BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR 6.1
Karakteristik Pedagang Martabak Kaki Lima di Kota Bogor Martabak merupakan salah satu jenis makanan yang dapat digolongkan ke
dalam makanan selingan/jajanan. Umumnya, martabak dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu martabak manis dan martabak telur. Martabak manis memiliki komposisi antara lain tepung terigu, gula pasir, mentega, dan isi (ketan, kacang, keju, coklat, dan lainnya). Martabak telur memiliki komposisi tepung terigu, telur, minyak, daun bawang, dan isi (daging sapi, daging ayam, sosis, dan lainnya). Pedagang martabak kaki lima adalah orang yang menjalankan usaha martabak yang berada di pinggir jalan dengan menggunakan gerobak yang berjualan dari sore hari hingga malam hari. Jumlah pedagang martabak kaki lima yang diteliti dalam penelitian ini adalah 40 orang. Karakteristik pedagang martabak kaki lima dibagi menjadi karakteristik umum, karakteristik usaha, dan karakteristik berdasarkan pola konsumsi LPG. Karakteristik umum pedagang martabak kaki lima digambarkan oleh jenis kelamin dan umur, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, lama waktu berdagang, dan sumber modal. Karakteristik usaha martabak kaki lima digambarkan oleh penggunaan tepung terigu, jumlah output yang dihasilkan, harga produk rata-rata, dan jumlah tenaga kerja. Karakteristik berdasarkan pola konsumsi LPG digambarkan melalui tempat pembelian LPG, frekuensi pembelian LPG dalam sebulan, dan jumlah penggunaan LPG dalam satu bulan.
73
6.1.1
Karakteristik Umum Pedagang Martabak Kaki Lima di Kota Bogor
6.1.1.1 Jenis Kelamin dan Umur Pedagang Martabak Kaki Lima Penelitian yang dilakukan kepada 40 pedagang martabak kaki lima menunjukkan bahwa 40 orang atau 100 persen responden berjenis kelamin lakilaki. Pekerjaan pedagang martabak kaki lima dimulai dengan belanja bahan baku, mempersiapkan adonan, mempersiapkan gerobak, mendorong gerobak ke tempat berdagang, dan harus berdiri selama memasak martabak dan melayani pembeli. Selain itu waktu berdagang yang dimulai dari sore hari hingga malam hari bahkan dini hari mengakibatkan pekerjaan ini cukup berat untuk dikerjakan seorang perempuan. Umur pedagang martabak kaki lima bervariasi mulai dari umur 18 tahun sampai 50 tahun dengan rata-rata umur 30 tahun. Distribusi pedagang martabak kaki lima berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Distribusi Pedagang Martabak Kaki Lima Berdasarkan Umur No
Kelompok Umur (tahun)
1.
< 25
2. 3.
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
9
22.50
25 – 35
20
50.00
> 35
11
27.50
Jumlah
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Pedagang martabak kaki lima dikelompokkan menjadi tiga kelompok umur. Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang martabak kaki lima yaitu sebesar 50.00 persen berada pada selang umur antara 25 tahun sampai 35 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usaha martabak kaki lima di Kota Bogor dilakukan oleh pedagang yang berada pada rentang umur produktif untuk bekerja.
74
6.1.1.2 Tingkat Pendidikan Pedagang Martabak Kaki Lima Tingkat pendidikan formal pedagang martabak kaki lima bermacammacam dimulai dari lulusan Sekolah Dasar (SD) sampai lulusan Diploma (D3). Namun terdapat juga responden pedagang martabak kaki lima yang tidak pernah duduk di bangku sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah terbanyak yaitu sebesar 65.00 persen adalah lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Distribusi pedagang martabak kaki lima berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17.Distribusi Pedagang Martabak Kaki Lima Berdasarkan Tingkat Pendidikan No
Tingkat Pendidikan
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
1.
Tidak sekolah
1
2.50
2.
SD
7
17.50
3.
SLTP
26
65.00
4.
SLTA
5
12.50
5.
