BAB VII PERANCANGAN POROS DAN ASESORINYA
7.1.
Pendahuluan Poros transmisi (transmission shaft) atau sering hanya disebut poros (shaft)
digunakan pada mesin rotasi untuk mentransmisikan putaran dan torsi dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Poros mentransmisikan torsi dari driver (motor atau engine) ke driven. Komponen mesin yang sering digunakan bersamaan dengan poros adalah roda gigi, puli dan sproket. Transmisi torsi antar poros dilakukan dengan pasangan roda gigi, sabuk atau rantai. Poros bisa menjadi satu dengan driver, seperti pada poros motor dan engine crankshaft, bisa juga poros bebas yang dihubungkan ke poros lainnya dengan kopling. Sebagai dudukan poros, digunakan bantalan. 7.2.
Pembebanan Poros Pada prinsipnya, pembebanan pada poros ada 2 macam, yaitu puntiran karena
beban torsi dan bending karena beban transversal pada roda gigi, puli atau sproket. Beban yang terjadi juga bisa merupakan kombinasi dari keduanya. Karakter pembebanan yang terjadi bisa konstan, bervariasi terhadap waktu, maupun kombinasi dari keduanya. Perbedaan antara poros dan as (axle) adalah poros meneruskan momen torsi (berputar), sedangkan as tidak. Pada pembebanan konstan terhadap waktu, tegangan yang terjadi pada as dengan roda gigi atau puli yang berputar pada bantalan terhadap as tersebut adalah tegangan statik. Pada poros yang dibebani dengan bending steady akan terjadi tegangan fully reversed seperti pada gambar 7.1(a). Tegangan yang terjadi karena beban bending maupun torsi bisa fully reversed, repeated ataupun fluctuating, seperti pada gambar 7.1.
Gambar 7.1 Macam tegangan yang bervariasi terhadap waktu
7-1
Pembebanan Statik Bending dan Torsi Tegangan normal maksimum karena beban transversal
σx =
Mc I
(7.1)
τ xy =
Tc J
(7.2)
Tegangan geser maksimumnya
untuk penampang bulat
c=
d 2
I=
πd 4 64
J=
πd 4
(7.3); (7.4); (7.5)
32
Sehingga tegangan normal utamanya bisa dihitung (σy=0)
σ 1, σ 2 =
σx
(
16 ⎛σ ⎞ 2 ± ⎜ x ⎟ + τ xy = M ± M2 +T 2 3 2 2 πd ⎝ ⎠ 2
)
(7.6)
Tegangan geser utama
16 ⎛σ x ⎞ 2 ⎟ + τ xy = ± 3 πd ⎝ 2 ⎠ 2
τ 1,τ 2 = ± ⎜
M2 +T 2
(7.7)
Menurut kriteria energi distorsi, kegagalan poros akan terjadi ketika
σ 1 + σ 2 − σ 1σ 2 ≥ 2
2
Ssy Ns
⇔
(
)
Ssy 16 4M 2 + 3T 2 ≥ 3 Ns πd
(7.8)
dimana Ssy adalah kekuatan yield dan Ns adalah faktor keamanan. Diameter minimum poros ketika mulai terjadi kegagalan adalah
⎛ 32N s d =⎜ ⎜ πS sy ⎝
⎞ M2 + 3 T 2 ⎟ 4 ⎟ ⎠
1 2
(7.9)
Jika diameter poros diketahui, maka faktor keamanannya dihitung dengan
Ns =
πd 3 Ssy 32 M 2 + 3 T 2 4
Menurut kriteria tegangan geser maksimum, kegagalan poros akan terjadi ketika
7-2
(7.10)
σ1 + σ1 ≥
Ssy
⇔
Ns
(
)
Ssy 32 M 2 + T 2 ≥ 3 Ns πd
(7.11)
Diameter minimum poros ketika mulai terjadi kegagalan adalah
⎛ 32N s d =⎜ ⎜ πS sy ⎝
⎞ M2 +T 2 ⎟ ⎟ ⎠
1 2
(7.12)
Jika diameter poros diketahui, maka faktor keamanannya dihitung dengan
Ns =
πd 3 Ssy
(7.13)
32 M 2 + T 2
Pembebanan Statik Bending, Torsi dan Gaya Aksial Jika ditambahkan gaya aksial, maka tegangan normalnya menjadi
σx =
3M 4P + 3 πd πd 2
(7.14)
tegangan normal utamanya
2 ⎛ ⎜ 8M + Pd ± πd 3 ⎝
σ 1, σ 2 =
(8M + Pd )2 + (8T )2 ⎞⎟ ⎠
(7.15)
Tegangan geser utama
τ 1,τ 2 = ±
2 πd 3
(8M + Pd )2 + (8T )2
(7.16)
Menurut kriteria energi distorsi, kegagalan poros akan terjadi ketika
4 πd 3
(8M + Pd )2 + 48T 2
≥
Ssy Ns
(7.17)
Menurut kriteria tegangan geser maksimum, kegagalan poros akan terjadi ketika
4 πd 3
(8M + Pd )2 + 64T 2
7-3
≥
Ssy Ns
(7.18)
Pembebanan Siklik pada Poros Tegangan bending alternating dan rata-rata terbesar terjadi pada permukaan luar, besarnya :
σ a = kf
Mac I
σ m = k fm
Mmc I
(7.19) dan (7.20)
dengan kf dan kfm adalah faktor konsentrasi tegangan fatigue bending untuk komponen alternating dan rata-rata. Untuk poros solid berpenampang lingkaran :
c=r =
d 2
I=
πd 4
(7.21) dan (7.22)
64
Sehingga :
σ a = kf
32M a πd 3
σ m = k fm
32M m πd 3
(7.23) dan (7.24)
d adalah diameter poros pada posisi yang ditinjau. Tegangan geser alternating dan rata-rata besarnya :
τ a = k fs
Ta r J
τ m = k fsm
Tm r J
(7.25) dan (7.26)
dengan kfs dan kfsm adalah faktor konsentrasi tegangan fatigue torsi untuk komponen alternating dan rata-rata. Untuk poros solid berpenampang lingkaran :
r =
d 2
J=
πd 4
(7.27) dan (7.28)
32
Sehingga :
τ a = kf
16Ta πd 3
τ m = k fsm
16Tm πd 3
(7.29) dan (7.30)
Untuk gaya tarik aksial Fz, biasanya hanya mempunyai komponen rata-rata, yaitu sebesar:
σ m aksial = k fm
Fz 4Fz = k fm A πd 2
7-4
(7.31)
Kegagalan Poros pada Pembebanan Kombinasi Penelitian terhadap kegagalan fatigue untuk baja ulet dan besi cor getas pada pembebanan kombinasi antara bending dan torsi pertama kali dilakukan di Inggris pada 1930 oleh Davis, Gough dan Pollard. Hasilnya bisa dilihat pada gambar 7.3 (ANSI/ASME Standard B106.1M-1985 tentang ’Design of Transmission Shafting’). Kombinasi bending dan torsi pada material ulet yang mengalami fatigue biasanya terjadi pada elips yang dibentuk oleh persamaan pada gambar 7.2. Material cor getas biasanya gagal ketika terjadi tegangan utama maksimal (tidak ditunjukkan pada gambar).
Gambar 7.2 Hasil tes fatigue pada spesimen baja yang dibebani kombinasi bending dan torsi
7.3.
Pemasangan dan Konsentrasi Tegangan Untuk mengakomodasi pemasangan komponen seperti bantalan, sproket, roda
gigi dan lain-lain, poros dibagi menjadi beberapa step dengan diameter yang berbeda, seperti ditunjukkan pada gambar 7.3.
