M. Kholid Fathoni, Badan Hukum di Langit Pendidikan (Studi Evaluasi Kebutuhan Satuan Pendidikan)
Badan Hukum di Langit Pendidikan (Studi Evaluasi Kebutuhan Satuan Pendidikan) M. Kholid Fathoni Email:
[email protected]
Abstrak: Ketentuan tentang keharusan penyelenggara dan/atau satuan pendidikan berbentuk badan hukum pendidikan masih merupakan agenda hukum negeri ini. Pasal 53 UU Sisdiknas No.20/2003 mengamanatkan disusunnya suatu undang-undang tentang badan hukum pendidikan. Sebelumnya, UU No 9/2003 Tentang Badan Hukum Pendidikan sudah diterbitkan, namun oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan “tidak mengikat” pada tangal 31 Maret 2010. Apabila “undang-undang baru” akan disusun menggantikan UU No 9, maka diperlukan upaya Pemerintah agar benar-benar memperhatikan poinpoin penting penyebab pembatalan UU No 9 serta suara masyarakat secara lebih luas agar kelak tidak mengalami nasib UU No 9. Dengan cara melakukan analisis terhadap dokumen di berbagai forum pembahasan seputar permasalahan, penelitian ini dimaksudkan memetakan permasalahan badan hukum di bidang pendidikan. Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk membantu para pengambil kebijakan pendidikan mengetahui kebutuhan nyata para penyelenggara pendidikan di lapangan. Kata kunci: Otonomi pengelolaan pendidikan, badan hukum, penyelenggara pendidikan, dan satuan pendidikan. Abstract: The obligation of legal body upon every educational institution or its founder is still an unfinished law agenda of this country. Act No 20/2003 on National Education stated that the specific law on education legal body must be enacted. The government has released the law No 9/2009 about Legal Body of School and University, but the Council of Constitution has canceled it in 2010. If a new regulation on legal body will be initiated as law, instead of the cancelled one, the Government should be in alert and in full contemplation among critics, last mistakes, and wider community sounds so that can avoid obstacles. This research is important in accordance with Governmental planning when the body of education institution will be constructed as a legal entity. The sounds and documents which are collected from various forums in discussion of the topic will be analyzed as a research conclusion. Key words: Educational Autonomy, legal body, institutional founder in education, school and university.
Pendahuluan Keinginan untuk mempercepat peningkatan mutu
Gagasan menjadikan satuan pendidikan
pendidikan di Indonesia dapat ditempuh melalui
berbadan hukum sendiri merupakan upaya
penguatan “status hukum satuan pendidikan”.
memperkuat status hukum satuan pendidikan
Selama ini, status hukum satuan pendidikan banyak
dengan tujuan menjadikannya lebih mandiri dan
menggunakan “baju hukum” penyeleng-garanya.
otonom. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang
Misalnya sekolah dasar (SD) berada di bawah
No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
payung hukum yayasan tertentu (di bawah UU
disebutkan bahwa pendidikan nasional mem-
Yayasan) yang menyelenggarakannya. Bernaung
punyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai
di bawah badan hukum lain terkadang ada dampak
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
negatifnya, di mana kewenangan satuan pendidikan
memberdayakan semua warga negara Indonesia
dalam urusan pendidikan menjadi lemah ketika
berkembang menjadi manusia yang berkualitas
berhadapan dengan kewenangan yayasan. Padahal
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan
satuan pendidikan merupakan lembaga inti
zaman yang selalu berubah. Dengan menjadi badan
pelaksana program pendidikan.
hukum, maka satuan pendidikan akan memiliki hak dan kewajiban seperti entitas tersendiri yang 299
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 3, Mei 2011
mestinya. Karenanya Deklarasi tentang Human of
otonomi ini di tingkat pendidikan dasar dan
Rights menegaskan kembali kedudukan manusia
menengah disebut MBS (manajemen berbasis
sebagai suyek hukum dengan melarang perbudakan.
sekolah) dan di tingkat pendidikan tinggi dikenal
Senada dengan ini, UUDS-RI 1950 Pasal 10
otonomi perguruan tinggi. Kemandirian dalam status
pernah menegaskan bahwa “Tiada seorangpun
badan hukum pendidikan bisa dikatakan bertujuan
boleh diperbudak, diperulur, atau diperhambakan.
menjamin agar otonomi ini benar-benar ditegakkan.
