ) x2 dt 2 2 x1 − t ) + x22 ⎤ ( ⎣ ⎦
u1 =
κ (t ) π∫ ⎡
u2 =
( x1 − t ) − x22 dt 1 t κ ( ) 2π ∫ ⎡( x1 − t )2 + x22 ⎤ ⎣ ⎦
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 235
Dari hasil ini terlihat bahwa bentuk integral dari φ serupa dengan u2 untuk source (iii). Dengan demikian maka distribusi doublet menghasilkan diskontinuitas φ sebesar,
φ + − φ − = −κ ( x1 ) Karena u1 =
∂φ maka distribusi doublet menghasilkan diskontinuitas kecepatan ∂x1
tangensial (u1). u1+ − u1− = −
dκ dx1
Sedangkan kecepatan di arah normal (u2) tidak berubah atau, u2+ = u2− .
6.1.3 Distribusi Vortex Apabila yang diletakkan di garis x1 adalah vortex dengan kekuatan γ ( x1 ) yang merupakan sirkulasi per unit panjang (definisi ini diperkenalkan untuk memastikan agar unit dari potensial kecepatan tetap m2/sec) maka,
φ=
⎛ x ⎞ 1 γ ( t ) tan −1 ⎜ 2 ⎟dt ∫ 2π ⎝ x1 − t ⎠
u1 =
1 x2 dt γ (t ) 2 ∫ 2π ( x1 − t ) + x22
u2 = −
1 x1 − t dt γ (t ) 2 ∫ 2π ( x1 − t ) + x22
Dari hasil ini terlihat bahwa u1 serupa dengan u2 untuk source (iii). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa distribusi vortex menghasilkan diskontinuitas kecepatan di arah tangensial (x1) sebesar, u1+ − u1− = γ ( x )
Sedangkan kecepatan di arah normal tidak berubah (kontinyu), u2+ = u2− Catatan: Untuk kasus 2-D seperti yang dibahas di sini, terlihat bahwa distribusi doublet dan distribusi vortex menghasilkan aliran yang serupa. Dengan kata lain, aliran yang
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 236
dihasilkan oleh distribusi doublet dapat dimodelkan dengan menggunakan distribusi vortex yang mempunyai kekuatan
γ ( x1 ) =
dκ dx1
Kesimpulan bahwa distribusi doublet dapat digantikan oleh distribusi vortex ini serupa dengan apa yang kita telah lihat pada kasus 3-D.
6.1.4 Potensial untuk aliran seragam
U∞
V∞ Kasus aliran seragam adalah kasus yang paling sederhana. Untuk kasus ini komponen kecepatan baik di x1 maupun di x2 tidak berubah terhadap posisi. Dari definisi fungsi arus dan potensial kecepatan, U∞ =
∂φ ∂ψ ∂φ ∂ψ = , V∞ = =− ∂x2 ∂x1 ∂x1 ∂x2
Oleh karenanya, potensial kecepatandan fungsi arus adalah, ψ = −V∞ x1 + U ∞ x2
φ = U ∞ x1 + V∞ x2
6.2
Contoh penerapan: Kasus Aliran Disekitar Silinder 2-D
Disubbagian ini kita akan melihat contoh penerapan prinsip superposisi dari solusisolusi elementer 2-D. Sebagai contoh, kita akan pelajari aliran di sekitar silinder. Contoh ini sangatlah penting karena, walaupun relatif cukup sederhana namun contoh ini memberikan petunjuk bagaimana menyelesaikan permasalahan yang lebih rumit.
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 237
6.2.1 Superposisi dari aliran seragam + sebuah source Misalkan kita mempunyai aliran seragam diarah x1. Fungsi arus untuk kasus ini adalah,
ψ u = +U ∞ x 2 Kemudian kepada aliran ini kita tambahkan sebuah source yang fungsi arusnya adalah,
ψ so =
mθ 2π
Apabila kita gunakan koordinat sistem (r,θ) seperti digambarkan di atas maka, x2 = r sin θ , x1 = r cos θ
Dalam koordinat sistem ini ψ u menjadi,
ψ u = U ∞ r sin θ Aliran yang dihasilkan oleh superposisi dari aliran uniform dan sebuah source mempunyai ψ ,
ψ = ψ u + ψ so = U ∞ r sin θ +
mθ 2π
Streamline dari aliran ini didapatkan dengan menuliskan
ψ = konstan = U ∞ r sin θ +
mθ 2π
Berikutnya kita lihat kecepatan, ur =
1 ∂ψ m = U ∞ cosθ + 2π .r r ∂θ
uθ = −
∂ψ = −U ∞ sin θ ∂r
Titik-titik stagnasi atau titik-titik di permukaan benda di mana u = 0 untuk kasus ini adalah titik di mana U ∞ cos θ +
m = 0 & U ∞ sin θ = 0 2π r
Apabila kita selesaikan persamaan di atas untuk r & θ maka hasilnya adalah, ⎛ m ⎞ (rs ,θ s ) = ⎜⎜ , π ⎟⎟ ⎝ 2πU ∞ ⎠
dengan rs = r stagnasi; dan θs = θ stagnasi.
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 238
Dengan demikian maka titik stagnasi berjarak
m di depan source. 2πU ∞
Apabila
koordinat titik stagnasi kita substitusikan kedalam persamaan ψ = konstan maka didapatkan,
ψ=
U ∞m mπ m sin π + = = konstan 2π U ∞ 2π 2
Dengan demikian maka permukaan benda dijelaskan oleh persamaan, (streamline dijelaskan oleh persamaan ψ = konstan ) m mθ = U ∞ r sin θ + 2 2π
atau
⎛x ⎞ m m tan −1 ⎜⎜ 2 ⎟⎟ = U ∞ x2 + 2 2π ⎝ x1 ⎠
Apabila kita gambarkan fungsi ini maka didapatkan,
Jadi dari contoh ini dapat dilihat bahwa superposisi dari aliran seragam dengan sebuah source merepresentasikan aliran disekitar benda tumpul yang panjangnya tak berhingga.
6.2.2 Aliran di sekitar silinder bundar Sekarang ktia akan lihat bahwa superposisi dari aliran uniform dengan sebuah doublet menghasilkan aliran yang merupakan representasi dari aliran potensial (incompressible) di sekitar sebuah silinder bundar. Fungsi arus untuk aliran yang merupakan superposisi dari aliran seragam dan sebuah doublet adalah
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 239
ψ = ψ u +ψ doublet = U ∞ r sin θ −
κ sin θ 2π r
⎛ ⎞ κ = U ∞ r sin θ ⎜1 − 2 ⎟ ⎝ 2π U ∞ r ⎠ Karena
κ mempunyai unit m2 maka kita dapat definisikan 2πU ∞ R2 ≡
κ 2πU ∞
sehingga ⎛
ψ = U ∞ r sin θ ⎜⎜1 − ⎝
R2 r2
⎞ ⎟⎟ . ⎠
Berikutnya, kita lihat komponen-komponen dari kecepatan (ur dan uθ). 1 ∂ψ ⎛ R 2 ⎞ ur = = ⎜1 − 2 ⎟⎟U ∞ cos θ r ∂θ ⎜⎝ r ⎠ uθ = −
⎛ R2 ⎞ ∂ψ = −⎜⎜1 + 2 ⎟⎟U ∞ sin θ ∂r r ⎠ ⎝
Untuk menentukan bentuk dari benda yang direpresentasikan oleh superposisi ini, kita cari titik-titik stagnasi karena titik-titik ini berada di permukaan benda. ⎛ R2 ⎞ u r = 0 ⇒ ⎜⎜1 − 2 ⎟⎟U ∞ cos θ = 0 r ⎠ ⎝ ⎛ R2 ⎞ uθ = 0 ⇒ ⎜⎜1 + 2 ⎟⎟U ∞ sin θ = 0 r ⎠ ⎝ Solusi dari kedua persamaan terakhir di atas adalah
(rS ,θ S ) = (R,0) dan (rS ,θ S ) = (R, π ) Apabila ktia substitusikan (rS ,θ S ) ini ke (r , θ ) dalam persamaan untuk ψ maka untuk kedua-duanya (R,0 ) dan (R, π ) , ψ = 0 . Dengan demikian, maka permukaan benda dijelaskan oleh persamaan ψ = 0 atau ⎛ R2 ⎞ 0 = U ∞ (r sin θ )⎜⎜1 − 2 ⎟⎟ r ⎠ ⎝
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 240
Persamaan ini akan selalu terpenuhi untuk setiap harga θ apabila r2 = R2 = konstan. Dengan demikian maka benda yang aliran di sekitarnya direpresentasikan adalah sebuah silinder bundar dengan radius
κ 2πU ∞
r=R=
Apabila kita lihat streamline-streamline lainnya maka aliran di sekitar benda ini terlihat seperti digambarkan di bawah. Karena aliran di sekitar silinder bundar ini adalah aliran yang simetris, maka distribusi tekanannya juga simetris. Dengan kata lain silinder bundar ini tidak akan mempunyai “lift”.
Drag sudah pasti sama dengan nol
karena aliran ini adalah aliran potensial. Jadi aliran di sekitar silinder ini tidak menghasilkan gaya apa pun. Observasi ini tentunya dapat dibuktikan dengan mengintegrasikan distribusi tekanan di sekitar silinder tersebut. Untuk itu pertama-tama kita cari Cp.
(
2
)
U∞ − u2 ⎛ p − p∞ u2 ⎞ 1 = = − Cp = ⎜ 2 2 ⎟ 1 U∞ ⎝ U∞ ⎠ ρ∞U ∞ 2 2
di mana telah digunakan persamaan Bernoulli, p∞ +
1 1 ρ∞U ∞ 2 = p + ρ u 2 . 2 2
Di permukaan benda r = R, u r = 0 dan uθ = −2U ∞ sin θ
sehingga,
u 2 = 4U ∞ sin 2 θ 2
Oleh karena itu, maka Cp di permukaan benda, Cp = 1 − 4 sin 2 θ Apabila Cp tersebut diintegrasikan di permukaan maka akan didapatkan Cℓ = 0 dan Cd = 0.
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 241
Dari contoh ini kita dapat observasikan sesuatu yang penting yaitu, “Distribusi dari source dan sink yang diletakkan pada garis yang sejajar dengan freestream memrepresentasikan aliran di sekitar benda yang simetris terhadap garis tersebut. Oleh karena aliran yang dihasilkan adalah aliran yang simetris, maka aliran di sekitar benda ini tidak menghasilkan ‘lift’.”
6.2.3 Aliran di sekitar silinder bundar yang dengan sirkulasi Γ Telah kita lihat di iii) bahwa aliran di sekitar silinder bundar tidak menghasilkan gaya angkat/ lift. Sekarang kita akan lihat apabila silinder yang sama berputar (“spinning”), apakah aliran di sekitar benda tersebut menghasilkan lift. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana merepresentasikan aliran ini. Kita akan coba merepresentasikan aliran ini dengan menambahkan sebuah vortex ke dalam aliran di sekitar silinder bundar. Apabila kita lakukan ini maka fungsi arus untuk aliran ini adalah ⎛
ψ = ψ u + ψ doub + ψ vortex = u∞ r sin θ ⎜⎜1 − ⎝
R2 ⎞ Γ ⎟+ log r r 2 ⎟⎠ 2π
Di mana vortex yang ditambahkan sedemikian rupa sehingga alirannya berputar searah jarum jam. Seperti sebelumnya, langkah berikutnya adalah mendapatkan ur dan uθ. 1 ∂ψ ⎛ R 2 ⎞ = ⎜1 − 2 ⎟ U ∞ cos θ r ∂θ ⎝ r ⎠ ⎛ R2 ⎞ ∂ψ Γ = − ⎜1 + 2 ⎟ U ∞ sin θ − uθ = − ∂r r ⎠ 2π r ⎝
ur =
Dengan u r & uθ maka kita dapat temukan titik-titik stagnasi dipermukaan benda. ⎛ R2 ⎞ ⎜1 − 2 ⎟ U ∞ cos θ = 0 r ⎠ ⎝
(cc.1)
⎛ R2 ⎞ Γ =0 ⎜1 + 2 ⎟ U ∞ sin θ + r ⎠ 2π r ⎝
(cc.2)
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 242
Dari persamaan yang pertama kita dapatkan solusi r = R. Apabila solusi ini kita substitusikan ke persamaan yang kedua maka didapatkan, ⎛
Γ ⎞ ⎟ ⎝ 4π U ∞ R ⎠
θ = sin −1 ⎜ −
(cc.3)
Karena Γ > 0 maka θ haruslah berada di kuadran ketiga dan keempat. Jadi dari hasil ini dapat dilihat bahwa titik-titik stagnasi tergantung dari harga Γ . Dengan kata lain, aliran di sekitar benda ini hanya akan menjadi aliran yang unik apabila harga Γ ditentukan. Ini sesuai dengan hasil yang telah kita dapatkan sebelumnya bahwa solusi dari persamaan Laplace untuk aliran disekitar benda 2-D yang mempunyai Γ ≠ 0 adalah solusi yang unik hanya untuk kasus-kasus di mana Γ dispesifikasikan. Dari ekspresi untuk θ, dapat disimpulkan bahwa titik-titik stagnasi berada di permukaan benda apabila Γ ≤ 4π U ∞ R . Apabila Γ > 4π U ∞ R maka sin θ>1 dan persamaan tersebut tidak mempunyai arti.
Untuk kasus Γ > 4π U ∞ R , kita kembali ke persamaan (cc.1). Selain persamaan ini terpenuhi untuk r = R, persamaan ini juga terpenuhi untuk θ = Apabila kita substitusikan θ = −
π 2
π 2
atau θ = −
π 2
.
ke dalam (cc.2) maka didapatkan 2
⎛ Γ ⎞ Γ 2 r= ± ⎜ ⎟ −R 4π U ∞ 4 π U ∞ ⎠ ⎝
Jadi untuk kasus ini terdapat 2 titik stagnasi yang salah satunya berada di dalam silinder.
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 243
Berikutnya kita lihat apakah aliran ini menghasilkan lift.
Untuk itu kita perlukan
distribusi tekanan di permukaan. Seperti sebelumnya (lihat (iii)), c p adalah cp = 1−
u2 2 U∞
Untuk kasus ini distribusi kecepatan di permukaan adalah ur = 0 dan uθ = −2U ∞ sin θ − 2
2
u 2 = ur + uθ = uθ
Γ 2π r
2
Dengan didapatkannya c p di permukaan maka Cd dan Cl dapat dihitung dan hasilnya adalah, Cd =
0 2π ⎤ 1⎡ − c (cos ) d c p ,l (cosθ )dθ ⎥ θ θ ⎢ ∫ p ,u ∫ 2 ⎣π π ⎦
Cl =
2π 0 ⎤ 1⎡ − + c d c p ,u (sin θ )dθ ⎥ (sin θ ) θ ⎢ ∫ p.l ∫ 2⎣ π π ⎦
di mana c p ,l : c p di permukaan bawah c p ,u : c p di permukaan atas Apabila kita integrasikan maka akan didapatkan, Cd = 0 dan Cl =
Γ RU ∞
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa aliran ini menghasilkan lift. Dari contoh ini kita dapat observasikan sesuatu yang penting yaitu : “Apabila kita tambahkan distribusi vortex kepada aliran yang awalnya simetris maka aliran yang dihasilkan menjadi tidak simetris relatif terhadap garis yang sejajar dengan freestream dan gaya angkat/lift akan dihasilkan.”
6.3
Complex Potensial dan Conformal Mapping untuk Aliran Potensial 2-D
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa aliran potensial yang incompressible memenuhi persamaan Laplace (1P.1) yang untuk kasus 2-D menjadi,
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 244
∂ 2φ ∂x1
2
+
∂ 2φ ∂x 2
2
=0
Apabila solusi dari persamaan ini telah didapatkan maka kecepatan u1 & u2 dapat ditentukan. u1 =
∂φ ∂φ , u2 = ∂x1 ∂x2
Namun, telah dijelaskan pula bahwa persamaan kontinuitas untuk aliran incompressible 2-D dapat dipenuhi secara otomatis apabila kita definisikan fungsi arus (ψ) seperti, u1 =
∂ψ ∂ψ , u2 = − ∂x2 ∂x1
Dengan demikian maka fungsi φ dan ψ dihubungkan dengan persamaan, ∂φ ∂ψ ∂φ ∂ψ = dan =− ∂x1 ∂x2 ∂x2 ∂x1
(cp.1)
Dalam “teori bilangan komplex”, (cp.1) dikenal sebagai persamaan “Cauchy-Riemann”. Persamaan ini menjelaskan kondisi yang harus dipenuhi oleh sebuah fungsi F(z) apabila fungsi tersebut adalah fungsi “analytic” di mana, F ( z ) = φ ( x1 , x 2 ) + iψ ( x1 , x 2 ) z = x1 + ix 2 dari (cp.1) dapat dilihat pula bahwa ψ juga memenuhi persamaan Laplace, ∂ 2ψ ∂x1
2
+
∂ 2ψ ∂x 2
2
=0
Dengan demikian maka kita dapat gunakan hasil-hasil dari “teori bilangan kompleks” untuk mendapatkan solusi dari aliran inkompresible potensial 2-D dan ini sangat memudahkan secara matematis. Kelemahannya adalah metode ini “metode inverse”. Dengan kata lain, dalam metode ini kita tentukan sebuah fungsi F(z) yang analytic kemudian kita lihat aliran apa yang direpresentasikan oleh F(z).
