vol, vI No.02,2006Januari, hal 47-62
Bagi Hasil Pajak PertambahanNilai: SebuahAlternatif PenguatanKeuanganDaerah di Era Desentralisasi Robert A. Simanjuntak'
ABSTRAK Sistemkeudnganpublik di Ind.onesiasqmpai saat ini masih diwamai oleh ketimpangan h bungan antara Pusat d.enganDaerah, Sebagian besar sumber-sumberkeuanganyang potensial berada dalam kewenangan Pusat, sementarT padc umumnya Daerah hanya menguasai sumber-sumber penerimaan smdiri yang kurang memad.ai relatif dibandingkan ,besar pengeluarannya. Konsekuensinya adalah Daerah mettjcdi a.mat beryanhangkepadatransfer d.ariPusat, Kerergantungantersebut terqsa ironis ketika negeri ini melakukanpenatsan ulang sistem penyelenggaraan pemerintahannya, dari sistem yang tersentralisasi menjadi sistem d.engqnotonomi doerah yang luas, Sejak implemenlasipelaksanaan otonomi daerah pada tahun 2001, Daerah (lerutama: Kabupaten/Kota) memiliki kewenangan politik dan administratif yang jauh lebih luas dibandingkan era sebelumnya. Namun, secara keuangan,tingkat ketergantungannyasecara umummenjadi lebih besar, Up6yq pet guata sutxber peneimaan daerah vndiri yang telah dicoba selamq ini lebih terfokus kepada identiJikasi sumber-sumberpmerimaan (pajak-pajak) daerah yang baru, dan kurang menyenluh sumber-sumber i)ang potensial (pajak Pusat). Kemungkinan pehgalihan pajak Pusat menjadi pajak Daerah (seperti misalnya PBB), atau bagi hasil dari pajak-pajak Pusat yang potensiql (selain PPh orang pribadi), masih diqnggqp terb.lu jauh. Akibatnya, upaya tersebut kurang berhasil karena hanya berkutat pada wilayah yang memang sudah sempit atau kurang potensinla. Malah yang terjadi banyak dnerah berupayct keras mencari sumber-sutber pajak (pwgutan) baru tanpa memikirkan dampaknya kcpada ekonomi biaya tinggi, serta efeknya ),ang dktortif terhadap perekonomian. Mqkalah ini uembahas altematif yang ssat ini mungkin masih kantroversial, yokni: bqgi hasil PPN kepada Daerah. Ditunjuk*an di sini bahwa denganmendapatbagian dari PPN, Daerah akan terpqca uhluk membantu menciptalan iklin yang kondusif bagi peftumbuhan ekonomi. Ditunjukknn pula, bahwa sangat terbuka kemungkinanbaik Pusat maupunDaerah akan memperolehmanfaat dai pmerapan sistem bagi hasil ini. Kats Kuncl: Bagi Hasil, Desentralisasi Fiskal,PPN,PAD, DanaPerimbangan, PPDS. Klasifikasi JEL: H2l, H7 I, H72, H73
'Ketua
Departeman IlmuEkonomi,Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia, Penulissangat berterimakasih kepada SdrNu*holis,SEyangtelahbekeda keras rnengolah datauntuktulisan ini.
RobertA. SirEnjuntak
I. PENDAHULUAN Makalah ini bermaksudmembahassistem keuanganNegara dan Daerah di Indonesia dan mencari cam untuk mobilisasi sumberdanayang memadaibagi Daerahtanpa mengganggu k€pentingan malco fiskal Pernerintah Pusat. Prinsip dasar yang dianut adalah bahwa pertumbuhanekonomi (yang tinggi) akan membuka peluang seluasnyabagi Daerah untuk dapat meningkatkan penerimaannya. Dengan dernikian Daerah diharapkan akan lebih memerhatikan (dan bekela keras untuk) pertumbuhan ekonomi daerahnya,tidak seperti kecenderungandewasaini yang sangatmengandalkanbantuantransfer dari Pernerintah. Sistem hubungan keuanganPemerintah dan Daerah di Indonesia saat ini memang masih jauh dari harapan di atas. Ada beberapafaktor yang menjadi penyebab.Dua di antamnya yang sangat berkaitan disoroti di sir.i, Pertama, sepedi tersebut di atas, Pernedntah Daerah, terutama Kabupaten/Kota, sangat bergantung pada aliran dana dari Pemerintah Pusat. Kedua, PendapatanAsli Daerah (PAD), yang diantaranya berasal dari pajak hotel dan pajak restoran, perannya terhadap keseluruhan anggaran Daerah relatif tidak signifikan. Apalagi pada pemerintah Kabupaten/Kota.Yang menjadi persoalanadalahpajak-pajak ini diberlakukan sebagai tradeof Pajak PertambahanNilai @PN), di mana mereka yang sudah dipungut akan dikecualikan dari PPN. PadahalPPN merupakan salah satu sumber penerimaanteryenting di Indonesia, dan sudah dikenal secaraglobal sebagaipajak yang efisien bila dipungut dan dikelola oleh Pemerintah Pusat. Kondisi ini menyebabkan hilangnya peluang Pusat untuk mengumpulkan pendapatandaxi sumber-sumbertersebut. Sehinggapertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah pendapatanyang diperoleh Daerah dari pajak hot€l dan restoran bisa menyamaipendapatanyang dapat dikumpulkan secaraefisien oleh Pusatseandainyaobyek-obyek tersebutdipungut PPN? Selama ini upaya yang dilakukan untuk memperbaiki pendapatan Daerah lebih fokus kepada menambahjenis-jenis pajak yang boleh dipungut. Persoalannyaadalah berbagai jenis pajak ynng potensial sudah menjadi pajak Pusat. Sehinggapenambahanjenis pajak Daemh untuk peningkatan kapasitas fiskal Pemerintah Daerah tersebut malah bisa mendistorsi keuangan negara dan perekonomian secara keseluruhan. OIeh karena itu, pemikiran yang cermat mesti dilakukan untuk mencari jenis-jenis pajak yang dapat diterapkan untuk mernperkuatkapasitasfiskal Daerah. Makalah ini tidak akan membahas hal itu, tetapi menyoroti pentingnya sinkonisasi perpajakan Pernerintah Pusat dengan Daerah. Altematif yang diajukan untuk memperkuat penerimaanDaerah di sini adalah bagi hasil antara Pusat dan Daerah atas PPN. Sebagai pajak Pusat, penerimaan PPN sepenuhnlr digunakan oleh Pusat setelah beberapabagian dari potensinya tergerus oleh pajak-pajak Daerah te$ebut di atas. Pemikiran yang mendasari usulan di sini adalah bahwa sernua potensi PPN ticlak boteh didistorsi, sehingga pajak-pajak seperti pajak hotel, pajak restoran, dan pajak peneranganjalan dihapus. Harapannya,peningkatan penerimaanPPN akan lebih besar dibandingkan hilangnya penerimaanDaerah akibat penghapusanpajakpajaktersebut. Makalah ini mencobamenunjukkanbahwa peningkatanpenerimaanDaerah dari bagi hasil tidak sekadarmenutupi merosotnyaPAD, Perubahanyang akan te{adi bukanlah sekadar zero-sumgame urtara Pusat denganDaerah.Akan ditunjukkan bahwa manfaat yang lebih besarbisa diperoleh baik oleh Pusatmaupun Daerah,karena berlangsungnyaadministrasi p€rpajakan yang lebih baik dan efisien. Lebih lanjut, pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena upaya oleh Pusatdan Daerah akan Iebih meningkatkanpenerimaanPpN, sehingga manfaat yang akan diperoleh baik oleh Pusatdan Daerahpun menjadi lebih besar.
