SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
SOSIOLOGI
BAB VII PENELITIAN SOSIAL
ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017
BAB VII PENELITIAN SOSIAL
A. Kompetensi Inti Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu
B. Kompetensi Dasar Menerapkan metode-metode penelitian sosial untuk memahami berbagai gejala sosial
C. Uraian Materi Pembelajaran 1.
Jenis Penelitian Metode penelitian merupakan cara atau teknik yang digunakan dalam proses
kegiatan penelitian. Pada hakikatnya setiap kegiatan penelitian bertujuan untuk menemukan solusi terhadap sebuah permasalahan sosial. Oleh karena itu, metode penelitian merupakan strategi untuk memecahkan sebuah permasalahan sosial. Pada dasarnya metode penelitian mengikuti prosedur tertentu dan dirumuskan dengan baik. Menurut tujuannya, metode penelitian dapat berupa metode penelitian murni, metode penelitian terapan atau penelitian pengembangan. Penelitian murni atau dasar terutama dilakukan untuk pengujian atau untuk sampai pada suatu teori. Tujuan utamanya adalah untuk menetapkan prinsip-prinsip umum dan bukan untuk menerapkan hasil-hasil temuannya. Fox (1969) menyatakan bahwa penelitian murni adalah untuk mencari pengetahuan demi untuk kepentingan pengetahuan itu sendiri. Sedangkan penelitian terapan diartikan sebagai penerapan teori dalam pemecahan masalah. Penelitian ini dilaksanakan untuk tujuan penerapan atau untuk pengujian teori dan menilai kegunaan teori itu. Pengklasifikasian metode penelitian tersebut merupakan rangkaian kesatuan dan bukan dikotomik. Hal ini disebabkan karena penelitian yang menggunakan metode penelitian dasar juga menerapkan unsur-unsur yang terdapat pada metode penelitian terapan. Pemaparan berikut beberapa karakteristik penelitian sosial, baik penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif dan eksplanatif. 1
a.
Penelitian eksploratif Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang paling sederhana. Penelitian jenis ini
sering pula disebut penelitian penjajagan atau penelitian formulatif atau penelitian dasar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengenal dan memperoleh sebuah gambaran tentang suatu fenomena sosial. Penelitian eksploratif dapat dilakukan dengan cara: 1) Studi pustaka Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari dan mengkaji bahan tertulis, baik dari jurnal atau majalah ilmiah. 2) Studi/survei pengalaman Penelitian ini dimaksudkna untuk mendapatkan informasi dari informan terhadap suatu permasalahan tertentu. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk menggali informasi belum tersusun secara sistematik dan subjek yang dipilih belum representatif karena belum menggunakan teknik sampling. 3) Studi tentang kasus tertentu Penelitian ini dilakukan dengan menggunakana atau memilih kasus tertentu untuk dikaji secara lebih mendalam. Penelitian jenis ini juga belum menggunakan teknik sampling tertentu sehingga subjek yang terpilih juga belum representatif.
b. Penelitian deskriptif Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara komprehensif tentang suatu fenomena sosial. Penelitian yang bersifat deskriptif ini menuntut memperkecil bias antara peneliti dengan subjek yang diteliti dan tingkat keyakinan harus maksimal. Travers (1978: 15) mendefinisikan penelitian deskriptif sebagai penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Senada dengan Travers, Gay (1976: 10) juga memberikan batasan terhadap penelitian jenis ini. Menurutnya, penelitian deskriptif dianggap sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari suatu penelitian. 2
Whitney (1960: 23) mendefinisikan penelitian deskriptif sebagai proses pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan-hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruhpengaruh dari suatu fenomena. Penelitian ini tidak hanya sekedar memberikan gambaran terhadap suatu fenomena sosial, namun juga menerangkan hubungan, menguji hipotesis, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang dipecahkan. Setiap penelitian pasti memerlukan data atau informasi dalam rangka untuk memecahkan sebuah masalah. Data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian yang bersifat deskriptif ini dapat diperoleh beberapa cara, antara lain: 1) Interview Langkah ini merupakan hal yang paling umum dilakukan. Informasi atau data yang terkumpul merupakan pendapat dari informan terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Langkah ini membutuhkan alat atau instrumen agar data atau informasi dapat terjaring. 2) Observasi Observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara terjun dan melihat langsung ke lapangan terhadap objek yang diteliti. Adapun jenis-jenis penelitian deskriptif, antara lain: a) Survei Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan data yang relatif terbatas dari sejumlah permasalahan yang relatif besar jumlahnya. Metode ini lebih menekankan pada penemuan data tentang variabel tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Metode ini digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa meneliti lebih mendalam tentang mengapa gejala-gejala itu muncul, sehingga kita tidak perlu memperhitungkan hubungan antara variabel-variabel. Tujuan pokoknya adalah menggunakan data yang telah diperoleh untuk memecahkan masalah daripada untuk menguji hipotesis. 3
Survei mempunyai dua lingkup, yaitu sensus dan survei sampel. Sensus adalah survei yang meliputi seluruh populasi yang diinginkan, sedangkan survei sampel dilakukan hanya sebatas pada sebagian kecil dari populasi (sampel yang terpilih melalui teknik sampling tertentu). Peneliti dapat menggunakan metode survei untuk mentabulasi objek nyata atau untuk mengukur hal-hal yang tidak nyata, seperti opini atau pendapat. Sebagai contoh, survei tentang opini masyarakat Surabaya tentang kinerja Walikota Surabaya. Penelitian dengan metode survei bermanfaat untuk membandingkan kondisi-kondisi yang ada dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya atau untuk mengevaluasi efektifnya program. 2) Studi kasus Penelitian dengan metode studi kasus (case study) adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Maxfield, 1930). Sevilla, dkk.(1993) mendefinisikan penelitian studi kasus sebagai sebuah penelitian yang terinci tentang seseorang atau sesuatu unit selama kurun waktu tertentu. Subjek penelitian yang dimaksud tersebut dapat berupa individu, kelompok, lembaga atau masyarakat. Penelitian dengan metode ini akan mempelajari secara intensif tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat yang khas tersebut diubah menjadi sesuatu hal yang bersifat umum. Penelitian model ini menuntut ketelibatan peneliti terhadap seluruh tingkah laku individu. Hasil dari peneltian studi kasus merupakan suatu generalisasi dari pola-pola kasus yang tipikal dari individu, kelompok atau lembaga. Studi kasus lebih menekankan pada pengkajian variabel yang cukup banyak pada jumlah unit/sampel yang kecil. Hal ini berbeda pada penelitian survei yang cenderung mengevaluasi variabel yang lebih sedikit tetapi memerlukan sampel yang cukup banyak. Keuntungan menggunakan metode ini antara lain, data yang diperoleh akan lebih mendalam, yakni dengan mengagali segala informasi tentang pengalaman masa lampau, latar belakang lingkungannya, kondisi empris saat ini dan alasan-alasan subjektif dari subjek. Kelemahan penelitian jenis ini adalah adanya kondisi yang biasa antara subjek 4
dengan peneliti karena unsur-unsur subjektivitas yang sangat kental. Sebagai contoh penelitian studi kasus adalah perilaku menyimpang pada anak. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menjalankan metode studi kasus, antara lain: 1.
Rumuskan masalah dan tujuan penelitian.
2.
Tentukan unit-unit studi, sifat-sifat mana yang akan diteliti dan bagaimana hubungannya serta proses-prosesnya.
3.
Tentukan rancangan penelitiannya, instrumennya dan teknik pengumpulan datanya.
4.
Kumpulkan data.
5.
Organisasikan data yang telah terkumpul dan lakukanlah analisis.
6.
Susunlah dalam laporan ilmiah.
c.
Penelitian eksplanatif Penelitian jenis ini bertujuan untuk menguji hipotesis yang menyatakan hubungan
sebab akibat antara dua variabel atau lebih. Penelitian yang juga disebut penelitian penjelasan ini, hubungan sebab akibat yang terjadi antar variabel harus tampak nyata. Irawan (2000: 37) mengungkapkan bahwa harus ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi untuk menyatakan adanya hubungan sebab akibat antar variabel, antara lain: 1. Terdapat hubungan antara variabel bebas (independent variable) dengan variabel terikat (dependent variable). 2. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat bersifat tidak simetris, artinya arah pengaruhnya berasal dari salah satu pihak. 3. Tidak ada penjelasan/alternatif/faktor lain untuk hubungan yang diperoleh.
Penelitian eksplanatori dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai rancangan, antara lain: 1. Rancangan praeksperimen Rancangan eksperimen dianggap tidak memiliki kontrol. Dalam penelitian ini subjek penelitian diberi perlakuan yang merupakan variabel bebas atau bahkan tidak diduga terjadi suatu perlakuan. Pengukuran diperoleh setelah subjek diberi perlakuan. 5
Namun hasil pengukuran tersebut hanya menggambarkan kondisi sesaat, yaitu ketika melakukan pengukuran. 2. Rancangan eksperimen Langkah ini subjek penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu kelompok kontrol dan kelompok yang mendapat perlakuan. Kelompok kontrol memberikan data awal, sedangkan kelompok yang mendapat perlakuan menghasilkan data tentang akibat dari perlakuan yang diberikan. Dengan demikian maka rancangan eksperimen dapat mengontrol variabel-variabel yang ada di luar. Hal ini dapat dilakukan apabila: a. Subjek penelitian dipilih secara acak dan representatif dalam kelompoknya. b. Peneliti dapat menentukan perlakuan terhadap variabel bebas. c. Peneliti dapat menentukan pengamatan yang akan dilakukan.
3. Rancangan eksperimen kuasi Rancangan model ini dapat dilakukan dengan melakukan perubahan variabel sampai pada tingkat tertentu. Namun peneliti tidak dapat melakukan kontrol penuh tetapi hanya dapat melakukan beberapa hal berikut: a. Apabila pengamatan yang dilakukan atas variabel terikat akan dilakukan. b. Apabila perlakuan terhadap variabel bebas akan diberikan. Menentukan kelompok mana yang akan mendapat perlakuan.
2. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualititatif Seperti yang dijelaskan sebelumnya tentang jenis-jenis penelitian sosial dan perbedaan secara dikotomik paradigma penelitian sosial yang menjadi dasar pemahaman tentang dua metode terbesar dalam penelitian sosial, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif.
a.