Namun, dengan
metode ini kita tidak perlu menyelesaikan persamaan diferensial parsial dan ini tentunya sangat membantu. Apabila fungsi analytic F(z) telah ditentukan, kecepatan u1 dan u2 didapatkan dengan mengambil turunan dari F(z),
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 245
W ≡ atau karena
∂ψ dF ∂F ∂φ = = +i = u1 − iu 2 dz ∂x1 ∂x1 ∂x1
dF ∂F ∂F = −i = (ini hasil dari teori bilangan komplex), dz ∂x1 ∂x 2 ⎛ ∂F W = −i⎜⎜ ⎝ ∂x 2
⎞ ⎛ ∂φ ∂ψ ⎟⎟ = −i⎜⎜ +i ∂x 2 ⎠ ⎝ ∂x 2
⎞ ⎟⎟ = u1 − iu 2 ⎠
Apabila kita gunakan koordinat polar seperti digambarkan di atas maka, u1 = u r cosθ − uθ sin θ u 2 = u r sin θ + uθ cos θ Karena cosθ − i sin θ = e −iθ maka,
W = u1 − iu 2 = (u r − iuθ )e −iθ Sekarang kita lihat integral tertutup dari W.
∫ Wdz = ∫ =
dF dz = dz
∫ (u
1
− iu2 )( dx1 + idx2 )
∫ ( u dx + u dx ) + i ∫ ( u dx 1
1
2
2
1
2
− u2 dx1 )
∫ Wdz = Γ + im di mana Γ adalah sirkulasi dan m adalah “source strength”. Namun, “Residue theorem”, salah satu teorema penting dalam teori bilangan komplex menyatakan: Apabila W adalah fungsi analytic kecuali di beberapa titik dalam domain maka,
∫ Wdz = 2Πi∑ A
k
k
di mana Ak adalah residue dari W (Ak bisa “real” atau “komplex”). Dengan demikian maka, Γ + im = 2Π i ∑ Ak
(cp.2)
k
Jadi apabila F(z) telah ditentukan, Ak dapat dicari dan oleh karenanya Γ dan m dapat ditentukan.
Karena
Γ telah didapatkan maka L(lift) dapat dihitung dengan
menggunakan teorema Kutta-Joukowski.
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 246
contoh-contoh untuk F(z) : a) Uniform flow : F(z) = Uz (uniform flow di arah x1) b) Source flow : m* log z 2Π dF m * ⎛ 1 ⎞ = W = ⎜ ⎟ dz 2Π ⎝ z ⎠ F ( z) =
Sehingga A1 (residue dari W) adalah
m* . Dengan menggunakan (cp.2), 2π
⎛ m*⎞ Γ + im = 2π i ⎜ ⎟ = im * ⎝ 2π ⎠ Sehingga untuk aliran ini Г = 0 dan m = m*. Hasil ini sesuai dengan source flow. c) Vortex flow: F ( z ) = −i
Γ* log z 2π
dF Γ*⎛ 1 ⎞ iΓ * = W = −i . Dari (cp.2), ⎜ ⎟ sehingga A1 adalah dz 2π ⎝ z ⎠ 2π ⎛ − iΓ ⎞ Γ + im = 2π i ⎜ ⎟ = Γ* ⎝ 2π ⎠ sehingga untuk aliran ini Γ = Γ* dan m = 0 sesuai dengan vortex flow. Keuntungan lain dari penggunaan metode bilangan kompleks dalam menyelesaikan permasalahan aliran potensial yang inkompresibel untuk kasus 2-D adalah dapat digunakannya “conformal mapping”. Dengan menggunakan “mapping” ini, kita dapat selesaikan permasalahan aliran di sekitar benda yang mempunyai geometri yang rumit dengan menyelesaikan permasalahan aliran di sekitar benda dengan geometri yang lebih sederhana. Dengan kata lain, kita gunakan sebuah transformasi
ζ = f ( z)
(cp.3)
yang mentransformaskan geometri dari benda yang sesungguhnya di “z-plane” menjadi benda dengan geometri yang lebih sederhana di “ζ-plane”. Kedua bidang ini adalah bidang kompleks (ζ dan z adalah complex plane) di mana, z = x1 + ix2 , ζ = ξ + iη
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 247
Karena φ dan ψ haruslah memenuhi Laplace Equation di z-plane maka kita harus lihat apakah φ juga memenuhi persamaan Laplace di ζ-plane. Pertama-tama kita transformasikan φ(z) menjadi φ(ζ). ( cp .3)
φ ( z ) = φ ( x1 , x2 ) = φ (ζ ) = φ (ξ ,η ) ∂ 2φ ∂ 2φ Kemudian kita lihat 2 dan 2 . Karena φ(ξ,η) maka ∂x1 ∂x2 ∂φ ∂ξ ∂φ ∂η ∂φ ∂φ ∂ξ ∂φ ∂η ∂φ = + = + dan ∂x1 ∂x1 ∂ξ ∂x1 ∂η ∂x2 ∂x2 ∂ξ ∂x2 ∂η 2
2
2
2
∂ 2φ ⎛ ∂ξ ⎞ ∂ 2φ ⎛ ∂η ⎞ ∂ 2φ ∂ξ ∂η ∂ 2φ ∂ 2ξ ∂φ ∂ 2η ∂φ 2 = + + + + ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ∂x12 ⎝ ∂x1 ⎠ ∂ξ 2 ⎝ ∂x1 ⎠ ∂η 2 ∂x1 ∂x1 ∂ξ∂η ∂x12 ∂ξ ∂x12 ∂η
∂ 2φ ⎛ ∂ξ ⎞ ∂ 2φ ⎛ ∂η ⎞ ∂ 2φ ∂ξ ∂η ∂ 2φ ∂ 2ξ ∂φ ∂ 2η ∂φ = + + + + 2 ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ∂x22 ⎝ ∂x2 ⎠ ∂ξ 2 ⎝ ∂x2 ⎠ ∂η 2 ∂x2 ∂x2 ∂ξ∂η ∂x22 ∂ξ ∂x22 ∂η Karena
∂ 2φ ∂ 2φ + = 0 maka apabila kita tambahkan 2 persamaan terakhir hasilnya ∂x12 ∂x22
adalah, ⎡⎛ ∂ξ ⎞ 2 ⎛ ∂ξ ⎞2 ⎤ ∂ 2φ ⎡⎛ ∂η ⎞2 ⎛ ∂η ⎞ 2 ⎤ ∂ 2φ ⎛ ∂ξ ∂η ∂ξ ∂η ⎞ ∂ 2φ ⎢⎜ ⎥ ⎢ ⎥ 2 + + + + + ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ 2 2 ⎢⎣⎝ ∂x1 ⎠ ⎝ ∂x2 ⎠ ⎥⎦ ∂ξ ⎢⎣⎝ ∂x1 ⎠ ⎝ ∂x2 ⎠ ⎥⎦ ∂η ⎝ ∂x1 ∂x1 ∂x2 ∂x2 ⎠ ∂ξ∂η (cp.4) 2 2 2 2 ⎛ ∂ ξ ∂ ξ ⎞ ∂φ ⎛ ∂ η ∂ η ⎞ ∂φ +⎜ 2 + 2 ⎟ +⎜ 2 + 2 ⎟ =0 ⎝ ∂x1 ∂x2 ⎠ ∂ξ ⎝ ∂x1 ∂x2 ⎠ ∂η “Conformal transformation” adalah tranformasi dari z ke ζ di mana ξ dan η memenuhi persamaan Laplace atau ∂ 2ξ ∂ 2ξ ∂ 2η ∂ 2η + = 0 dan 2 + 2 = 0 ∂x12 ∂x22 ∂x1 ∂x2 Dengan demikian maka ξ dan η harus memenuhi Cauchy-Riemann Equation (cp.1), ∂ξ ∂η ∂ξ ∂η = =− dan ∂x1 ∂x2 ∂x2 ∂x1 Dengan ini maka persamaan (cp.4) menjadi,
(cp.5)
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 248
⎡⎛ ∂ξ ⎞ 2 ⎛ ∂ξ ⎞ 2 ⎤ ∂ 2φ ⎡⎛ ∂η ⎞ 2 ⎛ ∂η ⎞ 2 ⎤ ∂ 2φ ⎢⎜ ⎟ +⎜ ⎟ ⎥ 2 + ⎢⎜ ⎟ +⎜ ⎟ ⎥ 2 =0 ⎢⎣⎝ ∂x1 ⎠ ⎝ ∂x2 ⎠ ⎥⎦ ∂ξ ⎢⎣⎝ ∂x1 ⎠ ⎝ ∂x2 ⎠ ⎥⎦ ∂η
Apabila kita guakan (cp.5) maka persamaan ini menjadi, ⎡⎛ ∂η ⎞ 2 ⎛ ∂η ⎞ 2 ⎤ ⎛ ∂ 2φ ∂ 2φ ⎞ ⎢⎜ ⎟ +⎜ ⎟ ⎥⎜ 2 + 2 ⎟ = 0 ∂η ⎠ ⎢⎣⎝ ∂x1 ⎠ ⎝ ∂x2 ⎠ ⎥⎦ ⎝ ∂ξ
atau ⎡⎛ ∂ξ ⎞ 2 ⎛ ∂ξ ⎞ 2 ⎤ ⎛ ∂ 2φ ∂ 2φ ⎞ ⎢⎜ ⎟ +⎜ ⎟ ⎥⎜ 2 + 2 ⎟ = 0 ∂η ⎠ ⎢⎣⎝ ∂x1 ⎠ ⎝ ∂x2 ⎠ ⎥⎦ ⎝ ∂ξ
Kedua persamaan terakhir akan selalu terpenuhi apabila, ∂ 2φ ∂ 2φ ∂ 2ψ ∂ 2ψ + =0 + = 0 juga ∂ξ 2 ∂η 2 ∂ξ 2 ∂η 2
(kita tinggal ganti φ dengan ψ dalam penurunan di atas) Jadi “conformal transformation” memastikan bahwa φ dan η di z-plane dan di ζ-plane memenuhi persamaan Laplace. Karena itu F(z) di z-plane juga berlaku di ζ-plane. Dengan kata lain apabila solusi dari aliran di sekitar sebuah benda sederhana diketahui di ζ-plane maka solusi untuk aliran di sekitar benda yang lebih kompleks didapatkan dengan mensubstitusikan ζ = f(z) ke dalam kompleks potensial F(ζ). Sekarang kita lihat hubungan antara kecepatan di z-plane dengan kecepatan di ζ-plane. W ( z) =
dF ( z ) dz
=
dF (ζ ) d ζ dζ
dz
atau W ( z) =
dζ W (ζ ) dz
(cp.6)
Jadi kecepatan di z-plane tidak dapat dihitung dengan mensubstitusikan ζ = f(z) saja tetapi harus ditentukan dengan menggunakan (cp.6). Berikutnya kita lihat hubungan antara Γ dan m di kedua plane yang berbeda tersebut. Γ z + imz = ∫ W ( z )dz =
∫
dF ( z ) dz
dz =
∫ dF ( z ) = ∫ dF (ζ )
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 249
atau Γ z + imz = Γζ + imζ
(cp.7)
dimana Γz : Γ di z-plane, mz : m di z-plane
Γζ : Γ di ζ-plane, mζ : m di ζ-plane Jadi “conformal transformation” tidak mengubah harga Γ dan m (vortex strength dan source strength). Dengan demikian, apabila F(ζ) diketahui maka F(z) untuk aliran di sekitar benda yang sesuai dengan “conformal transformation” ζ = f(z) didapatkan dengan mensubstitusikan ζ = f(z) ke dalam F(z). W(z) didapatkan dengan menggunakan (cp.6) sedangkan Γ dan m mempunyai harga yang sama. Dalam aerodinamika, metode ini digunakan untuk mempelajari aliran di sekitar airfoil. Biasanya dicari ζ = f(z) yang mentransformasikan geometri airfoil di z-plane menjadi silinder di ζ-plane. Dengan demikian maka aliran di sekitar airfoil dapat dipelajari dengan melihat aliran di sekitar silinder yang solusinya telah kita pelajari sebelum ini. Salah satu transformasi yang penting adalah “Joukowski Transformation”. Dengan menggunakan transformasi ini kita bisa dapatkan solusi untuk aliran di sekitar “family of airfoils”. Transformasi Joukowski mempunyai bentuk, z =ζ +
c2
ζ
di mana c adalah konstan yang biasanya dianggap sebagai bilangan riil. Di Bab 6 kita akan pelajari transformasi ini lebih dalam. Dalam aerodinamika, sering kali kita perlu mengetahui moment yang dihasilkan oleh aliran di sekitar sebuah benda. Moment ini dapat dihitung sebagai berikut. Gaya-gaya yang bekerja di permukaan benda adalah tekanan dikalikan dengan area permukaan tersebut. Dari sketsa di bawah dapat dilihat bahwa moment (dM0) yang dihasilkan oleh aliran di permukaan ds adalah dM 0 = ( pdx1 ) x1 + ( pdx2 ) x2 = p ( x1dx1 + x2 dx2 )
Aliran Potensial Inkompresibel 2D 250
Namun z = x1 + ix2 dan d z = dx1 − idx2
( z adalah kompleks konjugate dari z)
Dengan demikian maka, zd z = ( x1 + ix2 )( dx1 − idx2 ) = ( x1dx1 + x2 dx2 ) + i ( x2 dx1 − x1dx2 )
{
}
Sehingga, dM 0 = Re pzd z di mana Re{} adalah bagian riil dari entitas di dalam {}. 1 Dari persamaan Bernoulli, p = konstan − ρ u 2 . 2
Karena u 2 = ( u12 + u22 ) = WW dan
p=konstan tidak memberikan kontribusi maka p = − ⎧ ρ ⎫ dM 0 = Re ⎨− WW zd z ⎬ . ⎩ 2 ⎭
ρ 2
WW . Dengan demikian maka
Namun di permukaan benda W = W (buktikan!).
Oleh
⎧ ρ ⎫ karena itu, dM 0 = Re ⎨− W 2 zdz ⎬ atau ⎩ 2 ⎭ ⎧⎪ ρ ⎫⎪ M 0 = − Re ⎨ ∫ W 2 zdz ⎬ ⎩⎪ c 2 ⎭⎪
Dengan cara yang sama, dapat dibuktikan (lakukan ini sebagai latihan) bahwa, apabila X1 dan X2 adalah gaya-gaya diarah x1 dan x2, hubungan di bawah ini berlaku. X1 − X 2 = i
⎪⎧ ⎪⎫ Re ⎨ ∫ W 2 dz ⎬ 2 ⎪⎩ c ⎭⎪
ρ
Hubungan untuk momen dan gaya-gaya diatas dikenal dengan sebutan “Blasius Relation”. Hubungan kedua (untuk gaya-gaya) dapat digunakan untuk mendapatkan
kembali
teorema
Kutta-Joukowski
yang
telah
kita
dapatkan
di
Bab
5.
Aerodinamika Inkompresibel 251
BAB
7 Aerodinamika inkompresibel
7.1
Kondisi Kutta untuk kasus aliran disekitar airfoil
Didalam bab ini kita akan menggunakan aliran potensial untuk mempelajari aliran disekitar airfoil dan sayap. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, solusi dari persamaan Laplace 2-D tidaklah unik apabila sirkulasi Γ tidak diberikan. Untuk aliran disekitar airfoil, Γ dispesifikasikan dengan menggunakan “kondisi Kutta”. Asal mula dari kondisi ini dapat dijelaskan dengan memperhatikan kasus aliran disekitar benda bundar dengan sirkulasi Γ . Kasus ini telah dibahas di BAB 6 dan menurut hasil yang didapatkan, aliran potensial disekitar benda ini mempunyai solusi dimana titik-titik stagnasi berada dilokasi yang berbeda-beda untuk harga Γ yang berbeda, walaupun kondisi batasnya sama. Hal yang sama tentunya juga akan dialami dalam kasus aliran di sekitar airfoil yang menghasilkan gaya angkat. Untuk kasus ini harga Γ tidak sama dengan nol.
Γ1
Γ2
Γ3
Aerodinamika Inkompresibel 252
Aliran untuk kasus ini terlihat didalam sketsa diatas, dimana telah digambarkan aliran disekitar airfoil yang sama (kondisi batas yang sama) namun mempunyai harga Γ yang berbeda. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah kasus mana yang terjadi dalam aliran yang sesungguhnya? Hasil experimen menunjukan bahwa aliran dengan harga sirkulasi Γ3 adalah pola aliran yang benar untuk kasus ini. Dengan kata lain pada aliran disekitar airfoil yang menghasilkan gaya angkat, aliran akan ”lepas” dari permukaan airfoil di trailing edge. Dengan demikian maka, Kondisi Kutta: ”Harga Γ yang harus dispesifikasikan adalah Γ yang menghasilkan aliran yang meninggalkan” permukaan airfoil di trailing edge”.
Kondisi Kutta dapat dinyatakan dengan menggunakan beberapa pernyataan matematis. Berikut ini adalah pernyataan-pernyataan yang sering digunakan:
γtrailing edge = (u+-u-) trailing edge u+ Kasus a)
u trailing edge =0 Kasus b)
u-
p+ Kasus c)
p-
a) Untuk kasus dimana trailing edge mempunyai sudut tertentu, aliran hanya akan meninggalkan permukaan airfoil apabila trailing edge adalah titik stagnasi (kecepatan ditrailing edge mempunyai harga nol). Dari definisi γ terlihat bahwa pernyataan ini secara matematis dapat dinyatakan sebagai γ triling edge = 0 .