Perbudakan, perdagangan budak dan perham-baan,
Otonomi menajemen tidak lain adalah
dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuan
pelimpahan kewenangan dari instansi yang lebih
kepada itu dilarang”.
tinggi kepada instansi yang berada di bawahnya.
Teori badan hukum ini kalau diterapkan untuk
Misalnya berdasarkan UU No 22/2009 tentang
membangun dunia pendidikan dengan cara satuan
Pemerintahan Daerah, desentralisasi bidang
pendidikan dijadikan suatu subyek hukum terdengar
pendidikan sesungguhnya dimaknai sebagai
cukup relevan dengan harapan bisa mewujudkan cita-
pemberian otonomi pengelolaan oleh pusat kepada
cita kelembagaan satuan pendidikan sebagai wahana
daerah. Pemerintah daerah dengan demikian adalah
yang kuat dan berwibawa, sebagaimana dinyatakan
penerima otonomi yang diberikan oleh pemerintah
dalam UU Sisdiknas. Dengan menjadikannya badan
pusat, karena pemerintah daerah merupakan
hukum maka penyelenggaraan pendidikan akan
bawahan pemerintahan pusat. Peranan swasta yang
didukung oleh suatu organisasi yang memiliki hak-
turut serta menyelenggarakan pendidikan tidak bisa
hak seperti manusia, yang tidak mudah diperalat,
disebut otonomi dari pemerintah, disebabkan karena
diperdayai, ataupun diperbudak oleh pihak atau
yayasan (dan yang sejenis) bukan merupakan
badan hukum lain. Apalagi oleh pihak yang kurang
bawahan dari pemerintah.
berkepentingan dengan pendidikan.
Masalah otonomi yang terkait dengan pen-
Hubungan antara penyelenggara pendidikan
didikan menyangkut otonomi bidang akademik,
dan satuan pendidikan yang didirikan selama ini
tata organisasi, dan keuangan. Meski demikian,
banyak mengindikasikan hubungan yang bersifat
implementasinya di tingkat lapangan sangat
subordinatif (bukan koordinatif). Ini artinya satuan
bervariasi. Misalnya di perguruan tinggi negeri,
pendidikan lebih banyak yang diperlakukan sebagai
ranah otonomi sebelum lahirnya BHMN dianggap
bawahan. Ada juga yang bahkan diperlakukan
tidak menyentuh ranah keuangan. Waktu itu
laksana obyek hukum dengan kewenangan
bentuk pengelolaan keuangan berupa PNBP
mengelola sangat minim. Meski ada juga yang
(Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang diklaim
walaupun merupakan bawahan tetapi satuan
tidak mencerminkan adanya otonomi, lalu setelah
pendidikan merasa sangat terlindungi. Upaya
BHMN baru diubah menjadi berciri BLU (Badan
menjadikan satuan pendidikan sebagai badan
Layanan Umum) yang dinilai mulai berbasis
hukum adalah menjadikannya subyek hukum
otonomi (Perubahan ini berarti, pada mulanya PTN
yang memiliki hak dan kewenangan secara penuh
yang tidak menyetorkan dana PNBP ke kas negara
(laksana manusia merdeka).
bertentangan dengan UU No 20/1997 tentang PNBP,
Latar belakang hubungan itu boleh jadi karena
UU No 17/ 2003 tentang Keuangan Negara, dan
landasan konstitusional Indonesia sebenarnya
UU No 1/ 2004 tentang Perbenda-haraan Negara.
m e m b e r i t u g a s ke p a d a Pe m e r i n t a h u n t u k
PNBP itu antara lain penerimaan dari kegiatan
menyelenggarakan pendidikan. Lalu masyarakat
pelayanan yang dapat dilaksanakan kepada
(swasta) diberi pula kewenangan berperan serta
masyarakat, seperti pendidikan dan kesehatan.