Nilai: B{gi Hasil PajakPertarnbahan SebuahAltematifPenguatanKeuanganDaerahdi Br. Desenhalisaii
49
Bagian berikut ini menjelaskan kondisi fiskal Pomerintah Daerah di Indonesia, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, Sesudahitu dilakukan pembahasanmengenai upaya yang telah dilakukan selama ini untuk memperkuat kapasitas fiskal Daerah. Pada intinya yang dicoba dihrnjukkan dalam bagian ini adalah kesulitan dalam mengidentifikasi pajakpajak baru yang potensial untuk memperkuat PAD. Selanjuxnya adalah bagian pembahasansimulasi dan hasil analisisnyadari usulan di atas. Bagian terakhir merupakan kesinpuln yang merupakaninfisari makalah ini.
II. KONDISI FISKAL PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA Sistem sentralisasi yang berlangsung cukup lama di Indonesia, telah memuncullkan beberapaisu serius pada sistem pengelolaankeuangandaerah.Sistem keuanganyang baik seharusnya efisien, akuntabel, dan stabil dengan sumber penerimaan yang memadai. Dalam periode l990an, PAD Provinsi secara umum berkontribusi kurang dari 35% dari total anggaranProvinsi. Untuk Kabupaten/Kota, rasio PAD terhadap total anggaranjauh lebih kecil, bahkancenderungtidak signifikan, pkni hanya sekitar 6P/osampai8To. Pelaksanaandesentralisasisejak 2001 memberikan harapan pada peningkatan perbaikan penerimaan daerah dan juga implementasi adminishasi dan manajemen politik regional Yangefektif. Bagian ini menjelaskankondisi dari penerimaanPemerintah Daerah di Indonesia dengan menunjukkan hubungannyadengan anggarannasional. Tabel I memperlihatkan realisasi dari masing-masing anggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan panggabunganantarakeduanya(anggarankonsolidasi) untuk Tahun Anggaran (TA) 2003. Jumlah pengeluaranPemerintah Pusat untuk tahun 2003 adalah sebesarRp 378,8 triliun atau l8,5yo dari Produk Domestik Brota. (PDB), dan jumlah pengeluarcn Pemerintah Daerah adalah Rp 153,26 triliun (7,5 % dari PDB). Penerimaanpajak (gabungan PemerintahanPusat dan Pemerintah Daerah) adalah sekitar 12,9% dari PDB. Percentase yang sudahmaju sepertilep g (22.8%), ini jauh lebih kecil jika dibandingnegara-negara Amerika Serikat(26.1yo),lerman(29.8yo),dan lnggris(38.2%)padatahun 1998. Dari anggaran konsolidesi antara Pusat dan Daerah dapat dilihat bahwa besamya penerimaan pajak daerah terhadap total penerimaan daerah hanya sekitar 6,9%. Porsi penerimaan ini tentu tidak signifikan, sehingga perlu ditopang oleh transfer dari Pusat dalam bentuk Bagi Hasil (BH) yang mencapai 19Yodan Dana Alokasi umum @AU) yang mercapai 55% dal' keseluruhanpenerimaandaerah. Secara keseluruhan, hal ini menunjukkan bahwa implernentasi kebijakan desentralisasi sejak I Januari 2001 tidak merubah struktur PemerintahDaerah secarasignifikan. Artinya besamya keterganhmgan keuangan Daerah terhadap Pusat terus berlangsung, bahkan sernakindalam.
50
RohA. sirnaniuntak T.bel l. RealisasiAnggaranPemcrintah DaerahTahun2003 PusatdanPemerintah Pf,MERINTAJI
PUSAT
Pajak Bukrn Pajrk Hibah
24t.60 99.10 0.50
Pemerintah Pusat Rutin PembanSunan UntukDaerah DanaPerimbrngan DanaBdgiHsril (DBt{) DanaAlokasiUmum(DAU) DanaAlokasiKhusus(DAK) DahaOtonomiKhu$s dan Penyeimbang
Total
341.20
Pembiayaan - Doinestik (PeIbankan) CNonPerbankan) - LuarNegeri(PinjamanBrulo) 1o!l Pembia)aan
2245 0 Q2.45) 29.25 51.?0
258.10 090.30) (67.70] t20.70
(r rr.50) (3r.80) (76.90) (2.',t0)
(e.30) 3?8.80 37.60
Pcrnba)"ranCieilanPokokUbog TotalPembiayaan
t4.10 51.?0
PEMERIT{TAII PAD
22.44
UntukDaerah DanaPerimbangan DanaBagiHasil(DBH) DanaAlokasiUmum(DAU) DanaAlokasiKhusus(DAK) DanaOtsusdanPen)€imbang
120.70 (l l L50) (31.80) (76.90) (2.70) (e.30)
Pinjaman fainlain Penerimaan ranggah
0.35 I1.93 155.46
Pengelumn Da€rah - Pegawai - Bukan Pegawri - PernbangunaMnvesEsi
153.26 (s9.24) (40.03) (53.99)
PengeluannPemgrintahPusat
258-10
PengefuannPemerinDahDaerah
153.26
Total
4l1.36 35.,10
Pembayaran CicilanPokokUbng AkuisisiAset Toul Pembiayran
14.10 2.20 51.70
TotalPembiayaan ANGCARAN KONSOLIDASI Pajak - Pusal - DaerEh Lainn)€(BukanPajak,dll) - Pusat - Daerah(PinjamandanLLPS) Total
264.08 Q4t.60) Q2.4E\
99.60 12.28 375.96
Delisit Pembiayaan - Domestik 22.45 - LuarNegeri(PinjamanBruto) 2925 SurplusDaerah 2.20 51.70 -Tolal Pe4biayaan Sumber: Departenen Keuangan,2004
5l
Nilai: BagiHasilPajakPertambahan Daer'ah n Keuangan di EraDesentlali6asi AltematifPenguat Sebuah
Selanjutnp akan dijelaskan kondisi fiskal Daerah dari sumber-sumber penerimaan Penrerintah Daeruh dengm memjsahkan antarc anggaran Pemerintah Provinsi dan PemerintahKabupaten/Kota. Pemerintah ProvinsidanKabupaten/Kota Tahun2003 Tabel 2. Stnktur Penerimaan Struktur Penerlmarn
K!bupaa€n/Kota
PendapatanAsli Daera! (PAD)
36.40/r
69%
Bagi Hasil Pajak (BHP)
13.6%
9.Oo/o
1.9%
8.30/o
- Pajak Bumi dan Bangunan - Be3 Peralihan Hak alas Tanah drn fungunan - Pajak P€nghasilan Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP) (Sumber DaF Alam) Dana Alokasi Urnum (DAU)
20.4%
612%
Penerinaan Total (o/o)
100.0%
100.0plo
PenerimaanTot.l Ep. Triliun)
42.90
[2.56
Tabel 2 menunjukkan struktur dan komposisi penerimaan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupat€n/Kota di Indonesia untuk tahun 2003. Nilai penerimaan total Pemerintah Kabupaten/Kota adalah sebesar Rp 112,5 triliun atau sekitar 72% dari keseluruhan penerimaan daerah. Penerimaantotal Pemerintah Kabupaten/Kot! tersebut adalah lebih dari dua setengahkali lipat besamya penerimaan total Pemerintah Provinsi, Komposisi penerimaan Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai beberapa karakteristik, diantaranya: .
