Kolom IBRAHIM ISA Rabu Sore, 11 Maret 2015 ----------------------
BACAAN UNTUK HARI " SEBELAS MARET" HARI "SUPERSEMAR" *
*
*
“SUPERSEMAR” Di Satu Tangan, B E D I L
Di Tangan Satunya
KUDETA Paling CANGGIH, Paling GANAS & Paling BERDARAH < Kolom IBRAHIM ISA, Jum'at 07 MARET 2008> Tergulingnya rezim Orde Baru dan dimulainya era Reformasi sudah berlangsung hampir 10 tahun. Mantan Presiden rezim Orba, Jendral Suharto, penerima, pemegang dan pelaksana 'Supersemar' sudah meninggal dunia dua bulan yang lalu. Dengan melaksanakan 'Supersemar', Jendral Suharto telah dengan sukses melikwidasi pemerintahan Presiden Sukarno. Sebagai penggantinya beliau menegakkan rezim Orde Baru. Rezim ini sempat berjaya di negeri kita sejak periode antara 1967 s/d medio 1998. Melalui pelacakan fakta-fakta, literatur nasional dan internasional serta dokumentasi, penekunan penelitian lapangan (a.l lewat cara oral history), rekonstruksi dan deduksi, bisa disimpulkan bahwa 'keberhasilan Jendral Suharto' merebut kekuasaan pemerintah dan negara, terutama disebabkan canggihnya cara yang ditempuh. Yaitu, dengan bersandar pada pokoknya pada kekerasan, pada kekuatan militer. Sebagai pelengkap, diregisir suatu cara manipulasi canggih (kup kontitusionil . . ? ) untuk membenarkan, mensahkan dan melegitimasi tindakan kekerasan militer. Cara ini ialah dengan menciptakan dan memanipulasi 'Supersemar'. Suatu surat perintah yang dikeluarkan oleh Presiden Pangti ABRI Sukarno tertuju kepada Jendral Suharto. Melalui cara-cara yang unik dalam sejarah perebutan kekuasan, 'Supersemar' telah secara efektif 'mempasifkan serta membelenggu' kekuatan politik dan militer yang ketika itu masih setia mendukung Presiden Sukarno. Tibalah orang pada kesimpulan, bahwa bisanya Jendral Suharto menggulingkan Presiden Sukarno, melikwidasi apa yang disebut 'Orde Lama' Presiden Sukarno, kemudian
1
menaikkan dirinya sendiri menjadi Presiden Ke-2 Republik Indnesia, --- penyebab utamanya ialah strategi dan taktik : di 'Satu Tangan Memegang Bedil – Di Tangan lainnya 'SUPERSEMAR'. * * * 'S U P E R S E M A R' - suatu akronim dari 'Surat Perintah Sebelas Maret '. Dokumen apa itu? Begitu besar 'mukjizatnya' sehingga kuasa menggulingkan dan menggantikan Presiden Sukarno. Suatu 'dokumen' yang bisa secara 'sah' membubarkan dan melarang PKI, melarang marxisme. 'Supersemar' juga membenarkan tindakan persekusi, pembunuhan masal terhadap sejuta lebih warganegara tak bersalah, pemenjaraan dan pembuangan ratusan ribu lainnya. Membikin siapa saja yang berani menentang atau beroposisi, disingkirkan dan menjadi 'orang yang bermasalah'. Dengan kekuatan 'Supersemar' telah direvisi DPR dan MPR, dibentuk pemerintahan dan dinaikkan Jendral Suharto menjadi Presiden ke-2 Republik Indonesia. Demikianlah 'mukjizatnya' dokumen Supersemar itu. Di satu fihak ia 'bisa segala'. Tetapi di lain fihak ia dibikin seperti suatu barang 'misterius'. Sesungguhnya bukan misterius! Dengan mata kepalaku sendiri telah aku lihat dokumen 'Supersmar' tsb. Ini dimungkinkan karena salah seorang pejabat lembaga negara ARSIP NASIONAL, yang bersahabat, atas inisiatifnya sendiri menunjukkan dokumen tsb padaku. Pejabat penting tsb menjelaskan bahwa yang tersimpan di ARSIP NASIONAL adalah kopinya. Tetapi ditandaskannya bahwa kopi tsb sesuai dengan aslinya. Penguasa Orba sengaja membikin 'Supersemar' menjadi misterius. Tambah lagi diisukan pula, bahwa dokumen 'Supersemar' yang sempat menjadi buah bibir di masyarakat, dikatakan bukanlah yang asli. Bahwa yang asli, siapa tau apa isinya. Dari suatu misteri ke misteri lainnya. * * * Belakangan orang menjadi sadar. Semua 'kemisteriusan' Supersemar itu, memang sengaja diregisir demikian rupa. Sehingga orang menjadi bingung dan tidak mengerti lagi apa sebenarnya Supersemar itu. Dalam keadaan orang bertanya-tanya apa Supersemar itu, muncullah berita bahwa Supersemar itu, adalah suatu 'surat pelimpahan kekuasaan' dari Presiden Sukarno kepada Jendral Suharto.
