BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Sistem pengendalian intern pemungutan retribusi pelayanan pasar pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan belum dilaksanakan secara maksimal, ini juga berdampak pada menurunnya realisasi retribusi pelayanan pasar di Kabupaten Timor tengah Selatan. Hal ini dapat terlihat pada unsur – unsur sistem pengendalian intern yang belum diterapkan secara baik antara lain : 1. Struktur organisasi yang memisahkan fungsi dan tanggung jawab belum dilakukan secara baik karena adanya perangkapan tugas yaitu, fungsi bendahara penerimaan kas sekaligus sebagai fungsi pembuat catatan kas harian dan penyimpanan hasil penerimaan kas, yang mengakibatkan sering terjadi kesalahan pencatatan. 2. Sistem wewenang dan prosedur pemungutan retribusi pelayanan pasar yang diterapkan sudah berjalan dengan baik tapi karena faktor jarak antara Dispenda dengan pasar – pasar maka juru pungut dapat menyetor hasil pungutan dari pasar mingguan pada akhir bulan sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh pemerintah. Ini yang mengakibatkan juru pungut rentan terhadap kecurangan - kecurangan.
1
3. Praktek yang sehat pada pemungutan retribusi pelayanan jasa juga belum berjalan dengan baik karena masih terjadi kecurangan yang diakibatkan oleh lamanya si pemungut memegang uang hasil pungutan jadi jika ada kebutuhan mendesak maka si pemungut memakai uang tersebut untuk kepentingan pribadi dan ada juga yang memungut uang retribusi tanpa memberikan karcis kepada wajib retribusi. 4. Berdasarkan
aspek
pegawai
yang
kompeten,
penerapan
sistem
pengendalian intern belum dilakukan secara baik. Hal ini dapat dilihat pada latar belakang pendidikan juru pungut yang rata – rata tamatan SMP dan SMA yang hanya dipilih oleh kepala desa setempat, karena terbatasnya jumlah pegawai negeri sipil yang tersedia. 6.2. Saran Berdasarkan kesimpulan yang dibuat, maka disarankan : 1. Perlu adanya pemisahan antara fungsi operasi dan akuntansi . Hal ini akan membantu dalam kelancaran penyelesaian tugas yang diberikan dan bisa memberikan informasi keuangan yang handal dan dapat dipercaya. 2. Memberikan surat peringatan kepada juru pungut yang terlambat dan belum menyetor hasil pungutan retribusi pelayanan pasar bulanan dan kepada juru pungut yang sudah ditegur tetapi tidak berubah atau tetap melakukan praktek tidak sehat, maka tahun berikutnnya tidak akan ditetapkan lagi sebagai juru pungut pasar harian maupun pasar mingguan. 3. Kepala dinas dan kepala seksi penagihan mengadakan rapat evaluasi pada pasar – pasar tersebut dan menjelaskan apa juru pungut tidak boleh
2
menggunakan
uang
retribusi
untuk
kepentingan
pribadi
dan
mengharuskan juru pungut melakukan pungutan retribusi dengan menggunakan karcis sebagai alat pungut yang sah dan dapat diketahui dengan jelas uang yang dipungut pada setiap kali pasar dengan melihat puntung karcis pada setiap blok karcis yang dikembalikan oleh juru pungut pada saat penyetoran uang. 4. Kedepan Pemerintah Daerah melalui Dispenda perlu membenahi sarana dan prasarana pasar harian maupun pasar mingguan karena pada prinsipnya
pungutan
retribusi
pasar
harus
ketersediaannya sarana dan prasarana yang memadai.
3
diimbangi
dengan
DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Depertemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Gerald. 2005. Sistem Akuntansi ( Penyusunan, Prosedur dan Metode). BPFE. Yogyakarta. Keputusan Bupati Timor Tengah Selatan Nomor 12/KEP/2014 tentang Penetepan Nama Juru Pungut, Hari dan Lokasi Pasar Tahun Anggaran 2014. Kurniawan, Panca. 2006. Pajak Daerah dan Retribusi di Indonesia. Bayumedia Publishing. Malang Mardiasmo. 2003. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. ANDY. Yogyakarta. Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. Edisi Ketiga. Salemba Empat. Jakarta. Munawari. 1991. Pajak dan Retribusi Daerah. PT Rajawali Grafindo Persada. Jakarta. Peraturan Bupati Timor Tengah Selatan Nomor 70 Tahun 2011 Tentang Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Samudra. 2005. Keuangan Daerah. Selemba Empat. Jakarta. Suparmoko. 2001. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah. Edisi I. ANDY. Yogyakarta. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
4
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Retribusi Daerah. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Warsito. 2001. Hukum Pajak. PT Rajawali Grafindo Persada. Jakarta. Widjajanto, Nugroho. 2005. Sistem Informasi Akuntansi. Erlangga. Jakarta.
