BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Variabel Dependen Komponen Kognitif; Pada komponen sikap ini, nilai-nilai budaya perusahaan, seperti: Integritas, Professional, dan Inovatif pegawai KA di lingkungan Kantor Daop 1 Jakarta, telah terbentuk dengan ‘Sangat Kuat’. Hal ini dibuktikan dengan uji hasil koefisien determinasi (R2 ) dengan perolehan skor sebesar 49,9%. Pembentukan dalam komponen sikap pegawai dapat terbentuk dari beberapa faktor tertentu, seperti pengaruh dari orang lain yang dianggap penting dan lembaga pendidikan atau kegiatan-kegiatan Diklat yang pernah dijalaninya. Dari situlah dapat diketahui pengetahuan dan juga pemahaman akan baik dan buruk dan juga garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Hasil penelitian nilai budaya Integritas diukur melalui beberapa indikator, yaitu: 1) Konsisten pada Kebijakan; 2) Konsisten sesuai Kode Etik; 3) Bekerja Sesuai Tata Laksana. Pada nilai budaya Profesional diukur melalui beberapa indikator, yaitu: 1) Ahli Bidang Pekerjaan; 2) Penggunaan dan Pengembangan Pengetahuan; 3) Pembagian Pengetahuan Pekerjaan. Terakhir, hasil penelitian nilai budaya Inovatif, diukur melalui beberapa indikator, yaitu: 1) Konsisten pada Kebijakan; 2) Konsisten sesuai Kode Etik; 3) Bekerja Sesuai Tata Laksana. Indikator-indikator tersebut merupakan turunan dari perilaku yang ada dalam konsep nilai budaya perusahaan yang dimiliki oleh PT.KAI (Persero). 2. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kualitas pesan Kegiatan Diklat ternyata memberikan efek yang kuat pada komponen kognitif dibandingkan dengan
162
kualitas pesan Rapat dan kualitas pesan tabloid ‘KONTAK’. Hal itu dibuktikan melalui uji hasil koefisien determinasi (R2 ), dimana kualitas pesan kegiatan Diklat memperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 40,5%, disusul dengan kualitas pesan tabloid ‘KONTAK’ dengan perolehan nilai koefisien korelasi sebesar 22,7%, dan terakhir kualitas pesan rapat dengan perolehan nilai koefisien korelasi sebesar 22,4%. Pada program pendidikan dan pelatihan pegawai KA atau biasanya berupa workshop, materi/kurikulum biasanya akan dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan para pegawai dan waktu yang dibutuhkan pada program ini relatif tidak singkat, tergantung dengan kebutuhannya, dengan demikian, para pegawai KA dapat mengetahui dan memahami informasi dan pesan yang disampaikan secara maksimal dan mendalam. 3. Variabel Dependen Komponen Afektif; Pada komponen sikap ini, nilai-nilai budaya perusahaan, seperti: Integritas, Professional, dan Inovatif pada pegawai KA di lingkungan Kantor Daop 1 Jakarta, telah terbentuk dengan ‘Sangat kuat’. Hal itu dibuktikan dengan uji hasil koefisien determinasi (R2 ) dengan perolehan skor sebesar 55,5%. Sikap kognitif yang terbentuk sangat kuat, biasanya secara umum akan berbanding lurus dengan sikap afektif. Inkonsistensi afektif-kognitif dapat saja terjadi karena faktor tertentu, namun hal itu akan terus terjadi hingga terjalin konsistensi antara komponen kognitif dan komponen afektif. Hasil penelitian nilai budaya Integritas, diukur melalui beberapa indikator, yaitu: 1) Konsisten pada Kebijakan; 2) Konsisten sesuai Kode Etik; 3) Bekerja Sesuai Tata Laksana. Pada nilai budaya Profesional diukur melalui beberapa indikator, yaitu: 1) Ahli Bidang Pekerjaan; 2) Penggunaan dan Pengembangan Pengetahuan; 3) Pembagian Pengetahuan Pekerjaan. Terakhir, hasil penelitian nilai budaya Inovatif, diukur melalui beberapa indikator, yaitu: 1) Konsisten pada Kebijakan; 2) Konsisten sesuai Kode Etik; 3) Bekerja Sesuai Tata Laksana.