Diploma
1
2.50
Jumlah
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Tabel 17 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pedagang martabak kaki lima masih cukup rendah. Tingkat pendidikan yang rendah menjadi salah satu alasan bagi pedagang martabak kaki lima untuk membuka usaha. Pedagang martabak kaki lima tidak memenuhi syarat untuk melamar pekerjaan di perusahaan karena tidak memiliki ijazah dari pendidikan formal yang cukup tinggi. Namun tingkat pendidikan formal yang rendah tidak menjadi halangan untuk membuka usaha demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bagi responden pedagang martabak kaki lima yang merupakan lulusan perguruan tinggi, usaha martabak kaki lima dinilai cukup menguntungkan, dan dapat membuka lapangan pekerjaan walaupun dalam jumlah yang kecil. Beberapa
75
alasan responden pedagang martabak kaki lima memilih usaha martabak sebagai usaha yang digeluti adalah karena keahlian yang dimiliki, menjalankan usaha turun temurun, banyaknya permintaan dan karena proses produksi yang mudah . 6.1.1.3 Pengalaman Usaha Pedagang Martabak Kaki Lima Kemampuan mengelola usaha dipengaruhi oleh pengalaman setiap individu. Pedagang mempunyai pemahaman yang lebih baik terhadap usaha yang dikelola karena belajar dari pengalaman yang diperoleh dari usaha tersebut. Hasil penelitian menunjukkan pengalaman usaha pedagang martabak kaki lima yang paling lama adalah 31 tahun dan yang paling baru adalah dua tahun. Pengalaman usaha pedagang martabak kaki lima rata-rata adalah 10 tahun. Distribusi pedagang martabak kaki lima berdasarkan pengalaman usaha dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Distribusi Pedagang Pengalaman Usaha No
Martabak
Kaki
Lima
Berdasarkan
1
Pengalaman Berusaha (tahun) <5
2
5 – 10
17
42.50
3
11 – 16
7
17.50
4
> 16
7
17.50
40
100.00
Jumlah
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
9
22.50
Sumber : Data diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 18, sebesar 42.50 persen responden memiliki pengalaman usaha pada selang 5 tahun sampai 10 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa responden adalah pedagang yang setia terhadap usaha martabak dan menganggap usaha martabak adalah usaha utama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
76
6.1.1.4 Lama Waktu Berdagang Pedagang Martabak Kaki Lima Lamanya waktu berdagang adalah waktu dari persiapan membuka tempat berjualan, persiapan bahan sampai proses produksi dan penjualan martabak. Distribusi pedagang martabak kaki lima berdasarkan lama waktu berdagang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Distribusi Pedagang Martabak Kaki Lima Berdasarkan Lama Waktu Berdagang No
Lama Waktu Berdagang (jam)
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
1.
7
8
20.00
2.
8
25
62.50
3.
10
4
10.00
4.
11
3
7.50
40
100.00
Jumlah Sumber : Data diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 19, lama waktu berdagang pedagang martabak kaki lima adalah antara tujuh jam hingga 11 jam. Lama waktu berdagang pedagang martabak kaki lima yang paling banyak adalah delapan jam yaitu sebanyak 62.50 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pedagang martabak kaki lima bekerja sesuai dengan standar normal jam kerja manusia yaitu delapan jam per hari. Pedagang martabak kaki lima memulai berjualan pada sore hari sampai malam hari, bahkan hingga dini hari. Jam kerja ini disesuaikan dengan pembeli yang sebagian besar membeli martabak pada sore atau malam hari, yaitu sehabis pulang bekerja. Pada hari libur atau malam minggu, lama waktu berdagang bertambah karena pembeli yang ramai. 6.1.1.5 Sumber Modal Usaha Pedagang Martabak Kaki Lima Modal usaha adalah salah satu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan proses produksi martabak kaki lima. Berdasarkan data yang
77
diperoleh, modal yang digunakan pedagang martabak kaki lima berasal dari berbagai sumber yaitu modal sendiri, pinjaman keluarga, dan pinjaman koperasi. Distribusi pedagang martabak kaki lima berdasarkan sumber modal usaha dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Distribusi Pedagang Martabak Kaki Lima Berdasarkan Sumber Modal Usaha No
Sumber Modal
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
1.
Modal sendiri
25
62.50
2.
Pinjaman Keluarga
14
35.00
3.
