BAB VI POLA EKSTRAKSI AKTUAL DAN ANALISA EKONOMI PENAMBANGAN PASIR BESI
6. 1 Pola Ekstraksi Aktual Pasir Besi Kabupaten Tasikmalaya Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya berada di sejumlah titik, antara lain di Desa Ciheras dan Cikawungading, Kecamatan Cipatujah, serta Desa Kalapagenep dan Cimanuk, Kecamatan Cikalong. Kegiatan eksploitasi pasir besi sebenarnya sudah ada sejak tahun 2000 di Desa Cimanuk yang hanya berupa tambang rakyat untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan. Baru pada tahun 2007 penambangan dengan melibatkan perusahaan atau badan usaha mulai diizinkan. Sebagian besar pengusahaan pertambangan pasir besi di wilayah Kabupaten Tasikmalaya merupakan IUP operasi produksi Pasir Besi yang diberikan kepada badan usaha, melalui Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tasikmalaya.Disamping penambangan berizin juga terdapat 44 kelompok usaha pertambangan pasir besi tanpa izin dengan luasan dibawah 1.000 m2, dimana setiap kelompok terdiri dari rata-rata 10 orang. Izin penambangan pasir besi hingga saat ini telah dikeluarkan terhadap 25 perusahaan.Sebanyak 25 perusahaan tersebut tidak semuanya aktif beroperasi, beberapa perusahaan berhenti beroperasi setelah cadangan habis walaupun izin pertambangan belum berakhir. Sebagian perusahaan hanya aktif pada beberapa tahap penambangan, dan menyerahkan beberapa tahapan operasional lainnya kepada pihak lain. Hal ini menyalahi status izin usaha pertambangan yang dikeluarkan dinas kabupaten. Pelanggaran tersebut seperti pada kegiatan penambangan dilakukan oleh pihak lain, namun kegiatan pengolahan dan pencucian pasir besi dilakukan sendiri oleh perusahaan pemegang izin. 6.1.2 Tahapan Kegiatan Ekstraksi Pasir Besi Kegiatan penambangan pasir besi memiliki beberapa tahapan, tahap persiapan, meliputi perizinan (aspek legalitas), kegiatan eksplorasi, penyusunan dokumen AMDAL/UKL-UPL, kajian kelayakan tambang (feasibility study) perekrutan personil/pegawai,perencanaan tambang (mine plan design). Tahap
51
kegiatan
penambangan/operasi
produksi,
meliputi
mobilisasi
peralatan,
pembuatan sarana pendukung, pembersihan lahan (land clearing), pengupasan lapisan tanah pucuk dan tanah penutup (overburden), penggalian (digging), pengangkutan ke stockpile dan pengolahan (sorting, reduksi, pencucian dan pemurnian), pengangkutan (hauling) dari lokasi stockpile ataupun dari lokasi pengolahan ketempat pemasaran. Tahap penutupan/pasca tambang, perencanaan pengelolaan lingkungan, perencanaan kegiatan reklamasi yang meliputi rehabilitasi, revegetasi. 6.1.3 Sistem Tata Cara Penambangan Sistem penambangan yang digunakan dalam penambangan pasir besi di area Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang ada di Kabupaten Tasikmalaya adalah tambang terbuka (Open Pit Mining/Surface Mining). Pertimbangan yang mendasari adalah yaitu kondisi endapan pasir besi meliputi penyebaran lapisan endapan yang berbentuk relatif datar karena ciri khas dari sifat pengendapan mineral tersebut yang berupa endapan placer. Biaya produksi untuk operasional tambang terbuka relatif lebih murah namun memiliki dampak lingkungan yang lebih besar dibandingkan tambang bawah tanah. Dari segi teknologi tambang terbuka lebih mudah dalam meningkatkan produksi pasir besi. Penambangan terbuka ini dilakukan dengan sistem gali (digging) dan menimbun bekas galian (back filling) pada area bekas bukaan tambang untuk mengurangi penyempitan area. Pengupasan lapisan tanah penutup, baik top soil, overburden maupun interburden dilakukan secara bertahap dan dibuang pada disposal area atau ditimbun kembali pada area yang sudah digali. 6.1.4 Tahapan Kegiatan Penambangan a.