Aerodinamika Inkompresibel 253
b) Untuk kasus dimana trailing edge mempunyai sudut nol (cusp trailing edge), aliran akan meninggalkan permukaan airfoil apabila kecepatan ditrailing edge bagian atas dan bawah mempunyai harga yang sama ( u
+
triling edge
=u
−
triling edge
,
dimana + menjelaskan permukaan atas dan - menjelaskan permukaan bawah). Dari definisi γ terlihat bahwa pernyataan ini secara matematis juga dinyatakan sebagai γ triling edge = 0 .
c) Kondisi Kutta yang lebih umum didapatkan dengan mengingat bahwa aliran akan meninggalkan airfoil di trailing edge apabila tekanan di trailing edge bagian atas sama dengan tekanan di trailing edge bagian bawah (tidak ada beda tekanan yang menyebabkan fluida mengalir dari atas ke bawah (atau sebaliknya) di trailing edge). Dengan demikian maka kondisi Kutta akan selalu dipenuhi (termasuk kondisi yang diberikan di a) dan b) ) apabila, ( p + )trailing edge = ( p − )trailing edge
Kondisi ini dapat digunakan untuk kasus airfoil umum, seperti kasus dimana trailing edge tidak lancip atau airfoil bergerak. Secara fisis, asal dari kondisi Kutta ini adalah lapisan batas. Dalam analisi aliran potensial 2-D efek viskositas, yang selalu ada didalam lapisan batas, diabaikan. Konsekuensinya adalah solusi aliran potensial 2-D menjadi tidak unik.
Dengan
menambahkan kondisi Kutta, kita sebenarnya memasukkan efek lapisan batas kedalam teori potensial. Hal yang sama juga terjadi didalam kasus 3-D.
Sebagaimana telah kita lihat
sebelumnya aliran potensial 3-D menghasilkan harga Γ= 0 yang berarti aliran ini tidak akan menghasilkan gaya apapun. Apabila kita menggunakan analisa aliran potensial disekitar sayap, tentunya kita mengharapkan sayap tersebut menghasilkan gaya angkat. Nanti akan ditunjukkan bahwa aliran potensial disekitar sayap akan menghasilkan gaya angkat apabila kita menambahkan sebuah permukaan diskontinuitas (yang dapat dimodelkan dengan sebuah vortex sheet).
Sama dengan kasus 2-D, dengan
Aerodinamika Inkompresibel 254
menambahkan pemukaan diskontinuitas ini kita pada dasarnya memasukkan efek viskositas (yang ada didalam lapisan batas) ke dalam teori potensial.
7.2
Teori Airfoil dengan Menggunakan “Conformal Mapping”
Di subbagian ini kita akan mempelajari aliran di sekitar airfoil dengan menggunakan conformal mapping. Metode ini cukup popular beberapa waktu yang lalu namun saat
ini jarang lagi digunakan. Oleh karena itu, kita hanya akan mengambil salah satu contoh “conformal mapping” untuk mendapatkan ide bagaimana metode ini digunakan. Contoh yang akan kita pelajari adalah conformal mapping dengan menggunakan Joukowski Transformation: z =ζ +
c2
(CM.1)
ζ
di mana c adalah konstanta. Transformasi macam ini mempunyai beberapa sifat umum 1. Apabila harga ζ >> 1 maka
c2
ζ
→ 0 dan transformasi menjadi z→ζ. Dengan
demikian maka apabila freestream yang seragam “mendekati” sebuah benda dengan sudut serang α di z-plane maka freestream yang sama dengan α yang sama “mendekati” transformasi dari benda tersebut di ζ-plane. 2. Apabila kita ambil turunan dari z terhadap z maka, dz c2 = 1− 2 ζ dζ
Jadi pada titik-titik di mana ζ = ±c, points”.
dz = 0 . Titik-titik ini disebut “critical dζ
Pada titik-titik ini, transformasi (CM.1) tidak konformal.
Untuk
mengatasi hal ini, biasanya kita pilih sedemikian rupa agar salah satu dari critical point ini berada di permukaan silinder di ζ-plane sedangkan critical point lainnya berada di dalam silinder.
Aerodinamika Inkompresibel 255
3. Transformasi (CM.1) adalah double-valued. Dengan kata lain, titik-titik yang exterior (di luar) silinder di z-plane ditransformasikan ke seluruh titik di z-plane.
Sedangkan titik-titik di dalam silinder juga ditransformasikan ke seluruh titik di z-plane. Ini dapat dilihat sebagai berikut: Apabila kita pilih ζ =
c2 di mana r0 adalah radius dari lingkaran, maka di zr0
plane titik ini akan ditransformasikan ke titik, z=
c2 c2 c2 + = + r0 r0 c 2 r0 r0
Namun titik yang sama di z-plane akan kita dapatkan apabila kita pilih ζ = r0. Apabila silinder mempunyai radius c maka lingkaran ζ = r0 > c berada di luar c2 berada di dalam lingkaran. Maka menurut silinder sedangkan lingkaran ζ = r0
hasil di atas, kedua lingkaran ini akan ditransformasikan ke titik-titik yang sama di z-plane. Untuk mengatasi permasalahan double-valued ini, biasanya diperkenalkan “branch cut” sepanjang x1-axis di z-plane antara titik z = -2c sampai titik z = 2c. Namun masalah double-valued ini bukanlah masalah yang cukup serius karena titik-titik di dalam silinder biasanya ditransformasikan ke dalam benda di z-plane sehingga berada di luar medan aliran. 4. Airfoil yang dijelaskan oleh Jukowski Transformation mempunyai “cusped trailing edge” (trailing edge yang sangat lancip sehingga sudut antara
permukaan atas dan bawah airfoil di trailing edge sama dengan nol) dan ini akan kita buktikan nanti. Karena transformasi Joukowski mentransformasikan bentuk-bentuk seperti airfoil di zplane menjadi silinder di ζ-plane, kita memerlukan fungsi F(ζ) untuk aliran di sekitar benda bundar.
Kita ketahui bahwa aliran di sekitar benda bundar (silinder) dapat
direpresentasikan dengan mensuperposisikan aliran uniform +doublet+vortex.
Dari
contoh-contoh sebelumnya, F(ζ) untuk aliran uniform dan vortex adalah, (arah vortex searah jarum jam)
Aerodinamika Inkompresibel 256
Funiform (ζ ) = U ∞ζ , Fvortex (ζ ) = +i
Γ log ζ 2π
Sedangkan F(ζ) untuk doublet adalah, Fdoublet (ζ ) = φdoublet + iψ doublet =
κ 1 κ 1 κ = ( cos θ − i sin θ ) = iθ 2π r 2π re 2πζ
Dengan demikian maka F(ζ) untuk silinder dengan sirkulasi adalah, F ( ζ ) = U ∞ζ +
κ Γ +i log ζ + C 2πζ 2π
di mana C adalah sebuah konstanta. Harga C didapatkan dengan melihat harga F di permukaan silinder. Dengan R ≡ κ
2π U ∞
F = 2UR cos θ −
dan ζ = R eiθ , Γ θ iΓ + log R + C 2π 2π
Karena F adalah konstanta di permukaan dan kita dapat pilih harga konstanta tersebut sama dengan nol (F = 0) dan harga C dapat ditentukan. Dengan harga C ini maka, ⎛ Γ R2 ⎞ ζ log F (ζ ) = U ∞ ⎜ ζ + ⎟+i R ζ ⎠ 2π ⎝
Perlu diingat bahwa hasil di atas didapatkan untuk silinder dengan titik pusat di (0,0) dan freestream seragam di arah Re(ζ) atau ξ. Untuk kasus yang lebih umum, di mana freestream membentuk sudut α dengan Re(ζ) dan titik pusat silinder berada di ζ = µ, kita perlu mentransformasikan F(ζ)
dengan menggunakan ζ → (ζ − µ ) e − iα (lihat sketsa). Dengan transformasi ini maka, F (ζ ) = U ∞ (ζ − µ ) e − iα +
U ∞ R 2 iα Γ ζ −µ log iα e +i ae 2π ζ −µ
Aerodinamika Inkompresibel 257
dan W (ζ ) =
dF (ζ ) dζ
= U ∞ e − iα −
U ∞ R 2 eiα
(ζ − µ )
2
+i
Γ 1 2π (ζ − µ )
Harga Γ di persamaan di atas ditentukan dengan menggunakan kondisi Kutta. Menurut kondisi Kutta , harga kecepatan di trailing edge haruslah “finite” dan “kontinyu”. Secara matematis, ini berarti W ( z = zTE ) =
W (ζ = ζ TE ) ⎛ dz ⎞ ⎜ dζ ⎟ ⎝ ⎠ζ =TE
= finite
(TE = trailing edge)
Tetapi kita telah lihat sebelumnya (sifat umum 2) bahwa terdapat satu critical point di permukaan benda dan kita akan lihat nanti bahwa critical point ini adalah trailing edge. Dengan demikian maka, ⎛ dz ⎞ =0 ⎜ ⎟ ⎝ d ζ ⎠ζ =TE
Oleh karena itu, maka untuk memenuhi kondisi Kutta, W (ζ = ζ TE ) = 0
0 = U ∞e
− iα
−
U ∞ R 2 eiα
(ζ TE − µ )
2
+i
Γ 1 2π (ζ TE − µ )
(CM)
(agar W ( z = zTE ) finite). Kondisi W (ζ = ζ TE ) = 0 memberikan kita harga Γ yang spesifik yang ditentukan oleh posisi trailing edge. Sekarang kita telah siap untuk mempelajari kasus-kasus berikut ini.
7.2.1 Kasus Silinder dengan ζ = R eiθ di mana R = c
Aerodinamika Inkompresibel 258
Untuk kasus ini, z =ζ +
c2
ζ
= ceiθ +
c2 = 2c cos θ ceiθ
(CM.2)
Jadi titik-titik (c,0) dan (c,π) di ζ-plane ditransformasikan ke titik-titik (2c,0) dan (2c,0). Juga titik-titik di permukaan silinder ditransformasikan ke daerah sepanjang x1 karena (CM. 2) adalah riil. Dengan demikian maka transformasi ini menjelaskan aliran di sekitar pelat datar di z-plane. Panjang “pelat datar” ini adalah 4c atau 4R. Sekarang misalkan di ζ-plane terdapat aliran freestream yang seragam di depan silinder dengan sudut serang α. Titik-titik stagnasi di ζ-plane terdapat di s1 dan s2 seperti terlihat di sketsa di atas.
Oleh transformasi (CM. 2) titik-titik tersebut
ditransformasikan ke titik-titik, s2 = 2c cos α dan s1 = 2c cos (α + π ) di z-plane
Titik s1 tidak bermasalah namun titik s2 di z-plane bermasalah karena tidak sesuai dengan kenyataan fisik untuk aliran ini. Dalam aliran yang sebenarnya, titik s2 selalu berada di titik A di z-plane. Dengan kata lain, titik A adalah titik stagnasi di z-plane dan ini adalah Kutta Condition untuk kasus ini. Kita telah lihat bahwa kondisi Kutta menspesifikasikan Γ sehingga aliran 2-D ini menjadi unik. Untuk memenuhi kondisi Kutta tersebut, titik stagnasi s2 harus berada di posisi A dalam
ζ-plane, dimana θ = 0 atau ζTE = c. Tetapi dari sifat umum transformasi Joukowski yang ke 2, titik ini adalah titik kritis dari transformasi sehingga persamaan (CM) berlaku agar kondisi Kutta terpenuhi. Dengan mensubtitusikan ζTE = c pada persamaan (CM) didapatkan, 0=
Γ − 2U ∞ sin α atau Γ = 4π cU ∞ sin α = 4π RU ∞ sin α 2π c
Lift dari silinder dapat dihitung dengan menggunakan teorema Kutta Joukowski, l = ρ∞U ∞ Γ = 4π R ρ∞U ∞2 sin α
Sekarang kita lihat aliran seperti apa yang dihasilkan oleh transformasi ini di z-plane. Kita telah lihat bahwa dengan transformasi ini, “silinder” di ζ-plane ditransformasikan
Aerodinamika Inkompresibel 259
menjadi pelat datar di z-plane. Aliran di z-plane adalah aliran di sekitar silinder dengan uniform freestream yang mempunyai sudut serang α. Karena sifat (1) dari Joukowski Transformation maka aliran freestream yang sama terdapat di z-plane dengan demikian
maka kasus ini merepresentasikan kasus aliran di sekitar “pelat datar” yang mempunyai sudut serang α. Karena harga Γ tidak berubah dalam conformal mapping maka Γ untuk pelat datar ini sama dengan Γ untuk silinder di ζ-plane. Karena ρ∞, U∞ juga sama di kedua plane ini maka lift yang dihasilkan oleh aliran di sekitar pelat datar juga sama yaitu, l = 4π R ρ∞U ∞2 sin α sehingga Cl =
l 1 ρ∞U ∞2 ( chord ) 2
dengan chord = 4R untuk kasus ini atau, Cl =
2l
ρ∞U ∞2 ( 4 R )
= 2π sin α
sehingga untuk pelat datar, Cl = 2π sin α
7.2.2 Kasus Silinder dengan z = R eiθ di mana R > c
Untuk kasus ini, z = R eiθ +
⎛ c 2 − iθ ⎛ c2 ⎞ c2 ⎞ e = ⎜ R + ⎟ cos θ + i ⎜ R − ⎟ sin θ R R⎠ R⎠ ⎝ ⎝
z = x1 + ix2
Maka ⎛ ⎛ c2 ⎞ c2 ⎞ x1 = ⎜ R + ⎟ cos θ , x2 = ⎜ R − ⎟ sin θ R⎠ R⎠ ⎝ ⎝
Aerodinamika Inkompresibel 260
Karena sin 2 θ + cos 2 θ = 1 maka, x12 ⎛ c2 ⎞ R + ⎜ ⎟ R⎠ ⎝
2
+
x22 ⎛ c2 ⎞ R − ⎜ ⎟ R⎠ ⎝
2
=1
Namun ini adalah persamaan untuk elips yang mempunyai semi-axis major dengan ⎛ c2 ⎞ panjang ⎜ R + ⎟ di x2 axis. Jadi kasus ini (R > c) menjelaskan aliran di sekitar elips. R⎠ ⎝
7.2.3 Airfoil yang Simetris
Sekarang kita akan lihat transformasi untuk kasus silinder dengan radius R yang mempunyai titik pusat lingkaran di titik ζ = -M. Apabila di dalam lingkaran ini kita gambarkan lagi sebuah lingkaran dengan radius c yang berpusat di (0,0) maka radius R dapat dituliskan sebagai R =c+M
Karena titik A di permukaan silinder bersinggungan dengan titik di permukaan lingkaran dengan radius c maka di z-plane garis di sekitar A akan serupa dengan garis yang ditransformasikan oleh lingkaran dengan radius c.
Kita telah lihat bahwa
lingkaran dengan radius c ditransformasikan menjadi pelat datar. Oleh karena itu, garis di sekitar A akan ditransformasikan seperti ujung dari pelat datar (cusp). Langkah berikutnya adalah membuat lingkaran yang berpusat di z = (0,0) dengan radius sedemikian sehingga lingkaran ini bersinggungan dengan titik B di permukaan silinder
Aerodinamika Inkompresibel 261
L. Karena lingkaran ini mempunyai jari-jari R’ yang lebih besar dari c (R’ > c) maka lingkaran ini akan ditransformasikan menjadi elips di z-plane. Oleh karena itu, garis di sekitar titik B akan ditransformasikan menjadi lengkungan di ujung sebelah kiri dari elips tersebut. Dari observasi ini maka jelaslah bahwa lingkaran dengan radius R yang berpusat di titik
ζ= - M akan ditransformasikan menjadi sebuah bentuk yang simetris terhadap x1 dan mempunyai ujung yang tumpul di ujung kiri dan ujung yang sangat lancip di ujung kanan. Dengan kata lain, kasus ini merepresentasikan sebuah airfoil yang simetris. Selain itu kita juga telah buktikan sifat umum (4) dari Joukowski transformation yaitu airfoil yang dihasilkan mempunyai ujung yang sangat lancip (“cusp”).
7.2.4 Airfoil yang tidak simetris Di contoh sebelum ini kita telah lihat bahwa sebuah lingkaran dengan titik pusat di ζ=M ditransformasikan menjadi sebuah airfolil yang simetris. Oleh karena itu sangat masuk akal apabila kita mempunyai sebuah lingkaran dengan titik pusat di ζ = ξ c + iηc ( ξ ≠ 0 dan η ≠ 0 ), lingkaran ini akan ditransformasikan mejandi sebuah airfoil yang tidak simetris di z-plane. Selain itu airfoil ini akan mempunyai trailing edge yang sangat lancip (cusp)
Lift yang dihasilkan airfoil ini apabila airfoil tersebut diletakkan dengan sudut serang α dapat dihitung sebagai berikut. Pertama-tama untuk memenuhi “Kutta condition”, titik
Aerodinamika Inkompresibel 262
stagnasi di permukaan silinder harus dipindahkan dari titik A’ ke A. Dari sketsa di atas terlihat bahwa posisi ζTE adalah (karena ζ TE − M = c ),
ζ TE = M + ce −iΦ . Dengan mensubtitusikan ζTE pada persamaan (CM) didapatkan, Γ = 4π U ∞ R Sin(α + Φ )
Dari geometri dalam sketsa di atas dapat dilihat bahwa ⎛ η ⎞ 2 2 Φ = tan −1 ⎜⎜ c ⎟⎟ dan R 2 =(c −ξ c ) +η c ⎝ c − ξc ⎠
untuk silinder yang berpusat di titik (-ξc, ηc). Dengan demikian maka, l = ρ∞U ∞ Γ = 4π R ρ∞U ∞2 sin ( Φ + α )
cl =
l 8πR sin (Φ + α ) = 1 (chord ) ρ∞V∞ 2 (chord ) 2
(CM.3)
Persamaan (CM.3) adalah persamaan umum untuk Cl dari benda yang digenerasikan dari Joukowski transformation (CM.1).