menyelenggarakannya. Peme-rintah dan swasta
Adapun PP tentang penetapan PTN sebagai BHMN
dengan demikian adalah “penyelenggara” yang
mengatur bahwa penerimaan PTN yang berasal dari
menyelenggarakan pendidikan melalui dibentuknya
masyarakat bukan merupakan PNBP).
suatu “satuan pendidikan”. Hubungan antara para penye-lenggara dengan satuan pendidikan
Pengalaman penerapan pada BHMN
ini merupa-kan hubungan pemberian otonomi
Hasil Studi Balitbang tahun 2005 berjudul
pengelolaan pendidikan. Dalam Penjelasan Pasal
Penyelenggaraan Perguruan Tinggi Negeri di
53 UU No 20/2003 tentang Sisdiknas hubungan
Era BHMN dalam rangka Otonomi Pendidikan,
300
M. Kholid Fathoni, Badan Hukum di Langit Pendidikan (Studi Evaluasi Kebutuhan Satuan Pendidikan)
bisa bertindak sepenuhnya, dan otomatis bisa
diharuskan berbentuk badan hukum pendidikan
lebih mandiri. Status badan hukum bagi satuan
bersumber dari adanya ketimpangan komunikasi
pendidikan sebenarnya sudah dirintis sejak
atau konsep dalam menterjemahkan kebutuhan
pemberlakuan BHMN (Badan Hukum Milik Negara)
para praktisi pendidikan terhadap makna otonomi
pada beberapa perguruan tinggi negeri di tahun
pengelolaan satuan pendidikan dalam bentuk/fungsi
2000 sampai dengan tahun2010 secara bertahap.
badan hukum pendidikan di Indonesia.
Perguruan tinggi dimaksud yaitu Universitas
kerangka ini penelitian diharapkan menemukan
Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM),
jawaban atas pertanyaan: “Apakah sesungguhnya
Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian
para penyelenggara dan penge-lola satuan
Bogor (IPB), Universitas Sumatera Utara (USU),
pendidikan membutuhkan otonomi pengelolaan
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas
pendidikan hingga dalam bentuk/fungsi badan
Airlangga (UNAIR), dan Universitas Pertahanan
hukum pendidikan?”
(UNHAN).
Dalam
Studi evaluasi ini bertujuan untuk meng-evaluasi
Pada perkembangannya, UU Sisdiknas No
apakah masyarakat penyelenggara dan pengelola
20/2003 memberlakukan kewajiban bentuk
satuan pendidikan sesungguhnya membutuhkan
badan hukum ini bagi seluruh penyelenggara
otonomi hingga tingkat aturan yang berciri badan
dan/atau satuan pendidikan, baik pada jenjang
hukum pendidikan. Selain perlu untuk memberikan
dasar, menengah, maupun tinggi. UU Sisdiknas
sumbangan pemikiran kepada negara, tulisan
No 20/2003 mengamanatkan
penyusunan UU
ini bisa menjadi khazanah pengetahuan empiris
tentang Badan Hukum Pendidikan yang disyahkan
serta dokumentasi, terkait dengan permasalahan
oleh DPR RI menjadi UU No 9 tahun 2009 tentang
otonomi pengelolaan pendidikan dan badan hukum
Badan Hukum Pendidikan . Namun, yang akhirnya
pendidikan di Indonesia.
dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2010. Cukup mengagetkan karena UU No 9
Kajian Literatur
terhitung masih berumur jagung dan nyaris belum
Badan hukum dan otonomi manajemen
sempat diimplementasikan.
pendidikan
Sementara itu, Pasal 53 UU No 20/2003 tentang
Definisi badan hukum (rechtpersoon atau body
Sistem Pendidikan Nasional, yang menjadi dasar
corporate), seperti diungkapkan R. Subekti (1979),
penyusunan UU No 9 itu sendiri sampai saat ini tidak
pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan
dibatalkan. Ini artinya, Pemerintah bersama DPR
yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan
RI masih berkewajiban untuk menyusun kembali
perbuatan seperti manusia, serta memiliki kekayaan
UU pengganti (UU baru) tentang badan hukum
sendiri, dapat menggugat atau digugat di depan
pendidikan. Dalam amar keputusan Mahkamah
hukum. Penjelasan H.Th. Ch. Kal dan V.F.M. Den
Konstitusi, terdapat pesan konstitusional agar
Hartog (dalam Chidir Ali, 1999, Badan Hukum, hal.