Pinjaman Koperasi
1
2.50
40
100.00
Jumlah Sumber : Data diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 20 jumlah pedagang martabak kaki lima yang bergantung pada modal sendiri adalah 25 orang atau sebesar 62.50 persen. Pedagang martabak kaki lima memulai usahanya dengan menggunakan modal sendiri karena usaha ini tidak membutuhkan modal awal yang terlalu besar. Di samping itu, penggunaan modal sendiri membuat mereka lebih leluasa dalam menjalankan usaha dan mengembangkannya karena tidak terikat hutang dari pihak lain. 6.1.2
Karakteristik Usaha Martabak Kaki Lima di Kota Bogor
6.1.2.1 Usaha Martabak Kaki Lima Berdasarkan Penggunaan Tepung Terigu Jumlah penggunaan tepung terigu masing-masing pedagang martabak kaki lima berbeda-beda. Dalam penelitian ini, penggunaan tepung terigu oleh pedagang martabak kaki lima per bulan dimulai dari 45 kg per bulan sampai 390 kg per bulan. Jumlah rata-rata penggunaan tepung terigu adalah 184.5 kg per
78
bulan. Distribusi pedagang martabak kaki lima berdasarkan penggunaan tepung terigu dalam usahanya dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Distribusi Pedagang Martabak Penggunaan Tepung Terigu No
Penggunaan Tepung Terigu (kg/bln)
1.
< 100
2. 3.
Kaki
Lima
Berdasarkan
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
6
15.00
100 – 200
24
60.00
> 200
10
25.00
Jumlah
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Tabel 21 menunjukkan bahwa sebagian besar responden pedagang martabak kaki lima menggunakan tepung terigu 100 – 200 kg per bulan yaitu sebesar 60.00 persen. Semakin besar penggunaan tepung terigu per hari berarti semakin banyak jumlah martabak yang diproduksi. 6.1.2.2 Usaha Martabak Kaki Lima Berdasarkan Jumlah Output Jumlah martabak yang dihasilkan pedagang martabak kaki lima bervariasi dimulai dari 900 martabak per bulan hingga 3 000 martabak per bulan. Jumlah martabak rata-rata yang dihasilkan adalah 1 709 martabak per bulan. Distribusi pedagang martabak kaki lima berdasarkan jumlah output yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Distribusi Pedagang Martabak Kaki Lima Berdasarkan Jumlah Output No
Jumlah Output (martabak/bln)
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
1.
< 1 500
11
27.50
2.
1 500 – 2 000
20
50.00
3.
> 2 000
9
22.50
Jumlah
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Tabel 22 menunjukkan bahwa 50.00 persen pedagang martabak kaki lima menghasilkan 1 500 sampai 2 000 martabak per bulan. Semakin besar jumlah
79
output yang dihasilkan akan berpengaruh pada total penerimaan pedagang martabak kaki lima. Jumlah output yang dihasilkan pedagang martabak kaki lima juga berpengaruh pada jumlah pemakaian LPG. Semakin banyak output yang dihasilkan maka jumlah LPG yang digunakan akan semakin banyak. 6.1.2.3. Usaha Martabak Kaki Lima Berdasarkan Harga Rata-rata Output Pedagang martabak kaki lima menghasilkan berbagai jenis martabak, baik martabak telur maupun martabak manis. Martabak telur dibedakan berdasarkan jenis telur yang dipakai, telur ayam atau telur bebek, dan banyaknya jumlah telur yang digunakan. Martabak manis dibedakan berdasarkan ukuran dan jenis isinya. Harga martabak ini berbeda-beda tergantung jenis, ukuran, dan bahan-bahan yang digunakan. Harga martabak juga dipengaruhi oleh lokasi berdagang yang strategis atau tidak. Harga rata-rata martabak dalam penelitian ini dimulai dari Rp 8 000.00 sampai Rp 16 000.00 per martabak. Distribusi pedagang martabak kaki lima berdasarkan harga rata-rata outputnya dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Distribusi Pedagang Martabak Berdasarkan Harga Rata-rata Output No 1.
Harga Rata-rata Output (Rp/martabak) < 10 000
2.
10 000 – 13 000
3.
Frekuensi (orang) 4
Persentase (%) 10.00
34
85.00
> 13 000
2
5.00
Jumlah
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Tabel 23 menunjukkan bahwa 85.00 persen atau 34 orang menetapkan harga martabaknya antara Rp 10 000.00 sampai Rp 13 000.00 per martabak, yang berarti harga martabak yang dihasilkan pedagang martabak kaki lima masih cukup terjangkau. Harga martabak yang dihasilkan berhubungan dengan total
80
penerimaan yang diterima pedagang martabak kaki lima. Semakin tinggi harga martabak yang dihasilkan, dengan asumsi faktor lain tetap, maka akan meningkatkan total penerimaan pedagang martabak kaki lima. 6.1.2.4. Usaha Martabak Kaki Lima Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam usaha martabak kaki lima terdiri dari tenaga kerja dari dalam keluarga dan tenaga kerja dari luar keluarga. Upah tenaga kerja berkisar antara Rp 300 000.00 sampai Rp 900 000.00 per bulannya. Distribusi pedagang martabak berdasarkan jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Distribusi Pedagang Martabak Kaki Lima Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja No 1. 2. 3. 4.