Metode kualitatif Mencoba mencari dan menggali fenomena sosial yang kemudian menghasilkan data
yang berupa kata-kata atau kalimat-kalimat. Metode ini berusaha memahami apa yang dikatakan atau dilakukan individu atau kelompok serta makna subjektif dari tindakan yang 6
dilakukannya tersebut. Peneliti kualitatif harus terjun sepenuhnya serta beradaptasi dengan subjek penelitian agar pemahaman terhadap perilaku subjek dapat diperoleh secara komprehensif. Dikatakan subjek karena individu yang sedang diteliti adalah orang yang pandai atau ahli terhadap permasalahan yang sedag diteliti. Subjek dalam penelitian kualitatif diposisikan sebagai aktor yang hebat, kreatif dan inovatif. b. Metode kuantitatif Metode penelitian yang menggali fenomena sosial yang kemudian menghasilkan data yang berupa angka. Metode ini dianggap lebih kredibel dan valid karena menggunakan instrumen baku berupa kuesioner yang sudah terukur. Apabila informasi atau data yang diperoleh ternyata dangkal, maka peneliti dapat melakukan kreativitas berupa wawancara di luar kuesioner yang telah dirancang sebelumnya. Individu dianggap sebagai objek yang memberikan respon terhadap perlakuan yang diberikan peneliti (responden). Berikut akan disajikan tabel perbedaan dikotomik antara metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Tabel 7.1 Perbedaan Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif No.
Aspek
Metode Kualitatif
1.
Paradigma
Definisi sosial
2.
Sifat
3.
Tujuan
4.
Kedudukan Teori
5.
Proposal Penelitian
6.
Instrumen
7.
Teknik Pengumpulan Data
Emik (berangkat dari data, dasar logika induktif) Membangun teori-teori yang baru Sebagai perbandingan dan acuan untuk memahami dan memperdalam masalah yang sedang diteliti Bisa berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi di lapangan Peneliti itu sendiri (diwujudkan melalui guiding question) - Participant observert - Observasi - In-depth interview
Metode Kuantitatif Fakta sosial atau perilaku sosial Etik (berangkat dari teori, dasar logika deduktif) Menguji teori yang sudah ada Sebagai rujukan atau referensi dalam penyusunan hipotesis Tetap
Kuesioner
- Kuesioner - Wawancara 7
8.
Teknik Analisis Data
9.
Penekanan
Tidak menggunakan uji statistic Proses
Menggunakan uji statistik Hasil
Sumber: Bungin, 2001: 15-17
Tabel tersebut memberikan gambaran secara komprehensif tentang perbedaan secara metodolgik antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Sebelum membuat karya proposal penelitian, maka terlebih dahulu harus dirumuskan masalah penelitiannya.
3. Rumusan masalah dalam penelitian sosiologi Penelitian adalah suatu kegiatan yang dinamis yang ditandai dengan adanya permasalahan. Seorang peneliti tidak selalu dapat merumuskan masalah penelitian dengan baik, sederhana, jelas dan lengkap. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya, peneliti banyak yang mengalami kebingungan untuk menentukan masalah penelitian, bahkan gagasan yang dimiliki peneliti masih bersifat umum bahkan membingungkan. Permasalahan muncul karena adanya kesenjangan (disparitas) antara das sein (kenyataan) dan das solen (harapan). Masalah juga muncul dari sebuah keadaan yang merupakan hubungan antara dua faktor atau lebih sehingga menghasilkan situasi yang membingungkan. Apabila dua faktor tersebut dihubungkan, maka mengakibatkan kesukaran atau kebingungan yang pemecahannya menuntut segera dilakukan dengan cara melakukan penelitian secara empiris di lapangan. Masalah yang dikategorikan sebagai masalah sosial adalah masalah yang research question atau research problem (theoretical problem), yaitu masalah yang dapat dipecahkan atau dikaitkan melalui landasan teori atau kajian pustaka. Hal ini mengandung pengertian bahwa masalah sosial adalah masalah yang berimplikasi teori dan harus dipecahkan melalui penelitian secara empiris. Peneliti harus memperhatikan beberapa aspek tentang ciri khas masalah yang baik. Ciri-ciri masalah yang baik, antara lain: a.
Mempunyai nilai ilmiah penelitian Masalah harus mempunyai nilai penelitian, artinya bahwa penelitian harus
mempunyai kegunaan tertentu. Oleh karena itu, masalah penelitian harus menyatakan suatu hubungan dan dapat diuji (untuk penelitian yang menggunakan metode kuantitatif), masalah harus merupakan hal yang penting, dinyatakan dalam bentuk 8
kalimat tanya, (original) dari gagasan peneliti, tidak melakukan duplikasi dan baru (up date) dan belum pernah diteliti orang lain. Apabila permasalahan penelitian sudah pernah diteliti orang lain, maka dapat diatasi dengan beberapa cara, antara lain dengan menggunakan paradigma yang berbeda, mencari fokus penelitian yang lain atau menentukan lokasi yang berbeda. Masalah penelitian harus menarik karena akan merangsang minat peneliti untuk meneliti. Ketertarikan terhadap masalah juga bergantung pada minat, kepekaan dan pemahaman peneliti. b.
Fisibel Masalah yang dipilih harus mempunyai unsur fisibilitas, artinya bahwa masalah
tersebut harus dapat dipecahkan. Hal ini berarti data serta metode untuk memecahkan masalah harus tersedia, dibutuhkan biaya untuk memecahkan masalah yang secara relatif harus dalam batas-batas kemampuan, faktor tenaga dan waktu untuk memecahkan masalah harus wajar serta biaya dan hasil harus seimbang. c.
Sesuai dengan kualifikasi peneliti Masalah penelitian harus sesuai dengan kualifikasi peneliti, artinya bahwa masalah
penelitian haruslah menarik dan sesuai dengan kualifikasi peneliti.
Kemampuan peneliti untuk menggali dan mengidentifikasi masalah serta mengetahui sumber-sumber dimana masalah penelitian tersebut diperoleh dengan mudah masih menjadi kendala seorang peneliti, terutama peneliti pemula. Sumber atau cara menentukan secara tepat bahwa suatu permasalahan merupakan masalah penelitian, antara lain melalui observasi (dibutuhkan kepekaan yang tinggi), studi literatur dan diskusi ilmiah.
4. Merumuskan Masalah Penelitian Sosial Kuantitatif Adapun jenis-jenis rumusan masalah penelitian sosial kuantitatif: a.
Rumusan Masalah Deskriptif (Penelitian Deskriptif) 1) Berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri (satu variable atau lebih) 9
2) Peneliti tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel lain dan tidak mencari hubungan variabel tertentu dengan variabel yang lain Contoh: 1). Seberapa baik kinerja Walikota Surabaya periode 2002-2005? 2). Seberapa tinggi efektivitas kebijakan sunset policy yang diterapkan Dinas Pajak? b. Rumusan Masalah Komparatif Membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda atau waktu yang berbeda. Contoh: 1. Adakah perbedaan antara produktivitas kerja antara PNS, BUMN dan Swasta? (1 variabel pada 3 sampel) 2. Adakah perbedaan kemampuan dan disiplin kerja antara pegawai Swasta Nasional dan Perusahaan Asing? (2 variabel pada 2 sampel) c.
Rumusan Masalah Assosiatif (Hubungan Simetris) 1) Hubungan antara dua variabel atau lebih yang munculnya bersamaan 2) Variabel yang satu tidak disebabkan atau dipengaruhi variabel lain Contoh: 1.
Adakah hubungan antara banyaknya kupu-kupu dengan tamu yang datang?
2.
Adakah hubungan antara tinggi badan dengan prestasi kerja di bidang pemasaran?
d.
Rumusan Masalah Assosiatif (Hubungan Kausal) Hubungan yang bersifat sebab akibat (variabel independen & dependen) Contoh: 1. Adakah pengaruh antara sistem penggajian terhadap prestasi kerja? 2. Adakah pengaruh antara kualitas kepemimpinan nasional terhadap perilaku masyarakat?
10
e.
Rumusan Masalah Assosiatif (Hubungan Interaktif/Timbal Balik) Hubungan yang saling mempengaruhi, namun tidak diketahui mana variabel independen dan dependen Contoh: 1.
Adakah hubungan antara status sosial ekonomi dengan perilaku judi togel?
2.
Adakah hubungan antara motivasi dan prestasi kerja?
5. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sosiologi Latar belakang masalah disusun dengan tujuan untuk meyakinkan pembaca bahwa penelitian yang kita lakukan penting dan menarik. Adapun langkah-langkah untuk menyusun latar belakang masalah: a.
Adanya rasionalisasi empirik terhadap masalah yang diteliti (fenomena empirik sesuai dengan permasalahan yang sedang diteliti).
b. Adanya rasionalisasi teoritik (mengapa masalah tersebut menarik untuk diteliti). c. Data-data statistik d. Riview terhadap karya-karya penelitian sebelumnya sehingga dapat menunjukkan posisi peneliti (state of the art).
Faktor keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori-teori dan agar penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam, maka tidak semua masalah yang telah diidentifikasi akan diteliti. Oleh karena itu, peneliti memberi batasan, dimana akan dilakukan penelitian, variabel apa saja yang akan diteliti dan bagaimana hubungan variabel satu dengan variabel yang lain. Berdasarkan batasan masalah ini, maka selanjutnya dapat dirumuskan masalah penelitian. Tujuan dan manfaat penelitian juga harus dicantumkan dalam setiap penulisan usulan penelitian maupun laporan penelitian. Tujuan penelitian merupakan jawaban dari rumusan masalah atau fokus penelitian, misalnya: 1. Mengetahui hubungan antara status sosial ekonomi dengan perilaku judi togel 2. Mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat adopsi inovasi
11
Sedangkan manfaat penelitian berisi tentang kontribusi penelitian tersebut terhadap pengembangn ilmu, misalnya: 1. Memperkaya kajian tentang kemiskinan di perkotaan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi refleksi bagi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah dalam perumusan, pembuatan dan pengambilan keputusan tentang penanganan masyarakat miskin di perkotaan.