Pertama, sebagaimana telah disinggung di bagian pendahuluan, porsi penerimaanpajak dan retribusi (PAD) Pemerintah Kabupaten/Kota sangatkecil. PersentasePAD Pemerintah Provinsi terhadap pen€rimaantotal Provinsi adalah sekitar 36,4%, sedangkanpenentase PAD Pemerintah Kabupat€n/Kotaterhadap penerimaantotal Kabupaten/Kotahanya sebesar6,9%,
o
Kedua, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memperoleh penerimaandari Bagi Hasil Pajak (BHP) dan Bukan Pajak (BHBP). Penerimaan BHBP menyebabkanpembagianpenerimaanuntuk kedua pemerintahantersebut besar, dimana persentaset'" terhadap panerimaan total adalah sebesar 7,9% untuk Pemerintah Provinsi dan 8,3% untuk Pemerintah Kabupaten/Kota. Diantara sumber penerimaan dari BHP, bagi hasil dari pajak penghasilan peneorangan (PPh) merupakan yang terbesar untuk Pemerintah Provinsi dan bagi hasil dari Pajak Bumi dan Bangunan(PBB) merupakanyang terbesaruntuk PemerintahKabupaten/Kota.
.
Ketiga, ketergantungan pada aliran DAU dalam penerimaan total Pemerintah Kabupaten,4(otajauh lebih besar dibandingkan PemerintahProvinsi. Porsi DAU tahun 2003 dalam penerimaantotal Pemerintah Kabupaten/Kota adalah sebesar 61,2%, sedangkan DAU mencakup 20,4Yo dari keseluruhan penerimaan PemerintahProvinsi.
RobertA. Sinaniuntrak Trbel3. KonposisiPenerirnanPajakDaemhSendiri(PPDS)PcmcrintahProvinsidan KabqDater/KobTahun2003 Kompo3klPererlmarr Prirk Itronh - PajakyEngBeriubungian dg K€ndanrnBermotor
6tzto/.
KabuDrt4n/Kotr 16ztvo
45-tV/. 4.10%
- PsjakHoteldanRestoran . P.jak PenerrngEn Jaltn
8.18%
- PajakCalianGolonganC
1.tg/.
- Pal:akPengambilan Air danPemanfratan
o.o't%
- PajakHiburan
0.44% 0,130/o
- PajakReklame - Pajaklain,Tunggkan,DendaPajak,danlein-lain
t6.\%
t.5t/.
Retribu$iDrer.h
3.90%
1s360/.
B.gi Htsil Prlak - PajakBumidanBangunrn
21.24./.
s6.s90/"
8.75%
35.99y6
- B€aPerolehan HakatasTanahdanBangunrn - PajakPenghasilan
3.99%
9.030/.
14.50%
tt 57%
Ldinnya
7.65%
TOTAL
100.00%
ll84V. 100.00%
Analisa selanjutnya adalah untuk memahami k€mampuan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam memobilisasi penerimaan, dalam bentuk yang pada tulisan ini disebut penerimaanpajak daerahsendiri (PPDS). PPDS terdiri dari pajak daerah,retribusi daerah, dan penerimaan dari bagi hasil pajak (BHP). Tabel 3 menunjukkan komposisi PPDS dalam PemerintahProvinsi dan PemerintahKabupaten/Kota. .
Perlamo, seperti yang dapat dilihat dalam Tabel 2 sebelurm),a,persentasepajak daerah Pemerintah Provinsi lebih besar dibandingkan P€merintah Kabupaten/Kola. Untuk Pemerintah Provinsi sebesar61,21%, sedangkanuntuk P€m€rintah Kabupaten/Kota adalah sebesar16,21%. Sumber penerimaan pajak yang utama bagi Pemerintah Provinsi adalah pajak yang berhubungan dengan kendaraanbermotor yakni: pajak kendaraanbermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).' Sumber penerimaan pajak utama bagi Pemerintah Kabupaten/Kota adalah pajak hotel dan rcstoran dan pajak peneranganjalan. Penerimaandari kedua pajak tersebutlebih dari 12% dari total penerimaanpajak PemerintahKabupaten/Kota.
.
Kedus,terdapat perbedaanyang sangaikontras dalan persentaseretribusi daerah teftadap total PPDS antaa Pemerintah r Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.Persentaseuntuk PemerintahProvinsi adalah3,90%, sedangkan untuk PemerintahKabupaten/Kotaadalahsebesar15,367o.
t
Ketiga, dalam penerimaan Pemerintah Provinsi, persentasepajak penghasilan (PPh) terhadap PPDS (1450lo) merupakan yang tertinggi diantara penerimaanpenerimaan bagi hasil pajak (BHP) lainnya. Sedangkan dalam penerimaan Pemerintah Kabupaten/Kob, persentasebagi hasil pajak bumi dan bangunan
' Untuk DKI Jakarta,pajak pajak Kabupaten/Kota juga dipungutol€h Penda Prcvinsi.