Contohnya : untuk pelat datar, (ξc,ηc) = (0,0) sehingga
sin Φ = 0 atau Φ = 0. Selain itu cos Φ
untuk pelat datar telah kita lihat bahwa chord = 4R. Dengan harga-harga ini maka dari (CM.3), C l = 2π sin α dan hasil ini sama dengan hasil yang kita dapatkan beberapa saat yang lalu. Apabila kita mempunyai sebuah airfoil dengan “cusps trailing edge”, maka kita dapat mentransfromasikan airfoil ini menjadi sebuah silinder bundar dengan menggunakan (CM.1). Lift atau Cl dari airfoil ini dapat dihitung dengan menggunakan (CM.3). Dari (CM.3) terlihat bahwa untuk mendapatkan Cl kita perlukan harga R dan Φ. Karena R dan Φ adalah fungsi dari ξc, ηc, dan c maka kita perlu menentukan posisi dari pusat silinder di ζ-plane dan harga dari konstanta c untuk menghitung Cl. Jadi yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana menentukan ξc, ηc, dan c atau posisi titik pusat
Aerodinamika Inkompresibel 263
dan jari-jari silinder yang merepresentasikan airfoil tersebut. Prosedur penentuan ξc, ηc, dan c adalah sebagai berikut: a) Apabila kita mempunyai sebuah airfoil maka kita mengetahui harga-harga z untuk airfoil tersebut.
Dari harga-harga z, kita dapat menentukan harga c
sebagai berikut.
“chord” dari airfoil tentunya kita ketahui dan harganya adalah, chord = z A + z B
Karena titik A berada di titik ζ = c di ζ-plane maka titik ini akan berada di tititk z=2c di z-plane. Dengan demikian maka, chord = 2c + z B
atau c =
chord − z B 2
Karena “chord” dan “zB” diketahui maka c dapat dihitung. b) Dengan
diketahuinya
ditransformasikan
harga
c,
harga-harga
z
untuk
airfoil
dapat
menjadi ζ dengan menggunakan inverse dari
transformasi (CM.1) atau ζ = f(z,c). c) Hasil dari b) adalah sebuah silinder bundar di ζ-plane. Tentunya titik pusat dari silinder ini (ξc,ηc) dapat ditentukan. d) Karena (ξc,ηc) dan c diketahui maka R dan Φ dapat dihitung. Dengan demikian maka kita telah siap untuk menggunakan (CM.3) untuk menghitung Cl airfoil tersebut. Perlu diketahui bahwa transformasi Joukowski bukan satu-satunya transformasi yang digunakan untuk mempelajari airfoil.
Selain transformasi ini, terdapat pula
transformasi-transfromasi lain seperti “Karman-Trefftz transformation”. Transfromasi
Aerodinamika Inkompresibel 264
ini bahkan dapat digunakan untuk airfoil yang mempunyai “finite trailing edge” (trailing edge mempunyai sudut yang finite).
7.3
Teory Airfoil Tipis (Incompressible)
Di bagian 7.2 kita telah pelajari bagaimana menghitung lift dari sebuah airfoil dengan menggunakan metode “Conformal mapping”. Sekarang, kita akan mempelajari metode alternatif untuk mempelajari aliran di sekitar airfoil. Walaupun metode yang akan kita pelajari adalah metode aproximasi, namun metode ini telah terbukti cukup sukses dan ide yang digunakan dalam metode ini telah ditingkatkan menjadi metode-metode modern yang dipecahkan dengan menggunakan komputer. Asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah : •
Airfoil yang tipis
•
Sudut serang “α” yang kecil
Selain itu juga asumsi lainnya seperti inviscid, adiabatic, dan uniform freestream sehingga aliran di luar lapisan batas dapat diasumsikan sebagai aliran irrotasional dan teori aliran potensial dapat kita gunakan. Secara matematis permasalahan ini dapat dituliskan sebagai berikut: Dapatkan solusi dari persamaan : ∇ 2φ = 0
dengan kondisi batas : (∇φ .nˆ ) n = 0 dan ∇φ (∞) = U ∞ Selain itu juga diperlukan “Kondisi Kutta” karena kasus ini adalah kasus 2-D
(T.A.T.1)
Aerodinamika Inkompresibel 265
Catatan: Kondisi Kutta diperlukan agar solusi yang didapatkan adalah solusi yang unik. Perlu diingat bahwa kasus 2-D dan solusi persamaan Laplace adalah unik apabila Г dispesifikasikan. Karena airfoil diasumsikan sebagai airfoil yang tipis, maka kita dapar nyatakan : ∇φ ≡ u = U ∞ + v , v1 =
∂φˆ ∂φˆ , v2 = ∂x1 ∂x 2
, di mana v adalah “gangguan” kecil yang disebabkan oleh adanya airfoil. Apabila kita substitusikan u kedalam persamaan (T.A.T.1) hasilnya adalah : ∇ 2φˆ = 0
(T.A.T.2)
dengan kondisi batas ∇φˆ ⋅ nˆ = −U ∞ ⋅ nˆ , ∇φˆ(∞) = 0 ditambah kondisi Kutta. Sekarang kita akan mulai dengan menuliskan kondisi batas dipermukaan airfoil. Apabila permukaan airfoil kita nyatakan sebagai berikut, F ( x1 , x2 ) = x2 − h( x1 ) = 0
maka nˆ adalah nˆ =
∇F 1 = || ∇F || || ∇F
⎛ ∂F ∂F ⎞ ⎜⎜ xˆ1 + xˆ 2 ⎟ . ∂x 2 ⎟⎠ || ⎝ ∂x1
Dengan demikian kondisi batas di permukaan airfoil, ∂F ∂F + (U ∞ sin α + v2 ) 0 = ∇φˆ ⋅ nˆ + U ∞ ⋅ nˆ = (U ∞ cos α + v1 ) . ∂x1 ∂x2 Karena
∂F dh ∂F =− dan = 1 maka, ∂x1 dx1 ∂x 2 v2 = (U ∞ cos α + v1 )
dh − U ∞ sin α . dx1
Dengan asumsi α << 1 , sin α ≈ α & cos α ≈ 1 sehingga v2 ( x1 , h( x1 )) = (U ∞ + v1 )
dh − U ∞α dx1
Karena airfoil diasumsikan sebagai airfoil tipis, maka kita dapat gunakan ekspansi Taylor untuk menuliskan v 2 .
Aerodinamika Inkompresibel 266
v 2 ( x1 , h( x1 )) ≈ v 2 ( x1 ,0) +
∂v 2 | ( x ,0 ) h( x1 ) + ... ∂x 2 1
Selain itu, U ∞ + v1 ≈ U ∞ sehingga kondisi batas di permukaan airfoil menjadi, v2 ( x1 , 0) = U ∞
dh − U ∞α dx1
Sekarang kita tuliskan h dengan menggunakan definisi berikut ini, hc ≡
1 1 (hu + hl ), ht ≡ (hu − hl ) 2 2
hu = hc + ht & hl ≡ hc − ht Dengan definisi hc dan ht kondisi batas di permukaan airfoil menjadi v2 ( x1 , 0± ) = U ∞
dhc dh ± U ∞ t − U ∞α dx1 dx1 2 3
1
di mana 0+ adalah permukaan atas dan 0- adalah permukaan bawah. Jadi permasalahan aliran disekitar airfoil tipis dengan sudut serang “α” yang kecil secara matematis dijelaskan oleh persamaan, ∇ 2φˆ = 0 ,
⎛ dh ⎞ ∂φˆ(∞) dh ∂φˆ =0 ( x1 , 0± ) = U ∞ ⎜ c − α ⎟ ± U ∞ t , ∂x 2 ∂x2 dx1 ⎝ dx1 ⎠
(T.A.T.3)
ditambah kondisi Kutta. Kita ketahui bahwa yang membedakan antara solusi dari persamaan Laplace adalah kondisi batasnya. Kondisi batas yang terdapat dalam permasalahan ini merupakan superposisi dari dua macam aliran, yaitu 1. ±U ∞
dht ∂φˆ = v2 ( x1 , 0±) = ( x1 , 0± ) dx1 ∂x2
Apabila kita perhatikan bentuk persamaan di atas, maka terlihat bahwa v2 ( x1 , x2 ) = −v2 ( x1 , − x2 ) atau
∂φˆ ∂φˆ ( x1 , x 2 ) = − ( x1 ,− x 2 ) . ∂x 2 ∂x 2
Dari hasil di atas, maka terlihat bahwa untuk kasus ini,
φˆ( x1 , x 2 ) = φˆ( x1 ,− x 2 )
Aerodinamika Inkompresibel 267
Dengan kata lain, persoalan ini adalah persoalan yang simetris terhadap sumbu x1. Jadi kondisi batas ini menjelaskan aliran di sekitar airfoil yang simetris dengan ketebalan tertentu. Secara intuitif kita dapat memprediksi bahwa aliran ini tidak akan menghasilkan gaya angkat (karena kasus ini α = 0) ⎛ dh ⎞ ∂φˆ 2. U ∞ ⎜ c − α ⎟ = v2 x1 , 0± = x1 , 0± ∂ dx x 2 ⎝ 1 ⎠
(
)
(
)
Apabila kita perhatikan bentuk persamaan di atas maka terlihat bahwa : v 2 ( x1 , x 2 ) = v 2 (x1 ,− x 2 )
atau
∂φˆ x1 , 0± ∂x2
(
)
Dari hasil di atas maka terlihat untuk kasus ini φˆ mempunyai bentuk :
φˆ ( x1 , x2 ) = −φˆ ( x2 , −x2 ) Dengan kata lain, persoalan ini adalah persoalan aliran yang “antisimetris“ terhadap sumbu x. Jadi kondisi batas ini menjelaskan aliran-aliran seperti :
( −U
α = v2 ( x1 , 0 ± ) )
•
Aliran disekitar pelat datar dengan sudut serang α
•
Aliran disekitar “cambered airfoil“ dengan ketebalan = 0 dan α = 0
∞
⎛ dhc ⎞ ⎜ v2 ( x1 , 0 ± ) = U ∞ ⎟ dx1 ⎠ ⎝
Biasanya dalam permasalahan di sekitar airfoil, yang kita cari adalah “lift“ atau ”Cl“ yang dihasilkan airfoil tersebut. Untuk itu, kita cukup memperhatikan kondisi batas (2). Dengan demikian maka secara matematis permasalahan ini dapat dituliskan seperti : ∂φˆ ∂φˆ + =0 ∂x1 ∂x2 dengan kondisi batas
(TAT 4)
⎛ dh ⎞ ∂φˆ ∂φˆ (∞ ) = 0 , x1 , 0± ) = U ∞ ⎜ c − α ⎟ & kondisi Kutta ( ∂x2 ∂x2 ⎝ dx1 ⎠
Solusi (TAT 4) dapat dicari dengan menggunakan superposisi dari doublet atau vortex 2D seperti yang telah kita pelajari di BAB 5. Namun, dalam sub-bagian ini kita akan gunakan metoda lain yaitu dengan meggunakan analisa bilangan kompleks. Sedangkan
Aerodinamika Inkompresibel 268
solusi yang didapatkan dari superposisi doublet atau vortex akan kita pelajari nanti di sub-bagian Metoda Panel. Karena persoalan ini adalah persoalan 2-D, maka kita dapat menggunakan teknik analisa bilangan kompleks untuk menyelesaikan persamaan Laplace di atas. Salah satu teorema penting dalam teori bilangan complex adalah “Cauchy’s integral formula“. Teorema ini menyatakan bahwa apabila f(z1) adlah fungsi yang analitik di bidang z1 ≡ x '1 + ix '2 maka,
f ( z) =
1 2π
∫
c
f ( z) dz1 z1 − z
di mana c adalah kurva tertutup yang menutupi titik z = z1 . Sekarang kita akan aplikasikan teorema ini untuk mendapatkan solusi dari (TAT.4). Pertama-tama kita lihat, W ( z) =
dF = v1 ( x1 , x 2 ) − iv 2 (x1 , x 2 ) dz
di mana F = φ + iψ . Karena W(z) adalah fungsi analitik maka kita dapat menggunakan “Cauchy’s integral formula“ sehingga, W ( z) =
W ( z1 ) 1 W ( z1 ) 1 dz1 = dz1 . ∫ ∫ 2πi c z1 − z 2πi c1 + c2 + c3 + c4 z1 − z
di mana c adalah kurva tertutup seperti dalam sketsa di bawah. ix2’
C3
C4 x1’ C2
R1 Airfoil berada di z = z1 dengan panjang c
C1
Aerodinamika Inkompresibel 269
Apabila kita pilih R1→∞ maka kontribusi dari integral c1 = 0 karena ∇φ (∞) = 0 sehingga W(∞) =0. Kontribusi dari integral c2 dan c4 saling menghilangkan sehingga, W ( z) =
c c ⎤ ⎛ W ( x '1 , 0− ) ⎞ 1 W ( z1 )dz1 1 ⎡ ⎛ W ( x '1 , 0+ ) ⎞ = − dx ' ⎢∫ ⎜ ⎟ 1 ∫⎜ ⎟ dx '1 ⎥ ∫ 2π i c3 z1 − z 2π i ⎣ 0 ⎝ x '1 − z ⎠ x '1 − z ⎠ 0⎝ ⎦
(
)
c W ( x ' , 0+ ) − W ( x ' , 0− ) 1 1 1 dx '1 = ∫ 2π i 0 x '1 − z
(
) (
)
∆W ≡ W ( x '1 , 0+ ) − W ( x '1 , 0− ) = v1 ( x '1 , 0+ ) − iv2 ( x11 , 0+ − v1 ( x11 , 0− ) − iv2 ( x '1 , 0− ) .
Karena v2 ( x '1 , 0+ ) = v2 ( x '1 , 0− ) maka, c
1 v1 ( x '1 , 0+ ) − v1 ( x '2 , 0− ) ∆W = dx '1 x '1 − z 2π i ∫0
Apabila kita definisikan
γ ( x '1 ) ≡ v1 ( x '1 , 0+ ) − v1 ( x '1 , 0− ) maka, 1 γ ( x '1 )dx '1 W ( x) = ∫ 2π i 0 x '1 − ( x1 + ix2 ) c
(TAT.5)
Dari hasil di atas, solusi dari (TAT.4), yaitu W ( z ) = v1 − iv 2 , harganya tergantung dari harga γ . Jadi permasalahan ini belum selesai karena harga γ belum diketahui. Untuk menghitung γ , kita ambil harga imaginer dari (TAT.5) di permukaan airfoil ( x 2 ≈ 0) . Bagian imaginer tersebut adalah : c
v2 ( x1 , 0 ) = − ∫ ±
0
γ ( x '1 ) x '1 − x1
dx '1
Karena v 2 ( x1 ,0 ± ) kita ketahui dari kondisi batas maka, 1 2π
c
γ ( x '1 )
∫ ( x − x ' ) dx ' 0
1
1
= U ∞ (α −
1
dhc ) dx1
(L)
Kondisi Kutta untuk kasus ini adalah W(z) = 0 di trailing edge atau
γ (TE ) = 0
(K)
Aerodinamika Inkompresibel 270
Sekarang kita perhatikan persamaan (L) lebih mendalam apabila bentuk airfoil diketahui maka
dhc diketahui sehingga untuk setiap kasus dengan U∞ dan α tertentu, persaman dx1
(L) dengan kondisi kutta (K) dapat digunakan untuk menghitung γ .
Dengan
diketahuinya γ maka kecepatan di setiap titik dalam aliran dapat dihitung dengan menggunakan (TAT.5) (ingat: kecepatan ini adalah kontribusi dari bagian yang asimetrik saja. Kecepatan yang sebenarnya didapatkan dengan menambahkan solusi yang didapatkan dari permasalahan airfoil yang simetris dengan kondisi batas (1)). Selain itu, bagian riil dan imaginer dari (TAT.5) adalah : 1 v1 = 2π
x γ (x ' ) 1 ∫0 ( x1 −2x '1 )21+ x22 dx '1 & v2 = 2π c
( x1 − x '1 )γ ( x '1 ) dx '1 2 + x22 1 1 o c
∫ (x − x ' )
Namun, ini adalah distribusi kecepatan yang dihasilkan oleh “line vortex distribution“. Dengan demikian maka,
γ ( x '1 ) ≡
dΓ dx '1
Sehingga apabila γ telah didapatkan maka Γ dapat dihitung dan “lift“ dapat ditentukan dengan menggunakan “ teorema Kutta-Joukowski “. Berikut ini adalah langkah-langkah untuk mendapatkan solusi: a) Gunakan transformasi x '1 =
c (1 − cos θ ) sehingga 2
c c dx '1 = sin θ dθ dan x1 = (1 − cos x '10 ) 2 2 θ(TE) = 0, θ(LE) = π
(LE: Leading Edge)
b) Subtitusikan (1) ke dalam persamaan (L). Solusi dari
persamaan tersebut
adalah:
⎛
γ (θ ) = 2U ∞ ⎜ A0 ⎝
(1 + cos θ ) ∞ ⎞ + ∑ An sin nθ ⎟ sin θ n =1 ⎠
c) Subtitusikan kembali ke dalam persamaan ( L ) dan hasilnya adalah ∞ dhc = (α − A0 ) + ∑ An cos nθ dx1 n =1
Aerodinamika Inkompresibel 271
d) Persamaan di atas adalah “Fourrier Series” dari
dhc . Dengan menggunakan dx1
hasil dari “Fourrier Series” kita dapatkan
A0 = α −
1
π∫
π
0
dhc dθ dx1
π
2 dh An = ∫ c cos nθ 0 dθ 0 π 0 dx1 Sehingga apabila hc = hc(x1) diketahui An dan A0 dapat ditentukan dan γ (θ) dapat kita hitung. c c πA ⎞ ⎛ e) Hitung Γ = ∫ γ ( x '1 )dx '1 = ∫ γ (θ ) sin θ dθ = cU ∞ ⎜ π A0 + 1 ⎟ 0 2 2 ⎠ ⎝ 0 c
l = ρ∞U ∞ Γ dan Cl =
l
1 ρU 2 c ∞ 2
= π ( 2 A0 + A1 )
atau ⎛ 1 Cl = 2π ⎜ α + π ⎝
Apabila kita nyatakan Cl =
∫
π
0
⎞ dC dhc ( cos θ0 − 1)dθ0 ⎟ , l = 2π dx1 ⎠ dα
dCl (α − α L =0 ) = 2π (α − α L =0 ) maka dα
α L =0 = −
1
π∫
π
0
dhc ( cos θ0 − 1)dθ0 dx1
Sehingga dengan menggunakan teori ini kita dapat memprediksikan sudut serang di mana lift adalah nol. f) Sekarang kita dapat tentukan pitching moment coefficient.