Persiapan Kegiatan ini merupakan kegiatan tambahan yang bertujuan mendukung
kelancaran kegiatan penambangan. Pada dasarnya pemegang IUP di Kabupaten Tasikmalaya melakukan aktivitas pembangunan sarana dan prasarana seperti jalan tambang dan stockpile penampungan sementara hasil konsentrat pasir besi. Kegiatan penambangan endapan pasir besi pada area IUP dimulai dari satu front penambangan pada setiap pit dan dilanjutkan ke pit yang lain pada setiap blok penambangan.
52
b.
Pembersihan Lahan (Land Clearing) Pembersihan lapangan (land clearing) dimaksudkan untuk membersihkan
daerah yang akan ditambang dari semak-semak, pepohonan dan tanah maupun bongkah-bongkah batu yang menghalangi pekerjaan-pekerjaan selanjutnya. Pembersihan lapangan ini dapat dilakukan menggunakan tenaga manusia dengan menggunaan peralatan manual seperti kapak, gergaji, cangkul dan lain-lain, maupun dengan peralatan mekanis seperti bucket wheel excavator (bwe), cutting head excavator dan penggaru (ripper) c.
Pengupasan Tanah Pucuk Tanah pucuk merupakan tanah yang memiliki kandungan unsur organik
yang tinggi untuk tanaman. Kegiatan pengupasan harus dilakukan dengan hatihati dan hasil pengupasan tanah pucuk seharusnya terpisah dengan tanah galian lainnya. Tanah pucuk yang subur (humus) harus ditimbun ditempat tertentu, lalu ditanami rerumputan dan semak-semak untuk mengurangi erosi, sehingga nantinya dapat digunakan lagi untuk reklamasi lahan bekas tambang. Tanah pucuk biasanya disebarkan kembali setelah pit ditimbun dengan tanah penutup. Keadaan aktual beberapa perusahaan penambangan pasir besi tidak memperlakukan tanah pucuk sebagaimana mestinya. Tanah pucuk ditumpuk dibiarkan saja tanpa ditanami kacang-kacangan atau tanaman penutup, sehingga sebagian tererosi pada saat hujan dan menyebabkan kandungan unsur haranya diperkirakan juga banyak yang hanyut saat hujan. Pada akhirnya saat blok penambangan telah selesai ditambang, menyebabkan kekurangan tanah penutup dan tanah pucuk. Kondisi ini menyebabkan sebagian lubang dibiarkan menganga setelah penambangan berakhir. d.
Pengupasan Tanah Penutup (Stripping Overburden) Pengupasan tanah penutup (stripping overburden) dilakukan pada bawah
lereng dengan arah ke lereng yang lebih dalam sampai batas lapisan pasir besi dengan mengikuti kontur daerah penambangan. Penggalian tanah penutup ini dilakukan tergantung kedalaman sumberdaya pasir besi. Rata-rata kedalaman tanah penutup hanya sampai 2 meter. Setelah dikupas tanah pucuk dipindah kelokasi yang tidak mengandung pasir besi untuk dijadikan material backfilling setelah penambangan berakhir.
53
Gambar 5 Proses penambangan pasir besi yang menyebabkan eksternalitas e.