5
LAMPIRAN I Surat Keterangan Melakukan Penelitian
LAMPIRAN II Laporan Target dan Realisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Pasar Tahun 2012 -2014
LAMPIRAN III Hasil Wawancara
Hasil wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan Bapak Aba L Anie, SH, M.Si pada Kamis 19 November 2015 Apakah Sistem Pengendalian Intern yang sudah diterapkan pada retribusi pelayanan pasar sudah sesuai dengan unsur pengendalian Intern ? Sistem Pengendalian Intern belum diterapkan secara maksimal dengan retribusi pelayanan pasar misalnya : Struktur Organisasi Kalau struktur organisasi memang bapa akui bahwa DISPENDA ini dikasi tugas sesuai dengan tupoksi. Disitu kita mengkoordinir pendapatan daerah tapi herannya dari sisi struktur kita mempunyai satu sekertariat dan dua bidang. Sistem pengendalian intern ini belum maksimal juga karena struktur organisasi. Masa satu dinas yang dikasi tanggung jawab untuk mengkoordinir semua pendapatan daerah begitu hemat sekali dengan struktur. Tidak bisa kita terapkan di DISPENDA itu hemat struktur kaya fungsi,boleh juga tapi masa begitu hemat sampai hanya dua saja yaitu pertama bidang P2WPR ( Pendaftaran, Pendataan Wajib Pajak dan Retribusi) trus bidang kedua itu bidang Penetapan dan Penagihan. Jadi bapa sekaran sementara membuat konsep struktur yang baru, sudah usulke pak bupati untuk dibawa ke Balegda ( Badan Legislasi Daerah) karena bapa mau tambah satu bidang baru lagi, yaitu bidang PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Jadi satu bidang itu dia tangani untuk Pajak, Retribusi, trus satu bidang itu dia tangani khusus untuk PBB. Supaya kita bisa focus, jadi jika pajak itu dimulai dari pendataan, sampai pada penetapan dan penagihan itu ditangani oleh satu bidang. Jadi kalau knsep ini disetujui maka pengendalian juga sudah lebih maksimal. Jadi dari sruktur itu juga masi terlalu ramping, dan lebih parah lagi itu bidang P2WPR itu hanya 2 seksi, kalau bagian penetapan dan penagihan itu masi ada 3 seksi yaitu seksi penagihan, seksi keberatan, dan seksi penetapan dan penerbitan. Jadi meraka yang terbitkan itu karcis – karcis. Ini bapa liat juga sebagai suatu persoalan karena pada waktu bapa turun sampai bulan mei juni itu di pasar tertentu misalnya pasar oenlasi, bapa langsung turun waktu itu dan cek dari kios ke kios dan mereka belum bayar. Ketika ditanya kenapa belum bayar mereka menjawab kalau belum dapat kartu padahal suda bulan agustus. Jadi itu karena apa, itu Karena masalah struktur juga, karena satu seksi yang tangani ini yaitu seksi penetapan dan penerbitan… mungkin Karena terlalu banyak beban tugas yang diberikan kepada seksi ini, sehingga sampel bulan agustus itu juga belum ini, ini satu contoh kasus juga ini yang bapa temukan. Itu permasalahan kalau kita bicara tentang struktur. Ataukah kita juga bisa masuk pada sistim, memang sistim kerja waktu itu, kok bapa juga sampai
marah – marah, cetak karcis itu dan segera bagi – bagi. Mereka menjawab, ya dari atas belum tetapkan.Jati supaya jangan saling menyalahkan, bapa mau konsentrasi masing – masing bidang. Misalnya retribusi sendiri, pajak sendiri, PBB sendiri. Supaya tidak terkesan masing – masing bidang saling mempersalahkan. Sistem Wewenang dan Prosedur Kalo dari sisi aturan sebenarnya 1 kali 24 jam harus disetor ke kas daerah… tapi walaupun regulasinya seperti itu tapi ini karna faktor geografi atau sulit dijangkau kemudian apakah dapat satu hari seratus duaratus ribu dia harus antar dating ? dia harus buang uang begitu banyak, itu kami juga harus ada juga toleransi… tapi aturan juga harus jelas disitu batas toleransi berapa lama, apakah satu bulan? 