6. Kedudukan Teori dalam Penelitian Sosial Menurut Kerlinger (1979: 35), teori merupapakn seperangkat konstruk (variabelvariabel), definisi-definisi, dan proposisi-proposisi yang saling berhubungan yang mencerminkan pandangan sistematik atau suatu fenomena dengan cara memerinci hubungan antarvariabel yang ditujukan
untuk menjelaskan fenomena alamiah.
Sementara itu, menurut Singarimbun dan Effendi (1981: 25), teori adalah rangkaian yang logis dari satu proposisi atau lebih. Sementara itu, proposisi
adalah pernyataan
(statement) tentang sifat dari realitas yang dapat diuji kebenarannya. Teori merupakan informasi ilmiah yang diperoleh dengan meningkatkan abstraksi pengertian-pengertian maupun hubungan-hubungan pada proposisi. Sementara itu, William Wiersma (dalam Sugiyono, 2010: 41) menjelaskan bahwa teori adalah generalisasi atau kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik. Sugiyono (2010: 42) menyimpulkan bahwa teori adalah suatu konseptualisasi yang umum. Konseptualisasi atau sistem pengertian ini diperoleh melalui jalan yang sistematis. Suatu teori harus dapat diuji kebenarannya. Menurut Hoy dan Miskel (dalam Sugiyono, 2010: 43), teori mempunyai fungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi perilaku yang memiliki keteraturan, juga sebagai stimulan dan panduang untuk mengembangkan pengetahuan. Cooper dan Schindler (dalam Sugiyono, 2010: 44) mengidentifikasi beberapa fungsi teori dalam penelitian: a.
Theory narrows the range of fact we need to study
b. Theory suggest which research approaches are likely to yield the greatest meaning c. Theory suggest a system for the research to impose on data in order to classify them in the most meaningfull way 12
d. Theory summarizes what is known about object of study and states the uniformities that lie beyond immediate observation e. Theory can be used to predict further fact that should be found
7. Hipotesis Penelitian Sosial a.
Definisi hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang
kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis juga diartikan sebagai pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat fenomena tersebut diketahui dan merupakan dasar kerja serta penduan dalam verifikasi. Berikut beberapa definisi tentang hipotesis dari beberapa tokoh. Trelease (1960), mendefinisikan hipotesis sebagai keterangan sementara dari suatu fakta yang dapat diamati. Sedangkan Good dan Scates (1954: 43), mendefinisikan hipotesis sebagai taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta maupun kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah penelitian selanjutnya. Hipotesis selalu mengambil bentuk kalimat pernyataan dan menghubungkan variabel yang satu dengan variabel yang lain. Ada dua kriteria tentang hipotesis dan pernyataan hipotesis yang baik. Pertama, hipotesis haruslah merupakan pernyataan hubungan antar variabel. Variabel yang ada harus dapat diukur atau berkemungkinan untuk dapat diukur. Kedua, hipotesis mengandung implikasi-implikasi yang jelas untuk pengujian hubungan-hubungan yang dinyatakan tersebut. Hipotesis merupakan alasan penting dan mutlak dalam penelitian ilmiah. Pernyataan ini didasarkan pada alasan yang kuat. Pertama, hipotesis dianggap sebagai piranti kerja teori. Hipotesis dapat dijabarkan dari teori dan hipotesis lain. Kedua, hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar dan salahnya. Ketiga, hipotesis adalah alat yang mempunyai kekuatan yang besar untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat “keluar” dari dirinya sendiri. Meskipun disusun manusia, hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau salahnya dengan cara yang
13
terbebas dari nilai dan pendapat manusia. Peranan hipotesis dalam suatu penelitian dapat diperinci sebagai berikut: a. Memberikan batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian. b. Menyiagakan peneliti kepada kondisi fenomena dan hubungan antar fenomena yang terkadang hilang begitu saja dari perhatian peneliti. c. Sebagai alat yang sederhana dalam menfokuskan fenomena yang bercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh. d. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuai dengan fenomena dan antar fenomena.
Tinggi rendahnya kegunaan hipotesis sangat bergantung dari beberapa aspek, antara lain: 1. Observasi yang tajam dari peneliti. 2. Pemikiran kreatif peneliti. 3. Kerangka analisis yang digunakan peneliti. 4. Metode serta desain penelitian yang dipilih peneliti.
Hipotesis dapat diperoleh dari tiga sumber yang mempunyai hubungan dengan jenis atau sifat penelitian. 1) Observasi Hipotesis dari observasi bersifat sementara dan merupakan hipotesis yang paling lemah. Hipotesis ini biasa digunakan dalam penelitian jenis deskriptif yang bertujuan memperoleh hipotesis-hipotesis yang lebih tegas. 2) Penelitian sebelumnya Hipotesis dari penelitian sebelumnya mempunyai sifat lebih kuat dan bertujuan menguji kebenaran hipotesis yang sudah diuji peneliti lain. Apabila terbukti benar, maka hasilnya akan memperkuat kebenaran hipotesis itu dan dapat membantu menuju ke rumusan suatu teori baru.
14
3) Teori-teori yang sudah ada Hipotesis dari teori yang sudah ada merupakan hipotesis yang terkuat, artinya sudah meninggalkan penelitian yang bersifat eksploratif dan deskriptif dan menuju ke penelitian yang bersifat menerangkan. Hipotesis ini berdasarkan teori yang sudah ada, sudah terbatas pada variabel-variabel yang dapat digunakan dan terbatas pula hubungan yang dapat diuji. Apabila hasil penelitian membenarkan hipotesis, maka teori yang menjadi landasan pemikirannya diperkuat kebenarannya yang pada akhirnya akan membantu menuju perkembangan “kaidah sosial”.
b. Bentuk-bentuk hipotesis Seperti yang dijelaskan pada uraian diatas, bahwa hipotesis adalah sebuah pernyataan sementara atau kebenaran sementara terhadap sebuah fenomena sosial yang harus diuji secara empiris. Hipotesis yang biasa digunakan dalam penelitian, antara lain: 1)
Hipotesis Nol (Ho) Hipotesis ini mempunyai bentuk dasar yang menyatakan tidak ada hubungan antara
variabel X dan variabel Y yang akan diteliti atau variabel X (variabel independen) dan variabel Y (variabel dependen). Ex: “Tidak ada hubungan antara tingkat kenakalan remaja dengan kualitas pelayanan kesehatan”. Hipotesis nol dibuat dengan kemungkinan yang besar untuk ditolak. Hal ini berarti apabila terbukti bahwa hipotesis nol tidak benar dalam artian ditolak, maka disimpulkan bahwa ada hubungan antara variabel X dan variabel Y.
2)
Hipotesis Alternatif (Ha) Hipotesis alternatif dapat langsung dirumuskan apabila ternyata pada suatu
penelitian, hipotesis nol ditolak. Hipotesis ini menyatakan hubungan antara variabel X (variabel
independen) dan variabel Y (variabel
dependen). Karena sifatnya yang
berlawanan dengan hipotesis nol, maka ada kecenderungan menerima kebenaran.
15
Ex: “Ada hubungan antara tingkat sosial ekonomi dengan dengan pola konsumsi”. Penolakan atau penerimaan suatu hipotesis penelitian, sama sekali tidak ada hubungannya dengan krdibilitas penelitiannya karena dalam suatu penelitian, sebuah hipotesis dapat ditolak atau diterima tergantung hasil penelitian tersebut. 3)
Hipotesis Kerja (Hk) Hipotesis kerja adalah hipotesis spesifik yang dibangun berdasarkan permasalahan-
permasalahan khusus yang akan diuji. Hipotesis ini digunakan untuk mempertegas hipotesis Ho atau Ha dalam pernyataan yang lebih spesifik pada indikator tertentu dari variabel yang dihipotesiskan. Ex: Apabila Ho berbunyi: “Tidak ada hubungan antara mobilitas sosial dengan pandangan politik masyarakat”. Maka, hipotesis Hk dapat dibangun dengan pernyataan: a.
“Tidak ada hubungan antara perubahan status pekerjaan dengan pandangan politik masyarakat”.
b. “Tidak ada hubungan antara gerak perpindahan fisik dengan pandangan politik masyarakat”.
Hipotesis Ho dan Ha sama dengan hipotesis mayor, sedangkan hipotesis Hk sama dengan hipotesis minor. Hipotesis mayor adalah hipotesis induk yang menjadi sumber dari hipotesis-hipotesis yang lebih spesifik (hipotesis minor). Pada penelitian ilmu sosial, perumusan hipotesis mayor adalah pekerjaan yang sulit dalam tahap perencanaan, namun apabila hipotesis mayor dapat terjawab, maka penelitian dianggap berhasil. c.
Pengujian hipotesis Pengujian hipotesis pada penelitian kualitatif lebih banyak menggunakan pengujian
logika subjektif karena kesukaran memperoleh alat ukur. Sebaliknya, pada penelitian kuantitatif, pengujian hipotesis menggunakan alat ukur karena pada metode penelitian ini 16
cenderung menggunakan pengukuran statistik. Peneliti kualitatif akan menguji hipotesis didasarkan pada kualitas data yang dikumpulkan dari lapangan. Karena pengujiannya bersifat subjektif, maka peneliti sulit mendapatkan suatu kejelasan sampai sejauh mana hipotesis tersebut diterima atau ditolak. Oleh karena itu, eksistensi hipotesis pada penelitian kualitatif merupakan suatu hipotesis “relatif”, yaitu hipotesis yang hanya bermanfaat dalam hal pengumpulan data saja, bukan sebagai hipotesis yang diuji dalam penelitian. Pada penelitian kuantitatif, pengujian hipotesis dilakukan dengan pengujian statistik sehingga relatif mendekati suatu kebenaran yang diharapkan peneliti. Dengan demikian, peneliti akan lebih mudah menerima suatu pejelasan pengujian, sampai sejauh mana hipotesis penelitian tersebut diterima atau tidak diterima.