Proses Penambangan Pasir Besi Idealnya lokasi aktivitas penambangan dan pengolahan dilakukan berada
jauh dari sempadan pantai/ sungai serta pemukiman penduduk. Aktivitas penambangan pasir besi dilakukan secara mekanis menggunakan alat berat berupa excavator. Pada dasarnya cara penambangan yang berwawasan lingkungan (good mining practice), hasuslah efisien dan mengikuti kaidah – kaidah konservasi. Salah satunya pola penambangan seharusnya dilakukan pada gumuk pasir yang berada dibelakang garis pesisir (back dune) yang memiliki lebar 200-400 meter, sedangkan diarea front dune yang mengarah kelaut dibiarkan tidak dilakukan penambangan
karena
akan
merusak
lingkungan.Kegiatan
penambangan
seharusnya juga tidak dilakukan pada area konservasi. Ilustrasi penambangan yang tidak mengikuti kaidah konservasi terutama pada daerah sempadan pantai dapat dilihat pada Gambar 6.
54
Gambar 6 Ilustrasi kondisi gumuk pasir penambangan pasir besi Kabupaten Tasikmalaya Pada Gambar 6 bagian atas adalah kondisi stabil, jika ditambang akan merubah struktur pantai menjadi Gambar 6 bagian bawah. Akibatnya kerusakan dapat berupa abrasi dan hilangnya fungsi sempadan pantai sebagai penahan abrasi. Hal ini juga sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku bahwa area pantai yang berjarak 100 meter dari titik pasang tertinggi harus dicadangkan untuk kegiatan konservasi. Tetapi kenyataannya pada saat penelitian kegiatan penambangan dan proses pencucian material pasir besi hanya beberapa meter dari bibir pantai, selain menyalahi aturan yang berlaku, kenyataan ini sangat berbahaya bagi kelestarian ekosistem perikanan dan keselamatan daerah pantai Kabupaten Tasikmalaya yang rawan terjadi gelombang tsunami. f.
Penanganan Material (Material Handling) Penanganan materian merupakan satuan operasi yang tercakup dalam
penggalian atau pemindahan tanah/batuan selama penambangan. Pada siklus operasi penambangan, terdapat dua operasi utama yaitu pemuatan (loading) dan pengangkutan/transportasi (Hauling). Penanganan material pada tambang sangat tergantung pada pemilihan dan jenis alat pemuatan dan pengangkutan yang akan digunakan. Pemuatan (Loading) merupakan kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan untuk mengambil dan memuat material ke dalam alat angkut, atau ke suatu tempat penampungan material (stockpile) ataupun ke dalam suatu alat pengatur aliran material (hopper, bin, feeder). Alat muat yang dipakai backhoe dengan kapasitas bucket Heaped 0,8 m3 atau kapasitas munjung 1,2 m3.
55
g.
Pengangkutan (Hauling) Serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk mengangkut material dari
tempat penggalian ke tempat penimbunan (stockpile) dan pemurnian, alat yang digunakan adalah truk jungkit (dump truck) dengan kapasitas 5-6 m3 dengan tahapan pemuatan-pengangkutan-penuangan-kembali kosong. Beberapa lokasi penambangan tidak secara langsung merupakan lokasi pemurnian, tapi berjarak sekitar 500 meter hingga 2 km ketempat pencucian yang pada umumnya berada ditepi pantai atau sungai. h.
Reklamasi dan Rehabilitasi Lahan Perencanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang seharusnya dimulai
dari tahap awal operasi penambangan, sehingga kegiatan pengupasan lahan atau pengambilan pasir dapat terkait dengan sistem reklamasi. Dimana pada tahap ini telah harus dilakukan pemisahan lapisan tanah pucuk (top soil) dengan kedalaman sekitar 0 -30 Cm dan lapisan bawah permukaan (sub soil) kedalaman 30 – 200 cm. Tanah lapisan top soil disimpan pada lokasi sementara karena akan digunakan pada untuk menutup lubang-lubang bekas galian saat reklamasi. Penutupan kembali menggunakan tanah (top soil) yang telah dipersiapkan yaitu tanah pindahan saat awal kegiatan pengupasan lapisan pucuk. Manfaatnya disamping tetap menjaga tingkat kesuburan tanah, juga memperbaiki tingkat kemiringan tanah sehingga dapat normal kembali sesuai kestabilan lereng. Sayangnya pada saat implementasi terjadi beberapa penyimpangan dalam kegiatan ekstraksi pasir besi oleh pemegang IUP Kabupaten Tasikmalaya. Penyimpangan itu terjadi pada beberapa tahap kegiatan ekstrasi pasir besi, diantaranya adalah seperti ulasan berikut ini : a.
