BAB VIII SEJARAH FILSAFAT CINA A. PENGANTAR Filsafat Cina bermula pada masa awal seribu tahun pertama sebelum Masehi. Pada awal abad ke-8 sampai dengan abad ke-5 sebelum Masehi filsafat Cina mempunyai ajaran tentang ‘sumber-sumber utama’, lima anasir alam: air, api, kayu, logam, dan bumi. Pemikir-pemikir kuno Cina mengajarkan bahwa gabungan lima unsur tersebut menciptakan seluruh keberagaman fenomena dan hal-hal. Ada juga sistem lain untuk menyingkapkan sumber-sumber utama dunia nyata. Yi King (Buku tentang perubahaan) juga menyebut delapan sumber utama seperti itu, yang interaksinya membentuk situasi-situasi realitas yang berbeda. Pada saat yang sama, terbentuklah doktrin tentang kekuatan yang (aktif) dan yin (pasif) yang berlawanan dan saling terkait. Aksi dan kedua kekuatan ini dipandang sebagai sebab gerakan dan perubahan dari alam. Filsafat Cina kuno terus berkembang dari abad ke-5 sampai ke-3 sebelum Masehi. Dalam periode inilah aliran-aliran filosofis Cina muncul: Taoisme. Confucianisrne, Moisme. Banyak pemikir Cina kuno berupaya memecahkan masalah hubungan logis antara konsep (‘nama’) dan realitas. Hun Tzu, misalnya, mempertahankan bahwa konsep merupakan refleksi atas gejala dan hal-hal yang objektif. Kungsun Lun memberikan suatu penjelasan idealis atas masalah itu. Dia terkenal dari pernyataan-pernyataannya yang menyerupai aporia-aporia (paradoksparadoks) Zeno, dan karena abstraksi mutlak atas konsep dan pemisahannya dari realitas. Ajarannya tentang ‘nama-nama’ banyak kesamaan dengan teori ‘ide’ dan Plato. Teori etis dan politik dari Confcius dan Meng Tzu, pernyataan anggota lain dan aliran Legalis (Fa Chia) tentang negara dan hukum menjadi tersebar luas. Itulah Jaman Emas filsafat Cina. 1. Ciri Utama Ciri utama dari filsafat dan kebudayaan Cina adalah : 1. Humanis, perikemanusiaan. Filsafat Cina lebih antroposentris dibanding filsafat India dan filsafat Barat. 2. Pragmatis. Filsafat Cina lebih pragmatis dibanding yang lain, dimana selalu diajarkan bagaimana manusia harus bersikap dan bertindak supaya senantiasa dalam keseimbangan dunia dan surga.
Ketika kebudayaan Yunani masjh beranggapan bahwa manusia dan dewa-dewa dikuasai oleh suatu ‘Moira’ (nasib buta), dan ketika filsafat India masih mengajarkan bahwa kehidupan manusia terkurung lingkaran reinkarnasi, maka filsafat Cina sudah mengajarkan bahwa manusia dapat menentukan nasib dan tujuannya sendiri. 2. Tema Penting Ada tiga tema yang sepanjang sejarah dipentingkan dalam filsafat Cina, yaitu harmoni, toleransi, dan perikemanusiaan. Harmoni antara manusia dan sesama, manusia dan alam, manusia dan surga. Selalu dicari keseimbangan, suatu jalan tengah. Toleransi, terlihat dalam keterbukaan menerima berbagai faham yang berbeda,
suatu
sikap
perdamaian
yang
memungkinkan
terwujudnya
plurifomitas yang luar biasa, juga dalam bidang agama. Perikemanusiaan, dalam arti manusia yang merupakan pusat filsafat Cina pada hakikatnya adalah baik dan harus mencari kebahagiaan di dunia ini dengan mengembangkan dirinya sendiri dalam interaksi dengan alam dan dengan sesama. B. PERIODESASI FILSAFAT CINA Filsafat Cina dibagi dalam empat periode besar : 1. Jaman Klasik (600 SM-200 SM) 2. Jaman Neo-Taoisme dan Budhisme (200 SM - 1000 M) 3. Jaman Neo-Confucianisme (1000 - 1900) 4. Jaman Modem (1900 - … ) 1. Jaman Klasik (600 SM- 200 SM) Pada jaman ini terdapat tidak kurang dari seratus sekolah atau aliran filsafat
dengan
ajaran
yang
berbeda.