Nilai: Bagi Hasil PajakPertambahan SebuahAltematif PenguatanKeuargrn Daerahdi Era D€sentlalisasi
(PBB) terhadap terhadap PPDS total (35,99%), merupakan yang tertinggi diantarapenerimaan-penerimaanbagi hasil pajak (BHP) lainnya. .
Keempat,besrlya penerimaanPanerintah Kabupaten/Kotadari bagi hasil pajak (BHP) sebagaipersentasedari toal PPDS adalah scb€sar56,59%. Nilai ini jauh lebih besar dad penerimaanpajak daerah Pernerintah Kabupaten,t(ota, Bahkan jika yang dibandingkan dengan keseluruhan penerimaan pajak Kabupaten/Kota hanlalah bagian Kabupaten/Kota dari PBB, maka bagi hasil PBB ini lebih dari dua kali lipatnya.
terhadap Tahun2003 (SebagaiPenentase Kabupater/Kota Trbel 4. KomposisiFiskalPemerintah TotalSetiapKelompok*) Peneritnaan KelompokPendap.rrrCZ)
KomposklFitkal Prjrk Drersh - PajakHot€ldanRestoran
4,4
4.8
2.6
2.5
1.6
1.5
0.6
0.4
0.6
- PajakPenerangan Jalan
1.8
2,5
t.2
1.6
1.3
2_6
3.6
Retribuil Drerah Brgl Hrsil Prjrk
t2.9
Brgl Hrsll Bukllt Prilk (SDA)
29.0
14.0
8.5
10.2
1.8 0.3 t.0 2.4 6.8
4.7
1.9
0.2 t7
7.1 2.5
0.2 0.8 2.1 6.0 1.4
17
1.0
0.0
0.1
0.8
0.5
2.4
1.7 5.5
1.6
desildibuat 2004 Keuangan, Sumber:HasilPerhitungarPenulisdari DataDepartemen Keragaman penerimaan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat dilihat l€bih jauh dengan mengelompokkan Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan tingkat pendapatan dan berdasarkanwilayah. Pada langkah a#al dilakukan analisis desil yang didasarkan pada tingkat p€ndapatanper kapita (PDRB (Harga Berlaku) per Penduduk), dan mernpelajari keragamau penerimaan di antan kelompok pendapatan yang berbeda. Klasifikasi Kabupaten/Kota dibuat ke dalam sepuluh kelompok (masing-masing kelompok memiliki 32 atau 33 Kabupaten/Kota)menurut tingkat pendapatanper-kaPita dengan desil pertama (Kl) menjadi kelompok p€ndapatanyang xertinggi, desil kedua (K2) merupakankelompok tertinggi kedua, dan seterusnya sampai pada desil kesepuluh (Kl0) yang merupakan kelompok pardapatanterendah. Kemudian komposisi penerimaanuntuk setiap kelompok dari sepuluh kelompok dihitung. Untuk melihat keragamanpenerimaandaerahdiantara kelompok yang berbeda,dilakukan dengan membandingkan persentaseempat komponen penerimaan dalam PPDS, Fitu pajak daerah,retribusi daerah,bagi hasil pajak (BHP), dan bagi hasil bukan pajak (sumber daya alam (BHSDA) terhadaptotal PPDS masing-masingkelompok. Keempat komponen tenebut juga dibandingkandenganporsi DAU terhadaptotal PPDS di masing-masing kelompok. Pajak daerahyang dilihat di sini hanya bebompa yang paling signifikan yalcni: pajak hotel, pajak restoran, dan pajak peneranganjalan. Hasil pengelompokanpendapatan ini terlihatdalamTabel4. .
Pertama, meski jumlahnya dalam PPDS relatif kecil, dapat dilihar bahwa kelompok Pemerintah Kabupaten/Kota yang berpendapatan tinggi cendorung memiliki penerimaan dari pajak daerah dengan po$i )mg lebih besar. Pada k€lompok pendapatantertinggi, sebesar4.4% dari PPDS nya berasal dari pajak
1.5
RobertA. Simanjuntak
54
daerah. Sernentarauntuk kelompok pendapatan terendah, pajak daerah hanya berkontribusi sekitar l% dari total PPDS. Kedua, peneimaan pajak hotel dan pajak restoran umumya cenderung lebih tinggi pada kelompok berpendapatan tinggi. Sedangkan disparitas diantara kelompok tidak begitu b€sarmenyangkutperolehanpajak peneranganj alan. Ketigd,ridak adape$edaan yang mencolok dalam perolehanretribusi daerah. Keempat, kelorrryok yang berpendapatantinggi cenderungmernperolehp€rsentase bagi hasil pajak (BHP) yang lebih besat. Kelima, perolehu penerimaan dari sumber-sumber non-pajak tidak berkaitan dengankelompok tingkat pendapatan. Trbel 5. KomposisiFiskalPemerirtahKabupater/Kota Tahun2003 (SebagaiPercentas€ terhadap Penerimaan TotalSetiapKelorpokr) Kelompokwlhyrh (9/o) Kompostsl flskel
Sumaf.r Jxwr
Erlt
Xrtinult&!
Sul.wed Tel#'r. 11 1.3 03 03 08 03 2.1 1.6 6'2 52 07 2.1 75.0 74.0
35 7;l 12 2.2 P.JrkDrerrh 08 57 0'2 05 - Pajak HoteldanRestoran l'2 2'0 06 - Pajak 08 P€nemngan Jalan 1.8 3.7 1.3 2.9 Retrtbusi Dser&h 91 97 88 94 B r gH i r s lPl r i a k 140 09 0.0 28,7 B.glHalllBukrnPrj{k 54,4 66.4 43.0 57.0 D.nr Arokrst umum *) Kelompokdibuatberdasarkan pulaubesar Sumber:HasilPerhitungmPenulisdari DataDepan:menKeuangan, 2004
Mrluku
Pspur
0.5 01 02 0.9 51 1.9 ?2.8
0.8 0'3 0l 0,6 106 5.9 ?29
Selanjutnya,dilakukan p€ngelompokanKabupaten4(ota ke dalam delapanwila;ah untuk melihat keberagamanpenerimaan daerah. Kedelapan kelompok wilayah tercebut adalah Sumatra, Jaw4 Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua2. KomposisipenerimaansamasepertidalamTabel4. HasilnyaditunjukkandalamTabel 5. .
