Rokhmin Dahuri: Hukum Dijadikan Mainan Thursday, 11 June 2009 22:20
{mosimage}
Rokhmin Dahuri | Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
Sudah menjadi rahasia umum, rezim terus berganti, korupsi tetap jadi tradisi. Di negeri yang sangat korup ini, wajar terjadi. Kasus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri divonis gratifikasi namun yang lain tetap beraksi. Kenyataan ini sebagai bukti dan memperkuat argumentasi, orang baik bila berada di sistem yang tidak baik maka ia akan berubah menjadi orang yang tidak baik. Slogan anti korupsi yang didengungkan SBY dan Demokratnya ternyata hanyalah ilusi. Karena sistem tebang pilih masih lestari bahkan semakin menjadi. Terkait dengan itu, Wartawan Media Umat Joko Prasetyo menyambangi Lapas Cipinang Jaktim untuk mewawancarai Menteri Kelautan dan Perikanan di era Megawati. Berikut petikannya.
Bagaiamana Anda melihat pemberantasan korupsi di era SBY sekarang?
Orang yang bisa memberikan penilaian secara tepat biasanya adalah orang yang bisa merasakan. Kalau yang saya rasakan ini secara jujur ya, insya Allah, saya ungkapkan secara objektif. Sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung pihak mana pun. Benar pemberantasan korupsi di negeri ini sangat tebang pilih!
Mengapa Anda bisa ada di 'hotel' Cipinang ini? Apakah ada pejabat yang melakukan 'seperti' yang Anda lakukan?
1/8
Rokhmin Dahuri: Hukum Dijadikan Mainan Thursday, 11 June 2009 22:20
Saya ditahan karena catatan buku sekjen Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), saat itu, Andin Taryoto mengenai pengeluaran dana taktis. Apalagi kementrian ya, lurah saja punya dana taktis. Dana taktis tersebut terkumpul dari dua pintu. Yang pertama yang dikoordinasikan oleh Sekjen DKP, yaitu berasal dari setoran Eselon I, Eselon II dan Kepala Dinas se Indonesia Rp 11,5 miliar. Yang kedua dana sumbangan langsung dari teman-teman saya sebanyak Rp 20 miliar.
Sebetulnya orang yang disebut korupsi adalah orang yang memakan uang itu. Kita kan tidak makan uang itu. Kalau saya mau, dari awal sumbangan dari teman-teman itu saya bawa pulang ke rumah. Toh tidak ada orang yang tahu saya dikasih duit. Tapi saya sama sekali tidak melakukan itu. Saya justru menyerahkan semuanya ke sekjen dan staf saya untuk dipakai sebagai dana operasional DKP dan itu tercatat semua di buku pendapatan pengeluaran dana non-budgeter.
Sampai Juni 2006, berarti termasuk sampai era Freddy dana yang digunakan untuk nyumbang nelayan & pembudidayaan ikan dan masyarakat pesisir 45 persen, biaya RUU dan DPR 13 persen, menyumbang para capres 2004 13 persen, biaya operasional menteri 5 persen. Sisanya digunakan untuk menyumbang tokoh masyarakat, ormas, organisasi kemahasiswaan, masjid, gereja dan lainnya.
Untuk Rokhmin mana? Memang ada sedikit dana yang dipakai untuk kepentingan pribadi. Pertama, biaya orasi ilmiah waktu pengukuhan saya sebagai profesor di IPB sebesar Rp 300 juta tahun 2003. Tapi bagaimana itu bisa dibilang pribadi? Uang sebanyak itu dikeluarkan Andin karena saat itu IPB mau kedatangan rombongan Presiden Megawati dan 4000 undangan. Termasuk Pak Yudhoyono juga mau hadir, kan cuman di demo mahasiswa jadi dia tidak bisa. Itu semua kuitansinya juga jelas, untuk perbaikan jalan, konsumsi, dan keperluan acara tersebut lainnya.
Kedua, bantuan biaya naik haji Rp 15 juta. Ketika saya mau berangkat saya dikasih uang saku itu. Saya tanya untuk apa? Semua pejabat DKP yang mau pergi haji diberi uang saku, jawab Andin. Ketiga, pembelian mobil Camry tahun 2003. pembelian mobil itu merupakan inisiatif par a staf saya. Karena memang mobil dinas Volvo menteri, adalah mobil bekas dari menteri lama, dan sering mogok. Kalau mau dibilang salah. Ya, mungkin kesalahan saya hanya dalam tiga hal itu.