badan hukum pendidikan diubah dari yang semula
19) mengukuhkan bahwa manusia sejatinya adalah
berupa “bentuk badan hukum tertentu”, menjadi
suyek hukum. Tetapi ada juga subyek hukum yang
“fungsi” badan hukum pendidikan. Dalam kerangka
merupakan suatu organisasi, yakni badan hukum.
itu, Pemerintah bersama DPR harus berupaya
Karenanya M. Marwan dan Jimmy mencirikan badan
menterjemahkan keputusan Mahkamah Konstitusi
hukum sebagai organisasi, perkumpulan atau yang
perihal fungsi badan hukum pendidikan.
lainnya, yang dilakukan dengan akte otentik, dan
Studi evaluasi ini menganalisis sejumlah dokumen mengenai upaya tersebut, termasuk di
oleh hukum diperlakukannya sebagai persona atau sebagai orang (M. Marwan dan Jimmy, 2009).
dalamnya rangkuman dialog yang diseleng-garakan
Di dalam penjelasan mengenai manusia sebagai
oleh Balitbang Kemendiknas bersama para pemangku
subyek hukum dinyatakan bahwa manusia harus
kepentingan, yang kesemuanya mencerminkan arus
berkepribadian hukum. Ini disebabkan karena
komunikasi intensif antara Pemerintah dengan
manusia ada yang tidak berkepribadian hukum,
para pihak, terutama pakar pendidikan dan
bahkan menjadi obyek hukum, misalnya manusia
penyelenggara/pengelola pendidikan.
yang berkedudukan sebagai budak (slaven). Budak
Permasalahan satuan pendidikan ketika
tidak memiliki hak-hak manusia sebagaimana
301
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 3, Mei 2011
ataupun dengan Pemerintah dan pemerintah daerah
dikatakan diperbudak oleh badan hukum lain yang
di lingkup sekolah negeri, satuan pendidikan cukup
menyelenggarakannya. Pemisahan kekayaan negara
banyak yang merasa terbantu. Misalnya satuan
dalam satuan pendidikan negeri juga merupakan
pendidikan yang didonasi oleh yayasan, atau di
pengecualian dari UU No 17/ 2003 tentang
sekolah negeri yang pendanaannya berasal dari
Keuangan Negara, di mana kekayaan negara yang
negara. Beberapa ada yang bahkan diperlakukan
dipisahkan sebenarnya masih tetap merupakan
seperti lembaga mandiri, seperti BHMN dan
kekayaan negara.
beberapa lembaga swasta.
Semula, ketentuan dalam UU No 9 Tentang
Hubungan antara pengelola dan penye-
BHP sebenarnya dapat dipahami sebagai upaya
lenggara ini dikenal dalam UU Sisdiknas No 20/2003
memperjelas konsep MBS dan otonomi perguruan
sebagai hubungan berlandaskan pemberian
tinggi. Dalam UU ini persoalan terkonsentrasi pada:
otonomi. Komunitas swasta ada yang lebih senang
1) Kekayaan pendiri harus dipisahkan dari kekayaan
menyebut hubungan ini hubungan koordinatif. Ruang
satuan pendidikan; 2) Tatakelola organisasi harus
kemandirian yang memadai bagi perkem-bangan
memberikan peluang lebih besar bagi satuan
satuan pendidikan sesungguhnya merupakan suatu
pendidikan untuk berkembang. Sayangnya,
keniscayaan (dengan sendiri-nya harus ada), sebab
penyelenggara pendidikan pada umumnya sudah
tanpa otonomi, satuan pendidikan dipastikan bakal
memiliki aturan yang unik dan berciri kebutuhan
sulit berkembang.