Pengolahan dan Pemurnian Proses pengolahan dan pemurnianpasir besi menghasilkan endapan lumpur
bercampur dengan air laut yang akan menimbulkan padatan terlarut. Penambangan pasir besi yang diikuti dengan pemurnian skala besar dan terus menerus dalam periode waktu yang cukup lama akan berdampak nyata terhadap perubahan kualitas lingkungan terutama lingkungan perairan. Penurunan kualitas lingkungan perairan yang cepat juga dipicu oleh aktivitas yang menyalahi aturan serta proses pemulihan kembali kondisi lahan dan lingkungan bekas penggalian
56
pasir besi yang buruk. Hal ini berdampak kepada lingkungan fisik perairan yang keruh dan mengalami pendangkalan sehinggamempengaruhi biota perairan dan habitatnya. Beberapa parameter hasil uji kualitas air di area produksi perusahaan penambangan pasir besi dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini.
Tabel 11 Hasil Pengukuran Beberapa Variabel Kualitas Air No
Parameter
Satuan
Baku Mutu
Lokasi PT P
Fisika 1 Suhu Celcius < 30 25,7 < 50 1100 2 TSS mg/l 21,8 3 TDS mg/l Kimia 0,06 <0.03 4 NH3N mg/l 12 150 5 BOD mg/l 25 178 6 COD mg/l Sumber. Data sekunder Dinas LH Kab. Tasikmalaya (2012)
Lokasi PT Q 24,7 20 66,8 0,06 3 <5
Beberapa variabel kualitas air seperti TSS terlihat sangat tinggi terutama di areal PT. P. Variabel lainnya seperti BOD dan COD juga melebihi ambang batas, kemungkingan hal ini disebabkan proses pencucian pasir besi menggunakan magnetic separator.Tingginya angka BOD dan COD salah satunya disebabkan penggunaan senyawa kimia dalam proses operasional magnetic separator pada saat pencucian, berupa pelumas dan bahan bakar yang tumpah selama operasional pencucian. Proses pemurnian bertujuan menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan dan meningkatkan kualitas kemurnian pasir besi yang akan diproduksi. Proses pencucian dimulai dengan pengumpan raw kedalam hover, kemudian raw material yang didalam hover disemprot dengan air bertekanan tinggi menggunakan pompa untuk membersihkan kotoran yang melekat. Hasil cucian tersebut kemudian dialirkan kedalam magnetic separator untuk memisahkan mineral logamnya. Pencucian ini bisa dilakukan hingga dua atau tiga kali tergantung kandungan Fe yang diinginkan. Pada tahap selanjutnya mineral logam tersebut dilewatkan ke magnetic separator pasir besi dan ditampung didalam bak konsentrat untuk dilakukan pembilasan dengan air yang bersih. Tailing bekas cucian akan mengalir secara gravitasi menuju kekolam tailing. Semua aktivitas
57
pengusahaan penambangan pasir besi di Kecamatan Cipatujah melakukan proses pengolahan/ pemurnian yang menghasilkan konsentrat pasir besi, akan tetapi pelaksanaannya, kegiatan pengolahan/ pemurnian pasir besi ini dilakukan pada lokasi berada pada sempadan sungai dan pantai. Dimana air hasil pencucian pada proses pengolahan/ pemurnian pasir besi tidak dilakukan pengolahan dan langsung dibuang ke sungai atau laut. Perusahaan penambangan juga tidak menyediakan kolam pengendapan untuk memisahkan padatan dengan air. Hal ini sangat merusak fungsi pantai dan sungai, sehingga pantai dan sungai mengalami kekeruhan dan pendangkalan akibat sedimentasi peningkatan kandungan padatan terlarut (Total Suspended Soil). Proses pemurnian pasir besi yang menggunakan magnetic separator tidak lepas dari penggunaan bahan pelumas dan bahan bakar sebagai masukan magnetic separator. Sebagian dari bahan pelumas dan bahan bakar juga terkadang larut dengan air, sehingga menyebabkan terganggunya kehidupan biota sungai dan laut yang secara tidak langsung akan mengganggu kegiatan nelayan dalam menangkap ikan.