7-5
Gambar 7.3 Berbagai macam cara pemasangan komponen pada poros
Pasak (key), snap ring dan cross pin berfungsi untuk mengamankan posisi elemen mesin yang terpasang untuk bisa mentransmisikan torsi dan untuk mengunci elemen mesin tersebut pada arah aksial. Pemasangan komponen pada poros dan adanya step akan mengakibatkan terjadinya konsentrasi tegangan. Penggunaan pasak dan pin untuk menahan elemen mesin bisa digantikan dengan memanfaatkan gesekan. Salah satunya adalah clamp collar seperti pada gambar 7.3. Split collar adalah tipe lain dari clamp collar yang menggunakan ulir. Selain itu juga bisa digunakan suaian press dan shrink. Tetapi pemanfaatan gesekan ini masih juga menimbulkan konsentrasi tegangan. Taper pin standar juga sering digunakan untuk memasang elemen mesin pada poros, seperti untuk memasang sheave pada gambar 7.3. Pin ini terpasang pada lubang dan dikunci dengan memanfaatkan gesekan antara permukaan pin dengan permukaan lubang. Pemasangan taper pin harus di tempat dimana momen bendingnya kecil, untuk menghindari konsentrasi tegangan. Rolling element bearing seperti pada gambar 7.3 dipasang pada frame dan poros dengan memanfaatkan suaian press. Dibutuhkan step pada poros untuk menahan bearing. Snap ring
digunakan untuk mencegah pergerakan aksial poros terhadap
bearing. Keuntungan penggunaan pasak adalah mudah untuk dipasang dan ukurannya telah distandarkan berdasar diameter poros. Pasak juga terpasang pada lokasinya secara akurat (’phasing’), mudah dilepas dan diperbaiki. Kekurangan penggunaan pasak adalah tidak bisa menahan pergerakan aksial dan memungkinkan terjadinya ’backlash’, karena adanya clearance antara pasak dengan poros.
7-6
Taper pin meneruskan torsi dengan baik dan bisa menahan pergerakan aksial dan radial, tetapi memperlemah poros. Pelepasannya dari poros lebih sulit dari pada pasak. Clamp collar mudah dipasang, tetapi sulit untuk memasang lagi pada posisinya. Suaian press adalah hubungan semipermanen, sehingga untuk memasang dan melepasnya diperlukan alat khusus.
7.4.
Material Poros Baja sering digunakan karena modulus elastisitasnya tinggi, sehingga ketahannya
terhadap defleksi tinggi. Besi cor dan besi nodular digunakan ketika gear atau komponen lain terintegrasi pada poros. Perunggu dan stailess steel digunakan di laut atau pada kondisi korisif lainnya. Through atau case hardened steel sering digunakan pada poros yang digunakan juga sebagai jurnal pada sleeve bearing. Kebanyakan poros terbuat dari baja karbon rendah dan medium yang dirol panas (hot rolled) maupun dingin (cold rolled). Ketika diperlukan kekuatan yang lebih tinggi, bisa digunakan baja paduan. Cold rolled sering digunakan pada poros diameter kecil (sampai diameter 3 in.), sedangkan hot rolled untuk diameter yang lebih besar. Untuk material yang sama, sifat mekanik pada cold rolled lebih besar, tetapi akan terjadi tegangan sisa pada permukaan. Alur pasak, groove dan step akan melokalisasi adanya tegangan sisa dan akan mengakibatkan ‘warping’. Permukaan poros yang di roll panas harus dimesin untuk menghilangkan karburizing pada permukaan, sedangkan permukaan yang di roll dingin dibiarkan, kecuali pada bagian dispesifikasikan pada perancangan, seperti untuk tempat bantalan dll.
7.5.
Daya Poros Daya instan yang ditransmisikan poros adalah hasil perkalian torsi T dengan
kecepatan sudut ω (ω dalam radian per satuan waktu), yaitu :
P = Tω
(7.32)
Pada mesin yang beroperasi dengan torsi atau kecepatan sudut bervariasi terhadap waktu, daya rata-ratanya adalah :
Pavg = Tavg ω avg
7-7
(7.33)
7.6.
Perancangan Poros Tegangan dan defleksi adalah parameter yang harus diperhatikan pada
perancangan poros. Defleksi sering menjadi parameter kritis, karena defleksi yang besar akan mempercepat keausan bantalan dan mengakibatkan terjadinya misalignment pada roda gigi, sabuk dan rantai. Tegangan pada poros bisa dihitung hanya pada posisi tertentu yang ditinjau dengan mengetahui beban dan penampang poros. Tetapi, untuk menghitung defleksi yang terjadi, harus diketahui terlebih dahulu geometri seluruh bagian poros. Sehingga dalam merancang poros, pertama kali yang dilakukan adalah berdasar tegangan yang terjadi, baru kemudian menghitung defleksi berdasar geometri yang telah ditentukan. Perancangan poros juga dipengaruhi hubungan frekuensi pribadi poros (pada pembebanan bending dan torsi) terhadap frekuensi pembebanan terhadap waktu. Jika frekuensi pembebanan mendekati frekuensi pribadi poros, akan terjadi resonansi, sehingga timbul getaran, tegangan dan defleksi yang besar. Aturan umum perancangan poros : a. Untuk meminimalisasi defleksi dan tegangan, poros diusahakan sependek mungkin dan meminimalisasi keadaan ‘overhang’, b.
Sebisa mungkin menghindari susunan batang kantilever, dan mengusahakan tumpuan sederhana, kecuali karena tuntutan perancangan. Hal ini karena batang kantilever akan terdefleksi lebih besar,
c.
Poros berlubang mempunyai perbandingan kekakuan dengan massa (kekakuan spesifik) lebih baik dan frekuensi pribadi lebih besar dari pada poros pejal, tetapi harganya akan lebih mahal dan diameter akan lebih besar,
d.
Usahakan menghindarkan kenaikan tegangan pada lokasi momen bending yang besar jika memungkinkan dan meminimalisasi efeknya dengan cara menambahkan fillet dan relief.
e.
Jika tujuan utamanya adalah meminimalisasi defleksi, baja karbon rendah baik untuk digunakan karena kekakuannya setinggi baja dengan harga yang lebih murah dan pada poros yang dirancang untuk defleksi, tegangan yang terjadi cenderung kecil,
f.
Defleksi pada roda gigi yang terpasang pada pada poros tidak boleh melebihi 0.005 inch dan slope relatif antar sumbu roda gigi harus kurang dari 0.03º.
g.
Jika digunakan plain bearing, defleksi poros pada arah sepanjang bantalan harus kurang dari tebal lapisan oli pada bantalan,
h.
Jika digunakan non-self-alligning rolling element bearing, defleksi sudut poros pada bantalan harus dijaga kurang dari 0.04º,
7-8
i.
Jika terjadi gaya aksial, harus digunakan paling tidak sebuah thrust bearing untuk setiap arah gayanya. Jangan membagi gaya aksial pada beberapa thrust bearing karena ekspansi termal pada poros akan mengakibatkan overload pada bantalan.
j.
Frekuensi pribadi pertama poros minimal tiga kali frekuensi tertinggi ketika gaya terbesar yang diharapkan terjadi pada saat operasi. Semakin besar akan semakin baik, tetapi akan semakin sulit untuk dicapai.