masing-masing. Atas dasar ini, otonomi ala BHP
Para pengelola satuan pendidikan tidak
lalu diakui merubah tradisi Muhamadiyah yang
memiliki penterjemahan seragam terhadap apa
berdiri sejak 1912, Taman Siswa 1922, dan Katolik
yang sesungguhnya dimaksud dengan MBS maupun
sejak abad 15, juga ciri pendidikan lain di tanah
otonomi perguruan tinggi. Hal demikian karena
air. Jarang sekali di antara mereka ini yang begitu
kebutuhan masing-masing pengelola satuan
saja menyetujui dipisahkan kekayaannya. Ini semua
pendidikan berbeda dan bervariasi, dipengaruhi oleh
memberikan kesimpulan bahwa kebutuhan satuan
ciri, kondisi, dan pola manajemen yang dikembangkan
maupun penyelenggara pendidikan ternyata tidak
oleh masing-masing satuan pendidikan. Ada
sama. Cukup banyak yang berpandangan bahwa BHP
yayasan yang mendanai satuan pendidikannya
sebenarnya hanya cocok untuk sekelompok satuan
secara penuh sehingga satuan pendidikan tidak
pen-didikan. Lebih tepatnya, hanya cocok untuk
perlu memikirkan bagaimana mencari dana sendiri.
perguruan tinggi negeri yang memiliki persoalan
Namun ada juga yang memberikan otonomi penuh
anggaran sistem PNBP, karena aturan PNBP dinilai
kepada satuan pendidikan termasuk dalam hal
sangat menghambat kreatifitas PTN, terutama yang
mencari dan mengelola keuangan. Ada pula yang
bersinggungan dengan dana pungutan masyarakat.
di tengah dua pola ini, yakni yayasan mendanai,
Ada yang menilai, satuan pendidikan dijadikan
namun memberi kesempatan yayasan mencari
badan hukum atau tidak, sebenarnya bukan
dana sambil menerapkan aturan-aturan yang
permasalahan pokok. Hal yang lebih penting,
ketat. Kecen-derungan realitas dunia pendidikan
persoalan pendanaan pendidikan di negeri ini yang
bahkan menunjukkan bahwa PTS saat ini sudah
sudah saatnya diperbaiki. Misalnya soal pembiayaan
dikelola secara otonom sedangkan PTN belum, yang
yang sebagian menilai, bahwa konstitusi kita
disebabkan karena sistem pengelolaan keuangan
menghendaki pembiayaan pendidikan seharusnya
masih menggunakan PNBP.
ditanggung seluruhnya oleh negara. Untuk yang
Dengan fenomena beragam di atas, keten-
berstatus negeri, sistem pemberlakuan semacam
tuan dalam UU BHP No 9/2009 yang menyamakan
BLU lebih baik. Jika pendidikan bisa berjalan dengan
kewajiban satuan pendidikan di semua jenjang, baik
pembenahan pada masalah-masalah ini maka soal
negeri maupun swasta, berbentuk BHP, termasuk
BHP atau tidak bukan menjadi masalah besar.
soal kewajiban memisahkan kekayaan satuan
Tetapi ide satuan pendidikan sebagai badan
pendidikan dari kekayaan penyelenggara, dinilai
hukum sebenarnya juga dibuat dalam rangka
tidak cocok dengan ciri dan karakter yang sudah
memberikan solusi bagi pendanaan pendidikan.
lama mapan di masing-masing lembaga. Terbukti
Masalah pemisahan kekayaan merupakan core
juga bahwa tidak semua satuan pendidikan setuju
masalah badan hukum yang diyakini dapat
302
M. Kholid Fathoni, Badan Hukum di Langit Pendidikan (Studi Evaluasi Kebutuhan Satuan Pendidikan)
menunjukkan bahwa pada umumnya PTN yang telah
seperti ini disebut independent administrative
berstatus BHMN merasa mempunyai otonomi penuh
entity.(Lihat dalam artikel Sofyan Affandi berjudul
dalam aspek pengelolaan keuangan, ketenagaan,
“Paradigma Salah Tentang PT BHMN”, di website
penentuan program studi, seleksi mahasiswa,
Http//sofian.staff.ugm.ac.id/artikel).
dan mengelola usaha bisnis untuk kepentingan penyelengaraan pendidikan. Keberhasilan PT BHMN
Metode Evaluasi
dalam aspek penelitian melalui pembentukan
Metode yang digunakan dalam mengevaluasi ini
kelompok bidang keahlian, dan penelitian diarahkan
dilakukan dengan pendekatan ekploratif kualitatif.