Jumlah Tenaga Kerja (orang) 1 2 3 4 Jumlah
Frekuensi (orang) 28 6 3 3 40
Persentase (%) 70.00 15.00 7.50 7.50 100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Tabel 24 menunjukkan bahwa 70.00 persen pedagang martabak kaki lima memiliki tenaga kerja 1 orang. Hal ini berarti responden pedagang martabak kaki lima ini berdagang sendiri di lokasi usahanya 6.1.3
Karakteristik Pedagang Martabak Kaki Lima Berdasarkan Pola Konsumsi LPG 6.1.3.1 Tempat Pembelian LPG Pedagang Martabak Kaki Lima LPG yang digunakan oleh pedagang martabak kaki lima dalam kegiatan usahanya adalah LPG 3 kg. Pedagang martabak kaki lima bisa membeli isi ulang LPG 3 kg dari berbagai tempat. Distribusi pedagang martabak kaki lima berdasarkan tempat pembelian LPG dapat dilihat pada Tabel 25.
81
Tabel 25. Distribusi Pedagang Martabak Kaki Lima Berdasarkan Tempat Pembelian LPG No
Tempat Pembelian LPG
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
1.
Agen
14
35.00
2.
Pasar
25
62.50
3.
Warung
1
2.50
Jumlah
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 25, sebanyak 62.50 persen pedagang martabak kaki lima membeli isi ulang LPG dari pasar. Pedagang martabak kaki lima membeli dari pasar dengan pertimbangan jarak yang cukup dekat. Beberapa responden pedagang martabak kaki lima memilih membeli dan berlangganan dari agen karena agen tersebut akan mengantarkan langsung isi ulang LPG ke lokasi berdagang, sehingga pedagang tidak perlu mencari dan membeli LPG dari tempat lain, namun pedagang harus bersedia membayar dengan harga yang lebih tinggi. 6.1.3.2 Frekuensi Pembelian LPG Pedagang Martabak Kaki Lima Frekuensi pembelian LPG dapat dilihat dari berapa kali pedagang martabak kaki lima melakukan pembelian LPG dalam satu bulan. Distribusi pedagang martabak kaki lima berdasarkan frekuensi pembelian LPG dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Distribusi Pedagang Martabak Kaki Lima Berdasarkan Frekuensi Pembelian LPG No
Frekuensi Pembelian LPG (kali/bln)
Frekuensi (orang)
1.
9
18
45.00
2.
13
22
55.00
40
100.00
Jumlah
Persentase (%)
Sumber : Data diolah (2011)
Tabel 26 menunjukkan bahwa 55.00 persen pedagang martabak kaki lima melakukan 13 kali pembelian LPG. Dalam sekali pembelian, sebagian besar
82
pedagang martabak kaki lima membeli 1 tabung LPG 3 kg. Semakin tinggi frekuensi pembelian LPG menunjukkan jumlah pemakaian LPG yang semakin banyak. 6.1.3.3 Penggunaan LPG oleh Pedagang Martabak Kaki Lima LPG adalah bahan bakar utama dalam kegiatan usaha yang dilakukan pedagang martabak kaki lima. Distribusi pedagang martabak kaki lima berdasarkan jumlah penggunaan LPG dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Distribusi Pedagang Penggunaan LPG No
Martabak
Penggunaan LPG (kg/bln)
Kaki
Lima
Berdasarkan
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
1.
< 24
17
42.50
2.
24 – 40
16
40.00
3.
> 40
7
17.50
40
100.00
Jumlah Sumber : Data diolah (2011)
Berdasarkan hasil penelitian, pedagang martabak kaki lima menggunakan LPG rata-rata 36 kg per bulan. Tabel 27 menunjukkan sebanyak 42.50 persen menggunakan LPG kurang dari 24 kg per bulan, dan 40.00 persen menggunakan LPG antara 24 sampai 40 kg. Semakin besar penggunaan LPG menunjukkan semakin banyak jumlah output yang dihasilkan. Dengan asumsi faktor lain tetap, maka semakin banyak jumlah output yang dihasilkan akan meningkatkan total penerimaan pedagang martabak kaki lima. 6.2
Karakteristik Pedagang Warung Tenda Pecel Lele di Kota Bogor Warung tenda pecel lele membuka usaha menjelang sore hingga malam
hari. Lokasi yang banyak digunakan sebagai tempat beroperasinya adalah pelataran di depan perumahan, perkantoran, atau pusat perdagangan. Warung tenda didirikan menggunakan atap terpal yang terbuat dari plastik anti bocor.