8. Variabel Penelitian Sosial a.
Definisi Variabel Variabel adalah konsep yang memiliki variasi nilai. Variabel berasal dari bahasa
Inggris, yakni variable yang berarti faktor yang tidak tetap atau berubah-ubah atau lebih tepatnya bervariasi. Variabel berarti fenomena yang bervariasi, baik dari bentuk, kualitas, kuantitas dan mutu standar. Karena fenomena atau realitas sosial merupakan variabel, maka dalam penelitian sosial juga memperhitungkan kualitas variabelnya. Dari kualitas variabel akan diketahui apakah fenomena tersebut tingkat variasinya tinggi ataukah rendah. Variabel mempunyai hubungan yang erat dengan teori. Oleh karena itu, terlebih dahulu akan dikemukakan secara singkat apa yang dimaksud dengan konsep, proposisi dan teori. Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak sebuah fenomena (kejadian, keadaan, kelompok atau individu) yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Dalam penelitian akan ditemui dua macam konsep. Pertama, konsep yang jelas hubungannya dengan realitas yang diwakili, misalnya konsep “kursi”. Kedua, konsep yang lebih abstrak hubungannya dengan realitas yang ada, misalnya “mobilitas sosial”, “stratifikasi sosial”. Proposisi merupakan hubungan yang logis antara dua konsep, misalnya “karakteristik individu migran menentukan integrasi sosial dalam masyarakat baru”. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk
17
menjelaskan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antarkonsep. b. Jenis-jenis variabel Seperti yang dijelaskan pada uraian diatas, bahwa variabel adalah konsep yang memiliki variasi nilai. Adapun jenis-jenis variabel, antara lain: 1) Variabel kontinu Variabel yang dapat ditentukan nilainya dalam jarak jangkau tertentu dengan desimal yang tidak terbatas. Ex: berat badan, tinggi badan, pendapatan 2) Variabel descrete Konsep yang nilainya tidak dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan atau desimal. Variabel ini sering dinyatakan sebagai variabel kategori. Apabila terdiri atas dua kategori saja dinamakan variabel dikhotom, seperti jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), sedangkan apabila terdiri lebih dari dua kategori disebut variabel politom, misalnya tingkat pendidikan (SD, SMP, SMA, PT). 3) Variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas) Dalam hubungan antarvariabel, variabel Y disebabkan variabel X, maka variabel X disebut sebagai variabel independen (bebas) dan variabel Y disebut sebagai variabel dependen (terikat). 4) Variabel moderator dan variabel random Apabila terdapat variabel lain yang dianggap berpengaruh terhadap variabel dependen, namun dianggap tidak mempunyai pengaruh utama, maka variabel ini disebut variabel moderator. Ex: Variabel yang mempengaruhi variabel kondisi sosial ekonomi adalah pendapatan, tingkat pendidikan dan kepemilikan barang-barang, maka apabila usia dimasukkan dalam variabel ini, maka variabel ini disebut sebagai variabel moderator. 18
Disamping itu juga ada variabel-variabel tertentu yang ternyata mempengaruhi variabel dependen yang tidak dimasukkan dalam persamaan hubungan tersebut. Variabel ini dinamakan variabel random dan pengaruhnya terlihat berdasarkan kesalahan yang timbul ketika mengadakan perkiraan atau terkaan. 5) Variabel aktif Variabel yang dimanipulasi oleh peneliti, misal: guru ingin memanipulasi metode mengajar. 6) Variabel atribut Variabel yang tidak dapat dimanipulasi oleh peneliti, misal: jenis kelamin, status sosial, tingkat pendidikan.
Variabel dalam ilmu-ilmu eksakta pada umumnya bersifat nyata sehingga tidak menimbulkan keraguan, namun variabel yang digunakan pada ilmu-ilmu sosial umumnya masih bersifat abstrak sehingga harus dijelaskan dengan menggunakan definisi operasional. Definisi opersional (Nazir: 2003: 126) adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberi arti atau menspesifikasikan kegiatan atau memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Ada tiga pola untuk memberikan definisi operasional terhadap suatu variabel, antara lain: 1. Definisi yang disusun atas dasar kegiatan yang telah terjadi, yang harus dilakukan atau tidak dilakukan untuk memperoleh variabel yang didefinisikan. Ex: Inovasi adalah suatu kegiatan atau aktivitas untuk menciptakan suatu benda atau karya yang baru. 2. Definisi yang disusun berdasarkan bagaimana sifat-sifat serta cara beroperasinya halhal yang didefinisikan. Ex: Bodoh adalah seseorang yang rendah kemampuannya, baik dalam memecahkan soal atau dalam menggunakan bahasa dan bilangan.
19
3. Definisi yang disusun atas dasar bagaimana hal tersebut didefinisikan. Ex: Harga gabah adalah harga rata-rata dari gabah kualitas rendah di tingkat pedesaan di Jawa.
c.
Jenis-jenis pengukuran variabel Pengukuran merupakan penunjukan angka-angka pada suatu variabel menurut
aturan yang telah ditentukan. Aturan pertama yang perlu diketahui peneliti agar dapat mengukur atau memberikan nilai yang tepat untuk konsep yang diamatinya adalah mengenai tingkat atau skala pengukuran. Adapun skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian sosial, antara lain: 1) Skala nominal Skala nominal adalah tingkat pengukuran yang paling sederhana. Pada ukuran ini tidak ada asumsi tentang jarak maupun urutan antara kategori-kategori dalam ukuran itu. Dasar penggolongannya hanyalah kategori yang tidak tumpang tindih dan tuntas. Angka yang ditunjuk untuk suatu kategori tidak merefleksikan bagaimana kedudukan kategori tersebut terhadap kategori lainnya, tetapi hanyalah sekedar label atau kode. Misalnya, untuk variabel jenis kelamin dengan kode 1 untuk pria dan kode 2 untuk wanita. 2) Skala ordinal Skala ini memungkinkan peneliti untuk mengurutkan respondennya dari tingkatan paling rendah ke tingkatan paling tinggi menurut atribut tertentu. Skala ordinal banyak digunakan dalam penelitian sosial terutama untuk mengukur kepentingan, sikap atau persepsi. Melalui pengukuran ini, peneliti dapat membagi respon ke dalam urutan peringkat atas dasar sikapnya pada objek atau tindakan tertentu. Misalnya, atas dasar sikap terhadap Program Keluarga Berencana, responden dapat diurutkan menjadi: Tidak Setuju diberi nilai 1, Tidak Berpendapat diberi nilai 2 dan Setuju diberi nilai 3. Angka-angka tersebut sekedar menunjukkan urutan responden dan bukan nilai responden untuk variabel tersebut.
20
3) Skala interval Seperti halnya skala ordinal, skala interval adalah mengurutkan orang atau objek berdasarkan atas suatu atribut. Selain itu juga memberikan informasi tentang interval antara satu orang atau objek dengan orang atau objek lainnya. Interval atau jarak yang sama pada skala interval dipandang mewakili interval atau jarak yang sama pula pada objek yang diukur. Misalnya, apabila ingin mengukur IP lima orang mahasiswa dan mendapatkan bahwa mahasiswa A mempunyai IP 4, B 3,5, C 3, D 2,5, dan E 2, maka dapat disimpulkan bahwa interval antara mahasiswa A dan C (4 – 3 = 1) adalah sama dengan interval antara mahasiswa C dan E (3 – 2 = 1). Angka-angka IP tersebut tidak mengukur kuantitas prestasi mahasiswa, tetapi hanya menunjukkan bagaimana urutan peringkat kemampuan akademis antara seorang mahasiswa dengan mahasiswa lainnya. 4) Skala Rasio Skala rasio adalah suatu bentuk interval yang jaraknya (interval) tidak dinyatakan sebagai perbedaan nilai antar responden, tetapi antara seorang responden dengan nilai nol absolut. Misalnya, jika Balita A beratnya 3.000 gram dan Balita B beratnya 6.000 gram, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Balita B dua kali lebih berat dari Balita A. Dalam penelitian ekonomi dan sosial, ukuran rasio cukup banyak digunakan, seperti tingkat natalitas, tingkat mortalitas.
d. Hubungan antarvariabel Inti dari penelitian ilmiah dengan pendekatan kuantitatif adalah mencari hubungan antarvariabel. Hubungan yang paling mendasar adalah hubungan antara variabel independen (bebas/pengaruh) dan variabel dependen (terikat/terpengaruh). Berikut diuraikan tiga jenis hubungan antarvariabel. 1) Hubungan simetris Variabel-variabel dikatakan mempunyai hubungan simetris apabila variabel yang satu tidak disebabkan atau dipengaruhi oleh variabel lain. Terdapat empat kelompok hubungan simetris: 21
Kedua variabel merupakan indikator sebuah konsep yang sama Ex: Jumlah anak yang lahir dan tingkat kelahiran adalah indikator konsep fertilitas. Kedua variabel merupakan akibat dari suatu faktor yang sama Ex: Peningkatan kualitas pendidikan diiringi pula dengan peningkatan konsumsi masyarakat. Kedua variabel tersebut tidak saling mempengaruhi, namun keduanya merupakan akibat dari peningkatan kondisi sosial ekonomi. Kedua variabel saling berkaitan secara fungsional Ex: Dimana ada majikan pasti ada buruh. Hubungan yang kebetulan semata Ex: Apabila ingin kaya maka harus bertapa di gua. Berdasarkan kepercayaan, kedua peristiwa tersebut dapat dianggap berkaitan tetapi dalam penelitian empiris tidak dapat disimpulkan bahwa apabila ingin kaya harus bertapa di gua. 2) Hubungan timbal balik Hubungan timbal balik adalah hubungan dimana suatu variabel dapat menjadi sebab dan juga akibat dari variabel lainnya. Artinya, pada suatu ketika variabel X mempengaruhi variabel Y, pada waktu yang lain variabel Y mempengaruhi variabel X. Ex: Penanaman modal akan mendatangkan keuntungan dan pada gilirannya keuntungan akan memungkinkan penanaman modal. 3) Hubungan Asimetris Hubungan asimetris adalah hubungan dimana satu variabel mempengaruhi variabel lain. Hubungan asimetris memiliki empat tipe, antara lain: a) Hubungan antara stimulus (berada di luar dindividu) dan respon. Biasanya digunakan oleh ilmu eksakta, psikologi, pendidikan. b) Hubungan antara disposisi (berada di dalam diri individu) dan respon. c) Hubungan antara ciri individu dan disposisi d) Hubungan antara prakondisi yang perlu dengan akibat tertentu e) Hubungan yang imanem antara dua variabel. Apabila variabel yang satu berubah, maka variabel yang lain ikut berubah. 22
f) Hubungan antara tujuan dan cara
Berbagai macam hubungan asimetris dapat dijelaskan sebagai berikut: 1)
Hubungan asimetris dua variabel Penelitian survei pada umumnya lebih banyak diarahkan kepada hubungan asimetris, yaitu hubungan antara variabel pengaruh dan variabel terpengaruh. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan antara dua variabel saja (bivariat) atau antara lebih dari dua variabel (biasanya terdiri atas satu variabel terpengaruh dan beberapa variabel pengaruh) disebut multivariat. Ex: Pada penelitian kependudukan, variabel terpengaruh yang pokok adalah tingkat fertilitas, tingkat mortalitas, tingkat migrasi. Sedangkan variabel pengaruh yang penting antara lain, identitas individu, lokasi geografis, sifat organisasi. Cara menguji hubungan antara dua variabel dapat menggunakan tabulasi silang, rumus Kai kuadrat, korelasi dan regresi.