163
Indikator-indikator tersebut merupakan turunan dari perilaku yang ada di dalam konsep nilai budaya perusahaan yang dimiliki oleh PT.KAI (Persero). 4. Hasil dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa kualitas pesan rapat ternyata telah memberikan efek yang kuat terhadap komponen afektif sikap pegawai dibandingkan dengan kualitas pesan kegiatan Diklat dan kualitas pesan tabloid ‘KONTAK’. Hal itu dibuktikan uji hasil koefisien determinasi (R2 ) dimana kualitas pesan rapat memperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 31.8%, disusul dengan kualitas pesan tabloid ‘KONTAK’ dengan perolehan nilai koefisien korelasi sebesar 30,9%, dan terakhir kualitas pesan kegiatan Diklat dengan perolehan nilai koefisien korelasi sebesar 28,7%. Ruang lingkup yang terjadi di dalam ruang rapat cenderung lebih menciptakan suasana komunikasi yang kondusif, dibandingkan dengan bentuk komunikasi internal lainnya, seperti: kegiatan pendidikan dan pelatihan atau biasanya berbentuk workshop, yang memiliki anggota relatif lebih banyak. Jumlah interaksi yang tidak begitu banyak dan jarak yang relatif lebih dekat, proses komunikasi yang terjadi dapat terjalin lebih efektif, dengan demikian hubungan yang cenderung lebih intim di antara peserta rapat dan atasan terkadang menggunakan bahasa yang lebih akrab atau santai, dengan begitu pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik. 5. Gambaran secara umum: Aspek komunikasi internal melalui kualitas pesan rapat terkait pegawai KA di lingkungan Kantor Daop 1 Jakarta ternyata memiliki kualitas dengan kategori ‘Sangat Tinggi’, hal tersebut dapat terlihat dari analisis deskriptif kualitas pesan rapat yang memperoleh skor rata-rata sebesar 4,23. Hasil penelitian ini diukur melalui beberapa indikator, yaitu: 1) Penyampaian secara lengkap; 2) Penyampaian secara Ringkas; 3) Penyampaian secara Konkrit; 4) Penyampaian secara Jelas; 5) Penyampaian secara Sopan. Berdasarkan
164
indikator-indikator tersebut, diketahui bahwa penyampaian pesan secara sopan memperoleh skor tertinggi dengan nilai rata-rata sebesar 4,57 sedangkan penyampaian pesan secara ringkas memperoleh skor terrendah dengan nilai ratarata 3,86. 6. Gambaran secara umum: Aspek komunikasi internal melalui kualitas pesan kegiatan Diklat pegawai KA di lingkungan Kantor Daop 1 Jakarta ternyata memiliki kualitas dengan kategori ‘Sangat Tinggi’, hal tersebut dapat terlihat dari analisis deskriptif kualitas pesan kegiatan Diklat yang memperoleh skor rata-rata sebesar 4,23. Hasil penelitian ini diukur melalui beberapa indikator, yaitu: 1) Penyampaian secara lengkap; 2) Penyampaian secara Ringkas; 3) Penyampaian secara Konkrit; 4) Penyampaian secara Jelas; 5) Penyampaian secara Sopan. Berdasarkan indikator-indikator tersebut, diketahui bahwa penyampaian pesan secara sopan memperoleh skor tertinggi dengan nilai rata-rata sebesar 4,49 sedangkan penyampaian pesan secara ringkas memperoleh skor terrendah dengan nilai ratarata 3,94. 7. Gambaran secara umum: Efektivitas aspek komunikasi internal melalui kualitas pesan tabloid ‘KONTAK’ ternyata memiliki kualitas dengan kategori ‘Sangat Tinggi’, hal tersebut dapat terlihat dari analisis deskriptif kualitas pesan rapat yang memperoleh skor rata-rata sebesar 4,26. Hasil penelitian ini diukur melalui beberapa indikator, yaitu: 1) Penyampaian secara lengkap; 2) Penyampaian secara Ringkas; 3) Penyampaian secara Konkrit; 4) Penyampaian secara Jelas; 5) Penyampaian secara Benar. Berdasarkan indikator-indikator tersebut, diketahui bahwa penyampaian pesan secara konkrit memperoleh skor tertinggi dengan nilai rata-rata sebesar 4,39 sedangkan penyampaian pesan secara ringkas memperoleh skor terrendah dengan nilai ratarata 4,15. 165