Dari definisinya
pitching moment di leading edge adalah,
dM LE = − x '1 dL = − x '1 ρU ∞ d Γ = − ρU ∞ x '1
dΓ dx '1 dx '1
Apabila kita integrasikan maka, π
M LE = − ρU ∞ ∫ x '1 γ ( x '1 )dx '1 0
dan
Cm , LE =
⎛C π ⎞ = − ⎜ l + ( A1 − A2 ) ⎟ 1 ρU cS ⎝ 4 4 ⎠ 2 M LE
2 ∞
Aerodinamika Inkompresibel 272
Apabila kita hitung moment coefficient di posisi x1 =
c 4
π ⎛1⎞ Cm , c = Cm , LE + ⎜ ⎟ Cl = ( A2 − A1 ) 4 4 ⎝4⎠ Karena A1 dan A2 bukan merupakan fungsi α maka dapat disimpulkan bahwa
c
4
adalah “Aerodynamic Center” (posisi dimana harga momen tidak
bergantung α). g) Posisi “center of pressure” (posisi efektif di mana total lift bereaksi) dapat ditentukan sebagai berikut. Dari definisinya,
M LE = − xcp L sehingga xcp = −
Catatan: γ(θ)
di
langkah
“2” ⎛ ⎝
γ (TE ) = γ (π ) = 2U ∞ ⎜ A0
7.4
Cm , LE C
⎞ c⎛ π c atau, xcp = ⎜1 + ( A1 + A2 ) ⎟ 4 ⎝ Cl ⎠
memenuhi
kondisi
kutta
(k)
karena
(1 + cos π ) ⎞ 2U ∞ A0 sin π = =0 ⎟ sin π ⎠ "L'Hospital's Rule" cos π
Teory Sayap
7.4.1 Induced Drag Pada 7.2 dan 7.3 kita telah menggunakan teori potensial untuk mempelajari aliran di sekitar airfoil. Sekarang kita akan melihat bagaimana teori potensial digunakan untuk mempelajari aliran di sekitar sayap. Aliran di sekitar sayap adalah aliran di sekitar benda 3-D. Dari pembahasan kita sebelum ini telah kita lihat bahwa aliran irrotasional benda 3-D tidak menghasilkan Γ (circulation) dan oleh karenanya tidak akan menghasilkan lift. Jadi jelaslah bahwa
Aerodinamika Inkompresibel 273
dalam mempelajari aliran di sekitar sayap, kita tidak dapat hanya mengandalkan teori potensial, kita harus mengamati fenomena fisik untuk aliran ini lebih dalam. Pertama-tama kita ketahui bahwa aliran di belakang sebuah benda terdapat apa yang disebut dengan “wake”.
Untuk benda “slender” seperti sayap, daerah “wake“ ini
sangatlah tipis. Di dalam wake aliran tentunya tidak dapat diasumsikan sebagai aliran irrotasional. Namun, di luar wake (yang sangat tipis ini) aliran dapat diasumsikan sebagai aliran irrotasional x3 U∞
Wake
x1
x31 x32
∞
Sekarang kita hitung
∫ v dx 3
3
di mana
−∞
u = Ueˆx1 + v dan v = 0 di ∞ karena wake ini sangat tipis dan kecepatan u3 di dalam wake tidak terlalu jauh dengan hanya u3 di luar wake, maka, ∞
x 32
∞
−∞
−∞
x 31
∫ v3dx3 = ∫ v3dx3 + ∫ v3dx3
Daerah di luar wake alirannya irrotasional sehingga,
v3 =
∂φ ∂x3
Dengan mengingat bahwa v3 = 0 di ∞ sehingga kita dapat menyatakan φ = konstan = 0 di ∞ sehingga,
Aerodinamika Inkompresibel 274
∞
∫ v dx = (φ 3
3
2
− φ1 )
−∞
Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat diskontinuitas dalam harga φ . Dengan kata lain
wake adalah surface of discontinuity (wake dapat dimisalkan sebagai surface of discontinuity). Karena dalam asumsi ini, fluida di luar wake tidak dapat menembus wake, ⎛ ∂φ ⎞ ⎛ ∂φ ⎞ ⎜ ⎟ =⎜ ⎟ ⎝ ∂x3 ⎠1 ⎝ ∂x3 ⎠2 atau
∂φ kontinyu. ∂x3
Dengan kata lain diskontinuitas ini adalah “tangential discontinuity”. Satu lagi properti dari diskontinuitas tipe ini adalah (lihat bab tentang shock wave), p’1 = p’2. Karena di luar wake
p0 +
1 1 2 ρU 2 = ( p0 + p ') + ρ (U + v ) 2 2
atau p ' ≈ − ρUv1 dapat pula dilihat bahwa
( v1 )1 = ( v1 )2
⎛ ∂φ ⎞ ⎛ ∂φ ⎞ atau ⎜ ⎟ =⎜ ⎟ ⎝ ∂x1 ⎠1 ⎝ ∂x1 ⎠ 2
⎛ ∂φ ⎞ sehingga ⎜ ⎟ juga kontinyu. ⎝ ∂x1 ⎠
Jadi satu-satunya kemungkinan adalah diskontinuitas adalah pada harga
∂φ . Namun, ∂x2
dari apa yang telah kita pelajari sebelumnya, diskontinuitas ini akan dihasilkan oleh sebuah vortex sheet. Dengan kata lain wake pada belakang sayap dapat dimodelkan sebagai “vortex sheet” yang menghasilkan diskontinuitas harga
∂φ (lihat gambar di ∂x2
Aerodinamika Inkompresibel 275
bawah). Dengan menambahkan vortex sheet ini maka harga Γ tidak lagi sama dengan nol sehingga sayap akan menghasilkan gaya angkat. Penambahan vortex sheet ini pada dasarnya serupa dengan apa yang harus kita lakukan pada kasus 2-D, yaitu menambahkan kondisi Kutta.
Penambahan ini adalah
konsekuensi dari diabaikannya efek viskositas yang selalu ada pada aliran sesungguhnya. Sekarang yang menjadi pertanyaan bagaimana membuat sistem vortex
sheet ini? x3 x2
x1
Vortex Sheet
Selain apa yang telah dibicarakan di atas ada lagi satu hal yang penting dalam aliran di sekitar sayap. Berbeda dengan airfoil, sayap mempunyai dua ”wingtip”, atau ujung sayap. Di wing tip ini, aliran dari bagian bawah sayap (dengan tekanan yang tinggi) bertemu dengan aliran atas sayap (dengan tekanan yang lebih rendah). Jadi fluida mengalir dari bagian bawah ke bagian atas sayap.
Ini mengakibatkan terjadinya
perubahan sudut serang apabila dilihat secara lokal dari setiap airfoil section.
Aerodinamika Inkompresibel 276
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa ini mengakibatkan arah lift vektor berubah dan menghasilkan komponen yang sejajar dengan sumbu x3(lift) dan sumbu x1(drag). Drag ini disebut juga “induced drag”. Dari geometri di atas dapat dilihat bahwa,
α eff = α − α i
(W.T.I)
Untuk mempelajari induced drag lebih lanjut kita perhatikan apa yang terjadi apabila sebuah sayap bergerak melintasi suatu daerah didalam fluida yang diam pada saat sebelum dilintasi oleh sayap. Apabila kita pilih sebuah volume tertentu, maka sebelum sayap melewati volume ini energi kinetik dari fluida didalam volume ini adalah nol. Setelah sayap tersebut melewati daerah ini, sebagian dari fluida didalam volume ini bergerak karena adanya wake, dan ini tentunya menyebabkan energi kinetik fluida didalam volume berbeda dari nol. Menurut hukum kekekalan energi, penambahan energi kinetik fluida ini mengakibatkan berkurangnya (disipasi) energi dari gerakan sayap. ”Hilangnya” energi dari sayap inilah yang menyebabkan adanya drag. Drag ini, yang tentunya berbeda dengan drag yang diakibatkan oleh gaya gesek (skin friction
drag), disebut induced drag. Sekarang penjelasan diatas akan kita gunakan untuk mendapatkan formula untuk menghitung besarnya induced drag. Untuk itu kita perhatikan situasi yang digambarkan pada sketsa dibawah ini. Pada sketsa terlihat sebuah sayap yang bergerak menuju udara diam. X = U ∆t
Wake (vortex sheet)
U
C
B
A
Bidang A dan B adalah bidang-bidang yang berada jauh didepan dan jauh dibalakang sayap. Selain itu posisi bidang B cukup jauh dari sayap sehingga didalam wake hanya ada pergerakan udara yang mempunyai arah sejajar dengan bidang B (hanya ada v2 dan
Aerodinamika Inkompresibel 277
v3 sedangkan v1 = 0). Bidang ini juga dikenal dengan sebutan Trefftz Plane. Bidang C sejajar dengan bidang B dan berjarak U ∆t dibelakang B. Dari sketsa terlihat bahwa bertambahnya energi kinetik fluida didalam volume atur yang dibatasi oleh A dan B disebabkan oleh ”masuknya” wake yang sebelumnya berada diantara B dan C kedalam volume atur tadi. Dari penjelasan diparagraf sebelumnya bertambahnya energi kinetik ini sama dengan kerja yang dilakukan oleh drag. Dengan demikian maka secara matematis kita dapat nyatakan bahwa, D (U ∆t ) =
1 1 ρ ∫ (∇φ ) 2 dV = ρ ∫∫ (∇φ ) 2 U ∆tdx2 dx3 2 V 2
atau
D=
1 ρ ∫∫ (∇φ )2 dx2 dx3 2 Swake
Dengan menggunakan teorema green (GT) integral diatas dapat dituliskan menjadi, b ⎡b ⎤ + − 2 1 ⎢ 2 + ⎛ ∂φ ⎞ ⎥ − ⎛ ∂φ ⎞ D= ρ⎢∫φ ⎜ ⎟ dx2 − ∫ φ ⎜ ⎟ dx2 ⎥ ∂x 2 b ⎝ ∂x3 ⎠ − ⎢⎣ − b2 ⎝ 3 ⎠ 2 ⎦⎥
dimana superscript + menyatakan harga pada bagian atas wake dan – adalah harga pada bagian bawah. Sedangkan b adalah panjang dari sayap dan ujung-ujung sayap berada pada posisi x2 = ±b/2. Sekarang kita akan modelkan wake dengan menggunakan vortex sheet. Vortex sheet adalah sebuah diskontinuitas tangensial (tangential discontinuity) maka dari sub bagian +
⎛ ∂φ ⎞ ⎛ ∂φ ⎞ yang membahas diskontinuitas dalam fluida kita ketahui bahwa ⎜ ⎟ =⎜ ⎟ ⎝ ∂x3 ⎠ ⎝ ∂x3 ⎠ sehingga, ⎡ b2 ⎤ 1 ⎢ ⎥ + − ⎛ ∂φ ⎞ D = ρ ⎢ ∫ (φ − φ ) ⎜ ⎟ dx2 ⎥ 2 ⎝ ∂x3 ⎠ ⎢⎣ − b2 ⎥⎦
Dari sifat-sifat sebuah vortex sheet kita ketahui bahwa,
−
Aerodinamika Inkompresibel 278
⎛ ∂φ ⎞ 1 Γ = φ + − φ − dan ⎜ ⎟ = ⎝ ∂x3 ⎠ 4π
b 2
d Γ( z ') 1 dz ' dz ' x2 − z ' b
∫ −
2
Akhirnya, dengan mensubtitusikan persamaan-persamaan terakhir kedalam hubungan untuk drag didapatkan b 2
⎡ b Γ( x2 ) ⎛ d Γ( z ') ⎞ ⎤ 1 D = ρ ∫ ⎢ ∫ 2b dz '⎥dx2 ⎜ ⎟ 2 b ⎣⎢ − 2 x2 − z ' ⎝ dz ' ⎠ ⎥⎦ − 2
L = ρU
b 2
∫ Γ( x )dx 2
2
b − 2
dimana formula untuk lift didapatkan dari teorema Kutta-Joukouski. Dalam praktek, formula untuk lift dan drag di transformasikan dengan menggunakan transformasi,
x2 =
b (1 − cos θ ) dimana 0 ≤ θ ≤ π 2
Kemudian Γ adalah fungsi yang kontinyu sehingga dapat diexpansikan dengan menggunakan deret Fourier, ∞
Γ (θ ) = 2bU ∑ An sin nθ n =1
Apabila deret ini kita subtitusikan ke dalam formula untuk lift dan drag maka didapatkan, ∞
CL = A1π AR dan CDi = π AR ∑ nAn
2
n =1
dimana AR =
b2 dan S = bc (c = panjang chord). Koefisien-koefisien An didapatkan S
denan menyelesaikan persamaan ∇ 2φ = 0 berikut kondisi batasnya. Ini akan kita lakukan disub bagian setelah ini. Dari expresi untuk CDi terlihat jelas bahwa induced drag yang minimum akan dihasilkan apabila semua An, kecuali A1, adalah nol. Untuk kasus minimum induced drag ini,
Aerodinamika Inkompresibel 279
CDi = π ARA1 = 2
2
CL π AR
dan ini akan dihasilkan oleh distribusi Γ,
Γ=
4 CL x3 (b − x3 ) π AR
Distribusi Γ disebut elliptical distribution karena akan dihasilkan oleh sayap yang berbentuk seperti ellips.
7.4.2 Penyelesaian dengan menggunakan teori potensial Sekarang kita akan lihat permasalahan ini secara matematis. Karena aliran di sekitar sayap diasumsikan sebagai aliran irrotational maka untuk darah di luar sayap dan wake ,
∇φ =0 2
Dengan kondisi batas: a) di sayap, v3 ( x1 , x2 , 0± ) = ±U ∞
⎛ ∂h ⎞ ∂ht + U∞ ⎜ c − α ⎟ ∂x1 ⎝ ∂x1 ⎠
simetris
(
)
(
b) di wake, v3 x1 , x2 , 0± = v3 x1 , x2 , 0−
antisimetris
)
c) di ∞, v = ∇φˆ = 0
di mana kondisi batas disayap yang digunakan di sini adalah kondisi batas yang sama dengan yang digunakan untuk airfoil tipis alpha kecil. Jadi asumsi yang telah kita gunakan di sini sama dengan yang digunakan sebelum ini yaitu sayap tipis dengan sudut serang kecil. Untuk mendapatkan φˆ dalam kasus ini, kita dapat gunakan solusi persamaan Laplace 3D (L3D.b). Namun dalam kasus ini, lebih mudah apabila kita mencari solusi untuk v1 terlebih dahulu. Dari subbagian “sifat-sifat dari φ ”, kita ketahui bahwa v memenuhi persamaan Laplace ( ∇ 2 v = 0 ) sehingga ∇ 2 v1 = 0 . Oleh karena itu, solusi untuk v1 bisa kita dapatkan juga dengan menggunakan (L3D.b) yaitu,
Aerodinamika Inkompresibel 280
v1 ( x ) =
1 4π
⎛ ∂ 1 1 ∂v1 ⎞ − ⎜ v1 ⎟dS n r r n ∂ ∂ ⎝ ⎠ Sb + S wake
∫
Di Sb dan Swake,
∂ 1 ∂ 1 =± ∂n r ∂x3 r
x3 = 0±
Karena, dari pembahasan sebelumnya di awal bab ini, kita ketahui bahwa
(
)
(
)
v1 x1 , x2 , 0+ = v1 x1 , x2 , 0− di Swake sehingga,
∫
v1
S wake
∂ 1 dS = 0 ∂n r
Selain itu dari kondisi irrotational menyatakan bahwa,
(∇ × u = 0) ,
∂v1 ∂v3 = ∂x3 ∂x1
sehingga 1 ∂v1 1 ∂v1 1 ∂v3 dS = ∫ dS = ∫ dS . ∂ ∂ ∂ r n r x r x 3 1 Sb + S wake Sb + S wake Sb + S wake
∫
∂φˆ adalah kontinyu ∂x3
Dari pembahasan di awal bab ini kita telah simpulkan bahwa v3 = di Swake sehingga
∂v3 juga kontinyu. Dengan demikan maka, ∂x1
1 ∂v1 dS = 0 . Oleh r ∂x3 S wake
∫
karena itu,
v1 ( x ) =
1 4π
⎛
∫ ⎜⎝ v
1
Sb
∂ 1 1 ∂v3 ⎞ − ⎟dS ∂x3 r r ∂x1 ⎠
Seperti halnya dengan kasus airfoil, kita akan menggunakan teori ini untuk menghitung lift. Oleh karenanya, kita akan lanjutkan pembahasan di sini untuk kasus sayap dengan kondisi batas yang antisimetris (kondisi batas simetris tidak memberikan kontribusi apapun terhadap lift).