2)
Hubungan asimetris tiga variabel Realitas hubungan sebab akibat tidak hanya terbatas pada hubungan antara dua variabel, namun dimungkinkan memasukkan variabel tambahan yaitu variabel kontrol. Menurut Rosenberg (1968: 39), seorang peneliti hanya perlu memperhatikan variabel kontrol apabila berdasarkan perhitungan statistik ternyata variabel kontrol mempunyai kaitan, baik dengan variabel terpengaruh maupun dengan variabel pengaruh. Hubungan asimetris tiga variabel ini terbagi menjadi tiga variabel: a) Variabel penekan dan variabel pengganggu Hasil analisis awal dalam sebuah penelitian menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara dua variabel, namun ketika variabel kontrol dimasukkan, hubungan tersebut menjadi tampak. Misal, dalam suatu 23
penelitian terdapat hipotesis, bahwa semakin dekat rumah seseorang, maka semakin besar kemungkinan orang tersebut mengunjungi Puskesmas. Hasilnya menyatakan tidak ada hubungan antara jarak rumah seseorang dengan intensitas mengunjungi Puskesmas. Kemudian dimasukkanlah variabel “pendidikan” sebagai variabel kontrol. Akibatnya, semakin jelas jarak rumah mempunyai hubungan dengan intensitas mengunjungi Puskesmas. Artinya, bahwa variabel pendidikan mengaburkan hubungan antara jarak dan kunjungan ke Puskesmas atau dengan kata lain variabel pendidikan “menekan” hubungan tersebut sehingga tidak tampak. Masuknya variabel ketiga juga dapat memberikan hasil yang berlawanan dengan hasil dua variabel saja. Variabel ini disebut variabel pengganggu. Misal, dalam suatu penelitian terdapat hipotesis, bahwa masyarakat kelas atas pada umumnya kurang setuju dengan adanya program KB. Hasilnya menyatakan sebaliknya, dimana masyarakat kelas atas menunjukkan angka yang tinggi menyatakan setuju akan program KB. Peneliti mengira ada variabel pengganggu yang mempengaruhi temuan data. Variabel pengganggu tersebut ternyata adalah status kepegawaian dari kelompok masyarakat, yaitu kelompok masyarakat dari kalangan pegawai negeri dan dari kalangan bukan pegawai negeri. b)
Variabel antara Asumsi dasar ilmu pengetahuan adalah bahwa segala sesuatu harus ada sebab akibatnya. Untuk mengatur rangkaian sebab akibat dari sebuah fenomena, maka diperlukan variabel antara. Misal, tingkat literasi menunjukkan hubungan yang positif dengan usia tetapi hanya melalui suatu “variabel antara”, yaitu pendidikan. Seorang lanjut usia yang tidak sekolah tingkat literasinya rendah apabila dibandingkan dengan seorang pemuda yang sedang sekolah. Agama hanya mempengaruhi tingkat bunuh diri, karena agama erat hubungannya dengan integritas seseorang dalam masyarakat.
24
3)
Variabel anteseden Variabel anteseden mempunyai kesamaan dengan variabel antara, yaitu merupakan hasil yang lebih mendalam dari penelusuran hubungan sebab akibat antarvariabel. Perbedaannya, variabel antara “menyusup” diantara variabel pokok, sedangak variabel anteseden mendahului variabel pengaruh. Misalnya, dalam penelitian kita merumuskan hipotesis bahwa apabila pendidikan seseorang rendah, maka pengetahuan politiknyapun rendah. Dalam usaha memperjelas hubungan ini terkadang perlu diketahui variabel apa saja yang mempengaruhi pendidikan. Diketahui bahwa status sosial ekonomi mempengaruhi pendidikan seseorang. Dengan demikian akan diperoleh kesimpulan bahwa status sosial ekonomi menentukan tingkat pendidikan dan tingkat pendidikan menentukan tingkat pengetahuan politiknya.
9. Teknik Pengumpulan Data dalam Penelitian Sosial a.
Observasi Istilah observasi berasal dari bahasa Latin yang berarti “melihat” dan
“memperhatikan”. Istilah observasi (Rahayu dan Ardani: 2004: 1-2) diarahkan kepada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antaraspek dalam fenomena tersebut. Observasi berarti pengamatan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat pembuktian (re-checking) terhadap informasi yang diperoleh sebelumnya. Setiap individu dapat memiliki persepsi yang berbeda mengenai suatu fenomena yang sama. Fenomena yang dilihat peneliti akan sangat bergantung kepada minat, bias dan latar belakang mereka. Oleh karena itu Patton (1992: 3) menganggap bahwa persepsi selektif pada manusia menyebabkan munculnya keragu-raguan terhadap validitas dan reliabilitas observasi sebagai suatu metode pengumpulan data yang ilmiah. Oleh karena itu, bagi peneliti pemula perlu melakukan latihan mengadakan observasi secara umum pada konteks atau subjek yang dipilih maupun mengadakan observasi dengan fokus-fokus 25
khusus. Peneliti juga perlu berlatih cara menuliskan hasil observasi secara deskriptif dan mengembangkan kedisiplinan mencatat kejadian lapangan secara lengkap dan detail. Ada tiga jenis teknik pokok dalam observasi, dimana masing-masing teknik dapat diterapkan sesuai dengan kondisi-kondisi tertentu. Ketiga teknik observasi tersebut, antara lain: 1) Observasi Partisipan (Participant Observert) Teknik observasi ini umumnya digunakan peneliti untuk melakukan penelitian yang bersifat eksploratif. Observasi partisipasi (participant observert) berarti bahwa seorang peneliti turut ambil bagian dalam kehidupan subjek. Observasi partisipatif memungkinkan peneliti dapat berkomunikasi secara akrab dan leluasa dengan subjek sehingga memungkinkan bertanya secara lebih rinci dan detail terhadap permasalahan yang akan diteliti. Materi observasi dipusatkan kepada segala aktivitas, perilaku dan perkataan subjek serta lingkungan sosial yang mempengaruhinya. Menjaga hubungan baik dengan subjek menjadi perihal yang penting dalam rangka memperoleh kedalaman dan kompleksitas data di lapangan. Hubungan baik harus dibangun didasarkan atas good rapport, yaitu hubungan antarpribadi yang ditandai oleh semangat kerjasama, saling mempercayai, saling tenggang rasa, sama derajat dan saling membantu secara harmonis. Dalam observasi partisipan, peneliti berperan ganda, yaitu sebagai pengamat sekaligus menjadi bagian dari yang diamati. Perhatian peneliti terfokus pada bagaimana mengamati, merekam, memotret, mempelajari dan mencatat tingkah laku atau fenomena yang diteliti. 2) Observasi Sistematik Teknik observasi ini sebelumnya harus tersedia kerangka observasi yang memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya terlebih dahulu dan menentuka ciri-ciri khusus dari setiap faktor dalam kategori-kategori tersebut. Materi observasi dipusatkan kepada wilayah yang telah dibatasi dengan tegas sesuai dengan tujuan penelitian, bukan situasi kehidupan masyarakat seperti pada observasi partisipan. Perumusan masalah yang akan diteliti juga harus terlebih dahulu
26
dikhususkan. Hubungan baik harus dibangun dengan kerjasama yang sebaik-baiknya dengan subjek penelitian. 3) Observasi Eksperimental Teknik observasi ini dipandang sebagai cara penelitian yang relatif murni untuk menyelidiki pengaruh kondisi-kondisi tertentu terhadap tingkah laku manusia karena faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkah laku objek telah dikontrol secara cermat sehingga akan diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap tingkah laku. Secara singkat langkah-langkah yang harus dilakukan dalam observasi, yaitu: a. Mengetahui pengetahuan yang akan diteliti b. Menentukan tujuan observasi c. Menentukan metode dan alat observasi d. Membatasi dengan tegas aspek-aspek yang akan diobservasi e. Melakukan observasi secara cermat f. Memahami pencatatan terhadap hasil observasi
Data yang dikumpulkan melalui observasi adalah data hasil pengamatan, apa yang dilihat, peristiwa apa yang terjadi dan apa yang dilakukan subjek. Hal ini mengandung pegertian bahwa data hasil observasi merupakan kumpulan deskripsi tentang apa yang dilihat dan data jenis ini tidak mungkin diperoleh melalui teknik wawancara. Perihal pencatatan hasil observasi berisi tentang hal-hal yang diamati yang dianggap penting oleh peneliti. Penulisan catatan lapangan dibuat secara lengkap dengan disertai keterangan tanggal dan waktu yang lengkap. Agar peneliti dapat menulis cacatan lapangan secara lengkap dan informatif, maka diperlukan kedisiplinan dalam melakukan pencatatan. Peneliti sebagai manusia biasa tentunya memiliki keterbatasan daya serap dan daya ingat. Oleh karena itu, pencatatan hasil observasi secara disiplin sangat perlu dilakukan. Di bawah ini akan ditampilkan contoh format pencatatan observasi (field note).
27
b.