pada pencarian solusi terhadap permasalahan dan
Data yang dikumpulkan merupakan data skunder
kebutuhan masyarakat serta menjalin kerjasama
dan primer. Adapun data sekunder diperoleh dari
dengan dunia industri. Reformasi organisasi
pengumpulan data/dokumen resmi baik yang
BHMN dilaksanakan melalui perumusan kebijakan
dikeluarkan oleh pemerintah maupun swasta
tentang visi, misi, evaluasi (kurikulum dan prodi),
yang berhubungan dengan otonomi pengelolaan
standar kelulusan, sistem informasi, program
pendidikan dan badan hukum pendidikan. Dokumen
pengembangan, dan pengelolaan keuangan.
dan publikasi tersebut antara lain peraturan
Kesulitan penting yang dihadapi oleh PT
perundang-undangan, publikasi resmi dari instansi
BHMN menyangkut dua hal: mengubah budaya
pemerintah maupun swasta, hasil-hasil penelitian
kerja pegawai negeri (PNS), dan menciptakan unit
terdahulu, informasi terbuka dari media cetak
penghasil dana (income generating units). Untuk itu
dan media elektronik. Data primer diperoleh dari
PTN BHMN menjalin kerjasama yang dilaksana-kan
beberapa cara antara lain dari kesaksian penulis
oleh Lembaga Penelitian dan Lembaga Pengabdian
dalam rapat-rapat pembahasan mengenai BHP,
kepada Masyarakat. Ada persepsi civitas akademika
rekaman peristiwa pembahasan selama UU BHP
yang menganggap BHMN mengorbitkan kecemasan
disusun, telaah atas amar keputusan Mahkamah
bagi PNS karena dapat “diberhentikan” jika tidak
Konstitusi, serta penye-lenggaraan diskusi fokus
menenuhi kinerja (etos kerja) yang ditetapkan.
dengan para pakar, antara lain Prof.Dr. Arifin
Karenanya untuk menjadi BHMN, banyak PTN
Suryaatmaja, Prof. Dr. Bambang Sudibyo, Prof. Dr
sudah melakukan penataan internal terlebih dahulu
Soedijarto; Prof Dr Thomas Suyatno; Dr . Edie Toet
sebelum berstatus BHMN.
Hendratno, Romo Karolus Jande, Prof. Dr Sofyan
S u n g g u h p u n m e r u p a k a n u p a ya u n t u k membebaskan PTN dari belenggu birokrasi
Effendi; Prof. Dr Ing Wardiman Joyonegoro, dan Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie.
pemerintah yang kaku, konvensional dan berbudaya
Sampel penelitian terdiri atas: 1) perguruan
total compliance, BHMN juga memuncul-kan
tinggi negeri yang sudah dan belum berbentuk
beragam tanggapan. Hal itu karena tujuan
badan hukum; dan 2) sekolah negeri yang belum
dibentuknya BHMN telah serta merta dipandang
berbadan hukum di semua jenjang, dan 2) sekolah
oleh para pengamat sebagai tindakan privatisasi,
swasta yang terdiri atas: penyelenggara (semisal
kapitalisasi, dan komersialisasi PTN. Sofyan Effendi,
yayasan) dan kepala sekolah formal pada jenjang
mantan Rektor UGM, menjelaskan, BHMN bukan
pendidikan yang terkait.
economic entity. Dalam perubahan PTN menjadi
Penelitian dilakukan sejak pembatalan UU No
BHMN tidak ada transfer kepemilikan. Semua
9/2009 di tahun 2010 hingga Maret 2011. Bertempat
lembaga negara yang berstatus BHMN adalah tetap
di Jakarta dan di beberapa daerah yang menjadi
milik Negara yang menerima alokasi anggaran
obyek pencarian informasi seputar permasalahan
dari APBN. Jadi, kepemilikan BHMN tidak berubah.
BHP.
