BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengamatan, perumusan hasil dan pembahasan dalam kasus Bojonegoro ini dapat dirumuskan bab kesimpulan dan saran, yang meliputi ringkasan temuan, kontribusi teoritik, implikasi kebijakan dan saran penelitian lebih lanjut. Pembahasan selengkapnya dapat dilihat pada sub-bab berikut:
6.1. Ringkasan Temuan Melihat dari keseluruhan proses perencanaan pembangunan di Bojonegoro, dapat disimpulkan bahwa demokrasi 4.0 memang terdapat dalam proses perencanaan pembangunan Bojonegoro, dengan temuan beragam bentuk konektivitas direct, distributed, dialogic dan digital yang diterapkan. Meskipun belum menyeluruh di semua tahapannya, melainkan hanya di tahapan praperencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, dan di tahap evaluasi. Berdasarkan kronologinya, diketahui bahwa perkembangan demokrasi 4.0 dilatarbelakangi upaya pengembalian kepercayaan publik yang terjadi akibat kasus korupsi pemerintahan sebelumnya, dan hal tersebut terjadi sebelum konsep demokrasi 4.0 Bojonegoro
disampaikan oleh Otto
Scharmer.
Selain itu, kemampuan
kepemimpinan Bupati Suyoto juga menjadi salah satu faktor utama yang mendukung perkembangan demokrasi 4.0 di Bojonegoro.
193
Gb. 6.1. Ilustrasi Kedudukan Demokrasi di Bojonegoro pada Tingkat 4.0
Proses perencanaan pembangunan di Bojonegoro memiliki bentuk interaksi horisontal diantara para pelakunya. Sebagai dampak tidak langsung dari demokrasi 4.0 yang diterapkan, sehingga mampu mensejajarkan kedudukan antar pelaku pembangunan, meskipun tidak secara mutlak. Politik pembangunan yang demokratis diterapkan dengan mengajak seluruh pihak untuk duduk bersama dalam kursi subjek pembangunan. Namun bukan hanya hal-hal positif yang berkembang, beberapa pendapat negatif juga hadir dalam proses penerapan demokrasi 4.0 di Bojonegoro. Salah satunya mengenai program pemberdayaan masyarakat (pavingisasi) yang dinilai tidak efektif dari segi waktu dan pengganggaran. Selain itu kekhawatiran mengenai regenerasi demokrasi 4.0 untuk pemerintahan selanjutnya, mengingat masa jabatan Bupati Suyoto akan segera berakhir.
194
6.2. Kontribusi Teoritik Penelitian ini berangkat dari preposisi yang melihat kondisi ideal dari keberadaan demokrasi 4.0 dalam siklus perencanaan pembangunan. Pada preposisi diketahui proses perencanaan pembangunan ideal di Indonesia yang sesuai dengan SPPN meliputi empat tahap berkelanjutan yaitu tahap pra perencanaan, penetapan rencana, implementasi dan pengendalian dan evaluasi, sedangkan demokrasi 4.0 dilihat dari ada tidaknya penerapan 4D Citizen Connections yang meliputi direct, digital, distributed and dialogic. Namun, kondisi ideal tersebut tidak selalu sesuai dengan temuan empirik di lapangan, terdapat beberapa gap antara preposisi dan temuan penelitian, yang dirangkun sebagai berikut: a. Demokrasi
4.0
diaplikasikan
pada
hampir
keseluruhan
proses
perencanaan pembangunan. Kebijakan dari sistem perencanaan pembangunan Nasional menetapkan bahwa tahap penetapan rencana merupakan salah satu tahapan yang paling tertutup dan menjadi tanggung jawab penuh pemerintah, akan tetapi sistem demokrasi perwakilan justru menjadi isu yang berlawanan dari objektifitas tersebut. Meskipun tidak menutup kemungkinan untuk menerapkan keterbukaan demokrasi pada proses penetapan rencana di masa depan, namun untuk mengantisipasi iklim perpolitikan dan penyesuaian terhadap ketentuan pembangunan yang telah ada saat ini, penerapan seperti di Bojonegoro menjadi pilihan yang cukup adaptif.
195
b. Praktik distribusi Demokrasi 4.0 mendukung efektifitas pembangunan berkelanjutan. Program “pavingisasi” yang menerapkan prinsip distributed dari demokrasi
4.0,
menghabiskan
biaya
yang
cukup
tinggi
dan
membutuhkan jangka waktu pembangunan yang lebih panjang. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip efektifitas dan efesiensi perencanaan pembangunan
Nasional.