Untuk kasus antisimetris kita ketahui bahwa (subscript Sb
menandakan posisi di permukaan sayap),
( v (x
) ( ,0 ) = v (x
) ( ,0 )
v1 x1Sb , x2 Sb , 0+ − v1 x1Sb , x2 Sb , 0− ≡ γ x1Sb , x2 Sb 3
1Sb
, x2 Sb
+
3
1Sb
, x2 Sb
−
)
Aerodinamika Inkompresibel 281
sehingga ∂v ∂x
3
(x
1Sb
)
, x2 Sb , 0+
=
1
∂v ∂x
(x
3
1 Sb
, x2 Sb , 0−
)
1
Dengan demikian maka,
v1 (x) =
1 ∂ 1 ∫ v1 4π S ∂x r 3 b
1 4π
dS =
γ ( x1S , x2 S
∫∫
b
b
) ∂x∂
3 Sb
x1 Sb x2 Sb
1 dx1Sb dx2 Sb r
Seperti dalam kasus airfoil, kita perlukan harga γ untuk mendapatkan solusi, yang dalam kasus ini adalah v1.
(
Harga γ tentunya ditentukkan oleh kondisi batas
)
v3 x1Sb , x2 Sb , 0± , sehingga kita perlukan persamaan untuk v3. Karena, v1 =
∂φ ∂ x1
dan v 3=
∂φ ∂ x3
maka,
∂ v3 ( x ) = ∂x3
x1
1 ∫−∞ v1 ( x0 , x2 , x3 )dx0 = − 4π
di mana telah digunakan
⎡ ⎤ ∂2 1 ⎢ ⎥ , γ x x dx dx 1Sb 2 Sb 1Sb 2 Sb dxc 2 ∫ x ∫∫x x r ∂ ⎥⎦ 3 −∞ ⎢ ⎣ 1Sb 2 Sb x1
(
)
∂ ∂ =− . ∂x3 Sb ∂x3
Untuk lim x3 → 0 , persamaan di atas menjadi (Ashley-Landahl,1965),
1 v3 ( x1 , x2 , 0 ) = − 4π
∫∫
x1 Sb x2 Sb
⎡ 1 ∂γ ⎢ 1+ ∂x2 Sb x2 − x2 Sb ⎢ ⎢⎣
(
)
(x − x ) +(x − x ) (x − x ) 2
1
1Sb
2
1
2 Sb
1Sb
Persamaan ini dapat disederhanakan lagi seperti dibawah ini. b
∫∫
x1 Sb x2 Sb
2 ∂γ dx1Sb dx2 Sb 1 = ∫ ∂x2 Sb x2 − x2 Sb x2 − x2 Sb −b
(
)
2
b
=
2
(
∫(
−b
2
)
⎡ c ∂γ ⎤ dx1Sb ⎥dx2 Sb ⎢∫ ⎢⎣ 0 ∂x2 Sb ⎥⎦
c ⎤ d ⎡ 1 ⎢ ∫ γ dx1Sb ⎥dx2 Sb x2 − x2 Sb dx2 Sb ⎣ 0 ⎦ =Γ ( x2 Sb )
)
2
⎤ ⎥ ⎥dx1Sb dx2 Sb ⎦⎥
Aerodinamika Inkompresibel 282
Jadi
v 3 ( x1 , x 2 , 0 ) =
+
b/2
dΓ −1 [ ∫ 4 π − b / 2 d x 2 sb
∫∫
x1 s b x 2 s b
∂γ ∂ x 2 sb
(x
d x 2 sb 2
− x 2 sb
)
(x − x ) + (x − x ) ( ( x − x )( x − x ) ) 2
1
1sb
1
1sb
2
2
2 sb
2
d x1 s b d x 2 sb ] (WT.*)
2 sb
⎛ ∂ hc ⎞ =U∞ ⎜ −α ⎟ ⎝ ∂ x1 ⎠ c
di mana Γ = ∫ γdx1sb
Hubungan terakhir adalah persamaan yang harus di selesaikan
0
untuk mendapatkan γ apabila U ∞ , hc( x1 , x2 ) , α diberikan. Apabila γ telah diketahui maka persoalan aliran di sekitar sayap yang menghasilkan lift terselesaikan.
7.4.3 Teori garis angkat Prandt`L (Prandt’l Lifting Line) Persamaan (WT.*) sangatlah sulit disesuaikan secara analitis. Karena itu permasalahan aliran disekitar sayap biasanya dimodelkan dengan sistem vortex yang meliputi vortex yang mempresentasikan sayap dan vortex sheet yang mempresentasikan wake. Sistem ini tentunya harus memenuhi teorema helmholtz tentang vortex, yaitu vortex line tidak dapat muncul & berakhir di fluida. Model yang memenuhi syarat-syarat di atas dapat dilihat dalam gambar di bawah ini. Dalam model di bawah terlihat bahwa vortex line dimulai dan berakhir di fluida sehingga memenuhi teorema Helmholtz.
Aerodinamika Inkompresibel 283
Vortex line yang berada “di dalam“ sayap sayap disebut “bound vortex” karena vortex ini tidak bergerak bersama fluida seperti vortex line yang berada di luar sayap. Selain model di atas terdapat pula model-model lainya seperti dalam gambar di bawah ini. Model ini dikenal dengan sebutan”lifting surface” Model-model di atas umumnya tidak memberikan solusi yang
analitik
dan
biasanya
menggunakan komputer.
diselesaikan
dengan
Alternatif lainnya adalah
menggunakan model yang disebut “Prandtl lifting line”. Dengan
menggunakan
model
ini
kita
dapat
menyelesaikan permasalahan ini secara analitik walaupun model ini tidak seakurat model-model sebelumnya. Dalam model ini “bound vortex lines” yang terlihat dalam gambar (wt.1) “disatukan” di dalam satu garis yang disebut “lifting line”.
Dengan model ini kita dapat melakukan perhitungan untuk mendapatkan CL dan CDi. Pertama-tama kita lihat bahwa “vortex sheet” ini menghasilkan downwash sebesar, ⎡ 1⎢ 1 v3 ( x1 , x2 , 0 ) = ⎢ 2 2π ⎢⎣
b/2
∫
−b / 2
dΓ
dx2sb
x2 − x2 sb
⎤ ⎥ 1 dx2 sb ⎥ = ( v3 line vortex distribution ) 2 ⎥⎦
Dengan menggunakan model ini, kondisi batas yang sebelumnya tidak lagi berlaku (sekarang tidak ada lagi hc karena sayap telah diganti dengan lifting line). Sekarang kita lihat (gambar x). Dari gambar ini dapat dilihat bahwa,
Aerodinamika Inkompresibel 284
⎛ v3 ⎞ ⎟ ⎝U ⎠
α i = tan −1 ⎜ Karena pada umumnya v3 << U maka,
αi
v3 1 atau v3 = U α i = 4π U
b
2
∫
−b
2
dΓ
dx2sb
x2 − x2 sb
dx2 sb
Dari definisi untuk Cl, Cl =
L 1 ρU 2 c 2
=
2Γ Uc
Namun, kita dapat juga menyatakan bahwa, Cl = 2π (α eff − α L =0 ) dan
α eff = α − α i
(dari W.T.I)
sehingga, v ⎞ ⎛ Γ = π UC ⎜ α − α L =0 − 3 ⎟ U⎠ ⎝ Dengan mensubstitusikan v3 ke dalam persamaan di atas didapatkan, ⎛ 1 ⎜ Γ = π UC ⎜ α − α L =0 − 4π U ⎜ ⎝
b/2
∫
−b / 2
dΓ
dx2sb
x2 − x2 sb
⎞ ⎟ dx2 sb ⎟ ⎟ ⎠
(WT)
Karena α, c, U, αL=0, dan b diketahui maka (WT) adalah persamaan differensial (intregro-differential) untuk Γ. Persamaan (WT) dapat pula diturunkan langsung dari persamaan (WT*), tanpa perlu menggunakan model seperti diatas, dengan menggunakan asumsi “high-aspect ratio” atau b/c >>1. Apabila asumsi ini dapat digunakan maka,
Aerodinamika Inkompresibel 285
(x − x ) + (x − x ) ((x − x )(x − x )) 2
1
1
(
)
2
1sb
(
2
karena x1 − x1sb << x2 − x2 sb
∫∫
x1 s b x 2 s b
)
2
(x
2
1sb
2 sb
2
≅
((x
2 sb
1
)(
)
− x1sb x 2 − x 2 sb
))
untuk kasus b/c>>1. Dengan demikian maka suku
(x − x ) + (x − x ) ( ( x − x )( x − x ) ) 2
∂γ ∂ x 2 sb
− x 2 sb
2
1
1sb
1
2
1sb
2
2 sb
2
d x1 s b d x 2 s b ≡ I
2 sb
pada (WT*) menjadi,
∫∫
I
x1sb x2sb
∂γ ∂x2sb
(x
2
(( x − x )( x 1
)
− x2sb
1sb
2
( (
⎡ x2 − x2sb 1 ⎢ =∫ x − x1sb ⎢ x∫2 x2 − x2sb 0 1 ⎣ sb c
− x2sb
))
dx1sb dx2sb
b/2 ⎡ x2 ∂γ ⎤ dx ∂γ 1sb = ∫⎢ ∫ dx2sb − ∫ dx2sb ⎥ ∂x2sb ⎢ − b / 2 ∂x2sb ⎥⎦ x1 − x1sb x2 0 ⎣ c
(
c
)
=
2∫
( ) (
)
(
)
γ b 2 =γ − b 2
γ ( x1 , x2 )
0
sb
x1 − x1sb
) ∂γ ) ∂x
2 sb
⎤ dx2sb ⎥dx1Sb ⎥ ⎦
dx1s b
sehingga,
v ( x1 , x2 , 0 ) =
b/2 c γ x ,x ⎤ dx2sb ⎛ ∂h ⎞ dΓ −1 ⎡ 1sb 2 ⎢ ∫ + 2∫ dx1s b ⎥ = U ∞ ⎜ c − α ⎟ ( WT.**) 4π ⎢ − b / 2 dx2sb x2 − x2sb x1 − x1sb ⎥⎦ ⎝ ∂x1 ⎠ 0 ⎣
(
Apabila (WT*) dikalikan dengan
)
x1 lalu diintegrasikan diarah x1 maka akan c − x1
didapatkan kembali persamaan (WT) (lihat Ashley-Landahl,1965). Penurunan cara kedua ini memperlihatkan bahwa Teori garis angkat Prandt’l layak digunakan untuk sayap-sayap yang mempunyai Aspect Ratio yang tinggi. Solusi dari persamaan (WT) adalah Γ yang dapat gunakan untuk menghitung gaya angkat dan gaya hambat induksi dengan menggunakan hubungan-hubungan berikut : b/2
L=
∫
−b / 2
l cos α i dx2
b/2
∫
−b / 2
ldx2 = ρU
b/2
∫
−b / 2
Γdx2
Aerodinamika Inkompresibel 286
dan b/2
Di =
∫
l sin α i dx2
−b / 2
b/2
∫
lα i dx2 = ρU
−b / 2
b/2
∫
Γα i dx2
−b / 2
Dengan demikian jelaslah prosudur penyelesaian permasalahan aliran disekitar sayap yang mempunyai aspect ratio yang tinggi. Pertama-tama kita selesaikan persamaan (WT) untuk mendapatkan distribusi Γ. Κemudian, kita gunakan distribusi tersebut untuk menghitung gaya angkat dan gaya hambat induksi. Berikut ini adalah langkahlangkah praktis untuk mendapatkan L & Di; 1. Solusi dari persamaan (W.T) dapat di tuliskan sebagai berikut, ∞
Γ (θ ) = 2bU ∑ An sin nθ n =1
Apabila kita subtitusikan ke dalam persamaan (W.T) maka,
α (θ 0 ) =
∞ ∞ sin n (θ0 ) 2b θ + α θ + A sin n nAn ( ) ∑ ∑ 0 n L =0 sin (θ 0 ) π C (θ 0 ) n =1 n =1
(W.T.2)
Persamaan (W.T.2) adalah satu persamaan untuk N variabel yang tidak diketahui (A1, …,AN). Namun, apabila kita pilih N titik sepanjang lifting line ( θ o1 , … , θ o N ) maka kita akan dapatkan N persamaan yang tentunya dapat diselesaikan. Jadi apabila kita lakukan ini maka kita akan dapatkan harga untuk A1, …,AN.
2. Hitung Cl =
L 1 ρU 2 S 2
Di mana AR ≡
=
2 US
⎛ b2 ⎞ dy A π Γ = ⎟ = A1π AR 1 ⎜ ∫b S ⎠ ⎝ − 2
b2 , S
2 3. Hitung CDi = US
b 2
CL = A1π AR
b 2
∫ Γ ( y ) α ( y ) dy = π AR A (1 + δ ) i
−
b 2
2 1
Aerodinamika Inkompresibel 287
⎛A Di mana δ ≡ ∑ n⎜⎜ n n = 2 ⎝ A1 N
7.5
2
⎞ ⎟⎟ , ⎠
CDi =
CL2 (1 + δ ) π AR
Metoda Panel
Didalam bab ini kita telah lihat beberapa contoh tentang bagaimana menggunakan teori potensial untuk menyelesaikan permasalahan aliran incompressible disekitar airfoil (kasus 2-D) dan sayap (kasus 3-D). Namun, penyelesaian secara analitis seperti yang dipaparkan disub-bagian 7.1-7.4 hanya berlaku untuk kasus-kasus tertentu. Misalnya, penyelesaian dengan menggunakan conformal mapping hanya dapat digunakan untuk airfoil dengan geometri tertentu yang dapat ditransformasikan menjadi silinder dengan sebuah transformasi, seperti transformasi Joukowski. Selain itu solusi analitis juga didapatkan untuk kasus airfoil dan sayap dimana benda-benda tersebut dianggap sangatlah tipis (dan mempunyai Aspect Ratio yang tinggi untuk kasus sayap). Tentunya solusi-solusi tersebut berlaku sangat terbatas, karena pada umumnya asumsi yang digunakan untuk mendapatkan solusi-solusi tersebut hanya terpenuhi oleh airfoil atau sayap dengan geometri yang sederhana.
Untuk kasus-kasus yang lebih umum,
permasalahan ini tidak dapat diselesaikan secara analitis. Kasus-kasus ini, hanya dapat diselesaikan secara numerik dan salah satu metoda numerik yang populer untuk menyelesaikan permasalahan aliran potensial incompressible adalah Metoda Panel. Metoda ini mencari solusi dengan menggunakan solusi umum dari persamaan Laplace dengan cara yang telah kita pelajari sebelumnya di sub-bagian 5.6.3. Sekali
lagi
permasalahan
matematis
yang
harus
diselesaikan
untuk
aliran
incompressible potensial disekitar airfoil atau sayap yang diletakkan dibelakang aliran seragam adalah mencari solusi dari, ∇ 2φ = 0 , dengan kondisi batas ∇φ ⋅ nˆ = 0 dan ∇φ (∞) = U ∞ , ditambah dengan kondisi Kutta untuk kasus airfoil (2-D).
Aerodinamika Inkompresibel 288
7.5.1 Dekomposisi dengan menggunakan potensial gangguan Seperti biasa, permasalahan matematis ini diselesaikan dengan menggunakan dekomposisi φ = φ∞ + φˆ di mana φ∞ adalah potensial dari aliran freestream dan φˆ adalah potensial gangguan (disturbance potential) yang juga memenuhi persamaan Laplace ∇ 2φˆ = 0 . Kondisi batas yang harus dipenuhi φˆ didapatkan dari (IP.2), 0 = u ⋅ nˆ = ∇φ ⋅ nˆ =
∂φ ∂φ∞ ∂φˆ ∂φˆ = + = U ∞ ⋅ nˆ + ∂n ∂n ∂n ∂n
sehingga ⎛ ∂φˆ ⎞ ⎜⎜ ⎟⎟ = −U ∞ ⋅ nˆ ⎝ ∂n ⎠ Sb Selain itu, untuk aliran tak terbatas lim ∇φˆ = 0 (karena dari definisinya, φ = φ∞ + φˆ -> r →∞
φ = φ∞ pada permukaan Σ). Dengan menggunakan dekomposisi ini, permasalahan matematis yang harus diselesaikan menjadi, ∇ 2φˆ = 0 , dengan kondisi batas ∇φˆ ⋅ nˆ = −U ∞ ⋅ nˆ , ∇φˆ(∞) = 0 ditambah kondisi Kutta untuk kasus airfoil (2-D).
Apabila φˆ telah didapatkan maka φ dapat dihitung dengan menggunakan,
φ = φ∞ + φˆ φ∞ = U ∞ ( x1 cos α + x2 sin α ), misa ln ya untuk kasus 2 D Dari 5.8.1, kita ketahui bahwa solusi dari permasalahan ini didapatkan dengan mencari kekuatan source dan doublet di St.