Perancangan Poros untuk Fully Reversed Bending dan Steady Torsion Pembebanan ini termasuk kasus fatigue multiaksial sederhana. Hasil eksperimen untuk kasus ini diperlihatkan pada gambar 7.2. Metode ASME Standar ANSI/ASME untuk Perancangan poros transmisi dipublikasikan sebagai B106.1M-1985. Pendekatan ASME mengasumsikan pembebanan adalah bending fully reversed (komponen bending rata-rata adalah nol) dan steady torque (komponen torsi alternating adalah nol) pada kondisi yang mengakibatkan tegangan di bawah kekuatan yield torsional material. Banyak poros yang masuk dalam kategori ini. Digunakan kurva elips seperti pada gambar 7.3 dengan memasukkan ketahanan bending (bending endurance strength) pada sumbu σa dan kekuatan yield tarik pada sumbu σm sebagai batas kegagalan. Kekuatan yield tarik didapat dari kriteria Von Misses. Untuk mendapatkan formula ASME ditunjukkan sebagai berikut: Dari gambar 7.2:
⎛σa ⎜⎜ ⎝ Se
2
⎞ ⎛ τm ⎞ ⎟ =1 ⎟⎟ + ⎜ ⎜S ⎟ ⎠ ⎝ ys ⎠ 2
(7.34)
Nf adalah faktor keamanan,
⎛ σ ⎞ ⎛ τ ⎜⎜ N f a ⎟⎟ + ⎜ N f m S e ⎠ ⎜⎝ S ys ⎝ 2
2
⎞ ⎟ =1 ⎟ ⎠
(7.35)
Menurut kriteria von Misses,
S ys =
Sy 3
Dari persamaan 7.23, 7.24, 7.25, 7.26, 7.35 dan 7.36 didapat :
7-9
(7.36)
⎡⎛ 32 M a ⎢⎜ k f πd 3 ⎣⎢⎝
⎞⎛ N f ⎟⎜⎜ ⎠⎝ S e
2 ⎡⎛ ⎞⎤ 16Tm ⎟⎟⎥ + ⎢⎜ k fsm πd 3 ⎢⎣⎝ ⎠⎦⎥
2
⎞⎛⎜ N f 3 ⎞⎟⎤ ⎥ =1 ⎟ ⎠⎜⎝ S y ⎟⎠⎥⎦
(7.37)
disusun kembali, dan didapatkan diameter poros hasil rancangan untuk pembebanan Fully Reversed Bending dan Steady Torsion :
⎧ 32 N ⎪ f d =⎨ π ⎪⎩
2 ⎡⎛ M ⎞ 2 3 ⎛ ⎞ ⎤ ⎫⎪ T a m ⎟ ⎥⎬ ⎟ + ⎜ k fsm ⎢⎜ k f S f ⎟⎠ 4 ⎜⎝ S y ⎟⎠ ⎥ ⎪ ⎢⎜⎝ ⎦⎭ ⎣
1
3
(7.38)
dengan Nf=faktor keamanan dan kf=faktor konsentrasi tegangan fatigue. ASME mengasumsikan konsentrasi tegangan untuk tegangan rata-rata, kfsm=1, sehingga :
⎧ 32 N ⎪ f d =⎨ ⎪⎩ π
⎡⎛ M ⎞ 2 3 ⎛ T ⎞ 2 ⎤ ⎫ ⎢⎜ k f a ⎟ + ⎜ m ⎟ ⎥ ⎪⎬ S f ⎟⎠ 4 ⎜⎝ S y ⎟⎠ ⎥ ⎪ ⎢⎜⎝ ⎦⎭ ⎣
1
3
(7.39)
Persamaan 7.39 hanya berlaku untuk pembebanan torsi konstan dan fully reversed moment. Untuk kasus lebih umum, gunakan persamaan 7.26. Gambar 7.4 menunjukkan garis kegagalan elips Gough dari gambar 7.2 serta garis kegagalan Gerber, Soderberg dan Goodman yang dimodifikasi.
Gambar 7.4 Garis kegagalan elips menggunakan kekuatan yield serta garis kegagalan lain untuk tegangan berfluktuasi
7-10
Perancangan Poros untuk Fluctuating Bending dan Fluctuating torsion Jika beban torsi tidak konstan, komponen alternating akan mengakibatkan tingkat tegangan multiaksial kompleks. Pendekatan dilakukan dengan kriteria von Misses. Untuk tujuan perancangan, yaitu mencari diameter poros yang dibutuhkan, dengan asumsi komponen alternating dan rata-rata dijaga pada rasio yang konstan, gaya aksial pada poros sama dengan nol, maka diameter poros yang dibutuhkan adalah
⎧ ⎪ ⎪ 32N f d=⎨ ⎪ π ⎪⎩
⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣
(k f M a )
2
3 2 + (k fsTa ) 4 + Sf
(k fm M m )
2
3 2 + (k fsmTm ) 4 Sut
⎤⎫ ⎥ ⎪⎪ ⎥⎬ ⎥⎪ ⎥⎪ ⎦⎭
1 3
(7.40)
Persamaan 7.40 bisa digunakan untuk mencari diameter poros untuk setiap kombinasi beban bending dan torsi dengan asumsi seperti yang sudah disebutkan di atas.
Contoh soal #1 Susunan sabuk dengan gaya tarik seperti gambar. Lokasi A dan B adalah jurnal bearing (abaikan gesekan). Kekuatan yield material poros 500 MPa dengan faktor keamanan 2. Tentukan diameter terkecil yang masih aman dengan kriteria energi distorsi dan kriteria tegangan geser maksimum. Gambar diagram benda bebas poros serta diagram momen dan torsi. Solusi Diagram benda bebas poros ditunjukkan pada gambar (a), diagram momen pada bidang x-y ditunjukkan pada gambar (b), diagram momen pada bidang x-z ditunjukkan pada gambar (c), diagram torsi ditunjukkan pada gambar (d).
7-11
a
b
d
c
(118.75 )2 + (37.5)2
Dari diagram momen, momen maksimalnya M max =
= 124.5 Nm
Diameter poros menurut kriteria energi distorsi (persamaan 7.9) :
⎛ 32N s d =⎜ ⎜ πS sy ⎝
⎞ M +3 T ⎟ 4 ⎟ ⎠ 2
2
1 2
⎛ 322 = ⎜⎜ 6 ⎝ π (500 ) 10
( ) (124.5)
2
⎞ + 3 (7.5 ) ⎟⎟ 4 ⎠ 2
1 2
= 0.0172 m = 17.2 mm
Diameter poros menurut kriteria tegangan geser maksimum (persamaan 7.12) :
⎛ 32N s d =⎜ ⎜ πS sy ⎝
7.7.
⎞ M +T ⎟ ⎟ ⎠ 2
2
1 2
⎛ 322 = ⎜⎜ 6 ⎝ π (500 ) 10
( ) (124.5)
2
⎞ + (7.5 ) ⎟⎟ ⎠ 2
1 2
= 0.0172 m = 17.2 mm
Defleksi Poros Poros adalah beam yang terdefleksi secara transversal dan batang torsi yang
terpuntir. Poros sebagai beam Defleksi beam (y) dihitung dengan mengintegralkan dua kali persamaan
M d 2y = EI dx 2
7-12
(7.41)
dimana E adalah modulus Young, I adalah momen inersia beam. Hal yang harus diperhatikan adalah adanya step, yang mengakibatkan adanya variasi penampang pada arah memanjangnya. Poros sebagai batang torsi Kebanyakan poros berpenampang bulat. Defleksi sudut θ (radian) untuk poros dengan panjang l, modulus geser G, momen inersia polar J, dan torsi T adalah
θ=
Tl GJ
(7.42)
maka konstanta pegas torsionalnya
kt =
T
θ
=
GJ l
(7.43)
Pada poros dengan step, penghitungan defleksi sudut dilakukan tiap segmen dengan penampang yang sama. Defleksi sudut totalnya adalah
θ = θ1 + θ 2 + θ 3 =
l ⎞ l T ⎛ l1 ⎜⎜ + 2 + 3 ⎟⎟ G ⎝ J1 J 2 J 3 ⎠
(7.44)
konstanta pegas torsionalnya adalah
1 1 1 1 = + + k t k t1 k t 2 k t 3
7.8.
(7.45)
Pasak (Key) dan Alur Pasak (Key Way) Menurut ASME, definisi pasak adalah “demountable elemen mesin yang ketika
dipasang pada alurnya, mempunyai kegunaan untuk mentransmisikan torsi antara poros dan hub.” Standar pengelompokan pasak berdasarkan bentuk dan dimensinya. Pasak paralel berpenampang segi empat dengan tinggi dan lebar konstan pada arah memanjang (gambar 7.5(a)). Pasak miring mempunyai lebar konstan dengan tinggi bervariasi secara linier pada arah memanjang dengan kemiringan 1/8 inch per foot dan dipasang pada alur miring sampai terkunci. Ada 2 macam pasak miring, yaitu pasak miring tanpa kepala dan dengan kepala gib (gambar 7.5(b)). Pasak woodruff berbentuk setengah lingkaran dengan lebar konstan, dipasang pada alur pasak yang juga berbentuk setengah lingkaran (gambar 7.5(c)). Pasak miring bisa langsung mengunci gerakan
7-13
aksial, sedangkan pada pasak paralel atau woodruff, perlu ditambahkan alat untuk mengunci, seperti retaining ring atau clamp collar.