Wawancara Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak
yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian (Hadi, 1993: 30). Yang dimaksud dengan sepihak adalah menerangkan perbedaan tingkat kepentingan antara kedua belah pihak. Dalam hal ini antara peneliti dengan subjek penelitian. Wawancara adalah perbincangan yang menjadi sarana untuk mendapatkan informasi tentang orang lain dengan tujuan penjelasan atau pemahaman tentang orang tersebut dalam hal tertentu. Hasil wawancara merupakan suatu laporan subjektif tentang sikap subjek terhadap lingkungannya dan terhadap dirinya. Wawancara berbeda dari perbincangan biasa, dalam hal tujuan dan kedalaman informasi yang akan digali. Jadi, yang dimaksud dengan wawancara adalah percakapan langsung dan tatap muka (face to face) dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan subjek yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Maksud mengadakan wawancara secara umum adalah untuk menggali struktur kognitif dan dunia makna dari perilaku subjek yang diteliti. Pada penelitian dengan menggunakan metode kuantitatif yang bertujuan untuk mengkaji fakta sosial, maka dalam hal ini menggunakan pedoman wawancara berupa kuesioner. Instrumen ini digunakan karena fakta sosial mencoba mengamati aspek-aspek nonmaterial. Kuesioner digunakan untuk menanyakan aspek-aspek yang bersifat makro (struktur sosial dan pranata sosial). Peneliti kuantitatif akan kesulitan apabila dalam proses pengumpulan data menggunakan teknik observasi, karena teknik observasi hanya bisa diterapkan apabila aspek yang diteliti adalah perihal yang nyata. Pada penelitian dengan menggunakan metode kualitatif, teknik wawancara yang digunakan berbeda dengan teknik wawncara pada penelitian dengan metode kuantitatif. Pada penelitian dengan menggunakan metode kualitatif, teknik wawancara yang digunakan adalah teknik in-depth interview (wawancara secara mendalam). Teknik ini digunakan agar diperoleh kedalaman, kekayaan serta kompleksitas data yang mungkin tidak diperoleh melalui observasi maupun participant observert.
28
Adapun langkah-langkah dalam melakukan in-depth interview, antara lain: Getting in, berupa adaptasi peneliti agar bisa diterima dengan baik oleh subjek penelitian. Dalam proses ini, peneliti harus menciptakan situasi nonformal atau kekeluargaan. Dengan demikian peneliti dapat membangun trust (kepercayaan) agar tidak ada lagi jarak antara peneliti dengan subjek penelitian dan data yang diperoleh valid. Setelah trust terbentuk, peneliti harus menjaganya dengan berperilaku dan berpenampilan sama seperti subjek penelitian. Apabila kedua teknik tersebut berjalan dengan baik, maka akan tercipta rapport dari subjek penelitian, sehingga informasi-informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dengan mudah diperoleh. Agar lebih mudah mewawancarai subjek penelitian, peneliti terlebih dahulu harus mampu menemukan key informan (informan kunci) untuk memperoleh informasi dan mempermudah proses pengumpulan data selanjutnya. Dari key informan ini diharapkan akan diperoleh informan lain yang juga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti. Teknik ini dinamakan snawball (bola salju yang menggelinding). Ketika dalam proses in-depth interview informasi yang diberikan informan keluar dari fokus permasalahan yang ditanyakan peneliti, maka peneliti harus melakukan probing dengan tujuan untuk menggali informasi lain melalui pertanyaan lain yang lebih mendalam, namun masih berada pada fokus permasalahan yang sedang diteliti. Dalam upaya memperlancar proses in-depth interview, terlebih dahulu peneliti akan membuat instrumen penelitian berupa guiding question, yakni berupa catatan-catatan tentang perihal yang akan diteliti dan ditanyakan. Setelah informasi diperoleh, baik dari participant observert maupun in-depth interview, peneliti akan menyusun kembali dalam bentuk field note atau catatan lapangan. Ada perbedaan signifikan antara catatan dan catatan lapangan (field note). Catatan adalah ringkasan yang berisi tentang pokok-pokok pembicaraan (istilah, konsep, sketsa) tentang suatu peristiwa yang disusun secara ringkas agar peneliti tidak lupa. Catatan berfungsi sebagai perantara anatara peneliti dengan subjek penelitian. Sedangkan catatan lapangan (field note) dimaksudkan untuk merekap berbagai informasi yang sudah diperoleh dari apa yang didengar, dilihat, dialami dan difikirkan oleh peneliti
29
selama di lapangan secara lengkap. Contoh field note dapat dilihat pada sub bab observasi. Penggalian data sekunder dapat dilakukan dengan cara penelusuran buku-buku, artikel atau makalah, baik yang dipublikasikan melalui jurnal, laporan media massa dan hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder lain diperoleh dari buku register dan foto-foto selama pengumpulan data. Foto-foto yang dimaksud adalah foto-foto yang diperoleh dari pihak lain. Sedangkan foto yang diperoleh dari jepretan tangan peneliti termasuk kategori data primer. Data sekunder dibutuhkan untuk membangun konstruksi awal penelitian yang selanjutnya dibutuhkan untuk membantu interpretasi agar diperoleh pemahaman yang komprehensif dan mendalam.
10. Teknik Pengambilan Sampel dalam Penelitian Sosiologi 1.
Skema “Wallace” Penelitian survei dilatarbelakangi oleh pemikiran Wallace bahwa penelitian
merupakan usaha sistematis yang bertujuan untuk mengungkap suatu fenomena atau realitas sosial dengan mentransformasikan lima komponen informasi ilmiah, antara lain: teori, hipotesis, observasi, generalisasi empiris dan penerimaan atau penolakan hipotesis. Selain itu juga didukung oleh enam kontrol metodologis, yaitu: deduksi logika; interpretasi, penyusunan instrumen, penyusunan skala dan penentuan sampel; pengukuran penyederhanaan data dan pekiraan parameter; pengujian hipotesis, inferensi logika; formulasi konsep, proposisi dan penataan proposisi. Penelitian survei diawali dengan ketertarikan peneliti terhadap suatu fenomena sosial. Ketertarikan tersebut kemudian diwujudkan dalam rumusan masalah penelitian dengan berdasar pada informasi ilmiah, yaitu teori. Teori tidak dapat langsung digunakan dalam penelitian karena sifatnya yang abstrak. Melalui deduksi logika, teori yang abstrak diterjemahkan menjadi hipotesis. Hipotesis memberikan informasi tentang variabelvariabel penelitian dan hubungannya. Peneliti juga perlu menentukan apakah variabelvariabel tersebut tepat ataukah tidak dan apakah instrumen penelitiannya dapat mengukur secara tepat konsep-konsep dalam variabel tersebut. 30
Populasi dalam penelitian survei biasanya berjumlah sangat besar sehingga peneliti perlu menentukan sampel penelitiannya dengan menggunakan teknik pengambilan sampel tertentu. Untuk mendapatkan data atau informasi, maka peneliti perlu melakukan serangkaian observasi. Data yang telah diperoleh disederhanakan agar peneliti dapat membuat sebuah kesimpulan. Dalam hal ini teknik statistik banyak digunakan untuk menyederhanakan data. Data yang telah disederhanakan tersebut kemudian dibuat generalisasi didasarkan atas fakta-fakta empiris dari sampel penelitiannya. Hasil dari generalisasi tersebut digunakan untuk menguji teori. Hasil dari uji teori akan menghasilkan informasi ilmiah apakah hipotesis penelitiannya diterima atau ditolak. Peneliti juga menyusun inferensi logika untuk menyimpulkan apakah teori yang digunakan mendapat dukungan secara empris ataukah tidak. Apabila hipotesis terbukti, maka teori yang digunakan mendapat dukungan empiris sehingga kedudukan teori tersebut semakin kuat. Jika hipotesis penelitian tidak terbukti, maka teori yang digunakan perlu dimodifikasi. Berikut skema Wallace sebagai bentuk proses penelitian survey.
Teori
Penyusunan Konsep & Proposisi
Deduksi Logika Inferensi Logika
Generalisasi
Status
Hipotesis
Hipotesis Pengujian Pengukuran, Penyederhanaan Parameter
Hipotesis
Interpretasi Instrumen Skala & Sampel
Observasi
Sumber: Wallace (dalam Singarimbun, 1987: 20) 31
11.
Populasi dan Sampel Sugiyono (1997: 57) memberikan pengertian populasi sebagai wilayah generalisasi
yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Nazir (1983: 327) menjelaskan bahwa populasi adalah berkenaan dengan data, bukan orang atau bendanya. Nawawi (1985:141) menyebutkan populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap. Riduwan dan Tita Lestari (1997:3) mengungkapakan bahwa populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian. Jadi jelasnya, populasi adalah objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syaratsyarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Berkenaan dengan populasi tentunya tidak akan lepas dari sampel. Suharsimi Arikunto (1998: 117) mendefinisikan sampel sebagai bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sugiyono (1997: 57) memberikan pengertian sampel sebagai sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. a.
Besaran Sampel Untuk menentukan ukuran besaran sampel dapat digunakan rumus (Al Rasyid,
1994: 156) sebagai berikut:
no 2.BE
dimana: α N BE Zα
= Zα2
= = = =
taraf kesalahan 0,05 (konstanta) jumlah populasi bound of error 15 % (konstanta) nilai table Z = 1,99 (konstanta)
32
Contoh: Jumlah petani di Desa Sukomoro sebesar 424 orang, berapa sampel yang diambil?
no 2.BE
=
Zα 2. (0,15)
2
= 1,99 2 = (6,63) 2 = 43,96
dan no = 0,05 x N = 0,05 x 424 = 21,2 karena no > 0,05 atau 43,96 > 21,2 maka besarnya sampel dapat dihitung dengan rumus: no n = 1 + no -1 N
Sehingga jumlah sampel yang diperoleh adalah: n N
=
1 + no -1 424
= 1 + 43,96 – 1 1,1013
=
43,96
= 39,92 = 40 Nilai 39,92 dibulatkan menjadi 40 orang responden
b.