Namun, karena
∇φˆ(∞) = 0 sehingga
φˆ = kons tan = 0 pada permukaan Σ, kontribusi dari integral permukaan Σ adalah nol dan St = Sb pada (MP.3). Dengan demikian maka solusi didapatkan dengan mencari M dan µ dari persamaan MP.3 yang untuk kasus ini adalah,
Aerodinamika Inkompresibel 289
⎛ Sb ⎝
∂
⎞ ⎠
φˆ( x) = ∫ ⎜ M φs + µ φs ⎟dS ∂n φs =
{
1 ( kasus 3− D ), n = 4 ( untuk x yang berada di V ) atau n = 2 ( untuk x yang berada di St ) nπ r ln r − ( kasus 2 − D ), n = 2 ( untuk x yang berada di S ) atau n =1 ( untuk x yang berada di St ) nπ
−
( MP.3.a)
Harga µ dan M didapatkan dengan mengingat bahwa kita mempunyai kebebasan dalam memilih φ maupun
∂φ ∂φ . Untuk kasus ini, kita pilih = 0 sehingga harga dari energi ∂n ∂n
kinetik fluida imaginer didalam benda adalah, KE ≡
1 1 1 1 ∂φ ˆ = ρ ∫ φ dS = 0 ρ ∫ u ⋅ udV = ∫ ρ∇φ ⋅∇φ dV = ρ ∫ φ∇φ ⋅ ndS 2 Vt 2 2 St 2 St ∂n Vt
dimana telah digunakan hubungan (L3D.1) (dengan ∇ 2φ = 0 dan ψ = φ ) untuk mengubah integral volume menjadi integral area. Hasil ini menunjukkan bahwa kecepatan aliran “imajiner” di dalam benda sama dengan nol sehingga φ adalah konstan di dalam benda. Harga dari konstanta ini dapat kita pilih sama dengan nol sehingga φ = 0 dan, ⎛ ∂φˆ ∂φ ⎞ ⎛ ∂φˆ ⎞ − M ≡ ⎜⎜ ⎟⎟ = ⎜⎜ ⎟⎟ = −U ∞ ⋅ nˆ dan µ Sb = φˆSb . ⎝ ∂n ∂n ⎠ Sb ⎝ ∂n ⎠ Sb Karena M diketahui, maka (MP.3.a) dapat digunakan untuk mencari harga µSb apabila persamaan integral tersebut kita evaluasi dipermukaan benda Sb. Dengan ditemukannya harga M dan µ di permukaan Sb maka harga φˆ di mana pun di dalam fluida dapat dihitung dengan menggunakan (MP.3.a).
Aerodinamika Inkompresibel 290
Sw = S + ∪ S −
Sa
S+ S-
x3
x1
S∞
Dalam (MP.3.a), Sb adalah permukaan benda dan batas-batas internal lainnya. Baik untuk kasus airfoil maupun kasus sayap, Sb terdiri dari permukaan airfoil atau sayap (Sa) dan permukaan diskontinuitas (Sw) ( akan dijelaskan diparagraf selanjutnya bahwa permukaan ini adalah barrier untuk kasus airfoil dan vortex sheet untuk kasus sayap). Selain itu integral area dS pada kasus 2D tentunya menjadi integral sepanjang garis permukaan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, untuk kasus 2-D (airfoil), kita perlu menambahkan barrier agar harga φ menjadi single valued.
Namun,
Barrier ini menghasilkan
diskontinuitas dari harga φ sebesar
φ+ −φ− = Γ dimana superscript + dan – menunjukkan harga di permukaan atas dan bawah diskontinuitas.
Sedangkan untuk kasus 3-D (sayap) kita harus memodelkan wake
(dengan sebuah vortex sheet) karena tanpa wake maka solusi dari aliran 3-D ini tidak akan menghasilkan lift.
Vortex sheet yang ditambahkan ini adalah permukaan
diskontinuitas karena menghasilkan diskontinuitas dari harga u2 sebesar, +
−
u2 − u2 =
dΓ dx2
Aerodinamika Inkompresibel 291
Namun, baik barrier maupun vortex sheet tidak menghasilkan diskontinuitas kecepatan di arah normal (barrier tidak menghasilkan diskontinuitas kecepatan di arah manapun sedangkan vortex sheet adalah diskontinuitas tangensial sehingga kecepatan diarah normal kontinyu) sehingga kondisi batas pada permukaan Sw adalah, ⎛ ∂φˆ + ⎞ ⎛ ∂φˆ − ⎞ ⎜ ⎟ =⎜ ⎟ ⎜ ∂n ⎟ ⎜ ∂n ⎟ ⎝ ⎠ Sw ⎝ ⎠ Sw
(p ) +
Sw
( )
= p−
(M ) +
atau
Sw
(
= M−
)
Sw
Sw
Kondisi tentang kesamaan tekanan di permukaan atas dan bawah Sw untuk kasus airfoil disebabkan oleh kontinuitas kecepatan di Sw yang, menurut persamaan Bernoulli, juga berarti kontinuitas tekanan. Sedangkan untuk kasus sayap, kontinuitas tekanan adalah kondisi batas yang harus dipenuhi oleh vortex sheet yang merupakan diskontinuitas tangensial (lihat bagian diskontinuitas dalam fluida). Dengan demikian maka,
∫ ( M φ )dS = ∫ ( M φ )dS + ∫ ( M φ )dS = ∫ ( M +
s
−
s
s
S+
Sw
S−
S+
+
)
− M − φs dS = 0
Sehingga hanya ada satu suku yang tersisa didalam integral permukaan Sw yang merupakan distribusi dari doublet dengan kekuatan µ. Dengan demikian maka, baik untuk kasus 2-D maupun 3-D, persamaan (MP.3.a) dapat dituliskan menjadi,
φˆ =
⎛
∫ ⎜⎝ M φ
Sa
φs =
{
−
s
+µ
∂ ⎞ φ s ⎟dS + ∂n ⎠
⎛
∂
∫ ⎜⎝ µ ∂ n φ
Sw
s
⎞ ⎟dS ⎠
1
( kasus 3 − D ), n = 4 ( untuk x yang berada di V ) atau n = 2 ( untuk x yan g berada di S t ) nπ r ln r ( kasus 2 − D ), n = 2 ( untuk x yang berada di S ) atau n =1 ( untuk x yang berada di S t ) − nπ
(PN)
⎛ ∂ φˆ ⎞ M S a ≡ ⎜⎜ ⎟⎟ = −U ∞ ⋅ nˆ ∂ n ⎝ ⎠ Sa Tujuan kita sekarang adalah mencari µ dengan mengevaluasi persamaan diatas dipermukaan Sb dimana µ=φ. Dalam Metoda panel, pencarian harga µ dilakukan secara numerik.
Aerodinamika Inkompresibel 292
7.5.2 Metoda panel untuk kasus 2-D (airfoil) Untuk kasus airfoil, Sw ditambahkan untuk memenuhi kondisi Kutta, yang harus diberikan agar kecepatan yang didapatkan mempunyai harga yang unik. Seperti yang telah dijelaskan di 7.1, kondisi Kutta dapat dinyatakan secara matematis sebagai,
γ trailing edge = 0 Namun, dari sub-bagian 6.1.3 diketahui bahwa hubungan antara kekuatan doublet dan vortex adalah, ⎛ ∂µ ⎞ =0 ⎟ ⎝ ∂x1 ⎠trailing edge
γ trailing edge = ⎜ sehingga
( µ )trailing edge = µU − µ L = µS
w
.
Dimana µU & µ L adalah kekuatan doublet di bagian atas (upper) dan bawah (lower) dari trailing edge. Sekarang bagaimana harga µ di permukaan Sw? Karena harga kecepatan di sepanjang Sw kontinyu maka dapat disimpulkan bahwa apabila sˆ adalah unit vektor diarah yang sejajar (paralel) dengan Sw, ⎛ ∂φ + ∂φ − ⎞ ∂ + ∂ − 0=⎜ φ −φ− = Γ ⎟= ∂s ⎠ ∂s ∂s ⎝ ∂s
(
)
Dengan demikian maka Γ adalah konstan sepanjang Sw sehingga, kons tan = Γ Sw = (φ + − φ − ) Sw = − µ Sw
Dengan kata lain, untuk kasus ini kekuatan doublet di Sw adalah konstan. Untuk mendapatkan harga µ, kita evaluasi (PN) di titik-titik di permukaan airfoil. Oleh karena itu maka permasalahan matematis yang harus diselesaikan untuk kasus airfoil adalah (dengan menggunakan (MP.3.a) dimana n = 1 karena potensial dievaluasi di permukaan), ∂ ⎛ ∂ ⎞ ln rdS −πφˆ( x) = ∫ ⎜ µ ln r − (U ∞ ⋅ nˆ ) ln r ⎟dS + ( µU − µ L ) ∫ ∂n ∂n ⎠ Sa ⎝ Sw
Aerodinamika Inkompresibel 293
Sekali lagi dalam kasus airfoil dS adalah integral sepanjang garis profil dari permukaanpermukaan.
Sekarang kita harus menyelesaikan integral diatas (mencari φ) secara
numerik. Untuk itu geometri airfoil di aproksimasikan dengan menggunakan Polygon sebanyak N seperti terlihat digambarkan dalam sketsa dibawah ini. Titik-titik didalam sketsa disebut “node” sedangkan garis yang menghubungkan 2 titik disebut “panel”. x2
N-1
U∞
4
α
3
N
2
Sw
x1
1
Selanjutnya terdapat beberapa metode untuk mendiskritisasikan persamaan integral diatas. Salah satu yang paling sederhana adalah mengasumsikan bahwa harga µ disetiap panel adalah konstan atau
µi = kons tan untuk setiap panel i Dengan demikian maka untuk kasus ini, N
−πµi = ∑ µ j j =1
N wake N ∂ ⎛ ∂ ⎞ ˆ r dS U n r dS µ µ − ⋅ + − ln ( ) ln ( ) ln rdS j ) j N 1 ∑ ⎜ ⎟ j ∑ ∫ ( ∞ ∫ ∫ n n ∂ ∂ ⎝ ⎠ j j N = 1 = + 1 S jbody S jbody Snwake
atau N
∑µj j =1
N wake N ∂ ⎛ ∂ ⎞ r dS πµ µ µ rdS + + − = ln ( ) ln ∑ j ∫ ⎜ ∂n ⎟⎠ j i N 1 j =∑N +1 S ∫ ∂n ∫ ( (U ∞ ⋅ nˆ ) ln r )dS j j = 1 S jbody ⎝ S nwake jbody
Dengan demikian maka terdapat N harga µi yang harus ditemukan untuk menyelesaikan permasalahan aliran disekitar airfoil tersebut. Persamaan integral diatas adalah pernyataan kondisi batas yang harus dipenuhi disetiap titik di permukaan benda. Untuk setiap titik dipermukaan benda harga r berbeda-beda. Dengan menuliskan persamaan integral diatas dititik tengah setiap panel, didapatkan N persamaan untuk N harga µi yang harus ditemukan. Ke N persamaan ini dapat dituliskan dengan menggunakan notasi matriks apabila kita definisikan,
Aerodinamika Inkompresibel 294
Aij ≡
∂ ⎛ ∂ ⎞ ln rij dS j ⎜ ln rij ⎟dS j + πδ ij + (δ jN − µ j1 ) ∫ ∂n ∂n ⎠ S jbody ⎝ Snwake
∫
N
Bi ≡ ∑
∫ ( (U
j =1 S j body
δ ij = {1,0,
∞
⋅ nˆ ) ln rij )dS j
i= j i≠ j
dimana rij adalah jarak antara titik tengah panel “i” dengan panel-panel lainnya. Dengan diperkenalkannya definisi-definisi tersebut, persamaan integral dapat dituliskan sebagai,
[ A]{µ} = {B} dimana matriks A dan vektor B mempunyai harga yang dapat dihitung dari geometri panel, sudut serang, dan besar kecepatan U∞. Untuk menghitung matriks A diperlukan bentuk dari Swake.
Namun, karena untuk kasus airfoil Swake adalah barrier, suatu
permukaan imaginer yang ditambahkan agar harga potensial kecepatan menjadi unik, maka kita dapat menganggap Swake adalah garis lurus yang menghubungkan permukaan airfoil dan S∞. Dengan demikian matriks A dapat dihitung dan kita dapat menggunakan metode aljabar linier (seperti metoda Gauss-Seidell) untuk mendapatkan harga dari vektor µ.
7.5.3 Metoda panel untuk kasus 3-D (Sayap) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam kasus sayap yang menghasilkan gaya angkat, kita perlu menambahkan Swake. Namun, berbeda dengan kasus airfoil, dimana Swake hanya menghasilkan diskontinuitas
potensial kecepatan, untuk kasus sayap
permukaan ini juga menghasilkan diskontinuitas kecepatan diarah panjang sayap (spanwise). Jadi untuk kasus sayap Swake adalah benar-benar permukaan dari wake yang dimodelkan sebagai sebuah vortex sheet.
Dengan demikian, sebelum kita
menyelesaikan permasalahan ini seara numerik kita perlu menspesifikasikan “kekuatan” dan “bentuk” dari vortex sheet tersebut. a)
Kekuatan Vortex sheet Seperti telah kita lihat sebelumnya, Swake adalah sebuah vortex sheet, yang merupakan model dari wake, yang terbentuk di trailing edge sayap. Ini berarti
Aerodinamika Inkompresibel 295
aliran harus lepas dari permukaan sayap ditrailing edge Namun, dari pembahasan di sub-bagian 7.1, kita ketahui bahwa ini adalah pernyataan kondisi Kutta. Oleh karena itu, maka cara yang paling sederhana untuk menspesifikasikan kekuatan vortex sheet adalah dengan memberikan “kondisi Kutta” pada trailing edge dari sayap tersebut sehingga,
( µ )wake = µtrailing edge = µU ( x2 ) − µ L ( x2 ) Namun, berbeda dengan kasus airfoil, kekuatan doublet di wake ini adalah fungsi dari x2. b)
Bentuk Vortex sheet Untuk kasus ini bentuk dari Swake (vortex sheet) sangat penting karena permukaan ini merepresentasikan wake, sesuatu yang memang ada dalam aliran yang sesungguhnya. Dari kondisi batas diketahui bahwa harga tekanan di permukaan vortex sheet adalah kontinyu, sehingga permukaan ini tidak dapat menghasilkan gaya angkat. Dari teorema Kutta-Joukowski ini berarti, +
−
0 = F − F = ( ρ u × Γeˆ)S = ρ u × γ dimana F+ dan F- adalah gaya di permukaan atas dan bawah Swake dan γ adalah kekuatan dari vortex sheet. Dari pembahasan di akhir BAB 5, kita ketahui bahwa distribusi vortex ekuivalen dengan distribusi doublet dengan kekuatan, Γ = − µ sehingga γ = −∇µ Oleh karena itu maka, 0 = u × γ = −u × ∇µ . Hubungan diatas menunjukkan bahwa axis dari vortex sheet tersebut harus sejajar dengan arah vektor kecepatan. Syarat ini agak sulit untuk diterapkan karena u baru dapat hitung apabila γ sudah ditentukan. Dalam praktik, biasanya vortex sheet dianggap “meninggalkan” trailing edge dengan sudut
δ trailing edge 2
. Bentuk
dari vortex sheet ini diketahui sangat mempengaruhi akurasi dari hasil perhitungan. Dengan dispesifikasikannya kekuatan dan bentuk dari vortex sheet, kita dapat mulai mendiskritisasi
persamaan
integral
dengan
menggunakan
panel-panel
seperti
Aerodinamika Inkompresibel 296
sebelumnya. Dengan menganggap bahwa kekuatan doublet adalah konstan pada setiap panel, seperti dalam kasus airfoil maka didapatkan (dengan menggunakan (MP.3.a) dimana n = 2 karena potensial dievaluasi di permukaan), N
−2πµi = ∑ µ j j =1
N 1⎞ ⎛ ∂ 1⎞ ⎛ dS − ⎜ ⎟ j ∑ ∫ ⎜ (U ∞ ⋅ nˆ ) ⎟dS j + ∫ r⎠ ∂n r ⎠ ⎝ j =1 S j S jbody ⎝ body
N wake
∑
j = N +1
µj
∫
Snwake
∂ 1 dS j ∂n r
atau N
∑µj j =1
⎛ ∂ 1⎞ ⎜ ⎟dS j + 2πµi + ∫ ∂n r ⎠ S jbody ⎝
N wake
∑
j = N +1
µj
∫
Snwake
N 1⎞ ∂ 1 ⎛ dS j = ∑ ∫ ⎜ (U ∞ ⋅ nˆ ) ⎟dS j r⎠ ∂n r ⎝ j =1 S j body
dimana sekarang dSj adalah permukaan panel j.
Seperti kasus airfoil, dengan
menuliskan persamaan integral diatas dititik tengah setiap panel, didapatkan N persamaan untuk N harga µi
yang harus ditemukan.
Seperti telah dijelaskan
sebelumnya kekuatan doublet di wake didapatkan dari“kondisi Kutta” untuk kasus ini,
( µ ) j ≥ N +1 = µtrailing edge = µU ( x2 ) − µ L ( x2 ) sehingga harga µwake adalah fungsi dari x2 dan tidak berubah diarah x1 (searah dengan panjang wake). Dengan kata lain, harga µwake dari panel-panel di vortex sheet yang berurutan diarah x1 adalah konstan. Harga konstanta in adalah sama dengan selisih harga µ di atas dan bawah dari kedua panel ditrailing edge yang sejajar (diarah x1) dengan panel-panel di vortex sheet tersebut. Ke N persamaan ini juga dapat dituliskan dalam bentuk matriks sehingga persamaan yang harus diselesaikan adalah,
[ A3d ]{µ} = {B} dimana B adalah vektor yang serupa dengan B untuk airfoil (namun, kali ini integrasi dS adalah integrasi area dan , tentunya, ln r diganti dengan 1/r) dan A3d matriks yang sejenis dengan matriks A untuk kasus airfoil. Jadi sekali lagi, persamaan matriks diatas dapat digunakan untuk mendapatkan harga kekuatan doublet disetiap panel.
Topik Lain Dalam Aliran Inkompresibel 297
BAB
8 Topik Lain Dalam Aliran inkompresibel
8.1
Konveksi Termal
Fluida dapat berada dalam keadaan setimbang (equilibrium) secara mekanik atau diam walaupun temperatur dari bagian-bagian fluida tersebut tidak homogen, apabila kondisi ini tidak terpenuhi, keadaan equilibrium tersebut menjadi tidak stabil dan terjadilah gerakan dalam fluida. Gerakan yang “mencampur-adukkan“ bagian-bagian fluida yang mempunyai perbedaan temperatur tersebut terus berlangsung hingga perbedaan temperatut tersebut hilang. Gerakan ini disebut gerakan convection atau konveksi.