2
Kemudian terungkap bahwa Presiden Sukarno yang formalnya masih Presiden, berkali-kali menjelaskan bahwa Supersemar bukan 'pelimpahan kekuasaan' , tetapi suatu 'perintah kepada Jendral Suharto bersangkutan dengan masalah penertiban keamanan. Tetapi penjelasan Presiden Sukarno itu di 'black-0ut', 'dibungkam' oleh pers yang ketika itu sudah ada di bawah kekuasaan dan kontrol tentara. Bisanya kemudian diterbitkan pidato-pidato penting Presiden Sukarno sekitar soal tsb; adalah berkat inisiatif dan usaha cermat sejarawan muda Bonie Triyana dan aktivis Budi Setiono. Atas usaha merekalah pidato-pidato penting Presiden Sukarno (yang diblackout itu) bisa terbit dalam bentuk buku berjudul “REVOLUSI BELUM SELESAI”. Orang tidak mungkin tidak mengerti kata-kata Presiden Sukarno, yang diucapkannya pada waktu pelantikan Kabinet Ampera, pada tanggal 28 Juli 1966, sbb: Pers asing mengatakan bahwa perintah ini adalah 'a transfer of authority to General Suharto'. Tidak. 'Its not a transfer of authority to General Suharto. I repeat again, its not a transfer of authority'. Didalam buku itu juga 'Revolusi Belum Selesai', terdapat penegasan Presiden Sukarno (Nov 1965) bahwa: "Saya yang ditunjuk MPRS menjadi Panglima Besar Revolusi. Terus terang bukan Subandrio. Bukan Leimena…. Bukan engkau Soeharto, bukan engkau Soeharto, dan seterusnya . . . . Mengapa begitu tegas ucapan Presiden tsb? Penyebabnya ialah karena Jendral Suharto sedang sibuk melakukan 'kup merangkak'-nya. Sampai kini belum ada yang bisa memastikan, dimana dokumen aslinya disimpan. Pasti tidak ikut dikubur pada waktu pemakaman mantan Presiden Suharto Januari y.l. Ketika Jendral Jusuf masih ada, ada cerita bahwa dokumen asli 'Supersmar' ada pada beliau. Paling tidak beliau tau apa dan dimananya barang itu. Didesas-desuskan bahwa pada akhir umurnya Jendral Jusuf akan mengungkap misteri sekitar SUPERSEMAR. Tetapi sampai akhir numurnya tidak ada wasiat Jendral Jusuf yang mengungkap misteri sekitar SUPERSEMAR. Orang masih ingat bahwa Jendral Jusuf adalah salah seorang dari tiga jendral TNI AD yang mengitari Presiden Sukarno di Bogor yang kemudian menghasilkan 'keluarnya' Surat Perintah Sebelas Maret 1967 untuk . . . . . . Jendral Suharto. * * * Orang yang tak pernah tau apa itu 'kup merangkak', pasti akan terheran-heran, mengikuti jalannya perkembangan peristiwa sesudah gagalnya G30S. Hal-hal itu betul
3