Pe ama, Bali menmjukkan persontasepajak daerah terhadap penerimaan total daerah (PPDS) lang dominan tirggi (7,7%), dimana pajak hotel dan restomn
I 120 Kabupaten/Kotayang termasukdalam l0 Provinsi dikelompokkan ke dalam Sumatra,Provinsi tersebutadalah:Prov, Nang$oe Aceh Darussalam,Prcv. Sum4traUtara,Prcv. SumatE Barat Prov. Riau, Prov. Riau Kepulauan,Prov. Jambi,Prov. Surnah'aSelatan,Prov. BangkaBelitung, Prov. Bengkulu, dan Prov. lampung. 109 Kabupat€n/Kotayang termasukdalam 5 hovinsi dikelorpokkan ke dalam Jawa, Provinsi tersebutadalah:Prov. JawaBarat, Prov. JawaTengah,Pron Yogtakarta, Prcv, JawaTifiu\ dan Prov. Banien. 9 Kabupaten/Kota]"ng termasukdalam Prov. Bali dikelompokkan ke dalam Bali. 50 Kabupaten,{tutayang termasukdalam4 Prcvihsi dikelompokkanke dalam Kalimantan,Provinsi tersebut adalah: Prcv. Kalimantan Barat, Prov. Kalirnantan Tengah, Prov. Kalimantan Selatan, dan Prov. Kalimantao Timur. 57 Kabupaten/Kotayang termaslk dalam 5 Provinsi dikelompokkan ke dalam Sulawesi,Provinsi tersebutadalah:Pmv. SulawesiUtara,Prov. SulawesiTengah,Prov. SulawesiSelatan, Prov. Sulawesi Tenggara,dan Prov. Gorontalo, 24 Ikbupaten^bb yang temasuk dalam 2 Provinsi dikelompokkanke dalam Nusa Tengga6, Provinsi tersebutadalah:Prov. Nusa TenggaraBar3t dan Prov. Nusa TenggaraTimur. 13 KabupatenlKotaysng teftnasuk dalam 2 Prcvinsi dikelornpokkanke dalam Maluku, Provinsi tsrsebut adalah: Prov. Malulrr dan Prov. Maluku Utara. 28 Kabupat€n/Itutayang t€rma6ukdalam 2 Provinsi dikelompokkandalam Papua,Provinsi tersebutadalah:Prcv. Papuadan Prov. PaDuaBarat.
Bagi Hasil PajakPertambalanNilai: SebuahAltcmatif PenguatdrKelangan Daerahdi E a Desgnttalisasi
memiliki peranan yang besar. Sernua kelompok wilayah kecuali Bali nilainya kurang dari 5%. .
Kedua,lidak adaperbedaanyang cukup besar diantara kelompok wilayah dalam penerimaanretribusi daerahdan bagi hasil pajak (BHP).
o Ketiga, Kalimantan Q8,7%) dan Sumatra (14,0%) menunjukkan tingginya peE€ntase bagi hasil bukan pajak (BHSDA) terhadap PPDS. Sedangkan persentas€yang tidak signifikan terdapat di Bali (0,0%), Sulawesi (0,7%, dan Jawa(0,9%). .
Ketergantunganterhadap DAU untuk daerah-daerahdi Jawa(66,4%) lebih besar daripadawilayah yang termasuk ke dalam kelompok Bali yang mucapai 57,0%, Sumatra(54,4%),dan Kalimantan(43,0%).
III. REFORMASI MOBILISASI PENERIMAAN DAERAH Bagian ini membahasusulan perbaikan sistem keuanganPusatdan Daerah lewat bagi hasil PPN. Analisis yang akan diberikan dalam bagian ini dan berikutnya fokus kepada bagaimana dampak keuangan yang akan teqadi kepada Daerah dan Pusat. Analisis ini tidak melihat besar atau kecilnya kemungkinan penerapannla berdasarkan situasi dan kondisi obyektif yang ada saatini di Indonesia.Dengankata lain, ini merupakan"uji coba akademik" (academic exercise)Ada tiga perspektifyang dipakaisebagailandasandalampembahasan usulanini, yaitu: (l) meningkatkanpenerimaanpajak secan keseluruhan;(2) mempelbaiki sistem pajak daerah denganmenghapuskan(lebih jauh) berbagai pungutan yang tidak sesuai dengan UU No. 3412000; dan (3) memperkuat koordinasi penerimaan pajak-pajak Pusat dan Daerah, denganmenerapkanbagi hasil PPN. r. Pertarna, memperbesalpenerimaan pajak di tingkat makro secara signifikan merupakan strategi awal yang harus dipilih/diprioritaskan. Rasio parerimaan pajak terhadap PDB (la.x lRalro)Indonesia selamalima tahun teml.hir ini hanya berkisar l3-14%. Irbih rendah dibanding umumnya negara-negaratetanggaASEAN yang sudahmencapairata-rata l8olo. Sehingga, prioritas reformasi perpajakan seyogyanya mernberikan perhatian pada peningkatan rasio perpajakan secara signifikan. Dengan penerimaan nogara yang lebih besar, maka penerimaanbagi Pemerintah Daerah pun akan menjadi lebih banyak. Sudah matjadi hal yang umum di dunia bahwa untuk mobilisasi penerimaanpajak yang efektif dan efisien, maka pajak-pajak yang potensial dikelola oleh PemerintahPusat. r(edaa, menghapuskanberbagai pungutan (pajak dan retribusi) daerah yang tidak sesuai denganUU No.3412000. Sudah menjadi pengetahuanumum saat ini bahwa banyak pungutan )'rang ditoapkan daerah dalan mngka memperkuat PADnya justru sering menyumbang pada ekonomi biaya tinggi, dan pada gilirannya distortif dan melemahkan dala saing perekonomian Indonesia. Upaya yang lebih tegas dan tanpa makan waldu banlak perlu dilakukanuntuk ini. W No. 3412000menetapkan1l (sebelas)jenis pajak daerah.Pajak di tingkat Provinsi terdiri dari: (l) pajak kendaraanbermotor dan kendaraandi atas air, (3) bea balik nama kendamanbermotor dan kendaraandi atas air, (3) pajak bahanbakar kendaraanbermotor, dan (4) pajak pengambilan dan pemanfaatanair bawah tanah dan air permukaan.Pajak di tingkat Kabupaten/l(ota terdiri atas: (5) pajak hotel, (6) pajak restoran, (7) pajak hiburan,
Rob€rtA Simdnjuntak
56
(8) pajak reklame, (9) pajak peneranganjalan, (10) pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan (ll) pajak pa*ir. Pemerintah Daerah juga dapat merancang, mengidentifikasi dan memberlakukantambahanpajak dan retribusi daerahn1asendiri.
UU No. 34/2000 menetapkan kriteria-kriteria pajak daerah yang "baik", yaitu sebagai berikut: a,
Bersifat pajak dan bukan retribusi;
b.
Objek pajak terletak atau tsrdapat di wilayah daerah yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rardah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerahyang bersangkutan;
c.
objek dan dasarpengenaanpajak tidak bert€ntangandengankepentinganumum;
d.
Objek pajak bukan merupakanobjek pajak Propinsi dan/atauobjek pajak Pusat;
e.
Potensinyamemadai;
f.