8.1.1 Kondisi untuk equilibrium yang stabil Sebelum kita pelajari gerakan konveksi, kita lihat dulu kondisi yang harus dipenuhi agar terjadi kesetimbangan mekanik di dalam fluida yang mempunyai temperatur yang tidak homogen. Untuk itu, kita perhatikan sebuah fluida element di ketinggian x3 yang mempunyai massa jenis ρ ( p,s ) di mana p dan s adalah tekanan dan entropi di ketinggian tersebut. Kemudian kita pindahkan fluid element ini ke atas ketinggian x3+ξ di mana ξ adalah sangat kecil.
Untuk kondisi equilibrium yang stabil harus ada
Topik Lain Dalam Aliran Inkompresibel 298
kecenderungan
untuk mengembalikan fluid element ini ke posisinya semula. Apabila proses
perpindahan tersebut adalah isentropik, maka ρ (p’,s) di mana p’ adalah tekanan di ketinggian yang baru. Kondisi yang harus terpenuhi untuk kesetimbangan yang stabil adalah:
ρ ( p ', s ) − ρ ( p ', s ') > 0 atau fliud element yang dipindahkan tersebut lebih berat dari fluid element-fluid element lainnya yang berada di x3+ξ sehingga ada kecenderungan dari fluid element ini untuk kembali ke tempat semula. Karena ξ sangat kecil maka s′ dapat dituliskan dengan menggunakan expansi taylor, s' = s +
ds ⎛ ∂ρ ⎞ ds ξ dan ρ ( p ', s ') = ρ ( p' , s ) + ⎜ ⎟ ξ dx3 ⎝ ∂s ⎠ p dx3
sehingga kondisi untuk equilibrium yang stabil adalah ⎛ ∂ρ ⎞ ds ⎛ ∂ρ ⎞ ds −⎜ ξ > 0 atau ⎜ ⎟ <0. ⎟ ⎝ ∂s ⎠ p dx3 ⎝ ∂s ⎠ p dx3
Namun dari termodinamik, ⎛ ∂ρ ⎞ ⎛ ∂ρ ⎞ ⎛ ∂T ⎞ ⎛ ∂s ⎞ ⎜ ⎟ =⎜ ⎟ ⎜ ⎟ dan C p ≡ T ⎜ ⎟ ∂ s ∂ T ∂ s ⎝ ⎠p ⎝ ⎠p ⎝ ⎠p ⎝ ∂T ⎠ p
sehingga T Cp
⎛ ∂ρ ⎞ ds ⎛ ∂ρ ⎞ ds < 0 atau ⎜ <0 ⎜ ⎟ ⎟ ⎝ ∂T ⎠ p dx3 ⎝ ∂T ⎠ p dx3
karena T > 0 dan Cp > 0. Kebanyakan material mempunyai hubungan ρ dan T seperti
ρ~
⎛ ∂ρ ⎞ 1 sehingga ⎜ ⎟ < 0 . Dengan demikian maka kondisi kesetimbangan yang T ⎝ ∂T ⎠ p
stabil menjadi
ds > 0 atau entropi bertambah bersama ketinggian. dx3
Sekarang kita ingin lihat hubungan antara temperature T dan x3 untuk itu kita tuliskan ds sebagai, dx3
Topik Lain Dalam Aliran Inkompresibel 299
ds ⎛ ∂s ⎞ dT ⎛ ∂s ⎞ dp C p dT ⎛ ∂s ⎞ dp =⎜ +⎜ ⎟ = +⎜ ⎟ ⎟ dx3 ⎝ ∂T ⎠ p dx3 ⎝ ∂p ⎠T dx3 T dx3 ⎝ ∂p ⎠T dx3
Dengan hubungan ini maka kodisi equilibrium yang stabil menjadi, dT T ⎛ ∂ s ⎞ dp >− ⎜ ⎟ dx3 C p ⎝ ∂ p ⎠ T dx3
Namun, persaman x3-momentum untuk fluida yang diam adalah, 0 = −
dp − ρ g dan dx3
dari termodinamik (hubungan Maxwell), ⎛ ⎛ 1 ⎞⎞ ⎜ ∂⎜ ⎟ ⎟ ⎛ ∂s ⎞ ⎜ ⎝ ρ ⎠ ⎟ = ⎛ ∂v ⎞ di mana v ≡ 1 −⎜ ⎟ =⎜ ⎜ ⎟ ρ ∂T ⎟ ⎝ ∂T ⎠ p ⎝ ∂ρ ⎠T ⎜⎜ ⎟⎟ ⎝ ⎠p
Selain itu kita perkenalkan “coefficient of thermal expansion” (β), dimana β ≡
1 v
⎛ ∂v ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ∂T ⎠
= ρ P
⎛ ∂v ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ∂T ⎠
= − P
1
ρ
⎛ ∂ρ ⎞ . ⎜ ⎟ ⎝ ∂T ⎠ P
Dengan demikian maka kondisi untuk equilibrium yang stabildari fluida dengan temperature yang tidak homogen adalah, dT ⎛ − g β T ⎞ >⎜ ⎟ dx3 ⎝ Cp ⎠
8.1.2 Konveksi bebas (free convection)
Apabila kondisi
dT di atas tidak terpenuhi maka fluida akan mulai bergerak dan dx3
gerakan ini disebut free convection. Untuk mendapatkan persamaan yang menjelaskan gerakan fluida ini, kita misalkan tekanan (p) hanya berubah sedikit sehingga sehingga perubahan ρ yang disebabkan oleh perubahan p dapat diabaikan. Namun perubahan ρ yang disebabkan variasi T tidak dapat diabaikan karena inilah yang menyebabkan konveksi. Sekarang kita menyatakan T, ρ, p sebagai berikut:
Topik Lain Dalam Aliran Inkompresibel 300
T = T0 + T ' , p = p0 + p ' , ρ = ρ0 + ρ ' Di mana subscript “0” menyatakan harga equilibrium dan “ ′ “ adalah perubahan yang disebabkan oleh konveksi. Selain itu T′, ρ′, p′ memenuhi kondisi. T′ << T0, ρ′ << ρ0, p′ << p0 Tekanan p0 memenuhi persamaan momentum, ∇p0 = − ρ0 geˆ3 atau p0 = − ρ0 gx3 + konstan
(TC. 1)
dimana ρ′ adalah perubahan ρ yang disebabkan oleh T′ sehingga, ⎛ ∂ρ ⎞ ρ′ = ⎜ ⎟ T ′ = − ρ0β T ′ ⎝ ∂T ⎠ p
(TC.2).
0
Karena perubahan ρ yang disebabkan oleh perubahan p dapat diabaikan kita dapat gunakan persamaan-persamaan, untuk aliran inkompresible. Dengan demikian maka persamaaan momentum adalah
∂u 1 2 + u ⋅∇u = − ∇p + G + v∇ u ρ ∂t di mana G = − geˆ3 . Kemudian substitusikan p dan ρ, ∇p
ρ
=
∇ ( p0 + p ')
( ρ0 + ρ ')
×
( ρ0 − ρ ') ≈ ρ0∇p0 + ρ0∇p '− ( ∇p0 ) ρ ' ρ02 ( ρ0 − ρ ')
di mana perkalian antar “ ′ “ telah diabaikan alam suku terakhir. Dengan (TC.1) dan (TC.2) hubungan terakhir menjadi, ∇p
ρ
≅G+
1
ρ0
∇p '+ Gβ T ′ .
Dengan demikian maka persamaan momentum untuk kasus ini, du 1 = − ∇p '+ Gβ T ′ + v∇ 2 u , G = − geˆ3 dt ρ0 Untuk persamaan energi kita gunakan persamaan (i) di mana untuk kasus ini ⎛⎜ ∂ρ ⎞⎟ = 0 ⎝ ∂p ⎠T
dan Q = 0.
ρ CP
dT = k ∇ 2T + (τ ⋅∇ ) ⋅ u dt
Topik Lain Dalam Aliran Inkompresibel 301
(
)
Untuk kasus free convection yang dibahas di sini, dapat ditunjukan bahwa τ ⋅∇ ⋅ u jauh lebih kecil dibanding suku-suku lainnya.
Karena T0 adalah konstan maka
persamaan energi menjadi, dT ′ k . = χ∇ 2T ′ di mana χ ≡ dt ρC p
Persamaan energi ini dibutuhkan karena adanya T′ dalam persamaan momentum untuk kasus ini. Karena kasus ini dapat dianggap sebagai kasus aliran inkompresible maka persamaan kontinuitasnya adalah, ∇ ⋅u = 0 .
Dengan demikian maka sistem persamaan yang harus diselesaikan dalam persoalan konveksi bebas adalah: ∇ ⋅u = 0
du 1 = − ∇p '− β T ′geˆz + v∇ 2 u dt ρ0
(TC)
dT ′ k = χ ∇ 2T ′ , χ ≡ dt ρC p
Contoh-contoh aliran konveksi bebas terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan asap rokok yang selalu bergerak ke atas. Demikian juga asap di sekitar permukaan cangkir teh yang juga bergerak ke atas.
8.2
Gelombang Permukaan (surface waves)
Apabila kita lihat permukaan air, seperti permukaan danau atau kolam, hampir selalu terdapat gelombang-gelombang di permukaan. Gelombang2 ini disebabkan oleh gaya gravitasi dan gelombang-gelombang seperti inilah yang akan kita bahas di bab ini.
Topik Lain Dalam Aliran Inkompresibel 302
8.2.1 Gelombang di Fluida yang Dalam Apabila kita perhatikan gelombang-gelombang permukaan, maka dapat kita lihat bahwa biasanya kecepatan fluida sangat kecil. Sehingga dalam analisis di bawah ini kita akan abaikan suku u ⋅∇u dalam persamaan momentum. Syarat yang harus dipenuhi untuk penggunaan asumsi ini adalah sebagai berikut. Karakteristik waktu dalam kasus ini adalah T (periode dari osilasi). Sedangkan karakteristik jarak adalah λ . Apabila A adalah amplitudo dari gelombang, maka kecepatan karakteristik adalah A . Dalam T asumsi ini kita anggap u ⋅∇u <<
∂u sehingga ∂t 2
1 ⎛ A⎞ A ⎜ ⎟ << 2 atau A << λ λ ⎝T ⎠ T Dengan kata lain asumsi di atas dapat digunakan dalam kasus di mana amplitudo dari gelombang jauh lebih kecil dibandingkan panjang gelombangnya. Dengan asumsi ini, maka persamaan momentum menjadi ⎛ p⎞ ∂ u = −∇ ⎜ ⎟ ∂t ⎝ρ⎠ di mana telah kita tuliskan persamaan untuk aliran inviscid inkompresible, asumsiasumsi yang tentunya dapat digunakan di sini.
Sekarang kita ambil ∇ × (
)
dari
persamaan di atas. ∂ ∂ ∇ × u = ω = 0 sehingga ω = konstan ∂t ∂t Namun, “time average” dari kecepatan untuk sesuatu yg berosilasi adalah nol. Dengan demikian maka:
ω = ∇×u = 0 Sehingga aliran dapat dianggap sebagai aliran potensial. Kita ketahui bahwa persamaan-persamaan untuk aliran potensial (incompressible) adalah: ∇ 2φ = 0 p + ρ gx3 +
∂φ ∇φ ⋅∇φ + = konstan 2 ∂t
(GW.1)
Topik Lain Dalam Aliran Inkompresibel 303
Karena u = ∇φ sangat kecil maka, p + ρ gx3 + ρ
∂φ = konstan = 0 ∂t
(persamaan Bernoulli)
= x3
Apabila kita evaluasi persamaan Bernoulli di permukaan fluida, maka ⎛ ∂φ ⎞ =0 po + ρ gη + ρ ⎜ ⎟ ⎝ ∂t ⎠ x3 =η Permukaan
fluida
dapat
direpresentasikan
x3 = η ( x1 , x2 , t ) atau x3 − η = 0 .
(GW.2)
dengan
menggunakan
persamaan
Sekarang kita lihat gerakan permukaan dengan
mengambil turunan waktu, d ∂ ( x3 − η ) = 0 atau ( x3 − η ) + u ⋅∇ ( x3 − η ) = 0 . dt ∂t Karena x3 adalah koordinat yang bukan fungsi t, x1, x2, maka, − Karena u,
∂η ∂η ∂η ∂η ∂η ∂η ∂φ −u −v + w = 0 atau w = +u +v = ∂t ∂x1 ∂x2 ∂t ∂x1 ∂x2 ∂x3
∂η ∂η , , dan v sangat kecil, maka persamaan di atas menjadi ∂x1 ∂x2 ⎛ ∂φ ⎞ ∂η ≈ ⎜ ⎟ ⎝ ∂x3 ⎠ x3 =η ∂t
(GW3)
Apabila kita ambil turunan parsial t dari (GW.2) maka, ⎛ ∂φ ⎞ 1 ⎛ ∂ 2φ ⎞ ∂η =− ⎜ 2 ⎟ = ⎜ ⎟ g ⎝ ∂t ⎠ x =η ( GW .3) ⎝ ∂x3 ⎠ x =η ∂t 3
Karena η sangat kecil, maka η =
3
lim x3 = 0 sehingga x3 → 0
⎛ ∂φ 1 ∂ 2φ ⎞ + =0 ⎜ 2 ⎟ ⎝ ∂x3 g ∂t ⎠ x3 =0
(GW4)
Topik Lain Dalam Aliran Inkompresibel 304
Jadi persamaan yang harus diselesaikan untuk kasus ini adalah (GW.1) dengan kondisi batas (GW.4). Untuk kasus fluida yang sangat dalam, ada satu lagi kondisi batas yang harus dipenuhi yaitu,
φ ( x3 → −∞ ) → 0. Karena kasus ini adalah kasus gelombang, maka φ haruslah berbentuk :
φ = f ( x3 ) cos ( kx1 − ωt ) Untuk gelombang yang merambat di arah x1 dan seragam di arah x2. Apabila kita substitusikan ke dalam persamaan (GW.1) hasilnya ∂2 f − k2 f = 0 2 ∂x3 dan solusi persamaan ini adalah: f = Ae kx3 + Be − kx3 = Ae kx3 karena φ ( x3 → −∞ ) = 0 Jadi solusi untuk kasus ini adalah φ = Ae kx3 cos ( kx1 − ωt ) .
Sekarang kita masukkan solusi ini ke dalam (GW.4) kita dapatkan
ω = ± kg
(GW)
Ini adalah “dispersion relation” untuk gelombang ini. Dengan (GW), kita dapat hitung kecepatan dari rambatan gelombang ini (group velocity, Cg) Cg ≡
∂ω 1 =± ∂k 2
g k
Jadi gelombang merambat lebih cepat di daerah di mana λ =
2π tinggi. k
8.2.2 Gelombang di Fluida yang Dangkal Sekarang kita akan pelajari rambatan gelombang di permukaan yang dangkal. Dalam pembahasan di sini diasumsikan bahwa ketinggian permukaan adalah fungsi dari x1
Topik Lain Dalam Aliran Inkompresibel 305
z = x3 x = x1
Untuk mendapatkan persamaan kontinuitas untuk kasus ini, kita perhatikan sketsa di kanan atas. Mass flux yang keluar masuk volume atur adalah: 1. sisi kiri; Ketinggian adalah (h + η ) sehingga massa flux adalah ρu (h + η ) 2. sisi kanan; Untuk sisi ini kita dapat gunakan expansi Taylor sehingga mass fluxnya adalah ρ u ( h + η ) +
∂ ( ρ u ( h + η ) ) ∆x1 ∂x1
3. sisi atas; Untuk sisi ini kecepatan permukaan yang juga kecepatan fluida di permukaan adalah
∂η ∂η sehingga, mass fluxnya adalah ρ ∆x1 ∂t ∂t
Karena aliran adalah aliran inkompresible, maka
∑ mass flux masuk − ∑ mass flux keluar = 0 Dengan demikian maka,
ρ u ( h + η ) − {ρ u ( h + η ) +
∂ ∂η ∆x1 ρ u ( h + η ) ) ∆x1 + ρ ( ∂x1 ∂t
}=0
Karena u dan η sangat kecil, maka uη ≈ 0. Dengan demikian persamaan kontinuitas menjadi (ρ dan h adalah konstan), ∂η ∂ +h u=0 ∂t ∂x1
(GW.5)
Sekarang kita lihat persamaan x1 dan x3 momentum. Karena dalam kasus ini u dianggap memenuhi kriteria u >> v dan u >> w maka persamaan x1 dan x3 momentum menjadi, ∂u 1 ∂p 1 ∂p =− dan = −g ρ ∂x1 ρ ∂x3 ∂t
Topik Lain Dalam Aliran Inkompresibel 306
Dalam persamaan di atas u
∂u juga diabaikan seperti biasa. Persamaan x3-momentum ∂x1
dapat diintegrasikan sehingga, p = p0 + ρ g (η − x3 )
Di mana p0 adalah p di permukaan. Apabila kita substitusikan hasil ini ke dalam persamaan x1-momentum maka karena η = η ( x1 , t ) ∂u ∂η = −g ∂t ∂x1 Sekarang kita gabungkan (GW.5) dan (GW.6) dengan mengambil
(GW.6) ∂ ∂ (GW.5) dan ∂t ∂x1
(GW.6) hasilnya adalah, ∂ 2η ∂ 2η − gh 2 = 0 ∂t 2 ∂x1
Persamaan di atas adalah persamaan gelombang. Seperti persamaan acoustic,
gh
∂2 adalah kecepatan dari hambatan gelombang tersebut (koefisien di depan adalah 2 ∂x1 kecepatan gelombang kuadrat).
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa
dalam fluida yang dangkal gelombang merambat dengan kecepatan, C g = gh = C Karena Cg adalah konstan maka tidak ada dispersi/ penyebaran gelombang dalam kasus ini.