Seluruh harta kekayaan pemerintah yang ada di PTN, baik tanah, gedung, peralatan, perlengkapan
Hasil Studi Evaluasi
dan SDM, statusnya tetap milik negara. Hanya
Hasil studi menunjukkan bahwa secara umum para
pengelolaannya didelegasikan oleh Pemerintah
pelaksana pendidikan di tingkat satuan pendidikan
kepada suatu Board of Trustees yang mewakili
membutuhkan ruang berkembang secara memadai.
Pemerintah, masyarakat dan masyarakat kampus.
Dalam hubungannya dengan pihak penyelenggara,
Dalam literature Administrasi Negara, lembaga
semacam yayasan pada pen-didikan swasta,
303
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 3, Mei 2011
gara dan/atau satuan pendidikan berbentuk badan hukum pendidikan. Ini berarti bahwa undangundang tentang badan hukum untuk satuan atau penyelenggara pendidikan, walau-pun berlaku untuk sebagian, terbuka kemung-kinan untuk disusun kembali agar kebutuhan untuk itu dapat dilayani oleh dunia hukum Indonesia.
Penerbit PT. Intermasa: Jakarta Undang-Undang Sementara-RI Tahun 1950 (UUD RIS, 1950) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 dan Amandemen. Undang-Undang RI Nomor 22/2009 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang RI Nomor 17/ 2003 tentang
Saran
Keuangan Negara.
Semua pihak perlu merenungkan persoalan yang lebih besar di balik terbitnya keputusan MK serta berbagai kelemahan yang tedapat dalam UU No 9. Perlu dipertimbangkan apakah benar bahwa status badan hukum layak diberlakukan bagi PTN eks BHMN saja, sehingga PTS mengacu kembali pada ketentuan perundang-undangan yang sudah ada yakni: UU Yayasan, UU Wakaf, dan UU lain seperti UU Perkumpulan. Putusan MK pada tanggal 30/3/2010 berisi berbagai rambu-rambu, terutama terkait hak kebebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin UUD. Karenanya peraturan tentang badan hukum pendidikan baru tidak perlu lagi memaksakan penyeragaman. UU badan hukum pendidikan cukup memberikan “peluang otonomi” bagi satuan pendidikan. Pustaka Acuan Badan Penelitian dan Pengembangan. 2005. Penyelenggaraan Perguruan Tinggi Negeri di Era BHMN dalam Rangka Otonomi Pendidikan. Chidir Ali, 1999. Badan Hukum. Penerbit PT Alumni, Bandung, Cetakan kedua. Departemen Pendidikan Nasional, 2003, UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional, 2009, UndangUndang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan. Http//sofian.staff.ugm.ac.id/artikel. Diunduh tanggal 15 April 2011. Keputusan Mahkamah Konstitusi. No. 021/PUUIV/2006 tgl 22/2/2007 halaman 134-135 yang dikutip kembali dalam putusan no11-14-21-126-136/PUU-VII2009 tgl 30/3/2010 tgl 30/3/2010 butir 3.24. Marwan, M.. dan Jimmy P., 2009. Kamus Hukum, Cetakan pertama, Reality Publisher, Surabaya. R. Subekti, 1979. Aneka Perjanjian, Cetakan IV,
304
Undang-Undang RI Nomor 16/ 2001 Tentang Yayasan. Undang-Undang RI Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-Undang RI Nomor 20/1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
M. Kholid Fathoni, Badan Hukum di Langit Pendidikan (Studi Evaluasi Kebutuhan Satuan Pendidikan)
memberikan keleluasaan bagi satuan pendidikan
merupakan badan hukum. Tetapi UU 9/2009
untuk berkembang secara optimal. BHMN sudah
mewajibkan satuan pendidikan-nya yang wajib
mempraktikkan ketentuan ini dan dinilai punya
menjadi BHP. Inilah yang kemudian menimbulkan
andil positif dalam memajukan perguruan tinggi.