Teknik Pengambilan Sampel Secara garis besar terdapat dua macam metode pengambilan sampel, yaitu
pengambilan sampel secara acak (random sampling atau probability sampling) dan pengambilan sampel secara tidak acak (nonprobability sampling). Berikut akan diuraikan beberapa teknik pengambilan sampel secara acak (random sampling atau probability sampling): 1)
Sampel acak sederhana (simple random sampling) Sampel acak sederhana ialah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih 33
sebagai sampel. Terpilihnya unit penelitian ke dalam sampel itu harus benar-benar berdasarkan faktor kebetulan dan bebas dari subjektifitas peneliti atau orang lain. Adapun metode pengambilan sampel acak sederhana, yaitu dengan cara mengundi unsur-unsur penelitian atau satuan-satuan elementer dalam populasi. Terlebih dahulu semua unit penelitian disusun dalam kerangka sampling, kemudian dalam kerangka sampling yang ditarik sebagai sampel beberapa unsur yang akan diteliti dengan cara undian sehingga setiap unit memiliki peluang yang sama untuk dipilih. Metode ini dapat dipergunakan pada dua keadaan, yaitu: a. Apabila hanya diketahui nama atau identifikasi dari satuan elemen dalam populasi yang akan diteliti dan tidak terdapat keterangan tentang derajat keseragaman dan pembagian dalam golongan-golongan populasi. b. Apabila tidak diperoleh metode pengambilan sampel lain yang lebih efisien dari metode ini.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjalankan metode ini: a. Tersedia daftar kerangka sampling b. Populasi harus homogen, apabila tidak kemungkinan akan terjadi bias c. Populasi tidak tersebar secara geografis
2)
Sampel sistematis (systematic sampling) Pengambilan sampel sistematis ialah metode pengambilan sampel, dimana hanya unsur pertama saja dari sampel dipilih secara acak, sedangkan unsur-unsur selanjutnya dipilih secara sistematis menurut suatu pola tertentu. Metode ini dapat dijalankan pada dua keadaan yaitu: a. Apabila nama atau identifikasi dari satuan-satuan elementer dalam populasi terdapat dalam daftar kerangka sampling, sehingga satuan-satuan tersebut dapat diberi nomor-nomor urut.
34
b. Apabila populasi itu mempunyai pola-pola beraturan, seperti blok-blok dalam kota atau rumah-rumah pada suatu jalan. Blok-blok atau rumah itu dapat diberi nomor urut. Cara penggunaan metode ini: Misalkan, jumlah satuan-satuan elementer dalam populasi adalah N dan besar sampel yang akan diambil adalah n, maka hasil bagi antara N dan n dinamakan interval sampel dan biasanya diberi kode k. Unsur pertama dalam sampel lalu dipilih secara acak diantara satuan elementer bernomor urut i dan satuan bernomor urut k dari populasi. Andaikan yang terpilih adalah satuan elementer bernomor urut s, maka unsur-unsur selanjutnya dalam sampel dapat ditentukan sebagai berikut: Unsur pertama Unsur kedua Unsur ketiga Unsur keempat
= = = =
s s + k s + 2k s + 3k dan seterusnya
Misalnya, satuan elementer dalam populasi berjumlah 424 (N = 424) dan besaran sampel yang diambil 40 (n = 40), maka: k = 424 40
= 10,6 = 11
Unsur pertama dari sampel harus dipilih secara acak diantara satuan elementer nomor 1 dan 11. Andaikan yang terpilih sebagai unsur pertama adalah nomor 3, maka unsur-unsur lainnya dari sampel adalah: Unsur kedua Unsur ketiga Unsur keempat
= 3 + 11 = 14 = 3 + 2(11) = 25 = 3 + 3(11) = 36
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjalankan metode ini: 1. Populasi harus besar sehingga pengambilan sampel mendekati acak lagi 2. Tersedia daftar kerangka sampling 3. Populasi harus homogen 35
3)
Sampel acak stratifikasi (stratified random sampling) Pendeskripsian secara tepat mengenai populasi yang heterogen harus dibagi-bagi
dalam lapisan-lapisan (strata) yang seragam dan dari setiap lapisan diambil secara acak. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk menjalankan metode ini. Terdapat kriteria yang jelas yang akan dipergunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi dalam lapisan-lapisan, seperti luas lahan. Data pendahuluan dari populasi mengenai kriteria yang digunakan untuk menstratifikasi. Diketahui secara tepat jumlah satuan elementer dari setiap lapisan dalam populasi. Sebagai contoh suatu populasi distratifikasi menjadi: Stratum I jumlah satuan elementer Stratum II jumlah satuan elementer Stratum III jumlah satuan elementer Jumlah populasi
250 100 74 424
Maka, sampel yang diambil untuk setiap tingkat (strata): Stratum I jumlah satuan elementer Stratum II jumlah satuan elementer Stratum III jumlah satuan elementer
250 424 100 424 74 424
x 40 =
24
x 40 =
9
x 40 =
7
Jumlah sampel
40
4) Sampel gugus sederhana (simple cluster sampling) Apabila kerangka sampel tidak tersedia dan biaya untuk membuat kerangka sampel terlalu tinggi, maka unit-unit analisis dalam populasi dikelompokkan dalam gugus-gugus yang disebut cluster. Jumlah gugus yang diambil sebagai sampel harus acak. Misalnya, peneliti ingin meneliti besarya pendapatan per bulan dari setiap keluarga di suatu desa. Karena tidak terdapat data mengenai jumlah keluarga di desa tersebut, maka desa tersebut dibagi menjadi dusun-dusun yang dijadikan gugus atau unsur sampling. Dusun yang ada dipilih diberi nomor dan dipilih secara acak sebuah dusun atau lebih sebagai sampel. Karena unsur penelitian adalah keluarga atau rumah tangga, maka seluruh rumah tangga yang ada dalam gugus terpilihlah yang diteliti. 36
5)
Sampel wilayah (area sampling) Cara lain pengambilan sampel yang tidak terdapat kerangka sampelnya adalah
menggunakan sample wilayah (area sampling). Dalam hal ini dibutuhkan peta atau potret udara yang cukup jelas dan terinci dari wilayah yang akan diteliti. Seluruh wilayah peneltian yang terdapat dalam peta atau potret udara dibagi dalam segmen-segmen wilayah yang mengandung jumlah unit penelitian. Apabila tidak diketahui segmen wilayahnya, maka dapat menggunakan blok-blok sensus. Setiap segmen diberi nomor, kemudian dari sejumlah nomor yang ada diambil sejumlah sampel secara acak. Setelah diuraikan tentang teknik pengambilan sampel secara acak (random sampling atau probability sampling), maka penjelasan berikut akan diuraikan dua teknik pengambilan sampel secara tidak acak (nonprobability sampling). 6)
Purposive dan quota sampling Purposive dan quota sampling dipilih berdsarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu yang didsarkan atas tujuan penelitian. Adapun cara pengambilan sampel seperti ini: Peneliti memilih subgroup dari populasi sehingga sampel yang dipilih memiliki sifat yang sesuai dengan sifat populasi. Jadi, purposive sampling tidak akan dilakukan dari populasi yang belum dikenal sifat-sifatnya.
12. Teknik Analisis Data dalam Penelitian Sosiologi Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan. Proses analisis data seringkali menggunakan statistik seperti yang dilakukan peneliti kuantitatif. Analisis data kuantitatif dengan menggunakan tabel frekuensi dan tabel frekuensi silang.
a.
Tabel frekuensi Langkah pertama dalam analisis data adalah menyusun tabel frekuensi. Sebaiknya
tabel frekuensi disusun untuk semua variabel penelitian dan disusun secara tersendiri. Tabel frekuensi merupakan bahan dasar untuk analisis selanjutnya. Tabel frekuensi memiliki beberapa fungsi, antara lain: 1) Mengecek apakah jawaban responden atas satu pertanyaan adalah konsisten dengan jawaban atas pertanyaan lain. 37
2) Mendapatkan deskripsi ciri atau karakteristik responden atas dasar analisis satu variabel. 3) Mempelajari distribusi variabel-variabel penelitian. 4) Menentukan klasifikasi yang paling baik untuk tabulasi silang. Berikut akan ditampilkan contoh tabel frekunsi dalam format grafik untuk menggambarkan jawaban responden atas sebuah pertanyaan peneliti beserta interpretasi grafiknya. Contoh pada kasus kepemilikan lahan pertanian Luas kepemilikan lahan pertanian ternyata mempengaruhi kondisi sosial ekonomi responden. Hal tersebut akan dijelaskan pada grafik berikut:
Kategori
GRAFIK VII. LUAS KEPEMILIKAN LAHAN PERTANIAN
11% Luas 11 Sedang
2929%
Sempit
60 0
JUMLAH 60% 50
PROSENTASE 100
Jumlah Responden
Gambar 9.1 Contoh Grafik Visual Data Frekuensi Keterangan: a. 0 – 0,25 ha (sempit) b. 0,26 – 0,50 ha (sedang) c. > 0,51 ha (luas)
Grafik tersebut menunjukkan bahwa hanya 11% saja responden yang memiliki lahan luas diatas 0,51 ha dan 29% memiliki lahan sedang berkisar antara 0,26-0,50 ha. Angka paling banyak ditunjukkan sebanyak 60% responden memiliki lahan yang sempit. Hal ini berimplikasi pada produktivitas panen. Semakin sempit lahan pertanian yang dimiliki, maka akan semakin kecil pula produktivitas panennya.
38
b.
Tabel frekuensi silang Analisis tabulasi silang merupakan metode analisis yang sederhana namun memiliki
daya menerangkan yang cukup kuat untuk menjelaskan hubungan antarvariabel. Dalam analisis tabulasi silang, peneliti menggunakan distribusi prosentase pada sel-sel dalam tabel
sebagai
dasar
untuk
menyimpulkan
hubungan
antara
variabel-variabel
penelitiannya. Jumlah responden untuk setiap kelompok variabel pengaruh perlu dicatat karena angka tersebut diperlukan dalam interpretasi. Agar tabel mudah dibaca, variabel terpengaruh biasanya disusun secara vertikal dan variabel pengaruh disusun secara horizontal. Berikut akan ditampilkan contoh tabel frekunsi silang dalam format grafik untuk menggambarkan jawaban responden atas sebuah pertanyaan peneliti beserta interpretasi grafiknya.
Contoh pada kasus kepemilikan lahan pertanian Dengan asumsi bahwa luas pemilikan tanah akan mempengaruhi hubungan patron klien, maka dalam grafik berikut akan ditunjukkan hubungan antara luas pemilikan tanah dengan patron klien.
