BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
8.1. Kesimpulan 1. Kandungan air bawaan batubara relatif menjadi turun pada setiap penurunan kedalaman dari lapisan bagian atas (roof) menuju lapisan bagian bawah (floor) untuk batubara lapisan Wara 110, Wara 120 dan Paringin 712. Penurunan ini disebabkan karena semakin menuju ke bawah pada lapisan batubara akan mengalami peningkatan tekanan dan temperatur pada saat proses pembentukannya, sehingga peningkatan temperatur akan menyebabkan kandungan air bawaan batubara menjadi berkurang. Kandungan air bawaan pada batubara akan mengalami penurunan sebanding dengan kedalamannya. Hal ini disebabkan pada saat terjadinya proses pembatubaraan akan mengalami peningkatan tekanan dan temperatur sebanding dengan kedalaman endapan batubara tersebut. 2. Batubara lapisan Wara relatif mempunyai kandungan air bawaan dan zat terbang yang lebih tinggi serta kandungan unsur karbon relatif rendah, hidrogen dan oksigen yang relatif tinggi dibandingkan pada batubara lapisan Tutupan 210 dan Paringin 712. Hal ini disebabkan bahwa batubara Wara merupakan batubara jenis lignit yang berdasarkan genesanya mempunyai kandungan air bawaan dan zat terbang yang tinggi serta kandungan unsur karbon rendah, kandungan hidrogen dan oksigen tinggi, sedangkan batubara Tutupan 210 dan Paringin 712 merupakan batubara jenis subbituminus yang mempunyai kandungan air bawaan dan zat terbang rendah serta kandungan unsur karbon tinggi, kandungan hidrogen dan oksigen rendah.
149
3. Maseral vitrinit dan liptinit mempunyai peranan dan berpengaruh baik dalam proses pencairan batubara. Jumlah kandungan maseral liptinit dalam batubara dapat meningkatkan rasio atom H/C sehingga hasil konversi pencairan batubara juga menjadi meningkat. Maseral yang terdapat pada batubara lapisan Wara, Tutupan 210 dan Paringin 712 didominasi oleh maseral vitrinit antara lain vitodetrinit, korpohuminit dan gelinit, maseral liptinit yaitu, sporinit, kutinit, resinit dan suberinit, sedangkan maseral inertinit yaitu mikrinit, funginit dan makrinit. Maseral vitrinit berasal dari jaringan kayu yang merupakan komposisi selulosa dan lignin. Maseral vitrinit terbentuk di dalam lapisan batubara sebagai hasil dari pengawetan an-aerobik material lingocellulosic, sedangkan maseral liptinit berasal dari bagian tumbuhantumbuhan yang kaya hidrogen seperti alga, lipid tumbuhan, proteinprotein, selulosa dan karbohidrat. Pada maseral inertinit, maseral ini mempunyai karakterisasi fluoresensinya rendah, kandungan karbon tinggi, oksigen dan hidrogen rendah. Aromatisasi yang kuat pada maseral inertinit ini karena terjadinya gelifikasi biokimia dan oksidasi pada jaringan kayu. 4. Unsur utama yang paling bepengaruh dalam proses pencairan batubara pada lapisan Wara, Tutupan 210 dan Paringin 712 adalah FeO, TiO2 dan MgO, sedangkan mineral-mineral yang terdapat dalam batubara lapisan Wara, Tutupan 210 dan Paringin 712 didominasi oleh mineral kuarsa, rutil, kaolin, goetit, kalsit, dolomit dan feldspar. Unsur utama dan mineralmineral dalam batubara tersebut berpengaruh baik terhadap proses pencairan karena bertindak sebagai katalis yang dapat membantu memasukkan atom hidrogen yang berasal dari disosiasi molekul hidrogen ke dalam batubara atau campuran batubara dengan pelarut sehingga menaikkan ketersediaan hidrogen aktif. Pada penelitian ini pengaruh mineral dalam proses pencairan kurang signifikan terhadap produknya. Hal ini disebabkan persentase kandungan mineral dalam batubara kecil, terutama untuk batubara lapisan Wara 110, Wara 200, Tutupan 210 dan Paringin 712, sedangkan pada batubara lapisan Wara 120 yang
150