Tidak memberikandampak ekonomi yang negatif;
c.
Mernperliatikan aspekkeadilan dan kemampuanmasyarakat;dan
h.
Menjaga kelestarianlingkungan.
Kriteria-laiteria tersebut di atas berfungsi untuk membuat keputusan dalam mengimplementasikantambahanpajak daemh.Namun, terdapat indikasi yang kuat bahwa interFetasi dari lsiteria-kriteria tersebut dalam pnktiknya belum dilakukan secamtepat. Akibatnya, banyak pajak baru yang tidak Eesuaikriteria ditetapkanpadatingkat daerah. Jadi, pajak-pajak daerah apa saja yang sesuaiuntuk PemerintahDa€rah (Kabupaten/Kota) di Indonesia? Pajak Bumi dan Bangunan (?BB) dan pajak yang berkaitan dengan kendaraan sangat layak untuk memperbesar penerimaan pajak daerah. K€wenangan teftadap penetapantarif dan pengelolaan (PBB) dan bea peralihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), hendakrya dibefikmt kepada Pemerintah Daerah. Dewasa ini, pemungutanpajak-pajak tersebutdilakukan lewat kerjasamadangankantor wilayah pajak pusat. Jika PBB dan BPHTB tidak dimungkinkan untuk menjadi pajak daerah, maka kerjasamaadministratif yangjauh lebih baik dibutuhkan dalam pralrtik pengelolaannya. Beberapapajak komoditas dan pajak perijinan dapat didistribusikan kepada Pernerintah Daerah. Namun, pajak komoditas saat ini, misalnya pajak hotel, pajak restoran, dan pajak penerangan jalan lang relatif sangat potensial dalam anggaran daerah, tampahya mengikis basis pajak Pusat (PPN). Jika pajak-pajak tersebut sulit untuk dihapuskan,maka mereka harus diletakkan sebagaipajak yang dipungut di atas(oz top) pajak Pusat. Sebab, pada prinsipnya, adanyapajak daerahtidak boleh mengganggupotensi pajak pusat. Berdasarkan evaluasi pelaksanaanLru No 34 selama ini, nampaknya amat sulit untuk menemukan jenis pajak daerah yang memenuhi kiteria-kriteria tersebut. P€ningkatan penerimaan daerah dari berbagai pungutan baru yang diterapkannya menjadi kurang bemilai dibandingkandistorsi yang diakibatkan oleh sebagianpajak-atauretribusi itu. Mengingat kondisi kapasitaspenerimaanDaeruh yang ada dewasa ini, maka nampaknya upaya perbaikan tidak bisa semata dengan mencari sumbet-sumberpajak baru. Apalagi kalau sebagianpajak baru t€rsebuttemyata hanya akan menggangguiklim perekonomian.
Nilai: BagiHasilPajakPertatnbahan di EraDesentralisssi AltematifPenguatan Icuang3nDaerah Sebuah
57
Langkah berikut diyakini akan memberikan perbaikan yang cukup signifikan kepada parerimaan Daerah sambil mendukungpertumbuhanekonomi mako. Ketiga, memperkuat koordinasi penerimaan Pusat dan Daerah dengan melakukan sinkonisasi pajak-pajak Pernerintah Pusat dan Dacrah. Dalam konteks ini terbuka kemwrgkinan dimana Daerahboleh memungut pajak ataspajak-pajak yang sudah menjadi pajak Pusat (piggybacked). Pajak-pajak ytng mungkin untuk itu misalnya: PPN, PPh orang pribadi, PPh badan, PBB, dan penerimaan SDA seperti royalti dan ijin perhutanan dan sewadan royalti tanah pertambangan. Dari semua alternatif itu, barangkali yang paling penting adalah PPN. Ada beberapa kelebihan PPN untuk menjadi sumberpenerimaanPusat dan Daerah. Beberapakelebihan teEebut adalah: (l) PPNjika dikelolasecaraefisiendan efektifmenjaminpenerimaanyangmemadai bagi Pusat dan Daerah. Menilik kondisi Indonesia dewasaini dimana kebutuhan dana untuk pelalanan dasar (pendidikan, kesehatan,dan infrastuktur) sangat mendesak, maka menjamin sumber penerimaan ltng cukup dan stabil bagi pernerintah(Daerah)harusmenjadi prioritas utama; (2) PPN merupakanpajak yang efisien dan berkeadilan secaraekonomi; dan (3) Secaraadministratif efisien karenadikelola terpusat. Namun demikian, perlu dilakukan kajian mendalam tentang bagaimana bagi hasil PPN antara Pusat dengan Daerah ini bisa dilakukan sebaik mungkin. Secala xeorctis, ada bebempamanfaat dari dilakukannya bagi hasil PPN denganPemeinlah Daerzh. Pertoma, PPN adalah pajak yang tumbuh terus (growth tax) seiring pedumbuhan ekonomi. Pertumbuhan penerimaan PPN secara keseluruhan memberikan penerimaan yang lebih banyak bagi Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua, Pemenntoh Daerah akan mendapat insentif menarik dalam mobilisasi pengrimaannya. Sebab, boleh dibilang besamya penerimaan PPN suatu wilayah menggambarkan intensitas kegiatan ekonomi daerah. Maka, Daerah akan cenderung berkomitmen tinggi untuk pertumbuhan ekonominya, sehingga akan m€ningkatkan basis pajak. Ketiga, disptitas antar daerah dari bagi hasil PPNjuga akan relatif lebih kecil dibandingkan denganbagi hasil pajak penghasilan(PPh) orang pribadi. Secara ringkas, usulan perbaikan yang diajukan dalam tulisan ini adalah dengan melakukan sinlaonisasi pembiayaan daerah dengan total pembiayaan negara lewat: (1) Memperbaiki sistem perpajakandaerah,terutamadenganmenghapuskanpajak-pajak y'ang distortif dan pajak.pajak yang sudah menjadi sumber potensial selama ini, yaitu: pajak hotel, pajak restoran dan pajak peneranganjalan; dan (2) membagihasilkan PPN antara PemerintahPusatdenganDaerah. Karena keterbatasanlingkup studi, isu-isu mangenai skema transfer keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah tidak akan dibahas di sini. Namun demikian perlu disampaikan bahwa bersamaan dengan penerapan usulan ini perlu juga dilakukan perbaikan Dana Perimbangan (DAU, BHSDA, DAK) untuk menjamin kecukupan dan stabilitas penerimaan Daerah, adanya distribusi yang lebih merata, dan mendukung pengembanganperekonomiandaerah.