Gambar 7.5 Macam pasak
Pasak Paralel (Parallel Keys) Pasak jenis ini paling sering digunakan. ANSI mendefinisikan dimensi penampang dan kedalaman alur pasak sebagai fungsi diameter poros di mana alur pasak berada. Pasak yang digunakan untuk poros diameter kecil ditunjukkan pada tabel 7.1. Setengah bagian pasak paralel dipasang masuk pada poros dan setengah sisanya dipasang pada hub, seperti pada gambar 7.5(a).
Tabel 7.1 Standar USA untuk pasak dan dimensi setscrew untuk poros
Pasak paralel biasanya dibuat dari batang yang diroll dingin dengan toleransi negatif (dimensi sebenarnya selalu lebih kecil dari dimensi nominal). Pada pembebanan torsi alternating, dengan torsi positif ke negatif tiap siklusnya, suaian pasak harus diperhatikan. Adanya clearance akan mengakibatkan backlash dan beban impak. Untuk menghilangkan efek backlash, digunakan setscrew (skrup pengencang) dan dipasang pada hub, 90° terhadap pasak. Setscrew ini akan menahan pergerakan hub secara aksial dan menghindarkan pasak dari backlash. Standar ASME untuk setscrew bisa dilihat pada
7-14
tabel 7.1. Untuk mencegah terpuntirnya pasak karena adanya defleksi pada poros, panjang pasak harus lebih kecil dari 1.5 kali diameter poros. Jika diinginkan lebih kuat, bisa digunakan 2 buah pasak. Pasak Miring (Tapered Keys) Lebar pasak miring untuk diameter tertentu sama dengan pasak paralel, seperti pada tabel 7.1. Kemiringan dan dimensi kepala gib distandarkan. Kemiringan dimanfaatkan sebagai pengunci terhadap gerakan aksial dengan memanfaatkan adanya gesekan antar permukaan. Kepala gib digunakan untuk melepas pasak dengan cara menariknya ketika tidak dimungkinkan mendorong bagian pasak yang kecil, karena tidak bisa dijangkau. Karena pemasangan pasak miring pada satu sisi, sehingga terjadi clearance pada satu sisi, maka dimungkinkan terjadinya eksentrisitas antara hub dan pasak. Pasak Woodruff (Woodruff Keys) Pasak jenis ini digunakan pada poros ukuran kecil dan ‘self-aligning’, sehingga sering digunakan pada poros miring. Pemasangan pasak jenis ini pada hub sama seperti pasak paralel, yaitu setengah bagiannya. Bentuk setengah lingkaran memungkinkan pasak masuk lebih dalam pada alur pasak, sehingga akan lebih sulit untuk terguling, tetapi lebih lemah jika dibandingkan dengan pasak paralel. Lebar pasak woodruff adalah fungsi diameter poros, seperti pada pasak paralel, ditunjukkan pada tabel 7.1. Standar yang sering digunakan adalah standar ANSI, seperti pada tabel 7.2. Pada standar ANSI, digunakan penomororan pasak untuk tiap ukuran. Diameter pasak nominal ditunjukkan oleh 2 digit terakhir dibagi 8 (dalam inch). Lebar pasak nominal ditunjukkan oleh digit yang mendahului 2 digit terakhir dibagi 32 (dalam inch). Contohnya, pasak nomor 808, diameter nominalnya adalah 8/8=1 inch, lebarnya adalah 8/32=1/4 inch. Tabel 7.2 Standar ANSI untuk pasak woodruff (lihat gambar 7.5 untuk label)
7-15
Tegangan pada Pasak Ada dua macam kegagalan pada pasak, yaitu geser dan bearing. Kegagalan geser terjadi ketika pasak dibebani geser pada bidang yang sejajar bidang pertemuan antara poros dan hub. Kegagalan bearing terjadi karena penekanan pada kedua sisi pasak. Kegagalan geser Tegangan karena beban geser langsung :
τ xy =
F Ashear
(7.46)
F adalah gaya yang bekerja, Ashear adalah perkalian antara lebar (w) dengan panjang (L) pasak. Gaya yang bekerja pada pasak adalah hasil bagi torsi dengan jari-jari.
F=
T 2T = d /2 d
Ashear = wL
(7.47) (7.48)
Pada pembebanan dengan torsi konstan terhadap waktu, faktor keamanannya adalah perbandingan tegangan geser dengan kekuatan yield material
τ xy ≤
Ssy Ns
(7.49)
dimana Ssy adalah tegangan geser yang diijinkan, Ns faktor keamanan, dan
τ all = S ys = 0.40S y
(7.50)
dimana Sy adalah kekuatan yield. Pada pembebanan dengan torsi yang berubah terhadap waktu, pasak akan gagal karena fatigue. Faktor keamanan dicari dengan menghitung tegangan geser rata-rata dan alternating, menghitung tegangan von misses rata-rata dan alternating. Kemudian digunakan diagram Goodman yang dimodifikasi. Kegagalan bearing Tegangan bearing :
σy =
F Abearing
(7.51)
F adalah gaya yang bekerja, Abearing adalah luasan kontak antara sisi pasak dengan poros atau hub. Untuk pasak paralel, Abearing adalah perkalian panjang pasak (L) dengan setengah tingginya (h/2).
7-16
Tegangan bearing dihitung dengan gaya maksimal, baik gaya konstan maupun berubah terhadap waktu. Karena tegangan tekan tidak mengakibatkan kegagalan fatigue, pembebanan adalah statik. Faktor keamanan adalah perbandingan antara tegangan bearing maksimal dengan kekuatan yield material untuk tekan.
Abearing = Lh 2
σy ≤
S yc Ns
(7.52) (7.53)
dengan Syc adalah tegangan normal yang diijinkan
σ all = S yc = 0.90S y
(7.54)
Material Pasak Karena beban pasak adalah geser, maka digunakan material ulet dan lunak. Baja karbon rendah adalah material yang sering digunakan. Untuk keadaan korosif, digunakan kuningan atau stainless steel.
Perancangan Pasak Diameter poros di mana alur pasak berada mempengaruhi lebar pasak, tinggi pasak juga dipengaruhi oleh lebar pasak. Sehingga variabel perancangan yang digunakan adalah panjang dan jumlah pasak tiap hub-nya. Panjang pasak paralel dan miring bisa sama dengan panjang hub. Untuk lebar pasak woodruff tertentu, terdapat beberapa diameter dan menentukan panjang masuknya pasak pada hub. Semakin besar diameter pasak woodruff, semakin dalam alur pasak, sehingga poros semakin lemah. Kalau dibutuhkan 2 buah, pasak kedua bisa ditambahkan pada posisi 90° dari pasak pertama. Jika terjadi overload beban, pasak dirancang supaya gagal terlebih dahulu sebelum alur pasak atau bagian lain dari poros gagal. Pasak berperan sebagai pengaman untuk melindungi bagian yang lebih mahal karena pasak relatif lebih murah dan mudah untuk diganti. Hal ini menjadi alasan kenapa material pasak dipilih ulet dan lunak dengan kekuatan lebih rendah dibanding dengan material poros.
7-17
Konsentrasi Tegangan pada Alur Pasak Pasak memiliki sisi relatif tajam (jari-jari<0.02 inch), sehingga alur pasak juga demikian, dan mengakibatkan adanya konsentrasi tegangan pada alur pasak. Macam alur pasak bisa dilihat pada gambar 7.6.
Gambar 7.6 Macam alur pasak pada poros
Dari percobaan yang dilakukan oleh Peterson pada alur pasak end-milled, didapat kurva konsentrasi tegangan untuk pembebanan bending dan torsi pada poros (gambar 7.7).