mempunyai kandungan mineral cukup besar, maka pengaruh mineral terhadap produk pencairannya cukup signifikan. 5. Mineral pirit dalam batubara bisa berpengaruh baik dan meningkatkan hasil pencairan batubara karena mineral pirit ini dalam proses pencairan merupakan mineral berbasis besi yang berfungsi sebagai katalis. Keberadaan mineral pirit di dalam batubara ini berasosiasi dengan bahanbahan organik dan terbentuk selama atau setelah terjadinya endapan gambut. Mineral pirit dalam percobaan pencairan yang dilakukan pada penelitian ini kurang berpengaruh baik terhadap produknya. Hal ini disebabkan temperatur proses pencairan yang digunakan adalah rendah, yaitu 120 o C sehingga mineral pirit belum terdekomposisi membentuk pyrrhotite. Mineral pirit akan berubah dan membentuk pyrrhotite pada temperatur 450o-500o C. Terbentuknya pyrrhotite dari mineral pirit mempunyai peranan dalam proses pencairan karena berfungsi sebagai katalis. 6. Grup fungsi pada batubara lapisan Wara berupa sinyal alifatik C-H yang berkisar pada bilangan gelombang antara 3000-2500 cm-1 dalam analisa FTIR dan hal ini merupakan penciri batubara peringkat rendah dari jenis lignit, sedangkan pada batubara lapisan Tutupan 210 dan Paringin 712 terjadi sinyal aromatik C-H pada range 2000-1000 cm-1 yang merupakan penciri
batubara
peringkat
menengah
dan
merupakan
batubara
subbituminus. 7. Hasil pencairan batubara pada lapisan Wara, Tutupan 210 dan Paringin 712 mencapai optimal dengan waktu pencairan 60 menit. Hal ini disebabkan terjadinya reaksi balik yang sangat cepat dan radikal bebas batubara sebagian mengalami polimerisasi, sehingga hasil batubara cair mengalami penurunan. Pencairan batubara pada lapisan Wara mencapai hasil lebih banyak dibandingkan dengan batubara lapisan Tutupan 210 dan Paringin 712. Hal ini juga disebabkan bahwa batubara lapisan Wara merupakan batubara peringkat rendah jenis lignit yang mempunyai struktur molekul dengan gugus hidroksil lebih banyak dibandingkan
151
dengan batubara pada lapisan Tutupan 210 dan Paringin 712 yang merupakan batubara peringkat menengah jenis subbituminus, sehingga batubara lignit lebih mudah untuk dicairkan dibandingkan dengan batubara jenis subbituminus. 8.2. Rekomendasi 8.2.1. Pelaksanaan riset Percobaan pencairan batubara yang telah dilakukan terhadap batubara peringkat rendah PT. Adaro Indonesia, bisa ditingkatkan lagi hasilnya karena produk yang diperoleh masih di bawah 50%. Proses pencairan batubara menggunakan peralatan bath autoclave, temperatur dan tekanan rendah yaitu 120o C dan 1 atm serta menggunakan katalis alumina dan donor hidrogen NaOH. Faktor-faktor yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produk batubara cair antara lain adalah dengan melakukan perubahan rancangan percobaan yaitu perubahan terhadap varibel peralatan autoclave, temperatur dan tekanan tinggi serta pemakaian katalis dan donor hidrogen. 8.2.2. Kebijakan Teknologi pencairan batubara peringkat rendah diyakini menjadi alternatif terbaik bagi upaya Indonesia membangun pabrik pencairan batubara sebab sumberdaya batubara peringkat rendah sebagai umpan proses pencairan batubara berteknologi pencairan batubara peringkat rendah cukup banyak tersedia yaitu mencapai sekitar 86% dari total sumberdaya batubara nasional. Kebijakan di bidang pencairan batubara pada dasarnya tidak terlepas dari upaya komprehensif pemerintah untuk mencari solusi atas ketimpangan bauran energi selama ini yang antara lain ditandai oleh dominasi peran minyak bumi dan sedikit peran energi non minyak bumi. Energi non minyak bumi ini antara lain batubara, gas bumi dan energi baru terbarukan cukup banyak tersedia dan belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan Perpres tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang di satu sisi menurunkan peran minyak bumi, sedangkan di sisi lain menaikkan peran energi non minyak bumi termasuk batubara. Energi yang berasal dari pencairan batubara diharapkan dapat berperan