RobertA. Sirnanjunbk
IV, SIMULAST DAMPAK BAGI HASIL PPN3 Bagian ini berisi t€ntang simulasi yang dilakukan untuk melihat mobilisasi penerimaan Pernerintah Kabupaten/Kota berdasarkan perubahan yang diusulkan. Saat ini, Daerah hanla rnampu mernbiayai kurang dari l0% total anggamnnya dari penerimaan daerah sendiri. Simulasi ini juga bertujusn unluk memperlihatkan kasus dimana penerapanbagi hasil PPN akan memampukanPemerintahKabupaten/Kotauntuk menaikkanrasio tersebut hingga40%! Dalam simulasi ini, seperti sudahdibahassebelumnya,ada dua hal krusial yang dilakukan. 'tnengganggu" potensi atau basis pajak PPN, Penaua, menglnpus pajak-pajak yang yakni: pajak hotel dan restorandan pajak peneranganjalan". Kedaa, mernperkenalkanbagi hasil PPN, dimana bagi hasil diberikan kepada Daerah berdasarkan pada tingkat pendapatan(PDRB) danjumlah penduduk". Disini diasumsikanbahwa tidak ada perubahankelembagaanlainnya selain dua hal yang sudah disebut di atas. Sehingga,dalam hal DAU, distribusinya memperhitungkan alokasi minimum (perhitungan lump-sump dar, persentasegaji), dan kondisi hold harmless dengnt cara yang samadenganperhitunganDAU tahun 2003, ditambah danapenyeimbang. Besamya perubahan penerimaan akibat penerapanusulan ini dikaji secara menyeluruh. Akan dilihat perubahan besamn penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah sesudah dilakukan bagi hasil. PenerimaanPemerintah Pusat yang "baru" terdiri atas: penerimaan dalam negeri netto ditambah kenaikan penerimaan akibat perubahan (yakni penerimaan pajak hotel, pajak restoran dan pajak peneranganjalan yang dipungut sebagai PPN), dikurangi bagi hasil PPN yang dihansfer ke Daerah. SementampenerimaanDaerah yang "baru" terdiri dari: penerimaan pajak daerah yang berasal dari daerah sendiri (PPDS) ditambah denganbagian Daerah dari bagi hasil PPN, dikurangi denganpenerimaanpajak hotel, pajak restorandan pajak panaanganjalan. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota disatukan menjadi Pemerintah Daoah. Selanjutnya dilakukan perhitungan persentasepenerimaan pajak daerah yang berasal dari daerahsendiri teftadap total penerimaandaerah(PPDS/TREV). Ini dilakukan
I Berikutini adalahduajenis data dalamstudipadabagianini. Yakni [Data-l] kalkulasi )ang digunakan DAU tahun 2002: Kepprestahun 2002 tentangDAU (Kabupaten/Kota)dan lGppr€s di tingkat Provinsi tahun 2002 tentangDAU, dan [Dato-21data pajak daenh yang lebih tinci: perhitunganAPBD 2001 baru (Kabupaten/Kotadan Provinsi).Denganadanya46 observasiyanghilang (dari 336) untuk Kabupatenr
Bagit{.sil PajatPerbmbahan Nilai: Albmatif Penguatrn Keu.nganDacnhdi EraDesenhelisasi Sebuah
59
untuk melihat bagaimana peningkatan kemampuan mobilisasi penerimaan Pemerintah Daerah. Trbel6. Dampak Mako dari PenerapanBagi Hasil PPN TltrgkAtP.rubrhrn PeberlmrrnTotd go) (Iltrgkrt Bagl Hriil Drm PPN (%))
Pom€rlntrb Posat
Pclncrhtat Daerah
ProDortl Percrlmarn PemerlntrhPusrt Pem€rintrh Pusat
Pemerht3h Drenh
PropoNl PPDSterhsdrp P€nerlmranTotal (9/o) SebelrmBagl Hssil
Sesudrh Bagi Hrsil PPN
22.25
20.89
343.20
153.35 -t.36
69.12
30.88
l0
0.62 .1.64
3.60
67.57
32.43
20
-3.90
8.55
66.O2
33.98
22.25
30.81
30
{.16
t 3.51
64.41
35.53
22.25
35.7',7
22.25 22.25
40.72 4s.68
Bagi ltasil PPN (Rp. Trili6)
0
-8.42
ta.47 62.92 3?.08 40 J0.68 61.36 23.43 38.64 50 Catatan:Tingkafpe.tumbuhan PPN(alpha|0 Sumber:HasilPerhitungmP€nulisdari DataD€partemen Keuangan, 2005
25.85
Tabel 6 menunjukkan dampak pen€rapanBagi Hosil PPN antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam simulasi ini, berbagai altematif perubahan yang terjadi @: A%-50%\, dimana: z = 0% berarti menghapuskanpajak hotel dan restoran dan pajak peneranganjalan tetapi penerimaan PPN tidak ditransfer kepada Pemerintah Daerah. z : 50% berarti menghapuskanpajak hotel, pajak restoran, dan pajak peneranganjalan, dimana 50% dari penerimaanPPN ditransfer kepada Pemerintah Daenh, dan seterusn;,". Tabel 6 tersebut memperlihatkan bahwa; .
$emakin tinggi tingkat bagi hasil (z), maka sernakin banyak penerimaan yang akan diterima oleh PemerintahDaemh. Sebaliknyayang terjadi untuk Pemorintah Pusat.
o
Kenaikan tingkat bagi hasil (z).akan meningkatkan porsi penerimaan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) terhadap keseluruhan penerimaan Negara dari 3O,88Vomenjadi 38.64Yo.
.
Persentasepenerimaan PPDS terhadap total penerimaan daerah (PPDS/TREV) Pemerintah Daerah adalah awalnyr sebesar 22.25%o.Kemudieul.naik menjadi 25.85%padatingkat bagi hasil l0% (z:0.1), menjadi35.77yopadatingkatbegi hasil 30% (z=0.3), dan naik lagi menjadi 45.68yo pada tingkat bagi hasll Sjp/o (z=0.5).