Gambar 7.7 Faktor konsentrasi tegangan pada alur pasak dengan ujung di freis pada pembebanan bending (Kt) dan torsi (Kts)
Contoh soal #2 Poros berdiameter 4 inch dengan hub terbuat dari baja karbon tinggi (Sy=55 ksi). Pasak segi empat terbuat dari baja karbon rendah (Sy=43 ksi) dengan lebar dan tinggi masingmasing 1 inch. Asumsikan torsi bekerja pada jari-jari 2 inch dan faktor keamanan (karena tekan dan bearing)=2. Tentukan panjang kritis pasak. Solusi Poros Tegangan geser yang diijinkan karena beban geser
τ all = S ys = 0.40S y = (0.40 )(55 ) = 22 ksi
7-18
Tegangan normal yang diijinkan karena beban bearing
σ all = S yc = 0.90S y = (0.90 )(55 ) = 49.5 ksi Tegangan karena geser langsung τ xy =
Tegangan bearing σ y =
S yc Ns
=
Ssy Ns
=
22 = 11 ksi 2
49.5 = 24.75 ksi 2
Untuk poros berpenampang bulat J =
πd 4 32
π (4 )
4
=
32
= 25.13 in4
Torsi maksimum pada jari-jari 2 inch
Tmax =
τ xy J r
=
(11)(10 3 )(24.13) = 138200 lbf-in 2
Gaya maksimum Fmax =
Tmax = 69100 lbf r
Pasak Tegangan geser yang diijinkan karena beban geser
τ all = S ys = 0.40S y = (0.40 )(43 ) = 17.20 ksi Tegangan normal yang diijinkan karena beban bearing
σ all = S yc = 0.90S y = (0.90 )(43 ) = 38.70 ksi Tegangan karena geser langsung τ xy =
Tegangan bearing σ y =
S yc Ns
=
Ssy Ns
=
38.70 = 19.35 ksi 2
Dari persamaan 7.46, 7.47, dan 7.48, didapat
Lcr =
17.2 = 8.6 ksi 2
2Tmax 2(138200 ) = = 8.035 in dwτ xy 4(1)(8600 )
Dari persamaan 7.47, 7.51, dan 7.52, didapat
7-19
Lcr =
4Tmax 4(138200 ) = = 7.142 in dhσ y 4(1)(19350 )
Kegagalan pertama adalah karena geser. Untuk menghindari kegagalan geser, panjang minimumnya 8.035 inch. Untuk menghindari kegagalan bearing, panjang minimumnya adalah 7.142 inch. 7.9.
Poros Bintang (Spline) Spline digunakan pada poros dengan beban torsi yang tidak mampu lagi ditahan
oleh pasak. Spline adalah poros dengan pasak terintegrasi, yaitu kontur bergerigi pada bagian luar poros dan bagian dalam hub. Penampang spline jaman dahulu berbentuk kotak, saat ini digunakan spline berpenampang involut, seperti pada gambar 7.8. Profil involut biasanya digunakan pada roda gigi. Cara yang digunakan untuk membuat profil involut pada spline adalah sama dengan cara yang digunakan pada pembuatan profil roda gigi. Kelebihan digunakannya profil involut adalah lebih kuat dan konsentrasi tegangan yang akan terjadi akan lebih kecil dibanding dengan profil kotak.
Gambar 7.8 Geometri spline involut
SAE menstandarkan bentuk gigi involut dan kotak pada spline, sedangkan ANSI menstandarkan spline involut. Standar spline involut mempunyai sudut tekan 30° dan setengah kedalaman standar gigi roda gigi. Ukuran gigi didefinisikan sebagai rasio antara pitch diametral (lebar gigi) dengan kedalaman gigi (dua kali besar pitch diametral). Pitch diametral standar adalah 2.5, 3, 4, 5, 6, 8, 10, 12, 16, 20, 24, 32, 40, dan 48. Spline standar mempunyai 6 sampai 25 gigi. Root spline bisa berbentuk datar atau fillet, seperti ditunjukkan pada gambar 7.7. Keuntungan pemakaian spline adalah kekuatan maksimal pada root gigi, keakuratan bentuk gigi karena digunakannya alat potong standar, dan finishing pada permukaan baik karena digunakannya proses pemotongan dengan roda gigi standar, sehingga tidak perlu dilakukan penggerindaan. Keuntungan utama penggunaan spline
7-20
dibanding pasak adalah kemampuannya dengan clearance yang cukup untuk mengakomodasi pergerakan aksial yang besar antara poros dan hub dengan tetap mentransmisikan torsi. Penggunaan spline adalah untuk menghubungkan poros transmisi output pada poros engine pada mobil dan truk ketika pergerakan suspensi mengakibatkan pergerakan aksial antara keduanya. Spline juga digunakan pada transmisi truk nonotomatis dan nonsinkron untuk menghubungkan roda gigi yang bisa dipindah secara aksial pada porosnya. Beban pada spline biasanya adalah torsi murni, baik steady maupun berfluktuasi. Tetapi tetap ada kemungkinan terjadinya superposisi beban torsi dengan bending. Untuk itu rancangan yang baik harus dilakukan dengan momen bending sekecil mungkin. Yaitu dengan menempatkan bantalan pada posisi yang tepat, sehingga kantilever spline sependek mungkin. Kegagalan yang terjdai pada spline adalah kegagalan bearing dan geser. Biasanya kegagalan geser adalah sebagai pembatas. Idealnya, panjang spline (l) adalah hanya sepanjang yang dibutuhkan untuk mencapai kekuatan geser pada gigi sama dengan kekuatan geser torsional meterial poros. Jika spline dibuat sempurna tanpa variasi pada tebal gigi dan jarak antar gigi, maka semua gigi akan menerima beban yang besarnya sama. Tetapi pada kenyataannya, keadaan ini tidak akan dicapai karena adanya toleransi pembuatan. SAE menyatakan ‘pada prakteknya, karena ketidakakuratan pada bentuk dan jarak antar gigi, pada 25% gigi terjadi kontak, sehingga formula pendekatan untuk panjang poros dengan spline adalah’ 4 ⎞ 3⎛ d r ⎜⎜1 − d i 4⎟ d r ⎟⎠ ⎝ l= 2 dp
(7.55)
dengan dr adalah diameter root spline luar, di adalah diameter dalam poros berongga (jika ada), dp adalah diameter pitch spline, yaitu kuran lebih pada bagian tengah gigi. Variabel l menunjukkan panjang gigi spline sebenarnya yang berpasangan dengan gigi spline yang lainnya, dan merupakan harga minimum untuk mendapatkan kekuatan pada gigi untuk diameter poros ekivalen. Tegangan geser dihitung pada diameter pitch spline, dengan luasan geser :
Ashear =
πd p l 2
7-21
(7.56)
Besarnya tegangan geser dihitung berdasar asumsi SAE, yaitu hanya 25% gigi yang sebenarnya mendapat beban pada satu waktu, sehingga :
τ =
4F 4T 8T 16T = = = Ashear r p Ashear d p Ashear πd p 2 l
(7.57)
dengan T adalah torsi. Tegangan bending pada spline juga harus diperhitungkan. Jika beban torsi murni dan statik, maka tegangan geser hasil perhitungan persamaan 7.57 dibandingkan dengan kekuatan yield geser material spline untuk mendapatkan faktor keamanan. Tetapi jika bebannya berfluktuasi, atau terdapat beban bending, maka tegangan yang terjadi harus diubah menjadi tegangan tarik ekivalen von Misses, kemudian dibandingkan dengan kriteria kekuatan yang sesuai dengan menggunakan diagram Goodman yang dimodifikasi.
7.10.