Efektif
dan
efisiensi
sebuah
program
pembangunan selalu dikaitkan dengan perhitungan keuangan, padahal terdapat beragam sudut pandang untuk melihat keefektifan ataupun keefisienan sebuah program pembangunan. Pada kasus “pavingisasi” di Bojonegoro mungkin memang terjadi kelebihan anggaran dan waktu pengerjaan, akan tetapi bila dilihat dari perspektif masa depan, program ini justru menjanjinkan penghematan anggaran dan efisiensi waktu dalam penanggulangan bencana. c. Terdapat perbedaan pelaksanaan Demokrasi 4.0 di tiap tahapan proses perencanaan pembangunan. Hal ini menyesuaikan kerangka sistem SPPN, karena demokrasi 4.0 yang diterapkan dalam proses perencanaan pembangunan Bojonegoro merupakan sebuah improvisasi dari sistem perencanaan pembangunan yang telah ada (SPPN), dan tidak semua tahapan perencanaan pembangunan dapat diimprovissasi dengan demokrasi 4.0.
196
d. Pelaksanaan Demokrasi 4.0 di Bojonegoro bersifat temporer. Faktor kepemimpinan Bupati Suyoto memberi pengaruh besar dalam perkembangan demokrasi 4.0 di Bojonegoro. Kabupaten Bojonegoro saat ini sedang mengusahakan untuk menerapkan demokrasi 4.0 sebagai sebuah sistem untuk diregenerasi pada pemerintahan selanjutnya, akan tetapi iklim perpolitikan yang tidak stabil dikhawatirkan menghambat proses regenerasi pasca pergantian pemimpin. e. Demokrasi 4.0 mendorong terbentuknya pola interaksi horisontal. Sebagai efek tidak langsung dari penerapan prinsip co-created menempatkan para stakeholder pada garis subjek pembangunan. Meskipun demikian, porsi peran sebagai subjek antar masing-masing pelaku belum sama rata, dan tidak terdapat pengukuran pasti tentang sektor mana sajakah yang lebih berperan dalam perencanaan pembangunan berdemokrasi 4.0 didalam penelitian ini.
6.3. Implikasi Kebijkan Pemerintah Belajar dari kesuksesan Bojonegoro, demokrasi 4.0 bisa diterapkan sebagai ide pengembangan kebijakan pembangunan pada daerah-daerah lain yang memiliki masalah pembangunan serupa dengan Bojonegoro, dan juga bagi pengembangan kebijakan Nasional. Masalah utama yang dihadapi Bojonegoro adalah krisis kepercayaan akibat kasus korupsi, yang tidak jauh berbeda dari masalah pembangunan Nasional yang erat kaitannya dengan kasus korupsi dan transparansi pemerintahan. Ide-ide tersebut dirumuskan sebagai berikut:
197
a. Demokrasi 4.0 sebagai Alternatif Instrument Transparansi Pemerintahan Daerah. b. Demokrasi digital sebagai Multiple review dalam Penetapan Rencana Pembangunan c. Demokrasi 4.0 sebagai Upgrading Partisipasi dalam Perencanaan Pembangunan Daerah. d. Demokrasi 4.0 sebagai pendekatan dalam gerakan Good and Clean Governance Nasional.
6.4. Saran Penelitian Setiap penelitian memiliki keterbatasan, baik dari sisi waktu, kesempurnaan metode atau tata cara penelitian, kedalaman hasil dan pembahasan, serta keterbatasan dari sisi kapasitas peneliti itu sendiri. Oleh karena itu penelitian ini juga memiliki beberapa kekurangan, khususnya dari sisi hasil dan pembahasan penelitian, yang menyisakan beberapa keingintahuan dan pertanyaan sebagaimana dibahas pada bab sebelumnya. Kekurangan tersebut mengantarkan akhir penelitian ini pada beberapa saran untuk penelitian lebih lanjut, sebagai berikut: a. Penelitian lebih lanjut mengenai government 4.0 di Brazil. b. Penelitian mengenai transisi demokrasi di Chile dan reformasi di Indonesia untuk melihat bagaimana kebangkitan demokrasi dalam pembangunan (transisi ke 3.0).
198
c. Penelitian komparasi penerapan e-government di daerah lain di Indonesia dengan penerapan Digital Democracy dalam 4D Citizen Connection yang ada di Bojonegoro. d. Penelitian komparasi mengenai contoh demokrasi 4.0 di tempat lain di Indonesia dan di Bojonegoro. Beberapa saran tersebut diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi para peneliti lain dan menjadi pelengkap dari kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam penelitin ini.
199