Ok. Saya ditahan karena buku itu ya. Di dalam buku itu pula di sidang terungkap, di berita acara
2/8
Rokhmin Dahuri: Hukum Dijadikan Mainan Thursday, 11 June 2009 22:20
pemeriksaan (BAP) orang-orang yang terkait dan menjadi saksi saya juga terungkap. Bahwa praktek ini kan berlanjut sampai era Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi. Tapi saya mohon maaf ya, saya sebut nama Pak Freddy bukan berarti saya menginginkan dia ditahan ya. Tapi yang saya tuntut itu keadilan ini di mana?
Dalam buku sekjen DKP itu pula, Freddy menggunakan dana taktis untuk kepentingan pribadi 1,5 milyar lebih, untuk pergi ke Roma, perbaikan rumah, ke dokter segala macam. Bukan Rokhmin yang ngomong tapi bukunya Andin yang terungkap pula di BAP dan dalam sidang.
Di samping itu, menurut Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Tengah Hari Purnomo dan BAP David Wiranata, pengusaha yang juga terpidana kasus korupsi bantuan kapal untuk korban tsunami di Jabar dan Jateng 2006-2007, ternyata Freddy juga menerima dana miliaran rupiah dari mereka.
Mengapa Freddy tidak di 'Rokhminkan' ?
Ya, itu tadi yang saya maksud dengan tebang pilih. Saya tidak menuntut dibebaskan dari kesalahan. Melainkan hanya memohon kepada hakim agar menjatuhkan hukuman yang adil. Kenapa saya dihukum Freddy tidak?
Biasanya siapa yang ditebang?
Terus terang saya sangat kasihan kepada mereka yang memenjarakan saya. Mereka kan tahu persis kehidupan ekonomi saya dan keluarga. Dengan memenjarakan saya, mereka mendapatkan imej, seakan-akan memerangi korupsi. Setengah tahun lalu Gus Dur ke sini dan bilang, ”Kalau Pak Rokhmin ditahan karena SBY menganggap Pak Rokhmin orangnya Mega
3/8
Rokhmin Dahuri: Hukum Dijadikan Mainan Thursday, 11 June 2009 22:20
saja itu”.
Aliran dana BI misalnya. Kenapa hanya Hamka Yamdu dan Anthony Zeidra Abidin yang ditahan mereka kan hanya operator ketuanya ya Paskah Suzetta. Maaf-maaf saja ya, Pak Paskah sahabat saya, Pak Kaban sahabat saya. Tetapi kalau Anda tanya saya tentang tebang pilih saya harus mengeluarkan argumen kan. Kasus saya dibandingkan dengan kasus lainnya. Yang menerima duit paling banyak kan Pak Paskah sebagai Wakil Ketua Komisi IX kalau tidak salah Rp 1 milyar itu. Si Anton kan hanya Rp 400 juta. Buktinya ada semua di BAP. Jadi kalau orangnya SBY itu tidak akan tersentuh. Kalau pun nanti kelihatan sangat mencolok sekali paling hanya dipensiunkan, seperti Yusril Ihza Mahendra dan Hamid Awaludin.
Kita juga tahu siapa Jhony Allen Marbun, dia itu kaya raya sekali, yang terlibat kasusnya Abdul Hadi Djamal itu. Dia itu keponakannya Pak Marbun staf khususnya Pak SBY. Beranikah KPK menebangnya?
Jadi maksud Anda pemberantasan korupsi yang jadi kampanyenya incumbent itu hanya jargon kosong?
Betul, betul, betul. Sekadar untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan.
Prilaku pejabat setelah mendapat kekuasaan?
Ingat kasus Yusril-KPK? Yusril Ihza Mahendra, saat itu Mensesneg. Dia hampir saja dipenjarakan gara-gara kasus AFIS 2007 itu. Namun, karena Yusril menyerang balik Taufikurahman Ruki bahwa KPK pun melakukan penunjukkan langsung untuk proyek pemasangan alat penyadap KPK, maka Yusril pun selamat.