Interference Fit Cara lain yang sering digunakan untuk menghubungkan poros dengan hub adalah
dengan menggunakan suaian tekan (press fit) atau suaian kerut (shrink fit) atau disebut juga suaian interferensi (interference fit). Suaian Press didapat dengan cara membuat diameter lubang hub sedikit lebih kecil dari pada poros, seperti pada gambar 7.9. Kedua permukaan kemudian disatukan dengan cara menekan perlahan, dengan bantuan pelumas. Defleksi elastis pada poros dan hub akan menimbulkan gaya normal dan gesek yang sangat besar antara komponen. Gaya gesek ini mentransmisikan
torsi
poros
ke
hub
dan
mencegah
pergerakan aksial relatif antara poros dengan hub. AGMA
mengeluarkan
standar
AGMA
9003-A91,
tentang Suaian Fleksibel Kopling tanpa Pasak (Flexible Couplings-Keyless Fits) yang berisikan formula perhitungan suaian interferensi. Gambar 7.9 Suaian interferensi
Untuk komponen yang besar, suaian kerut bisa dilaksanakan dengan cara memanaskan hub supaya diameter
dalamnya menjadi lebih besar, dan/atau suaian ekspansi (expansion fit) dengan cara mendinginkan poros supaya diameter mengecil. Kedua komponen panas dan dingin ini bisa disatukan dengan gaya aksial lebih kecil, dan ketika temperaturnya telah setimbang
7-22
pada temperatur kamar, perubahan dimensinya akan menimbulkan interferensi yang diinginkan untuk kontak gesek. Cara lain adalah dengan cara mengekspansi hub dengan hidrolik. Cara yang sama bisa digunakan juga untuk melepas hub. Besarnya interferensi yang dibutuhkan untuk membuat sambungan yang ketat, bervariasi, tergantung diameter poros. Kurang lebih 0.001 sampai dengan 0.002 satuan interferensi diametral per satuan diameter poros, semakin kecil interferensi yang digunakan oleh poros yang berdiameter lebih besar. Sebagai contoh, interferensi untuk diameter 2 inch adalah 0.004 inch, tetapi interferensi untuk diameter 8 inch adalah 0.009 sampai dengan 0.010 inch. Aturan lain yang digunakan adalah 0.001 inch interferensi untuk diameter sampai dengan 1 inch, dan 0.002 inch untuk diameter 1 sampai dengan 4 inch. Tegangan pada Interference Fit Suaian interferensi mengakibatkan tingkat tegangan pada poros yang sama jika permukaan luarnya diberi tekanan eksternal seragam. Tegangan yang terjadi pada hub akan sama dengan jika silinder dengan dinding tebal diberi tekanan internal. Tekanan p yang diakibatkan suaian fit didapat dari deformasi material karena adanya interferensi.
p= r Eo
⎛ ro ⎜ ⎜r 2 ⎝ o 2
0.5δ ⎞ r +r ⎟+ v + o ⎟ E −r2 i ⎠ 2
⎞ ⎛ r 2 + ri 2 ⎟ ⎜ v − i 2 ⎟ ⎜r2 −r i ⎠ ⎝
(7.58)
dengan δ=2Δr, yaitu interferensi diametral total anatara 2 komponen, r adalah jari-jari nominal pertemuan kedua permukaan komponen, ri adalah diameter dalam poros berongga (jika ada), dan ro adalah diameter luar hub, seperti pada gambar 7.9. E adalah mudulus Young sedangakan υ adalah poisson rasio. Torsi yang bisa ditransmisikan dengan gaya gesek, sebesar
T = 2πr 2 μpl
(7.59)
Dengan tekanan p, panjang hub l, jari-jari poros r, dan koefisien gesek antara poros dan hub μ. Menurut AGMA, untuk hub yang diekspansi secara hidrolik, 0.12 ≤ μ ≤ 0.15, sedangkan untuk hub dengan suaian kerut atau tekan, 0.15 ≤ μ ≤ 0.20. AGMA mengasumsikan dan menyarankan finishing permukaan 32 μinch rms (1.6 μm Ra). Dari persamaan 7.58 dan 7.59 didapat
7-23
π
T = 1 Eo
⎛ ro ⎜ ⎜r 2 ⎝ o 2
rμδ ⎞ 1 +r + vo ⎟ + 2 ⎟ E −r i ⎠ 2
⎛ r 2 + ri 2 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ r 2 − r 2 − vi ⎟ i ⎝ ⎠
(7.60)
Tegangan tangensial dan radial poros :
σ t poros = − p
r 2 + ri
2
r 2 − ri
2
σ r poros = − p
(7.61) dan (7.62)
Tegangan tangensial dan radial hub :
ro + r 2 2
σ t hub = p
ro − r 2 2
σ r hub = − p
(7.63) dan (7.64)
Tegangan-tegangan di atas harus lebih kecil dari kekuatan yield material. Kalau melebihi kekuatan yield material, suaian yang terjadi akan longgar.
Konsentrasi Tegangan pada Interference Fit Konsentrasi tegangan akan terjadi karena suaian interferensi pada poros dan hub. Hal ini disebabkan karena adanya transisi yang mendadak pada material dari kondisi tidak tertekan menjadi tertekan. Dari gambar 7.10(a) bisa dilihat adanya konsentrasi tegangan pada bagian yang saling berhubungan antara poros dan hub. Dari gambar 7.10(b), konsentrasi tegangan diminimalisasi dengan menggunakan groove.
Gambar 7.10 Analisis fotoelastis pada (a) Susunan plain suaian press dan (b) Susunan suaian press dengan groove
Gambar 7.11 menunjukkan kurva faktor konsentrasi tegangan untuk suaian interferensi antara hub dan poros yang didapat dari analisis fotoelastik pada gambar 7.10(a). Untuk pembebanan statik, konsentrasi tegangan yang didapat langsung digunakan untuk
7-24
menghitung faktor keamanannya. Untuk pembebanan dinamik, konsentrasi tegangan yang didapat harus dimodifikasi dengan sensitivitas material terhadap takik (notch) untuk mendapatkan faktor konsentrasi tegangan fatigue untuk digunakan pada persamaan 7.40.
Gambar 7.11 Konsentrasi tegangan pada suaian tekan atau suaian kerut hub pada poros
Pada poros dan hub yang menggunakan suaian interferensi, sering terjadi korosi fretting (fretting corrosion). 7.11.
Kecepatan Kritis pada Poros Setiap sistem dengan elemen yang menyimpan energi akan mempunyai
frekuensi pribadi tertentu. Setiap massa yang bergerak selalu menyimpan energi kinetik dan setiap pegas selalu menyimpan energi potensial. Setiap elemen mesin dibuat dari material elastis yang berperan sebagai pegas. Setiap elemen yang mempunyai massa dan mempunyai kecepatan, akan mempunyai energi kinetik. Ketika sistem dinamik bergetar, maka terjadi perubahan energi potensial menjadi kinetik atau sebaliknya. Poros termasuk elemen mesin jenis ini, berputar dengan kecepatan tertentu dan terdefleksi secara torsional dan bending. Jika elemen mesin dibebani beban dinamik, maka poros tersebut akan bergetar. Jika diberi beban transien, maka elemen mesin tersebut akan bergetar pada frekuensi pribadinya, dan disebut getaran bebas. Getaran bebas akan berhenti karena adanya redaman dalam sistem. Elemen mesin yang diberi beban dinamik, seperti beban sinusoidal,
akan
bergetar
terus
pada
frekuensi
pembebanan.
Jika
frekuensi
pembebanan terjadi bertepatan dengan frekuensi pribadi elemen mesin tersebut, maka
7-25
amplitudo respon getaran akan lebih besar daripada amplitude pembebanan. Elemen mesin disebut mengalami resonansi. Gambar 7.12(a) menunjukkan amplitudo respon getaran paksa, Gambar 7.12(b) menunjukkan amplitudo respon getaran self-excited sebagai fungsi rasio frekuensi pembebanan dengan frekuensi pribadi sistem. Ketika rasionya bernilai 1, terjadi resonansi. Semakin besar redaman (ζ), semakin kecil amplitudo yang terjadi. Frekuensi pribadi disebut juga frekuensi kritis atau kecepatan kritis. Sistem yang bergetar pada frekuensi pribadinya harus dihindari karena akan mengakibatkan defleksi besar dan akan terjadi tegangan yang besar sehingga komponennya akan lebih cepat rusak. Sistem yang terdiri massa diskrit yang terhubung pada elemen pegas diskrit akan mempunyai
beberapa
frekuensi
pribadi
sebanyak
jumlah
derajat
kebebasan
kinematiknya. Sistem kontinum seperti poros disusun dari tak hingga partikel, tiap partikel bisa bergerak elastis terhadap partikel terdekatnya. Sehingga sistem kontinum mempunyai tak hingga frekuensi pribadi. Pada kedua sistem, frekuensi pribadi paling rendah atau disebut frekuensi pribadi fundamental biasanya yang harus diperhatikan.
Gambar 7.12 Respon sistem dengan derajat kebebasan satu
Frekuensi pribadi bisa dinyatakan dalam bentuk frekuensi putar (ωn) dalam rad per sekon atau rpm ,dan frekuensi linear (fn) dalam hertz (Hz).