Gambar 7 Proses pemurnian pasir besi menggunakan magnetic separator b. Pengangkutan Hasil Tambang Kegiatan pengangkutan/ penjualan hasil pengolahan pasir besi berupa konsentrat, dilakukan melalui jalur darat menggunakan truk kapasitas 7-8 ton, mulai dari tempat penimbunan sementara (stockpile) disekitar lokasi tambang hingga menuju pelabuhan Cilacap untuk pengeksporan ke luar negeri seperti Cina dan India. Pola pengangkutan/ penjualan konsentrat melalui ruas jalan lintas Jawa Barat Selatan – Cikalong – Cimerak – Parigi – Kalipucang – Cilacap, dan ruas
58
jalan lintas Kota Tasikmalayayaitu Cipatujah – Kota Tasikmalaya – Cilacap.Kondisi jalan yang landai menuju pelabuhan Cilacap diperkirakan turut mendorong pengangkutan pasir besi yang melebihi kapasitas kendaraan. Hasil survei terhadap 4 perusahaan menunjukkan volume angkut truk yang melebihi kapasitas angkut yang diizinkan. Distribusi jumlah volume angkut kendaraan pada tiap-tiap perusahaan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Volume Angkut Pasir Besi Per Ritase Nama Perusahaan
Volume Angkut/ Rit (ton)
Jumlah Rit/ Hari
P
10
10 -20
Q
8
15
R S Sumber. Data primer (2012)
10
50-70
10
10 -20
Volume angkut pasir besi terendah tercatat pada PT. Q yaitu 8 ton, sedangkan perusahaan lainnya mengangkut hingga 10 ton untuk setiap rit.Volume angkut berlebih inilah yang akhirnya menyebabkan kerusakan infrastruktur jalan dan gangguan fungsi jalan.
Gambar 8 Jalan rusak di Cipatujah
c.
Gambar 9 Truk pengangkut pasir besi
Kerusakan Lingkungan Penambangan pasir besi dengan lokasi penggalian dan pemurnian berada
diwilayah sempadan sungai atau pantai, tentunya akan mengganggu fungsi pantai dan sungai. Penggalian yang tidak terkendali akan mengakibatkan perubahan morfologi pantai, bergesernya garis pantai, abrasi pantai hingga intruisi air laut. Sementara pengusahaan pertambangan pasir besi yang jauh dari pantai tetapi dekat pemukiman tentunya akan mengganggu dengan dibiarkannya lubang-lubang
59
galian menganga begitu saja pada saat eksploitasi selesai dilakukan. Pola ekstraksi dan pemurnian yang tidak berada dalam satu lokasi (onsite) juga menyebabkan tanah penutup dan tailing tidak dapat digunakan dalam proses backfilling. Selain tailing yang dibuang langsung ke sungai dan laut, tanah-tanah pucuk dan penutup yang tidak diperlakukan sesuai aturan AMDAL justru hanyut menuju sungai atau laut, sehingga menggangu kehidupan biota air diperairan sungai maupun pantai. 6.2
Analisis Ekonomi Penambangan Pasir Besi
6.2.1 Biaya Kegiatan Ekstraksi Pasir Besi Peranan biaya dalam kegiatan produksi sangat berpengaruh terhadap kelancaran aktivitas perusahaan penambangan pasir besi, sebab tanpa biaya yang dikeluarkan maka perusahaan tidak akan dapat melaksanakan kegiatan produksi sesuai dengan yang direncanakan. Biaya produksi dapat meliputi biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Pengendalian biaya produksi akan sangat memudahkan perusahaan dalam meningkatkan efisiensi dalam proses produksi. Pengendalian biaya produksi dimaksudkan untuk dapat menggunakan anggaran sesuai dengan yang direncanakan. Jenis-jenis biaya dalam pelaksanaan kegiatan penambangan bahan galian pasir besi dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Pembiayaan lain yang juga termasuk dalam kegiatan pertambangan adalah biaya perizinan tambang ke pemerintah dan biaya AMDAL (lingkungan). Biaya perizinan kepemerintah dalam setiap lobi mungkin akan berbeda-beda, menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku. Begitu juga dengan AMDAL, ada biaya ke pemerintah pusat, ke pemerintah daerah, dan masyarakat serta biaya konstruksi sarana dan prasarana pada awal penambangan. Pada penelitian ini difokuskan kepada biaya variabeldan biaya tetap yang terkait langsung dengan jumlah produksi pasir besi perusahaan pemegang IUP. Semakin besar jumlah ekstraksi maka biaya variabel juga akan makin meningkat. Hal ini tentunya berbeda dengan biaya tetap hingga jumlah produksi tertentu yang tidak berubah dengan bertambahnya jumlah produksi pasir besi.Rincian biaya dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.
60
Tabel 13 Rincian Biaya Penambangan Pasir Besi Jenis Jumlah Biaya Tetap/ operasional Gaji dan Upah Overhead kantor Penyusutan alat Perawatan alat
Satuan
586.800.000 60.000.000 180.000.000 360.000.000 1.186.800.000
Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun
Biaya Variabel Biaya Pembelian Raw Biaya Penambangan
28.038 66.290
Rp/ton Rp/ton
Biaya pencucian Royalty Pemerintah Iuran Desa
34.055 18.657 7.007
Rp/ton Rp/ton Rp/ton
51.756 205.803,7
Rp/ton
Pengangkutan Sumber. Data primer & sekunder (2012)
Izin Usaha Penambangan pasir besi di Kecamatan Cipatujah merupakan izin hak guna pakai. Sebagian besar izin berada pada tanah masyarakat. Dimana areal yang dijadikan penambangan akan dikembalikan lagi kepada pemilik setelah penambangan berhenti beroperasi. Untuk itu perusahaan harus membayar kepada pemilik tanah untuk setiap ritase pengangkutan raw material dari areal yang dipinjam pakaikan. Secara rata-rata setelah dikonversi kedalam satuan tonase, maka setiap ton raw material pasir besi harus dibeli sebesar Rp. 28.038. Analisis biaya alat merupakan alat atau unit operasi yang dilakukan untuk ekstraksi pasir besi, umumnya biaya alat berat, pengusaha dapat melakukan rental/penyewaan atas sejumlah alat dalam pengelolaan pertambangan. Artinya setiap tahapan penambangan yang menggunakan alat berat sudah termasuk biaya penyewaan alat berat. Pada tahap penambangan alat yang paling utama adalah, excavator, dump truck, dan mobil 4x4 double cabin. Proses pencucian setiap perusahaan pasir besi minimal harus memiliki dua magnetic separator. Secara rata-rata setiap magnetic separator harus dioperasikan oleh 8-10 orang dalam operasionalnya. Tahapan pencucian merupakan salah satu tahapan yang membutuhkan biaya tinggi mencapai Rp. 34.085/ ton. Biaya ini telah termasuk biaya BBM untuk mengoperasikan magnetic separator, pompa air
61