4/8
Rokhmin Dahuri: Hukum Dijadikan Mainan Thursday, 11 June 2009 22:20
Kata Yusril, kalau saya dipersalahkan soal AFIS karena selaku Menkum dan HAM melakukan penunjukkan langsung, maka Ruki pun harus dipersalahkan demi hukum. Ruki membalas, dengan mengatakan bahwa penunjukkan langsung proyek alat sadap KPK itu sudah mendapatkan persetujuan SBY. Apa yang terjadi, seminggu kemudian keduanya diundang dalam Sidang Kabinet. Kasus dugaan korupsi kedua instansi yang mengakibatkan perseteruan Yusril dan Ruki diselesaikan secara adat. Padahal, menurut Roy Suryo, harga sebenarnya dari alat sadap KPK itu tidak lebih dari Rp 18 miliar. Tapi KPK menyebutkan membelinya dengan Rp 32 miliar. Jadi selisih harga itu lari ke mana?
Negara mau dikemanakan itu kalau begitu! KPK itu menurut saya seharusnya menjadi lembaga yang dijunjung tinggi malah menjadi lembaga yang membuat orang bersaing, cemburu, dan sakit hati.
Coba perhatikan tidak nasibnya Dani Setiawan itu. Waktu dia mencalonkan diri menjadi gubernur Jabar, sudah kompak dengan PKS. PKS cukup tahu diri, jadi wakil gubernur saja. Jadi Ahmad Heryawan itu tadinya mau disandingkan dengan Kang Dani menjadi cagub dan cawagub. Tapi kan setelah tiga bulan itu terbentuk, Partai Demokrat memaksakan si Sulanjana sebagai pasangan Dani.
Tahu tidak apa yang 'dijual' Demokrat itu kepada Dani? Kalau tetap dengan Ahmad Heryawan, akan kita bongkar kasus damkarnya (pemadam kebakaran) itu. Mendengar itu kan Dani langsung ngageubeug, gentar. Ya sudahlah, akhirnya Dani menerima berpasangan dengan mantan pangdam yang dijagokan partainya SBY itu. Tapi akhirnya pasangan Dani-Sulanjana kalah. Setelah kalah, Dani, baru ditahan di KPK. Sakit hati tidak? Jadi hukum itu dijadikan mainan.
PKS tahu benar masalah itu. Sama dengan Pak Amien Rais lah tahu kualitas SBY sehingga terus memaki-maki SBY. Begitu Demokrat menang, ingin ke sana semua. Jadi bukan kebenaran dan Islam yang dibela! Benarkan? Tapi harta dan tahta saja yang dibela! Itu yang membuat kita kesal kan?
5/8
Rokhmin Dahuri: Hukum Dijadikan Mainan Thursday, 11 June 2009 22:20
Korupsi yang terselubung itu seperti apa?
Saya itu kalau ceramah ke mana-mana. Topik terakhir yang biasa saya bahas adalah pendapat Gunar Mirdad yang mendapat hadiah Nobel dalam bidang Ekonomi tahun 1970-an karena teorinya yang berjudul strong soft state to hard state. Kata dia suatu negara berkembang dalam sistem ingin menjadi negara maju dan industri syaratnya harus diubah dari negara lunak (soft) menjadi negara yang keras (hard). Negara soft itu negara yang memang mempunyai UU, aturan, tapi everything can be arrange, segalanya bisa diatur, korupsilah, sogok-menyogok.
Jadi kalau mau menjadi hard state, kata dia, syaratnya ada tiga. Pertama, sistem gaji diperbaiki dulu. Sehingga bila kita melihat negara maju atau negara yang mau maja, Malaysia misalnya, gaji pokok itu benar-benar mencukupi. Sehingga tidak ada sabetan lagi. Di negeri kita kan sebaliknya. Gaji pokok itu kecil. Tapi sabetannya yang besar. Sehingga pegawai negeri di kita itu tidak ada yang kerja. Kerjanya hanya cari proyek, proyek, proyek. Coba lihat saja kalau tidak ada anggaran proyek itu, ya tidak kerja. Kalau pun ada proyek pembangunan SD inpres 1 milyar misalnya, yang digunakan untuk membangunnya hanya 500 juta. Sehingga umur gedung yang seharusnya 20 tahun, 10 tahun sudah retak-retak. Itu terjadi di semua, semua semua! Saya dan Kwik Kian Gie itu kan pingin merubah kultur itu lho.