ωn =
k rad / s m
fn =
1 2π
k Hz m
7-26
(7.65) dan (7.66)
dengan k adalah konstanta pegas sistem dan m adalah massanya. Frekuensi sistem suatu sistem sekali dibangun, tidak akan berubah, kecuali jika massa atau kekakuannya berubah. Persamaan 7.65 dan 7.66 berlaku untuk sistem yang tidak teredam. Redaman akan merubah besarnya frekuensi pribadi sistem. Perancangan dilakukan dengan frekuensi pembebanan dibawah frekuensi pribadi pertama sistem. Semakin besar perbedaannya semakin baik, biasanya digunakan perbedaan 3 sampai 4 kalinya. Pada beberapa kasus, frekuensi sistem tidak bisa dibuat lebih besar dari frekuensi putaran poros. Jika sistem tersebut bisa dipercepat melewati resonansi, sehingga amplitudo getaran belum sempat membesar, maka sistem tersebut bisa bekerja di atas frekuensi pribadinya. Contohnya adalah turbin dan generator pada pembangkit listrik. Ada 3 macam getaran pada poros, yaitu : a.
Getaran lateral
b.
Whirl pada poros
c.
Getaran torsional
Getaran lateral poros dan beam – Metode Rayleigh Analisis secara komplit untuk mengetahui frekuensi pribadi suatu sistem sangat kompleks, biasanya dilakukan dengan bantuan metode elemen hingga. Pada tahap awal perancangan, ketika detail rancangan belum jadi, perlu dilakukan perkiraan terhadap besarnya frekuensi pribadi. Hal ini bisa dilakukan dengan metode Rayleigh, sebuah metode energi yang akan memberikan hasil mendekati nilai frekuensi pribadi sebenarnya. Metode ini bisa digunakan untuk sistem kontinum dan diskrit. Metode ini menyamakan energi potensial dengan energi kinetik pada sistem. Energi potensial sistem dalam bentuk energi regangan pada poros yang terdefleksi, nilainy maksimal ketika defleksi maksimal. Energi kinetik akan maksiaml ketika getaran poros melewati posisi normalnya pada kecepatan maksimal. Asumsi yang digunakan pada metode ini gerakan lateral poros adalah sinusoidal dan eksitasi dari luar berupa gaya yang mengakibatkan getaran lateral tersebut. Untuk mengilustrasikan metode ini, sebuah poros dengan yang dipasangi 3 buah piringan (roda gigi, puli, dll) seperti pada gambar 7.13, dimodelkan sebagai 3 buah massa diskrit yang terpasang pada poros tak bermassa. Energi potensial total yang tersimpan pada saat defleksi maksimal adalah penjumlahan energi potensial masing-masing massa:
7-27
g (m1δ 1 + m2δ 2 + m3δ 3 ) 2
Ep =
(7.67)
Energi potensial karena defleksi poros diabaikan.
Gambar 7.13 Poros yang bergetar lateral
Energi kinetik total adalah penjumlahan energi kinetik masing-masing massa :
Ek =
ωn
(m δ
2
2 1 1
2
+ m 2δ 2 + m3 δ 3 2
2
)
(7.68)
Didapat : n
n
ωn = g
∑ mi δ i i =1 n
∑m δ i =1
i
2 i
= g
∑
Wi
i =1 n
g
δi
∑m δ i =1
2 1 1
n
= g
∑W δ i
i =1 n
∑W δ i =1
i
i
(7.69) 2 i
dengan δi adalah defleksi dinamik massa diskrit karena getarannya. Masalahnya, biasanya defleksi dinamik sistem yang terjadi belum diketahui sebelumnya. Untuk melakukan estimasi, bisa digunakan kurva defleksi statik yang disebabkan oleh gaya berat massa diskritnya. Hasilnya akan selalu lebih besar dibanding dengan ωn sebenarnya. Persamaan 7.69 bisa digunakan untuk sistem kompleks dengan cara membagi sistem tersebut menjadi beberapa massa diskrit. Roda gigi, puli, dan lain-lain yang dipasang pada poros bisa diasumsikan sebagai massa diskritnya. Jika massa poros tidak bisa diabaikan, maka poros tersebut dibagi-bagi menjadi beberapa bagian pada arah memanjang.
7-28
Whirl pada poros Whirl pada poros adalah fenomena getaran self-excited yang terjadi sering pada poros. Direkomendasikan untuk setiap elemen mesin di ’balance’ secara dinamik. Tidak tertutup kemungkinan untuk mencapai kondisi balance dinamik sempurna. Massa unbalance akan menyebabkan eksitasi pada putaran poros yang akan menyebabkan gaya sentrifugal yang cenderung mendefleksi poros pada arah eksentrisitasnya. Yang menahan gaya ini hanyalah kekakuan elastis poros, seperti pada gambar 7.14, Eksentrisitas awal poros e, defleksi dinamik δ. Dari diagram benda bebas pada gambar 7.14, didapat
kδ = m(δ + e )ω 2 ⇔ δ =
eω 2
(k m) − ω
(7.70)
2
Gambar 7.14 Whirl pada poros
Defleksi dinamik poros menyebabkan poros bergetar dan berputar terhadap porosnya Dari persamaan 7.70, defleksi akan tak hingga jika ω2= k/m. Hal ini akan terjadi ketika kecepatan putar poros sama dengan frekuensi pribadi getaran lateral. Persamaan 7.70 bisa dinormalisasi menjadi 2
⎛ω ⎞ ⎜ ω ⎟ δ n⎠ = ⎝ 2 e 1 − ⎛⎜ ω ⎞⎟ ⎝ ωn ⎠
(7.71)
Getaran Torsional Poros mempunyai satu atau lebih frekuensi pribadi torsional. Sistem torsional analogidengan sistem getaran lateral. Gaya pada getaran lateral analog dengan torsi pada getaran torsional. Massa analog dengan momen inersia.
Konstanta
pegas
linear
analog
dengan
konstanta pegas torsional.
ωn =
Gambar 7.15 Piringan pada yang bergetar torsional
7-29
kt rad / s Im
(7.72)
Konstanta pegas torsional kt untuk poros torsional berpenampang bulat
kt =
GJ lb-in/rad atau Nm/rad l
(7.73)
Momen inersia poros solid berpenampang bulat
Im =
mr 2 in-lb-s2 atau kg.m2 2
(7.74)
dengan r adalah jari-jari poros, m massa poros.
7.12.
Kopling Statik Secara garis besar, kopling dibagi menjadi 2 macam, yaitu kopling rigid dan
compliant. Kopling compliant mampu menyerap sejumlah misalignmen antara 2 poros, sedangkan kopling rigid tidak membolehkan terjadinya misalignmen antara 2 poros yang dihubungkan. Kopling Rigid Pada kopling rigid, kadang diperlukan pengaturan pada arah aksial. Kopling jenis ini digunakan ketika keakuratan dan ketelitian pada transmisi torsi yang dilakukan. Keadaan ini terjadi ketika fasa antara poros driver dan driven harus dijaga sama. Contoh penggunaannya adalah pada poros driven mesin produksi otomatis dan mekanisme servo yang mengharuskan tidak terjadinya backlash. Karena itu, kopling jenis ini harus diatur dengan presisi untuk menghindari terjadinya gaya dan momen yang besar ketika beroperasi. Setscrew coupling (kopling dengan setscrew) menggunakan skrup masuk melintang pada poros sebagai penerus torsi dan beban aksial. Kopling jenis ini tidak banyak direkomendasikan, kecuali untuk aplikasi pembebanan ringan, karena mudah kendor dan akan mengakibatkan adanya getaran. Keyed
coupling
(kopling
dengan
pasak)
menggunakan
pasak
standar
untuk
mentransmisikan torsi. Setscrew seringkali dikombinasikan dengan sebuah pasak. Untuk menghindari terjadinya getaran, digunakan skrup jenis cup-point. Clamp coupling (kopling dengan klem/penjepit) dibuat dalam beberapa macam rancangan. Yang paling umum adalah jenis kopling yang menjepit kedua poros, dan mentransmisikan torsi dengan memanfaatkan gesekan, seperti pada gambar 7.16.
