BAB VII PERPAJAKAN PERPAJAKAN DI INDONESIA DIRASAKAN KURANG BERSAING UNTUK MENARIK INVESTASI. Pandangan ini umumnya diutarakan dalam 3 hal, yaitu: pelayanan pajak yang rendah, tarif pajak yang kurang bersaing dengan negara-negara di kawasan, serta kurang tersedianya insentif perpajakan untuk mendorong investasi. PELAYANAN PERPAJAKAN. Beberapa pelayanan pokok perpajakan yang sering dikeluhkan antara lain: lambatnya pengembalian restitusi pajak serta kewajiban tax installment yang terlalu pendek. TARIF PAJAK. Berdasarkan PPh pasal 17, tarif pajak penghasilan badan di Indonesia bersifat progresif, yaitu sebesar 10 persen, 15 persen, dan 30 persen. Sedangkan untuk tarif pajak penghasilan perorangan sebesar 5 persen, 10 persen, 15 persen, 25 persen dan 35 persen. Dibandingkan dengan Malaysia (28 persen, single rate) dan Thailand (30 persen, single rate), tarif pajak penghasilan badan di Indonesia saat ini relatif bersaing, namun agak lebih tinggi dibandingkan dengan Vietnam (25 persen) dan Singapura (22 persen). Perbandingan fasilitas dan tingkat pajak di beberapa negara dapat dilihat pada tabel berikut. PERBANDINGAN FASILITAS DAN TINGKAT PAJAK DI BEBERAPA NEGARA Negara RRC
Tax Holiday Tahun 1 – 2
Korea Selatan
Tahun 1 – 7
Malaysia
5 – 10 tahun (industri strategis dan teknologi tinggi)
Filipina
4 tahun (non-pioner); 6 tahun (pioner); 3 tahun (perluasan); 6 tahun (perluasan baru di wilayah kurang berkembang) 5 – 10 tahun (pioner) 3 tahun (Zona 1); 3 – 5 tahun (Zona 2); 8 tahun (Zona 3) Pembebasan PPh selama periode tertentu (1 s/d 8 tahun) mulai dari tahun pertama untung yang diberikan kepada proyek investasi yang dipromosikan (mendapat tarif preferensi)
Singapura Thailand Vietnam
Indonesia
Tax Allowance Tahun 3 – 5: pengurangan pajak penghasilan 50% Tahun 8 – 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50% Penundaan 70% dari pendapatan selama 5 tahun untuk industri pioneer NA
Tingkat Pajak (Perusahaan) 30% + 3% (lokal)
NA NA
22% 30%
Pengurangan PPh sebesar 50% diberikan setelah masa Tax Holiday untuk waktu s/d 4 tahun.
Tingkat pajak standar 25%. Tingkat pajak preferensi 10% (15 tahun), 15% (12 tahun), dan 20% (10 tahun) untuk investasi tertentu yang dipromosikan. Progresif maksimum 30%
Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% selama 6 tahun (belum terealisasikan)
16 – 28%
28%
32%
Sumber: Sekretariat ASEAN, 2001 (diolah BKPM)
Tim Investasi, Direktorat Perencanaan Makro, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Agustus 2005
VII—1
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa tarif pajak di Asia tidak terlalu berpengaruh terhadap investasi selama tarif pajak yang bersangkutan tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan. RRC yang mempunyai tarif pajak lebih tinggi (30 persen ditambah 3 persen piggy back) mampu menarik investasi yang besar. UPAYA YANG DILAKUKAN Dalam rangka mendorong investasi, telah diupayakan pemberian beberapa fasilitas perpajakan dalam bentuk fasilitas kepabeanan, pajak penghasilan, pajak perrtambahan nilai, dan fasilitas pajak di wilayah kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET). Rincian dari fasilitas perpajakan yang diberikan sejak tahun 2000 adalah sebagai berikut. 1. FASILITAS KEPABEANAN o Fasilitas Kepabeanan untuk Penanaman Modal berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 135/KMK.05/2000 jo. No. 28/KMK.05/2001 jo. No. 456/KMK.04/2002 meliputi keringanan bea masuk atas impor mesin dan bahan baku/penolong. 2. FASILITAS PAJAK PENGHASILAN (PPH) Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 148 Tahun 2000, bagi perusahaan PMDN dan PMA yang bergerak pada usaha di sektor-sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional terutama peningkatan ekspor serta daerah terpencil yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan namun terbatas prasarananya. Fasilitas pajak tersebut adalah: o Pengurangan penghasilan netto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal yang dilakukan. o Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat. o Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun. o Pengenaan Pajak Penghasilan atas deviden sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 UU PPh sebesar 10 persen atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku. Fasilitas pajak penghasilan ini belum ditindaklanjuti. 3. FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) o Peraturan Pemerintah No.146 Tahun 2000 membebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai bagi pengusaha yang melakukan kegiatan impor, dan atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu, dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu. o Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2001. jo. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2002 membebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Tim Investasi, Direktorat Perencanaan Makro, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Agustus 2005
VII—2