Dalam skema berikut nampaknya Pemerintah Pusat meDjadi pihak yang "dirugikan." Namun, akan ditunjukkan bahwa pmerapan bagi hasil PPN dapat menguntungkan baik Pusatmaupun Daerah. Ini bsrlandaskanasumsi bahwa pengelolaanPPN yang efisien oleh Pusattanpa distorci dari pajak-pajak Daerah dan, bahkan, didukung secaraanutusiasoleh Daemh, akan menyebabkanbasis PPN tumbuh d€nganpesat. Tabel 7 menunjukkan hasil dari dampak mako dengan asumsi tedadinya pertumbuhan penerimaan PPN (tingkat pertumbuhan ditunjukkan dengan alpha (a)). Simulasi disini adalah dengan asumsi tingkat bagi hasil PPN antara Pemerintah Pusat dan Daerah (z)
60
Roh
A- Simanjuntak
(yakni 30% dari penerirnaanppN ditransfer kepada Daerah). Dalam TbeTr_ 9.3 Tebel I ditunjukkantasil _dimanatingkat bagi hasil (z) diasumsikan sebesar0.! (yakni 50% dari penenmaanPPN ditransfer untuk pemerintah Daerah).Jika tingkat bagt ha;il z adalah0.5, maka kenaikan pen€rirnaan pemerintsh pusat tidik dapar-albamikan hingga alpba , men:9paj l. Namun,jika tingkat bagi hasil adalah0.3, dapardiharapkanadanya kenailan penenmaan Pemerintah Pusat setelah alpha sarna dengan 0.4 (yakni pertumbuhan penerimaanPPN * 40%). penerimaan ppN (dengarp€ningkatan Trbel 7. Peningkaran Etisiensi)dan DampakMakonya Tlngklt Pertumbuhrn PPN(dPPN/PPN) (.lpha)
TfugkaaPerubrhrn Pe@rimarnTotrl e/o) , Pemerltrtrh
P€mcrtntrh
Ptsst
Dturch
Proporrl
ProponiPPDSt€rhrdrp
Pemcrlntdh Puret ddn D:
peherlnt.h
Pusat
;;;
percrin. rotrt (znt
4,6' peme ntah
sesudlr ";;il;frBegl D";;";- s"j:ll,T::" "".""f.j1t;-, PPN
64.62
35.38
22.25
l0
-1.96
15.00
64.70
35.30
22,25
z0
-2.3'l
16.49
64.78
35.22
22.25
15.77 31.25 38.74
30
4,79
17.98
64.96
35.,4
22.25
4o.2J
40 S0
0.19 2.37
19.46 20.95
64.93 64.62
3s.07 35,38
n2s 22.25
4t.12 4J.zO
Sumber:Hasilperhiturg,r,penulisdari DataDepanernen Keuangm,2OO4 Dapat dilihar juga bahwa bagi hasil ppN .ini berkontribusi pada perbaikan porsi qenelimTl pajak daerah yang berasal dari daerah sendiri terhadap total peneriiraan (PIDS/TREV). Jika ringkat. ba4 hasil ppN (z) sebesar 0.3, maka persentase llerah
PPDS/TREVakan merinskarg ?..22% (awai) meDjadi+S,t6W Qiia ttilXzt petumbuhan ppN.-sebesar penerimaan l0yo),rpenjadi53,12i"(iika tinglatiutumbjan penenmaan PPN sebesar 30yo), dan menjadi 58,08% Qika tingkat pertumbuhan penenmaanPpN sebesar50%). Dan seterusnla. Trbel S.Peningkatanpenerimaandalarn ppN (dergar peniDgkatanEfsieui) fingkrt Pertumbuhen PPN (dPPN/PPN) (rlpha)
0 l0 20 30 40
.) 0.05 -8.93 -7.80 4.6',7 -5.54 4.41
z= 0,5
Sumber: Hasil perhitungan penulis dari Data Depart€menKeumgan, 20014
dan Dampak Makronp
Nilai: Bagi Hasil Paj.k Pertambahan SebuahAltematif PenguatanKeuanganDaeEhdi Era Desentralisasi
V. KESIMPULAN Pelaksanaandesenhalisasi di Indorresia (secara drastis) diharapkan dapat menciptakan pengelolaan fiskal yang efeKif dan efisien. Namun, hanpan tersebut masih jauh dari ierlaksana. Perlama, sumber-sumbel penerimaan yang stabil tidak dipersiopkan untuk Pemerintah Daerah. Studi ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daoah (Provinsi dan Kabupaten,4
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, E and R Krelove,2000, Tax Assignments:Options for Indonesia,makalah dipresentasikandelarn"Indonesia: Decentalization Seque4cittgAgenda",20-21 Maret 2000, Puditorium Plaza Manditi, JL Jend. Gatot Subroto - Jakarta
62
not*A.
Sirianjuntak
Brodjone,goro,B' dan J. Msrtin€z-vazqucz, 2002,An Analysisoflndonesia's Transfer System: Recert pefomance and Future prospeci makalah Aipr.r*f"ritun untuk konferensi ,,Can Decentralization Help iebuid lidonesiai,, Konferensi disponsori oleh Andrew young School of loli"y Studi;;, ceorge State Unive$ity, l-3 Mei, Evergrcen Resort, Stone Mountain park, Atlant4 Andrew Young Schoolofpolicy Studies,GeorgeShte Uniyersity L€wis, 8.D., 2001, The New Indonesian Equalization Trcnsfer, Bullerin of Indonesian Economic Studies,V ol. 37e), 325-343 Mahi, R., 2O02, Managing Local Rcvenue in.lndonesia: Theory Regulations,and Implemenlations, makalah dipresentasikan dalam th" ii 4RSCO Su.^", rnstrtute/the4', IRSA Internationql Conference,20-21 Julli 2002,Ba1i, Indonesia Mahi, R., R Simanjuntak, K, Muchtar, dan B, Brodjonegoro, 2000,Altemative Local Revenueand Tax Sharing:SomeNoteson theimpl-ementation'Law No. 2511999, makalah dipresentasikan Decerrtalization gequencinj _dalam,.[rdonesia: Agenda",20-2l Maret 2000,puditorium plaz.aMsndin, Jt.Jend.Catot Subroto: Jakarta , sidik' M. dar Kadjatmiko, 2002, Indonesia Fiscal Decenharization: combining Expenditure Assignment and Revenue Assignment, makalah dipresentasikai ,,Can untuk konferensi Decentslizotion Hetp RebuiV Indonesia/, Konferensi disponsori oleh Andrew young School of tolicy Studies, George Slale U-niversity, l-3 Mei, Evergeen Resort, Stone Vountain park, itlanta, Andrew young Schoolofpolicy Studi€s, GeorgeStateUniversity SimaDjutrtalq R. dan R. Mahl, 2003, Local Tax RevenueMobilization and Local dalah Intemational Synporru, Polfo*r.ng, _makalah dipresentasikan on Indonesia'sDecentralizationpolicy: problemsand policy DireJons, 3l Januari - I Februari2003,HitotsubashiMemorial Hall, HitotsubashiUniversity,Tokyo, Japan Silver, C- Iwan Jaya Azis, dan Schroeder L., 2000, Intergovernmental Transfer and Decentralization in In donesia,Bulletin oJIndonesian-Economics Studies,yol, 37
(3),34s-362
Poyedy Reduction and Economic Management Unit Eas, Asia and pacific Region, Indonesis: Public Expehditure Review, New Fiscat Chqllenes, lS Juli 2i02, dokumen World Bank.