Luas Pemilikan Tanah
GRAFIK VIII. HUBUNGAN ANTARA LUAS PEMILIKAN TANAH DENGAN PATRON KLIEN
50 40 30 20 10 0
47 22 8
1
10 8
5
0
0 2
0 3
Patron Klien Tinggi
Sedang
Rendah
Gambar 9.2 Contoh Grafik Tabel Frekuensi Silang
39
Grafik tersebut menggambarkan bahwa responden yang memiliki tanah yang luas ternyata memiliki tingkat hubungan patron klien yang tinggi. Hal ini dapat dijabarkan secara logis bahwa petani yang memiliki tanah yang luas dan memiliki klien yang banyak, maka asuransi sosial yang diberikan banyak pula. Penelitian dengan menggunakan kuantitatif menggunakan istilah validitas dan reliabilitas untuk mengukur keabsahan data. Validitas adalah sejauh mana suatu alat pengukuran dapat mengukur apa yang ingin diukur, sedangkan reliabilitas adalah sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran tersebut diulang dua kali atau lebih. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif tidak menggunakan istilah tersebut. Moleong (2005: 53) menggunakan istilah kredibilitas dan keteralihan (kontras validitas), kebergantungan (kontras reliabilitas) dan kepastian (objektif). Kredibilitas pada penelitian dengan metode kualititatif maksudnya bahwa peneliti kualitatif berperan sebagai instrumen itu sendiri. Menurut Moleong (2005: 55), kredibilitas pada penelitian dengan metode kualititatif mencakup beberapa aspek, antara lain: 1)
Keikutsertaan Keikutsertaan berarti bahwa peneliti harus terjun ke lapangan sampai peneliti
menemui kejenuhan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membatasi gangguan dari dampak peneliti pada sebuah konteks. Artinya bahwa peneliti harus memahami konteks kultural subjek. Selain itu juga bertujuan untuk membatasi bias peneliti dan mengkonpensasikan pengaruh dari kejadian-kejadian yang tidak biasa atau pengaruh sesaat. 2)
Pengamatan Pengamatan berarti peneliti harus secara konsisten melakukan interpretasi dengan
berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan. Dengan kata lain bahwa perpanjangan keikutsertaan peneliti dalam proses pengamatan mengakibatkan kedalaman data. Hal ini berarti bahwa peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol.
40
3)
Triangulasi Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan
sumber atau metode yang lain sebagai pembanding. Denzin (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. a)
Triangulasi dengan sumber Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal ini dapat dicapai dengan jalan (Patton, 1987: 331): (1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. (2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi. (3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu. (4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang, seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang yang berada atau orang pemerintahan. (5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
b)
Triangulasi dengan metode
Triangulasi dengan metode (Patton, 1987: 329) terdapat dua strategi, yaitu: (1) Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data. (2) Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
c)
Triangulasi dengan penyidik Triangulasi dengan penyidik berarti memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya
untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kemelencengan dalam pengumpulan data.
41
d)
Triangulasi dengan teori Triangulasi dengan teori menurut Lincoln dan Guba (1981: 307), berdasarkan
anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. 1. Pengecekan sejawat Teknik ini dilakukan dengan cara menampilkan hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang tema atau permasalahan yang diteliti. 2. Kecukupan refensial Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data atau informasi di lapangan lainnya yang dapat digunakan sebagai pembanding. 3. Kajian kasus negatif Teknik analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding. 4. Pengecekan anggota Pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan. Pengecekan anggota meliputi keterlibatan anggota dalam pengumpulan data, kategori analitis, penafsiran dan kesimpulan. Para anggota yang terlibat yang mewakili rekan-rekan mereka dimanfaatkan untuk memberikan reaksi dari segi pandangan dan situasi mereka sendiri terhadap data yang telah diorgasnisasikan oleh peneliti.
Penggalian data sekunder dapat dilakukan dengan cara penelusuran buku-buku, artikel atau makalah, baik yang dipublikasikan melalui jurnal, laporan media massa dan hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder lain diperoleh dari buku register dan foto-foto selama pengumpulan data. Foto-foto yang dimaksud adalah foto-foto yang diperoleh dari pihak lain. Sedangkan foto yang diperoleh dari jepretan tangan peneliti termasuk kategori data primer. Data sekunder dibutuhkan 42
untuk membangun konstruksi awal penelitian yang selanjutnya dibutuhkan untuk membantu interpretasi agar diperoleh pemahaman yang komprehensif dan mendalam. Keteralihan pada penelitian dengan metode kualititatif dimaksudkan untuk membuat generalisasi atau abstraksi data secara kontekstual berdasarkan tema. Hal ini dapat dilakukan dengan cara uraian rinci (thick description). Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraiannya dikerjakan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian dilaksanakan. Sedangkan pada penelitian kuantitatif dimaksudkan untuk membuat generalisasi terhadap populasi. Kriteria selanjutnya adalah kebergantungan dan kepastian yang dapat dilakukan dengan teknik auditing. Seorang auditi (peneliti) menggunakan jasa seorang auditor untuk memeriksa seluruh proses dan hasil studi penelitian. Teknik auditing dapat ditempuh dengan beberapa cara, antara lain melalui data mentah, data yang direduksi dari hasil kajian, rekonstruksi data dan hasil sintesis, catatan tentang proses pelaksanaan penelitian, bahan yang berkaitan dengan maksud dan tujuan penelitian serta segala informasi berkenaan dengan pengembangan instrumen. Kriteria kebergantungan juga berhubungan dengan beberapa permasalahan, antara lain: 1. Apa patokan yang disusun peneliti untuk mengkahiri kegiatan pengumpulan data? 2. Sejauh mana seluruh data telah dimanfaatkan untuk analisis? 3. Sejauh mana seluruh isu atau tema yang tercakup sudah ditelaah? 4. Sejauh mana peneliti dipengaruhi pihak lain (sponsor)? 5. Sejauh mana peneliti menemukan kasus negatif dan data positif? 6. Bagaimana pengaruh perasaan dan emosi pihak peneliti terhadap subjek?
Kriteria terakhir dalam pemeriksaan keabsahan data adalah menyangkut factor kepastian. Artinya, bahwa data yang diperoleh apakah bersifat objektif atau subjektif tergantung pada persetujuan beberapa orang. Pada penelitian kuantitatif, kepastian menekankan pada aspek sampel yang terpilih, sedangkan penelitian kualitatif kepastian menekankan pada aspek data yang diperoleh. Beberapa permasalahan yang muncul dari aspek kepastian data, antara lain:
43
1. Apakah hasil penelitian tersebut benar-benar berasal dari data. Hal ini dapat dilacak melalui catatan lapangan (field note). 2. Apakah kesimpulan penelitian ditarik dari data. Hal ini dapat dilacak melalui teknik analisis, kategori dan penafsiran. 3. Apakah konseptual yang disusun berasal dari teori atau hanya sekedar apriori (konstruksi peneliti sendiri).
c.
Analisis data kuaitatif Menurut Ulber Silalahi (2009: 339), analisis data kualitatif digunakan apabila data
empiris yang diperoleh adalah data kualitatif berupa kata-kata dan bukan rangkaian angka serta tidak dapat disusun dalam kategori-kategori/struktur klasifikasi. Data kualitatif mungkin dikumpulkan melalui berbegai metode seperti indepth interview, observasi, dan dokumentasi. Dalam analisis data kualitatif tidak menggunakan perhitungan matematis dan uji statistik sebagai alat bantu analisis. Menurut Miles dan Huberman (1992: 35), kegiatan analisis terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Kegiatan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi merupakan kegiatan yang jalin menjalin pada sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data.
1)
Reduksi data Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Menurut Miles dan Huberman (1992:
16; Silalahi, 2009: 339 -340)), reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstraksian, dam transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Kegiatan ini berlangsung secara terus menerus selama kegiatan pengumpukan data. Kegiatan reduksi data ini meliputi membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, dan menulis memo. Pilihan-pilihan peneliti tentang bagian mana yang dikode, mana yang dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar, cerita-certia apa yang sedang berkembang, semuanya merupakan pilihan-pilihan analisis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga 44
kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Proses reduksi data ini berlanjut hingga akhir penelitian (Ulber Silalahi, 2009: 340).
2)
Penyajian Data Menurut Miles dan Huberman (1992: 17; Emzir, 2011: 131 - 132), penyajian data
sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui data yang disajikan, peneliti melihat dan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut. Penyajian data yang pada lalu lazim dilakukan adalah dalam bentuk teks naratif dalam puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan halaman. Teks naratif dalam jumlah besar akan menyulitkan peneliti dalam menemukan pola-pola sederhana. Kemampuan manusia dalam memproses informasi yang
besar
jumlahnya
terbatas.
Manusia mempunyai
kecenderungan
kognitf
menyederhanakan informasi yang konpleks ke dalam kesatuan bentuk yang disederhanakan dan selektif atau konfigurasi yang mudah dipahami. Penyajian data dalam penelitian kualitatif sekarang ini dapat dilakukan dalam berbagai jenis matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Hal itu dirancang untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih (Miles dan Huberman, 1992; 17-18; Emzir, 2011: 131 - 132).
3)
Penarikan kesimpulan Menurut Miles dan Huberman (1992: 18-19), langkah ketiga dari kegiatan analisis
data adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Pada saat pengumpulan data, seorang peneliti mencari makna sesuatu, mencata keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasikonfogurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi-proposisi. Mula-mula kesimpulan belum jelas, namun lambat laun kian meningkat lebih terperinci. Kesimpulankesimpukan akhir mungkin tidak muncul hingga pengumpulan data berakhir, bergantung pada
pada
besarnya
kumpulan-kumpulan
catatan
lapangan,
pengkodeannya,
penyimpanan, dan metode pencarian ualng yang digunakan, dan kecakapan peneliti. Namun, acapkali kesimpulan telah dirumuskan sebelumnya sejak awal, sekalipun seorang peneliti menyatakan telah melanjutkannya secara induktif. 45
Kesimpulan atau kesimpulan diverifikasi dilakukan selama penelitian berlangsung. Verifikasi merupakan suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin merupakan peninjauan kembali untuk mengembangkan kesepakatan intersubjektif. Singkat kata, makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekukuhannya, dan kecocokannya, yaitu yang merupakan validitasnya (Miles dam Huberman, 1992: 18).
D. Referensi Bungin, B. (2001). Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press. Kerlinger, F. N. (2004). Asas-asas Penelitian Behavioral. Terjemahan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Koentjaraningrat. (1997). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sevilla, C. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Singarimbun, M. dan Effendi, S. (1987). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
46