Mereka
itu
terutarna
adalah
Confucianisme, Taoisme, Yin-Yang, dan Maoisme. Sekalipun berbeda namun seeara umum membicarakan sejumlah konsep mendasar, yaitu: -
tao (jalan)
-
te (keutamaan atau seni hidup)
-
yen (perikemanusiaan)
-
i (keadilan)
-
t ‘ien (surga) ‘
-
yin-yang (harmoni antara dua hal yang berlawanan). Aliran filsafat yang penting pada jaman ini adalah:
a. Confucianisme Pendirinya lazim disebut Kong-Fu-Tse (Guru dari etnis Kung) atau Confucius dalam bahasa Latin, yang hidup antara 551 sampai 497 SM.. Ia mengajarkan bahwa Tao adalah ‘jalan’ yang merupakan prinsip utama atau hakikat dari kenyataan. Bagi Confucius Tao adalah ‘jalan manusia’. Manusia sendirilah yang dapat menentukan Tao menjadi luhur dan muIia kalau ia hidup dengan baik. Kebahagiaan hidup sendiri hanya dapat dicapai melalui ‘yen’, yakni sikap dasar yang menempatkan semua manusia secara hakiki berderajat sama walaupun sifat, tindakan, dan atribut dunia lainnya berbeda. b. Taoisme Tokohnya Lao Tse (Guru Tua) yang hidup sekitar tahun 550 SM. Ia berbeda pandangan dengan Confucius. Menurutnya Tao adalah ‘jalan’ alam, bukan ‘jalan’ manusia. Tao adalah prinsip kenyataan objektif, substansi abadi yang tunggal dan tidak bernania atu teridentifikasi. Ajaran Confucius cenderung mengarah etika, sedangkan Taoisrne metafisika. Puncak ajarannya adalah kesadaran bahwa manusia tidak tahu apa-apa tentang Tao. Dalam filsafat India dikenal ajaran ‘neti’, ‘na-itu’: ‘tidak begitu’, dan dalam filsafat Barat kesadaran demikian dinamakan ‘dogta ignorantia’ yang artinya ‘ketidaktahuan yang berilmu’. Maksudnya, setelah melalui proses panjang ibadat mendekat Tuhan (atau alam) manusia menyadari kebesaran-Nya dan merasa dirinya kecil. Sesuatu yang kecil takkan sempurna mengetahui yang jauh lebih besar, termasuk memberinya nama yang justru akan mengecilkan dan mempersempit saja. Maka itu ketidaktahuan di sini adalah ketidaktahuan yang bermakna. c. Yin-yang Ajaran Yin-yang disimbolkan dengan gambar lingkaran hitam-putih, yang maksudnya dunia terdiri dari dua hal yang berbeda atau bertentangan. Setiap hal positif, kebaikan (putih), di dalanmya tetap terdapat sifat negatif atau keburukan (titik hitam). Begitu pula, dalam kenegatifan, keburukan tetap saja terdapat kebaikan meskipun hanya sedikit (titik putih). Batas
keduanya bukanlah jelas-tegas, namun tipis atau tidak tegas (garis tengah berkelok). Yin-yang mengajarkan kenyataan sehari-hari adalah sintesa harmonis antara dua hal yang berlawanan, antara yin dan yang. Yin adalah prinsip pasif, ketenangan, surga, bulan, air, perempuan, kematian, sesuatu yang dingin. Yang adalah prinsip aktif, gerak, bumi, api, laki-laki, hidup, dan panas. d. Moisme Didirikan oleh Mo Tse, antara 500 dan 400 SM. Mo The mengajarkan yang terpenting adalah ‘cinta universal’, kemakmuran untuk semua orang, dan perjuangan bersama memusnahkan kejahatan. Moisme sangat pragmatis, langsung terarah pada yang berguna Segala hal yang tidak berguna dianggap sesuatu yang --tidak hanya jelek atau buruk-- tapi jahat. Perang tidak berguna (positif) karena itu jahat. Orang bodoh adalah jahat, karena tidak banyak gunanya. Moisme juga melawan musik sebagai hal yang tidak berguna dan jelek. Etika Moisme mengajarkan untuk memperlakukan orang lain sebagai dirinya sendiri. Prinsip ini dianggap cukup dapat mencapai kebahagiaan dan kemakmuran universal. e. Ming Chia Aliran yang berarti ‘sekolah nama-nama’ ini menekankan pada analisa istilah dan konsep. Ming Chia juga disebut sekolah dialektik, yang mirip dengan sofisme dalam filsafat Yunani. Ajaran mereka penting sebagai analisa dan kritik yang mempertajam perhatian untuk pemakaian bahasa yang tepat, dan mengembangkan logika dan tata bahasa.. Ming Chia sudah membicarakan konsep eksistensi, relativitas, kausalitas, dan ruang-waktu. f.