seperti 'pat-pat gulipat' dan 'abra-kedabra'. Bagaimana hal tsb bisa terjadi: 'Kabinet 100 Menteri' yang sedang bersidang di bawah pimpinan Presiden Sukarno di Istana Merdeka, akhirnya ter(di)paksa bubar karena ada 'pasukan tak dikenal' menerjang masuk dan mengepung Istana tempat sidang kabinet. Presiden Sukarno di dampingi Waperdam Subandrio cepat-cepat mengungsi ke Bogor. Selanjutnya datang menyusul 3 jendral TNI AD, antaranya Jendral Jusuf. Walhasil keluarlah SUPERSEMAR, Surat Perintah Sebelas Maret Presiden, untuk Jendral Suharto. Jendral Suharto, yang anggota kebinet 100 menteri itu, ternyata tidak hadir sidang kabinet tsb karena alasan 'sakit'. Menjadi jelas pula bahwa sidang kabinet yang bubar karena ancaman pasukan tak dikenal itu, kemudian diketahui bahwa pasukan 'tak dikenal itu' adalah pasukan Kostrad di bawah Jendral Sarwo Edhi. Perhatikan berikut ini: -- Ketika pada 3 Maret 2007 di Jakarta diadakan seminar mengenai Supersemar, arahnya menunjukkan ketidak jelasan apa yang hendak dicapai dengan seminar tsb. Apalagi ketika salah seorang pimpinan seminar menyatakan bahwa tidak dimaksudkan untuk mempesoalkan sah tidaknya Supersemar. Surat Perintah Sebelas Maret 1967 ? Surat Perintah dari siapa itu? Dan siapa pula yang diberi perintah? Tertera hitam di atas putih pada secarik kertas itu: Perintah Panglima Tertinggi Presiden Republik Indonesia, Sukarno. Siapa yang diberi surat perintah itu? Jendral Suharto! Diskusi dalam seminar tsb samasekali tidak mempersoalkan, bagaimana bisa suatu surat perintah, --- notabene yang di dalamnya tertera hitam di atas putih, bahwa si penerima perintah, dalam hal ini Jendral Suharto, harus melapor kepada Presidan, tambahan lagi mendapat tugas untuk memelihara/membela kewibawaan Presiden Sukarno serta ajaran-ajarannya, ---- akhirnya melalui suatu 'pat-pat gulipat', yang seolah-olah 'konstitusionil' , --- 'Supersemar' tsb menjadi 'senjata ampuh' untuk menggulingkan Presiden Sukarno, fihak yang memberikan perintah. Maka di sini menjadi jelas, bila hendak bicara hal 'SUPERSEMAR', tak bisa tidak harus bicara tentang adanya SUATU PENGKIANATAN yang tidak ada duanya dalam sejarah Republik Indonesia. Suatu pengkhianatan Suharto, Jendral TNI AD, terhadap Sukarno, Presiden RI, Panglima Tertinggi ABRI. Dewasa ini kita tetap prihatin, mengikuti dan juga menyaksikan perkembangan di masa
4
yang belum lama, menyaksikan keadaan kini kaum cendekiawan 'kita' -- para akhli ilmu kenegaraan, para akhli hukumnya, akhli undang-undang dsb --- , kaum politisi 'kita', perwira-perwira angkatan bersendjata RI -- yang tidak sedikit dari mereka-mereka itu telah benar-benar TERLIBAT DALAM PENGKHIANATAN tsb. Lebih memprihatinkan lagi, ialah bahwa masih cukup banyak dari mereka-mereka itu, masih belum sadar dan tobat akan kesalahan dan pengkhianatannya. Keprihatin ini bukan tanpa alasan. Bukankah kebesaran, kebijakan dan hati nurani suatu bangsa a.l tercermin pada kenuranian, keberanian membela keadilan dan kebenaran, serta kesadaran dan kemampuan berfikir bebas kaum cendekiawannya? * * *
5