4 kali pasar ? itu harus antar? Itu yang kita harus lihata aturan – aturan Resiko yang terjadi ketika uang retribusi pasar di tangan juru pungut dalam waktu yang lama, maka ada juru pungut tertentu yang menggunakan untuk kepentingan pribadi dan ketika pada saat dilakukan inspeksi mendadak, dan diakui oleh juru pungut yang bersangkutan maka dibuat surat pernyataan untuk mengembalikan uang namun terkadang tidak tepat waktu. Praktek yang Sehat Ketika Kepala Dinas melakukan inspeksi mendadak di Pasar Inpres Soe, Pasar Mingguan Niki – niki, Pasar Mingguan Kapan, dan Pasar mingguan Panite, masi ditemukan praktek tidak sehat antara lain juru pungut menggunakan uang karcis / retribusi pasar untuk kepentingan pribadi maupun ada juru pungut tetap yang memungut uang retribusi pasar dengan tidak menggunakan karcis namun dalam jumlah yang sedikit. Kepala dinas dan kepala seksi penagihan langsung mengadakan rapat evaluasi pada pasar – pasar tersebut dan menjelaskan apa juru pungut tidak boleh menggunakan uang retribusi untuk kepentingan pribadi dan mengharuskan juru pungut melakukan pungutan retribusi dengan menggunakan karcis sebagai alat pungut yang sah dan dapat diketahui dengan jelas uang yang dipungut pada setiap kali pasar dengan melihat punting karcis pada setiap blok karcis yang dikembalikan oleh juru pungut pada saat penyetoran uang. Kepada juru pungut yang sudah ditegus tetapi tidak berubah atau tetap melakukan praktek tidak sehat, maka tahun 2016 tidak akan ditetapkan lagi sebagai juru pungut pasar harian maupun pasar mingguan. Pegawai yang Kompeten Juru pungut yang berstatus sebagai PNS pada Pasar Inpres Soe berjumlah 3 orang, sedangkan 3 orang lainnya sebagaitenaga honorer. Juru pungut pasar mingguan bukan PNS bukan juga tenaga honorer tetapi tenaga yang berasal dari desa yang diusulkan oleh kepala desa melalui camat dengan tingkat pendidikan terakhir tamatan SMP. Melihat tingkat pendidikan yang sangat minim maka jelas kompetensinya kurang memadai, apalagi tidak diberikan gaji atau honor bulanan kecuali upah pungut Rp 120.000 per bulan dan
insentif serta dari karcis pungutan setahun yang pembayarannya dilakukan diakhir tahun. Faktor – faktor apa yang menyebabkan menurunya realisasi retribusi pelayana pasar ? apakah SDM ? o…. ia… betul… masalah sumber daya manusia… orang ini SDMnya rendah… atau orang – orang yang memang sukarela saja mau kerja… yang berikut Regulasi / Aturan Peraturan daerah dan peraturan bupati yang tidak sesuai lagi dengan kondisi perekonomian daerah ini perlu ditinjau kembali terutama perubahan tarif sewa kios dan tarif sewa tanah pemda dalam lingkup pasar. Tarif retribusi pelataran pasar belum diadakan perubahan berhubung fasilitas pasar antara lain lapak jual belum disiapkan dengan baik. Pengawasan Kemudian kalo pengawasan juga memang lemah. Kita yang punya UPT Cuma Pasar Inpres Soe dengan Pasar Niki-niki. Tapi di pasar soe ada banyak soal sebenarnya, tentang sewa kios dan lain- lain. Ada UPT juga ternyata dari sisi pengawasan lemah juga karena itu dari dinas harus turun juga untuk mengambil data. Tapi bapa sudah minta auditor daerah yang turun saja supaya cek semua sekalian. Artinnya kita masi berpeluang untuk target PAD dari Retribusi Pasar harus naik tapi kita harus imbangi dengan pengawasan. Kesadaran Wajib Retribusi Salah satu penyebab menurunnya realisasi retribusi pelayanan pasar adalah kesadaran wajib retribusi/ pengguna kios – kios pada pasar inpres soe, pasar oenlasi, pasar kapan dan pasar niki- niki. Sedangkan kesadaran wajib retribusi atau penjual harian antara Rp 1.000 – Rp 2.000 kadang kala tidak membayar dengan alasan bahwa mereka hanya menjajakan barang dagangan diatas tanah dengan menggunakan alas karung plastic atau daun pisang. Alasan tersebut diatas menjadi bahan evaluasi bagi Pemerintah Daerah dalam hal ini Dispenda untuk memperbaiki keluhan wajib retribusi tersebut. Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasarana, ini juga merupakan salah satu faktor karena mereka juga sudah mulai mengerti, artinya retribusi ini, bicara retribusi ini kan bicara sarana dan prasarana artinya sesuatu yang pemerintah sudah siapkan dalam bentuk fasilitas atau ijin baru kita bisa pungut. Tapi kalau kita liat pasar- pasar desa ini kan hampir 60% atau 70% mereka memakai bangku sendiri, terpal sendiri, sehingga kan kita kasihan juga kita pungut itu. Jadi bapa suda rapat dengan kepala bidang, bahwa kita suda harus berahli nanti dari pasar – pasar desa ini ke pasar yang memang betul – betul kita sudah siapkan fasilitas ddan kita akan genjot pendapatannya. Untuk mengimbangi itu kita harus sumber - sumber baru.