Antar departeman itu tidak ada yang namanya kordinasi. Tahu kenapa? Pada tahun 2002 Bupati Cilacap lapor ke saya, katanya, "Pak saya dapat 8 unit kapal laut dari departemen..." dia sebutkan nama departemennya yang jelas bukan dari departemen teknis. Cuman tidak usah saya sebut dari departemen mana. Saya kirim tim ahli untuk mengecek kapal tersebut. Ternyata desain kapal dan jaringnya itu tidak sesuai untuk samudera. Itu sih kapal untuk pantai pantura yang gelombangnya kecil.
Saya tanya berapa harga perkapalnya? Dia bilang, 800 juta. Tapi menurut tim saya, kapal dengan jaring seperti itu maksimal 400 juta. Maka saya mengerti oooh pantas departemen non teknis ini tidak mau berkoordinasi terlebih dahulu. Menurut peraturannya kan departemen non teknis itu seharusnya berkoordinasi dengan departemen teknis dong. Karena ternyata masing-masing departemen itu sudah mempunyai langganan proyeknya sendiri.
Jadi Pak Mitro dalam era Orde Baru melakukan penelitian mendalam bahwa korupsi era Orde
6/8
Rokhmin Dahuri: Hukum Dijadikan Mainan Thursday, 11 June 2009 22:20
Baru 30 persen. Era sekarang? Waah, bisa lebih dari 60 persen. DPR juga korup waaah... bagaimana negara tidak makin ambruk.
Jadi kalau Presiden Yudhoyono bener itu! Gaji dulu diperbaiki. Jangan hanya gaji departemennya Sri Mulyani saja yang dinaikkan. Tapi harus dijalankan pula poin yang ke dua, reward and punishment. Jadi kalau gaji udah bener tapi masih korupsi, bunuh bila perlu! Jadi rekrutmen jangan ada KKN lagi. Kalau memang ada yang berprestasi ya berilah reward. Yang ketiga adalah keteladanan dari atas.
Dan juga kalau KPK memang sebagai lembaga superbody. Harusnya semua rekening itu dilacak bukan hanya yang di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Seperti Singapura, menerapkan pula pembuktikan terbalik. Harusnya Cikeas itu yang pertama diusut. Saat ini saya sedang proses mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Saya tahu siapa SBY dan siapa saja yang sangat bernafsu menjebloskan saya. Makanya saya mengatakan berkali-kali, kalau saya kalah di dunia saya akan menang di akhirat! Karena saya tahu siapa dia kok! Ini bukan fitnah. Saya tahu apa yang dia lakukan, tapi tidak bisa saya katakan sekarang.
Tadi Anda mengatakan keteladan dari atas. Apakah SBY telah memberikan keteladan itu. Bersih dari lobi-lobi pengusaha misalnya?
Hahaha... apakah harus saya jawab ya. Udah sangat jelas itu. Dalam setahun ini sudah mencuat. Dia dilingkari oleh pengusaha-pengusaha itu. Kan ada Ayin, Hartati Murdaya, itu semua bukan kata saya lho. Sudah menjadi pengetahuan umum lah... kan sudah dimediamassakan setahun lalu.
Biasanya di mana lobi-lobi pengusaha kepada pejabat dilakukan? Lapangan golf?
7/8
Rokhmin Dahuri: Hukum Dijadikan Mainan Thursday, 11 June 2009 22:20
Waah, saya sendiri tidak pernah ke lapangan golf ya. Yaa... yang hobi main golf saja itu. Pada umumnya memang pejabat main golf itu ya tidak murni olahraga. Ya, mungkin 10-20 persenlah yang benar-benar murni olah raga. Kalau saya perkirakan ya 80 persen untuk maksiat. Kasus Pak Antasari, kan sudah jelas itu.
Benarkan perempuan sering dijadikan alat service pengusaha kepada pejabat untuk memuluskan tujuannya?
Itu kan sudah menjadi rahasia umum tidak usah ditanyakan saya lagi. Pejabatnya saja harus kuat iman. Cuma kalau mendengar di media massa, yang terbaru ini kasus Pak Antasari Azhar, segala macam kemaksiatan kan ada di sana. Seperti judi, perbuatan yang menuju zina dan segala macam. Itu semua kan dampak dari kapitalisme dan sekularisme. Hanya mengumbar hawa nafsu saja, hedonis. Manusia diracuni dengan aktivitas maksiat sok bangga, sok suci, dengan dalih bermain golf. Belum lagi banyak lahan pangan yang dikorbankan untuk lapangan dan keperluan golf. Di situ memang thagut semua![] mediaumat.com
8/8