152
sebanyak 2% dari total bauran energi nasional pada Tahun 2025 (Daulay dan Permana, 2007). Menyusul dikeluarkannya Perpres tersebut di atas, pemerintah juga mengeluarkan Inpres Nomor 2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batubara yang dicairkan sebagai bahan bakar lain. Inpres ini mengamanatkan kepada departemen terkait untuk mensukseskan program pencairan batubara, mulai dari hulu sampai hilir (Daulay dan Permana, 2007). Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral sendiri diwajibkan antara lain: a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyediaan dan pemanfaatan batubara yang dicairkan sebagai bahan bakar lain yang antara lain memuat jaminan ketersediaan batubara yang dicairkan serta jaminan kelancaran dan pemerataan distribusinya. b. Menetapkan paket kebijakan insentif dan tarif bagi pengembangan batubara yang dicairkan sebagai bahan bakar lain dengan berkoordinasi dengan instansi lain. c. Menetapkan standar dan mutu bahan bakar lain yang berasal dari batubara yang dicairkan. d. Menjamin ketersediaan pasokan batubara sebagai bahan baku yang dicairkan. e. Menetapkan sistem dan prosedur untuk pengujian mutu bahan bakar lain yang berasal dari batubara yang dicairkan. f. Menetapkan tata niaga batubara yang dicairkan sebagai bahan bakar lain ke dalam sistem tata niaga bahan bakar minyak. g. Melaksanakan sosialisasi penggunaan batubara yang dicairkan sebagai bahan bakar lain. h. Mendorong pelaku usaha di bidang pertambangan batubara untuk menyediakan bahan baku batubara yang dicairkan. 8.2.3. Program pencairan batubara Mengingat teknologi pencairan batubara peringkat rendah yang akan diterapkan dalam program pencairan batubara di Indonesia belum terbukti komersial, maka akan dilakukan pembangunan pabrik pencairan batubara skala
153
semi komersial dengan kapasitas 13.500 barel/hari yang beroperasi pada tahun 2013 dan selanjutnya sampai tahun 2025 direncanakan dapat diproduksi bahan bakar minyak yang berasal dari batubara sekitar 189.000 barel/hari untuk memenuhi kontribusi sekitar 2% pada bauran energi nasional. Cadangan terukur batubara Indonesia sebanyak 61,3 milyar ton (Tahun 2006), dan di antaranya adalah batubara peringkat rendah sebesar 70 % atau 43 milyar ton (Nursarya, 2007). Mengacu pada program pencairan batubara sebagai tindak lanjut Perpres tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, maka batubara peringkat rendah berpotensi untuk dijadikan batubara cair. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencairkan batubara peringkat rendah sebagai tindak lanjut Perpes tahun 2006 antara lain sudah dilakukan terhadap batubara Formasi Warukin, Kalimantan Selatan khususnya pada batubara di konsesi Pertambangan Batubara PT. Adaro Indonesia. Berdasarkan percobaan pencairan batubara yang sudah dilakukan terhadap batubara Formasi Warukin, hasil yang didapatkan hanya mencapai optimal ratarata produk cair 40,60 % pada batubara lapisan Wara. Apabila diasumsikan sebanyak 5 % batubara lapisan Wara dikonversi menjadi bahan bakar cair, maka produk yang dihasilkan adalah sebesar 325 juta ton atau 250 juta liter, maka produk yang diperoleh sebesar 4.200 barel/hari dan hasil konversi ini diharapkan dapat mendukung kontribusi produksi bahan bakar minyak nasional sebesar 189.000 barel/hari pada tahun 2025.
154