dan alat berat yang dipergunakan untuk memindahkan raw material dari stockpile ke dalam hover, serta memindahkan konsentrat yang telah selesai dimurnikan ke stockpile. Royalti perusahaan pasir besi mengikuti aturan pemerintah yang mensyaratkan nilai royalti 3,75% dari total penerimaan penjualan pasir besi. Ratarata untuk setiap ton pasir besi nilai royaltinya adalah Rp. 18.600. Biaya hauling pasir besi ke stockpile pelabuhan, premi supir dan fee kepala desa, portal dan keamanan dapat diuraikan dalam biaya pengangkutan dan iuran desa. Kedua biaya ini proporsinya berbeda-beda antar perusahaan dan sangat tergantung kepada kesepakatan antara kepala desa setempat dengan investor penambangan pasir besi, namun secara rata-rata biaya pengangkutan Rp. 51.756/ ton dan iuran desa Rp. 7.007/ton. 6.2.2 Harga &Penerimaan Penambangan Pasir Besi Komoditas pasir besi yang dihasilkan dari Kabupaten Tasikmalaya masih dalam bentuk konsentrat yang telah dicuci. Konsentrat pasir besi memiliki harga jual yang cenderung meningkat setiap tahunnya, walaupun peningkatannya tidak sebanding dengan laju peningkatan produksi.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Tabel 14 berikut ini. Harga jual perton konsentrat pasir besi pada tahun 2007 adalah Rp.220.000. Peningkatan jumlah produksi hingga 13 kali pada tahun 2008 tidak diikuti kenaikan harga jual dengan kelipatan yang sama, dimana kenaikan harga jual hanya 40% dari tahun 2007, atau menjadi Rp.301.724 pada tahun 2008.
Tabel 14 Perkembangan Harga dan Penerimaan dari Penambangan Pasir Besi Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Harga Riil (Rp/ton) Jumlah Produksi (ton) Penerimaan (Rp) 220.000 301.724 341.880 365.854 429.688
1.960,5 27.296,5 42.153,5 183.113,6 1.184.636,6
431.310.000 8.236.012.931 14.411.452.991 66.992.765.854 509.023.541.211
Sumber. Data primer dan sekunder (2012)
Keuntungan penambangan pasir besi sangat tergantung kepada tingkat efisiensi penambangan, pencucian, biaya variabel lainnya serta harga jual pasir besi.Kegiatan penambangan pasir besi tidak membutuhkan modal sangat besar dan teknologi spesifik seperti dipertambangan secara umum, sehingga perusahaan
62
dapat dan mudah keluar masuk kedalam pasar. Kondisi ini menyebabkan perusahaan tidak memiliki daya tawar yang baik dan hanya berperan sebagai penerima harga. Perusahaan tidak dapat menentukan jumlah total penerimaan sesuai keinginan mereka. Untuk lebih jelasnya dapat melihat kembali Tabel 14, terlihat bahwa peningkatan produksi dari 1.960 ton ke 27.296 ton pada tahun 2007 tidak diikuti dengan peningkatan harga dengan kelipatan yang sama. Bahkan semakin banyak produksi pasir besi peningkatan harga mengalami penurunan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan produksi tidak memberikan peningkatan keuntungan rata-rata pertonase pasir besi. Situasi ini menunjukkan bahwa, produksi pasir besi telah melebihi kapasitas optimal yang mengikuti situasi pasar. Pada Tabel 14 juga menunjukkan ekstraksi pasir besi tidak mengikuti kaidah tingkat ekstraksi optimal kegiatan penambangan sumberdaya alam. Kaidah optimasi ekstraksi mensyaratkan bahwa laju ekstraksi akan menurun dengan semakin menurunnya jumlah cadangan pasir besi. Dimana volume ekstraksi haruslah menunjukkan kecenderungan menurun setiap periodenya. Dapat dipastikan dengan kondisi aktual ini, keputusan ekstraksi yang semakin meningkat setiap periode tidak akan memberikan keuntungan yang maksimal sepanjang waktu. Untuk melihat volume ekstraksi yang optimal pembahasan akan dilanjutkan pada tujuan keempat subbab selanjutnya mengenai laju ekstraksi optimal dengan dan tanpa adanya eksternalitas.
63