7-30
Gambar 7.16 Beberapa macam rigid coupling
Kopling Compliant Poros sebagai rigid body mempunyai 6 derajat kebebasan terhadap poros yang lain, tetapi karena simetri, maka hanya 4 derajat yang ditinjau, yaitu misalignmen aksial, sudut, paralel dan torsional, seperti pada gambar 7.13. Keempat macam misalignmen bisa terjadi masing-masing atau kombinasi yang disebabkan karena adanya toleransi pada saat pembuatan atau pergerakan relatif antar poros pada saat beroperasi.
Gambar 7.17 Macam misalignmen pada poros
Misalignmen torsional terjadi secara dinamik pada poros. Pada kopling yang mengijinkan clearance torsional akan terjadi backlash ketika arah putaran dibalik. Kopling jenis ini digunakan untuk mengisolasi beban kejut atau getaran torsional dari driver. Secara garis besar, kopling compliant dibagi seperti yang ditunjukkan pada tabel 7.3. Contoh kopling compliant ditunjukkan pada gambar 7.18.
7-31
Tabel 7.3 Macam dan karakteristik kopling
(a)
(e)
(b)
(c)
(f)
(d)
(g)
Gambar 7.18 Beberapa macam kopling (a) jaw coupling (b) flexible disk coupling (c) flexible gear coupling (d) helical coupling (e) metal-bellow coupling (f) schmidt offset coupling (g) hooke’s coupling
7-32
Soal-Soal Latihan 1. Poros dengan tumpuan sederhana seperti pada gambar P-7.1. Gaya P konstan di bebankan ketika poros berputar karena torsi yang bervariasi dari Tmin sampai Tmax terhadap waktu. Dari data pada tabel P-7.1, cari diameter poros yang dibutuhkan untuk mendapat faktor keamanan 2 pada pembebanan fatigue. Poros baja dengan Sut=108 kpsi dan Sy=62 kpsi. Dimensi dalam in, gaya dalam lb sedangkan torsi dalam lb-in. Asumsikan tidak terjadi konsentrasi tegangan.
Gambar P-7.1 Rancangan poros untuk soal nomor 1 Tabel P-7.4 Data untuk soal nomor 1 dan 2 l
a
b
P
Tmin
Tmax
a
20
16
18
b
12
2
7
1000
0
2000
500
-100
600
2. Tentukan dimensi pasak yang dibutuhkan dengan faktor keamanan minimal 2 terhadap kegagalan geser dan bearing untuk desain seperti pada gambar P-7.2. Gunakan data dari tabel P-7.1. Asumsikan diameter poros 1.75 in. Material poros adalah baja dengan Sut=108 kpsi dan Sy=62 kpsi. Pasak terbuat dari baja dengan Sut=88 kpsi dan Sy=52 kpsi.
Gambar P-7.2 Rancangan poros untuk soal nomor 2
7-33
3. Susunan poros seperti pada gambar P-7.3, digerakkan oleh sabuk pada lokasi A dan menggerakkan sabuk pada posisi B. Dimensi bisa dilihat pada gambar P-7.3. Sabuk relatif lebih panjang dari pada diameter puli dan pada posisi horisontal. Beban puli berlawanan arah seperti pada gambar. Tentukan dimensi poros dan jenis baja yang digunakan untuk poros jika diinginkan faktor keamanannya sebesar 5.
driver driven
Gambar P-7.3 Gambar soal nomor 3
4.
Roda gigi pada susunan poros seperti pada gambar P-7.4 mentransmisikan daya 100 kW dan berputar pada kecepatan 3600 rpm. Roda gigi 1 dibebani oleh roda gigi lain dengan gaya P1 ke atas pada jari-jari 80 mm. Gaya P2 bekerja ke arah bawah pada jari-jari 110 mm. Jarak bantalan A ke roda gigi 1 adalah 100 mm, roda gigi 1 ke 2 adalah 85 mm, dan dari roda gigi 2 ke bantalan B 50 mm. Gambar P-7.4 Gambar soal nomor 4
a. Gambar diagram benda bebas poros, bantalan hanya menahan gaya radial, b. Hitung harga komponen gaya pada bantalan A dan B, c. Hitung torsi yang ditransmisikan, d. Gambar diagram momen bending dan torsi pada bidang x-y (mendatar) dan xz (vertikal melewati sumbu poros), tentukan posisi momen bending dan torsi maksimal,
7-34
e. Hitung faktor keamanan menurut teori energi distorsi dan teori tegangan geser maksimal jika poros berdiameter 35 mm dan terbuat dari baja karbon tinggi (AISI 1080).
5. Roda
gigi
terpasang
3
dan
pada
4
poros,
seperti pada gambar P-7.5. Resultan gaya yang bekerja pada roda gigi PA=600 lbf, 20º
terhadap
Poros
sumbu
terbuat
dari
y.
baja
cold-drawn, dengan Sy=71 kpsi dan Sut=85 kpsi. Poros solid
dengan
konstan.
diameter Faktor
keamanannya 2.6 berdasar
Gambar P-7.5 Gambar soal nomor 5
teori energi distorsi. Untuk kondisi pembebanan fatigue, asumsikan bending fully reversed dengan momen bending alternating sama dengan yang digunakan pada kondisi statik. Torsi rata-ratanya nol dan asumsikan sesuai dengan diagram Goodman. Tentukan diameter poros untuk pembebanan statik dan fatigue. Gambarkan pula diagram geser dan momen. 6. Tentukan dimensi pasak yang dibutuhkan dengan faktor keamanan minimal 2 terhadap kegagalan geser dan bearing untuk
desain seperti pada gambar P-7.6.
Gunakan data dari tabel P-7.1. Diameter poros 4 cm. Material poros adalah baja dengan Sut=745 MPa dan Sy=427 MPa. Pasak terbuat dari baja dengan Sut=600 MPa dan Sy=360 MPa.
Gambar P-7.6 Rancangan poros untuk soal nomor 6
7-35
7. Roll dengan roda gigi yang sering digunakan pada industri ditunjukkan pada gambar P-7.7 digerakkan dengan kecepatan 300 rpm oleh gaya F yang bekerja pada roda gigi dengan diameter pitch 3 in. Gaya normal yang diakibatkan roll dan bekerja pada material yang diroll sebesar 30 lb per inch panjang roll. Koefisien geseknya 0.40. Baja dengan Sut=72 kpsi dan Sy=39 kpsi digunakan sebagai roll. Asumsikan pembebanan statik dengan faktor keamanan sebesar 3.5. Tentukan diameter poros teoretis pada posisi kritis. Gunakan kedua teori kegagalan statik.
Gambar P-7.7 Gambar untuk soal nomor 7
8. Didesain bagian poros seperti yang ditunjukkan pada gambar P-7.8 dengan d=0.80D dan r=D/20, dengan kenaikan diameter d sebesar 1/8
in.
Digunakan
mendapatkan
sifat
baja
AISI
3140.
tarik
minimum
Untuk sebesar
Sut=188 kpsi, Sy=157 kpsi dan HB=37, dilakukan heat treatment pada bagian step/shoulder. Poros diberi beban bending, dengan bending alternating
Gambar P-7.8 Gambar untuk soal nomor 8
Ma=650 lb.in dan momen torsi steady sebesar 400 lb.in. Poros dirancang untuk umur tak hingga dengan faktor desain 2.6, kriteria kegagalan energi distorsi untuk tegangan dan kriteria Goodman yang dimodifikasi untuk fatigue. Pilih harga D, d, dan r. Kemudian tentukan harga faktor keamanan yang dihasilkan dari pemilihan yang dilakukan.
9. Gambar P-7.9 menunjukkan 2 buah roda gigi yang terpasang pada sebuah poros. Asumsikan gaya radial konstan P1=40% P2. Gunakan data dari tabel P-7.1 untuk
7-36
mencari diameter poros dengan faktor keamanan 2 pada pembebanan fatigue. Poros terbuat dari baja dengan Sut=108 kpsi dan Sy=62 kpsi. Dimensi dalam inch, gaya dalam lb sedangkan torsi dalam lb-in.
Gambar P-7.9 Rancangan poros untuk soal nomor 9
7-37