BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan Simpulan dari penelitian ini secara umum menjelaskan bahwa pengalaman dan proses reviu memengaruhi pertimbangan auditor dalam menilai penyajian laporan keuangan pemerintah.
Penelitian ini juga menghasilkan beberapa
simpulan berdasarkan dari hasil pengujian hipotesis. Pertama, auditor berpengalaman dapat membuat pertimbangan yang lebih cermat dibandingkan auditor kurang berpengalaman dalam menilai penyajian laporan keuangan pemerintah.
Artinya, tingkat pengalaman auditor yang tinggi dan didukung
dengan kompetensi yang memadai, maka auditor akan semakin cermat dalam membuat pertimbangan sebelum pengambilan keputusan. Kedua, auditor yang diberikan kesempatan melakukan proses reviu dapat memberikan pertimbangan yang lebih cermat dibandingkan dengan auditor yang tidak diberikan kesempatan melakukan proses reviu.
Artinya, kegiatan proses reviu dapat meningkatkan
kualitas pertimbangan auditor dalam menilai penyajian laporan keuangan pemerintah. Ketiga, perbedaan tingkat pengalaman yang dikombinasikan dengan perbedaan perlakuan proses reviu dapat memengaruhi kualitas pertimbangan auditor dalam menilai penyajian laporan keuangan pemerintah. Meskipun tidak terjadi interaksi yang signifikan antara pengalaman dengan proses reviu pada pertimbangan auditor. Pengujian interaksi pengalaman dan proses reviu pada pertimbangan auditor secara statistik menunjukkan tidak signifikan disebabkan oleh beberapa 51
52
faktor. Salah satunya, keselarasan level pengalaman dan kompetensi menjadi hal penting untuk peningkatan kualitas pertimbangan auditor.
Indikasi penyebab
lainnya dapat diidentifikasikan, antara lain: 1) Kecendrungan auditor berpengalaman berperilaku heuristic dibandingkan auditor kurang berpengalaman dalam menilai penyajian laporan keuangan pemerintah; 2) Kompetensi auditor yang kurang memadai terlihat dari ketidaksesuaian latarbelakang pendidikan formalnya; 3) Motivasi eksternal auditor yang kurang kuat seperti tunjangan beban kerja belum mampu memotivasi kinerja auditor, dan; 4) Kurangnya upaya pembelajaran yang berkesinambungan untuk peningkatan keterampilan teknis reviu bagi auditor, sehingga kompetensi dasar yang dipersyaratkan kurang memadai.
6.2 Saran dan Implikasi Penelitian ini masih terdapat beberapa keterbatasan sehingga memengaruhi hasil penelitian. Pertama, penelitian ini hanya mampu menjelaskan variabilitas judgment oleh faktor pengalaman dan proses reviu sebesar 18,10% (Lampiran 9). Hal ini berarti sebesar 81,90% variabilitas judgment ditentukan oleh faktor lain, seperti: motivasi eksternal, kerja tim/kelompok, pendidikan formal dan pelatihan auditor. Kedua, kasus reviu laporan keuangan pemerintah lingkupnya sebatas SKPD dengan mengacu penyajian laporan keuangan sesuai dengan PP Nomor 24 Tahun 2005.
Kasus yang disajikan masih sederhana, jelas berbeda tingkat
53
kerumitannya pada laporan keuangan pemerintah daerah. Kemudian mulai tahun 2015 penyajian laporan keuangan pemerintah harus berbasis akrual sesuai dengan ketentuan PP Nomor 71 Tahun 2010. Ketiga, lokus penelitian pada Inspektorat Daerah di Wilayah Provinsi Bali dengan tingkat pendidikan formal auditor yang beragam, kemungkinan juga memengaruhi hasil penelitian ini.
Selain itu,
beberapa auditor yang diangkat melalui proses inpassing (tanpa pendidikan dan pelatihan JFA) hanya berdasarkan kelulusan ujian sertifikasi JFA sehingga mengorbankan tingkat kualitas auditor. Kelemahan
penelitian
ini
menyederhanakan
klasifikasi
auditor
berpengalaman dan auditor kurang berpengalaman. Padahal penentuan klasifikasi pengalaman auditor ditentukan oleh banyak faktor yang mungkin belum dijelaskan dalam penelitian ini.
Kenyataan di lapangan tidak ada suatu
pelaksanaan kegiatan reviu tanpa membuat Kertas Kerja Reviu (KKR). Hal ini jelas akan melanggar standar pekerjaan reviu. Namun, perlakuan dengan reviu dan tanpa reviu dalam penelitian ini untuk mengetahui perilaku auditor dalam menggunakan kompetensinya. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi peneliti selanjutnya, pihak akademisi, dan pihak praktisi terutama para auditor intern pemerintah. Bagi peneliti selanjutnya, agar melakukan penyempurnaan penelitian dengan melihat beberapa keterbatasan dan kelemahan di atas. Misalnya, perlakuan proses reviu secara individu dan secara tim/kelompok, menambahakan variabel motivasi eksternal, lokus penelitian yang berbeda,
instrumen penelitian dengan kasus
54
laporan keuangan berbasis akrual (PP Nomor 71 Tahun 2010), menambahkan indikator pengalaman auditor, dan sebagainya. Implikasi bagi para akademisi, penelitian ini memberikan tambahan bukti empiris pada akuntansi keperilakuan, terkait dengan teori JDM, konsep counterfactual reasoning, konsep heuristic, dan beberapa penelitian empiris sebelumnya. Faktor pengalaman dan proses reviu memengaruhi judgment auditor dalam pengambilan keputusan. Tingkat pengalaman auditor yang tinggi juga berdampak pada perilaku heuristic, tetapi dapat diatasi melalui proses reviu. Penelitian ini juga memperjelas konsep pembelajaran bagi individu, dengan terjadinya perubahan perilaku auditor berpengalaman dalam menilai penyajian laporan keuangan pemerintah. Bagi praktisi, terutama Inspektorat Daerah dan BPKP selaku Pembina APIP agar melakukan langkah-langkah perbaikan ke depan dalam menjalankan tugas pokoknya masing-masing. Bagi Inspektorat Daerah, tim kegiatan reviu Laporan Keuangan SKPD maupun LKPD harus dikombinasikan antara auditor berpengalaman dengan auditor kurang berpengalaman. Keuntungan dari tim reviu model ini dapat memberikan kinerja yang lebih baik dan mendorong terjadinya proses pembelajaran bagi auditor yang kurang berpengalaman.
Peningkatan
kompetensi auditor terus ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat), Pelatihan Kantor Sendiri (PKS) dan praktik reviu LKPD secara berkala (desk review setiap triwulan sesuai amanah PP Nomor 8 Tahun 2006).
Tingkat
kesejahteraan auditor Inspektorat Daerah juga harus diperhatikan. Hal yang tidak kalah penting, seleksi/penerimaan calon auditor harus memperhatikan ketentuan
55
teknis JFA terutama dari sisi latarbelakang pendidikannya.
Selanjutnya, bagi
Perwakilan BPKP Provinsi Bali selaku Pembina APIP daerah di Wilayah Provinsi Bali wajib melakukan kegiatan-kegiatan pembinaan JFA yang strategis dan lebih intensif, seperti: penyelenggaraan diklat teknis reviu, diklat sertifikasi JFA, pendampingan teknis reviu, serta kegiatan lain yang terkait dengan tata kelola APIP daerah yang lebih baik.