bagi pengusaha yang melakukan kegiatan impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis. 4. FASILITAS PERPAJAKAN DI WILAYAH KAPET o Fasilitas Pajak Panghasilan (PPh) bagi pengusaha yang melakukan usaha di wilayah KAPET berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 147 Tahun 2000 yang meliputi: - Pengurangan penghasilan netto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal yang dilakukan. - Pilihan untuk menerapkan penyusutan dan amortisasi yang dipercepat. - Kompensasi kerugian fiskal, mulai tahun pajak berikutnya berturutturut sampai paling lama 10 tahun. - Pengenaan PPh atas deviden yang dibayarkan kepada subyek pajak luar negeri sebesar 10 persen, atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku. o Keputusan Menteri Keuangan No. 200/KMK.04/2000, memberikan pembebasan PPh pasal 22 kepada Pengusaha Kawasan Berikat di dalam wilayah KAPET atas impor barang modal, impor peralatan pabrik, impor peralatan pembangunan, serta impor bahan baku yang akan dipakai, diolah maupun berhubungan langsung dengan kegiatan produksi Pengusaha Dalam Kawasan Berikat (PDKB). o Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dibebaskan bagi pengusaha di Kawasan Berikat dalam wilayah KAPET atas barang-barang impor, Barang Kena Pajak dari Daerah Pabean Indonesia lainnya, yang semata-mata digunakan di PDKB. o Fasilitas Kepabeanan berupa penangguhan bea masuk atas impor. o Fasilitas Perpajakan untuk PMA dan PMDN di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Perusahaan PMA dan PMDN di KTI diberikan kelonggaran berupa pengurangan 50 persen atas PBB selama 8 tahun sejak diperoleh izin peruntukan tanah (KMK No. 748/KMK.04/1990), serta dapat melakukan kompensasi kerugian tidak lebih dari 8 tahun terhitung mulai tahun pertama sesudah kerugian diderita (KMK No. 747/KMK.05/1990). Dalam rangka meningkatkan investasi dan sekaligus meningkatkan peranan pajak sebagai sumber pembiayaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan direncanakan perubahan pada UU Pajak Penghasilan (UU PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (UU PPN dan PPn BM) serta UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Pokok-pokok penyempurnaan ini menyangkut upaya untuk menurunkan tarif pajak yang dilakukan secara bertahap agar potential loss yang terjadi dapat ditutup dengan meningkatnya basis pajak sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. Tim Investasi, Direktorat Perencanaan Makro, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Agustus 2005
VII—3
Pokok-pokok perubahan yang terkait dengan upaya meningkatkan investasi sebagai berikut. 1. POKOK-POKOK PERUBAHAN SUBSTANSI UU PPH (PERORANGAN DAN BADAN) a. Perlakuan perpajakan terhadap Kontrak Investasi Kolektif disamakan dengan firma/kongsi dan bagian laba yang diterima atau diperoleh pemegang unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif dikecualikan sebagai obyek pajak. b. Menurunkan tarif Pajak Penghasilan perorangan untuk lapisan tertinggi di atas Rp 200 juta dari 35 persen menjadi 30 persen dalam jangka waktu 5 tahun. o Tarif umum yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) Wajib Pajak orang pribadi saat ini adalah sebagai berikut: Lapisan Penghasilan Sampai dengan Rp 50 juta Di atas Rp 50 juta — Rp 100 juta Di atas Rp 100 juta — Rp 200 juta Di atas Rp 200 juta
Tarif 5% 15% 25% 35%
c. Tarif Pajak Penghasilan Badan/Perusahaan diubah menggunakan tarif tunggal (single rate) yaitu sebesar 30 persen dan dalam jangka waktu 5 tahun diturunkan menjadi 25 persen. o Tarif khusus direncanakan diterapkan atas Penghasilan Neto Wajib Pajak badan pengusaha kecil tertentu sebagai tarif tunggal, yaitu sebesar 10 persen. 2. POKOK-POKOK PERUBAHAN SUBSTANSI UU PPN BARANG DAN JASA DAN PPN BM a. Penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan usaha dalam rangka merger tidak terkena PPN sepanjang pihak-pihak yang melakukan merger adalah pengusaha kena pajak. b. Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak tidak berwujud yang diserahkan dari dalam daerah ke luar daerah pabean tertentu dikenakan PPN 0 persen c. Mempercepat pelayanan restitusi dimana permohonan restitusi dapat diajukan di setiap masa pajak serta kelebihan pembayaran dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya atau akhir tahun buku. SARAN DAN REKOMENDASI 1. Secara singkat kebijakan pajak di Indonesia telah memberi perhatian pada upaya untuk mendorong investasi yaitu dengan untuk menyempurnakan UU Tim Investasi, Direktorat Perencanaan Makro, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Agustus 2005
VII—4
PPh, UU PPN dan PPn BM, serta UU KUP dengan menurunkan tingkat pajaknya secara bertahap (dalam waktu 5 tahun) guna mengurangi terjadinya potential loss. 2. Tarif pajak PPh Perorangan tertinggi diturunkan dari 35 persen menjadi 30 persen; dan tarif pajak PPh Badan dirubah menjadi single rate yaitu sebesar 30 persen dan selama 5 tahun diturunkan menjadi 25 persen. Dari tingkat pajak, kebijakan pajak yang sedang dalam penyempurnaan ini lebih kompetitif untuk menarik investasi dibandingkan dengan negara-negara di kawasan kecuali Singapura. 3. Meskipun demikian penyempurnaan sistem perpajakan ini harus didukung dengan pembenahan di sektor riil agar potential loss yang timbul dapat dicegah dengan meningkatnya kegiatan ekonomi yang pada gilirannya akan meningkatkan basis pajak. Analisa yang bersifat dynamic diperlukan untuk melihat dampak perubahan tarif pajak terhadap perekonomian secara menyeluruh. 4. Perhatian perlu diberikan pada penjabaran PP No. 148 Tahun 2000 agar fasilitas pajak penghasilan badan yang diberikan benar-benar lebih mampu mendorong bidang-bidang usaha yang terkait dengan strategi industrialisasi nasional serta memajukan daerah-daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan.
Tim Investasi, Direktorat Perencanaan Makro, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Agustus 2005
VII—5