pendapat pro dan kontra. Jika UU Yayasan (UU
Dengan mengecualikan ekses melambungnya SPP
16/ 2001 jo. UU 28/ 2004, PP 63/ 2008) dinilai
pada BHMN, UU BHP sesungguhnya telah meng-
bermasalah, sebaiknya UU tersebut yang perlu
antisipasinya dengan membatasinya maksimal 1/3
direvisi bukan membuat UU baru. Saat ini puluhan
dari dana opersional satuan pendidikan. Tetapi
ribu yayasan penyelenggara pendidikan, khususnya
sebagian orang menilai UU BHP tetap dirasakan
pendidikan dasar dan pendidikan menengah,
kebablasan karena mengandung makna pelepasan
juga belum seluruhnya menyesuaikan dengan UU
tanggung jawab oleh negara terhadap kewajiban
Yayasan. Jalan keluar yang lain: Universitas eks
membiayai pendidikan. Kekhawatiran melangitnya
BHMN diberikan payung baru berupa BHP (yang
biaya SPP seperti dalam kasus BHMN yang memicu
baru). Adapun yang sudah ikut badan hukum
bangkitnya tuduhan neo-liberalism tetap sulit
penyelenggara tidak perlu dipermasalahkan. Di luar
disembunyikan.
itu, masyarakat boleh memilih antara badan hukum
Pasal 53 UU No 20 pada dasarnya memberi-
atau tidak (seperti bentuk aslinya).
kan pilihan, bahwa yang wajib menjadi badan
Pendapat yang menilai badan hukum pendidikan
hukum adalah penyelenggaranya, atau satuan
bukan merupakan inti masalah pendidikan di
pendidikannya, atau kedua-duanya. Kalau demikian
Indonesia memandang bahwa Pendidikan nasional
maka sesungguhnya banyak sekali penyelenggaraan
perlu difokuskan pada pembangunan manusia
pendidikan sudah berbentuk BHP. Hal ini karena
seutuhnya, bukan pada pembangunan ekonomi
yayasan, badan wakaf dan semacamnya sudah
(economic development). Jangan menyamakan
pengelolaan pendidikan sebagai pengelolaan usaha,
seperti dalam upaya menswastakan pendidikan
negeri. Pendidikan nasional seyogyanya mengakomodasi prinsip etatis, paternalistik dan kebhinekaan, sehingga memberi kesempatan bagi penyelenggara dan pengelola pendidikan untuk mencoba dan mencari berbagai alternatif guna mendapatkan pilihan terbaik demi peningkatan mutu pendidikan. Selain itu juga perlu mengacu pada best practice pendidikan di negara-negara maju yang telah terbukti menghasilkan pendidikan bermutu tinggi. Untuk semua itu, Pemerintah perlu membiayai secara penuh pendidikan negeri pada pendidikan dasar, dan untuk swasta pemerintah ber-kewajiban mensubsidi. Badan hukum pendidikan jangan sampai mengurangi tanggung jawab pemerintah, dan tidak mengurangi pelaksanaan Tri Darma perguruan tinggi. Hak-hak historis dan konstitusional penyelenggara pendidikan seperti yayasan, dalam hal menyelenggarakan pendidikan secara langsung, harus tetap dipertahankan. Keberagaman dalam bentuk badan hukum dan tata kelola harus tetap dipertahankan atau justru perlu dikembangkan karena merupakan aset dan potensi bangsa. Agar satuan pendidikan bisa lebih bertang-gungjawab, bisa juga diperlakukan aturan perseroan terbatas yang bersifat terbuka dan tertutup. Yakni penyelenggara tidak perlu mengurusi hingga ke dalam perusahaan. Ada AD/ART yang bisa digunakna sehingga bila ada pelanggaran mudah ditindak. Ini artinya, hal-hal yang sudah diatur dengan peraturan sendiri, tidak perlu diatur kembali dalam RUU badan hukum pendidikan baru, kalaulah akan disusun. Simpulan dan Saran Simpulan Para penyelanggara dan pengelola satuan pendidikan terbelah menjadi dua pendapat besar, yakni yang menganggap badan hukum merupakan pilihan ideal bagi semua bentuk satuan pendidikan, dan kelompok lain menilai bahwa badan hukum baik untuk beberapa jenis satuan pendidikan namun tidak diperlukan untuk jenis pendidikan lainnya. Amanat UU No 20 Pasal 53 tidak dibatalkan. Isinya mewajibkan penyeleng-
305