Fa Chia Fa Chia atau aliran hukurn berbeda dengan aliran klasik yang lain. Aliran ini tidak mengajarkan masalah manusia, dunia, dan surga., melainkan soal-soal praktis dan politik. Menurutnya kekuasaan pemerintahan yang tidak tercipta dari contoh atau teladan pemimpinnya, tetapi dari sistem perundang-undangan yang keras, dalam arti tegak, bersih.
Ada sebagian pendapat bahwa enam alirann filsafat di atas berasal atau diikuti oleh golongan masyarakat tertentu. -
Confucianisme berasal dari para ilmuwan.
-
Taoisme diikuti oleh para rahib (agamawan).
-
Yin-yang dari golongan okultisme (ahli magi).
-
Moisme berasal dari para kstaria.
-
Ming Chia dari para ahli debat, orator.
-
Fa Chia dari ahli-ahli politik.
2. Jaman Neo-Taoisme dan Budhisme (200 - 1000 M) Bermula dari India, Budhisme yang lahir sebagai reaksi atas Hinduisme dan kemudian mendapat perlawanan balik, melebarkan perkembangannya ke negara lain, termasuk Cina. Di Cina, Budhisme diterima dengan baik dan mengalami pembauran dengan tradisi filsafat Cina, yang pada waktu itu didominasi oleh aliran Tao yang dihidupkan kembali sebagai Taoisme-Baru (Neo-Taoisme). Pada jaman ini konsep Tao, misalnya, oleh Neo-Taoisme yang sudah terwarnai Budhisme diartikan sebagai nirvana sebagaimana dalam ajaran Budhis. 3. Jaman Neo-Confucianisme (1000 1900 M) Pada jaman ini Confucianisme klasik kembali menjadi ajaran fisafat terpenting. Ia bangkit kembali sebagai reaksi atas Budhisme yang dianggap mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan kebudayaan dari filsafat Cina. Kehidupann dunia kemakmuran material, hidup berkeluarga, yang merupakan nilai-nilai tradisional Cina, sama sekali dilalaikan bahkan disangkal oleh Budhisme, sehingga ajaran ini oleh orang Cina dialami sebagai sesuatu yang sama sekali asing. 4. Jaman Modern (1900 - …) Sejarah modern filsafat Cina dimulai sekitar tahun 1900, dengan kecenderungan berikut. Pada permulaan abad 20 pengaruh filsafat Barat cukup besar. Banyak tulisan pemikir Barat yang diterjemahkan dalam bahasa Cina. Aliran filsafat Barat yang populer di Cina adalah pragmatisme, suatu jenis filsafat yang lahir di AS. Setelah pengaruh Barat ini mulailah suatu reaksi berupa kecenderungan untuk kembali ke tradisi lama. Akhirnya, terutama sejak 1950, filsafat Cina dikuasi pemikiran Marx., Lenin dan Mae Tse Tung.