B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Diharapkan para atasan tiap divisi di Kantor Daop 1 Jakarta untuk lebih dapat meningkatkan aspek-aspek komunikasi internal dengan para pegawai di divisi masing-masing sehingga dapat tercipta komunikasi yang lebih efektif, terutama pada komunikasi kelompok kecil seperti rapat yang biasanya dilakukan secara rutin, seharusnya lebih ditingkatkan oleh setiap atasan divisi sehingga dapat tercipta komunikasi yang efektif. Perlu dipahami bahwa salah satu fungsi dari kegiatan rapat adalah untuk menyatukan pandangan berbeda yang dimiliki antara atasan dan setiap pegawai, dan pada proses inilah terjadinya shared of meaning di antara mereka, yang secara tidak langsung terjadinya pembelajaran antara nilainilai budaya milik perusahaan dan nilai masing-masing individu. 2. Proses pembentukan sikap pegawai sesuai dengan nilai-nilai budaya perusahaan tidak hanya dilakukan melalui kegiatan formal perusahaan atau media internal, seperti rapat, pelatihan, pendidikan, tabloid internal, spanduk, baliho, intranet, dsb, namun proses interaksi non-formal antara atasan dan bawahan perlu dilakukan untuk berbagi informasi atau pemberian informasi sehingga ketidakpastian atau kesalahpamahan dapat dikurangi. Selain itu, para pegawai dapat mengetahui halhal apa saja yang boleh dilakukan, tidak boleh dilakukan, perlu dihindari, dan wajib dilakukan. Secara tidak langsung, hal tersebut mengajarkan nilai-nilai perusahaan apa saja yang harus dimiliki oleh setiap pegawai melalui prinsipprinsip atau pedoman perilaku yang telah mereka pelajari sebelumnya. 3. Proses komunikasi internal merupakan proses terjadinya interaksi yang terjalin diantara para anggota sebuah organisasi, dimana adanya pertunjukkan dan penafsiran symbol dan makna-makna didalamnya, hal itulah yang pada akhirnya membuat nilai-nilai budaya yang diinginkan oleh perusahaan mulai dipelajari sehingga budaya organisasi yang kuat dapat terbentuk. Tidak hanya kualitas proses 166
komunikasi internal atau media internal sebuah perusahaan yang harus selalu ditingkatkan, namun frekuensi dan juga intensitas dari bentuk-bentuk komunikasi tersebut harus juga perlu untuk ditingkatkan. 5. Sikap yang dimiliki setiap individu, yang terbentuk dari komponen kognitif, afektif, dan behavior merupakan sesuatu yang bukan dibawa orang sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan objeknya sehingga dapat berubah-ubah. Oleh karena itu, pentingnya peningkatan kualitas komunikasi internal di lingkungan kantor Daop 1 Jakarta agar pesan-pesan yang diterima oleh setiap individu tidak hanya diketahui namun dipahami secara baik sehingga diharapkan pesan yang diberikan dapat mempengaruhi setiap individu untuk bersikap dan berperilaku sesuai yang diharapkan oleh pemberi pesan/komunikator. 6. Struktur pesan yang berkualitas tidak hanya berperan penting untuk mengubah sikap setiap individu, namun isi informasi dan pesan yang yang berkualitas pun turut memberikan pengaruh yang kuat dalam menanamkan nilai-nilai budaya yang diinginkan oleh sebuah perusahaan. Oleh sebab itu, sudah seharusnya pihak manajeman
perusahaan
yang
diwakili
oleh
para
atasan
atau
pemberi
materi/narasumber pada setiap kesempatan pendidikan dan pelatihan pegawai, memberikan isi pesan dan informasi yang disesuaikan pada kondisi dan situasi yang ada demi mengurangi ketidakpastian, sehingga para pegawai perusahaan dapat menggunakan itu dalam setiap keputusan saat bekerja.
167