83
Warung-warung tenda dalam penelitian ini menyajikan menu pecel lele, pecel ayam, bebek goreng, dan makanan laut (Seafood). Jumlah pedagang warung tenda pecel lele yang diteliti dalam penelitian ini adalah 40 orang. Karakteristik pedagang warung tenda pecel lele dibagi menjadi karakteristik umum, karakteristik usaha, dan karakteristik berdasarkan pola konsumsi LPG. Karakteristik umum pedagang warung tenda pecel lele digambarkan oleh jenis kelamin dan umur, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, lama waktu berdagang, dan sumber modal. Karakteristik usaha warung tenda pecel lele digambarkan oleh penggunaan beras, penggunaan lele, penggunaan ayam, jumlah output yang dihasilkan, harga produk rata-rata, dan jumlah tenaga kerja. Karakteristik berdasarkan pola konsumsi LPG digambarkan melalui tempat pembelian LPG, frekuensi pembelian LPG dalam sebulan, dan jumlah penggunaan LPG dalam satu bulan. 6.2.1
Karakteristik Umum Pedagang Warung Tenda Pecel Lele di Kota Bogor 6.2.1.1 Jenis Kelamin dan Umur Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Penelitian kepada 40 pedagang warung tenda pecel lele menunjukkan bahwa 39 orang berjenis kelamin laki-laki dan satu orang berjenis kelamin perempuan. Perempuan mengalami kesulitan untuk ikut berdagang dikarenakan waktu berdagang yang dimulai sejak sore hari hingga malam hari, bahkan tidak jarang hingga dini hari. Responden perempuan pada penelitian ini ikut berdagang karena lokasi berdagang yang sangat dekat dengan rumah responden tersebut. Umur pedagang warung tenda pecel lele dari hasil penelitian dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu pedagang usia dibawah 21 tahun,
84
21-31 tahun, dan di atas 31 tahun. Pembagian masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Distribusi Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Umur No
Kelompok Umur (Tahun)
1.
< 21
2.
21 – 31
3.
> 31 Jumlah
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
6
15.00
26
65.00
8
20.00
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Umur responden pedagang warung tenda pecel lele yang paling muda adalah 16 tahun dan yang paling tua adalah 38 tahun. Tabel 28 menunjukkan bahwa kebanyakan pedagang warung tenda pecel lele berada pada selang umur 21-31 tahun yaitu sebanyak 60.00 persen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha warung tenda pecel lele di Kota Bogor dilakukan oleh pedagang yang berada pada rentang umur produktif untuk bekerja. 6.2.1.2 Tingkat Pendidikan Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Tingkat pendidikan formal pedagang warung tenda pecel lele dalam penelitian ini dimulai dari lulusan Sekolah Dasar (SD) sampai lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Distribusi pedagang warung tenda pecel lele berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Distribusi Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Tingkat Pendidikan No
Tingkat Pendidikan
1.
SD
2. 3.
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
1
2.50
SLTP
28
70.00
SLTA
11
27.50
Jumlah
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
85
Berdasarkan Tabel 29, jumlah terbanyak yaitu sebesar 70.00 persen adalah lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), 27.50 persen lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA), dan hanya 2.50 persen sisanya adalah lulusan Sekolah Dasar (SD). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pedagang warung tenda pecel lele sudah cukup tinggi, yang menunjang pengelolaan atau manajemen usaha yang dijalankan. 6.2.1.3 Pengalaman Usaha Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Kemampuan mengelola usaha tentu dipengaruhi oleh pengalaman setiap individu. Pedagang mempunyai pemahaman yang lebih baik terhadap usaha yang dikelola karena belajar dari pengalaman yang diperoleh dari usaha tersebut. Distribusi pedagang warung tenda pecel lele berdasarkan pengalaman usaha dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Distribusi Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Pengalaman Usaha No
Pengalaman Berusaha (Tahun)
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
1
1–5
7
17.50
2
6 – 10
27
67.50
3
11 – 15
5
12.50
4
16 – 20
1
2.50
Jumlah
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Hasil penelitian menunjukkan pengalaman usaha pedagang warung tenda pecel lele yang paling lama adalah 17 tahun dan yang paling baru adalah satu tahun. Pengalaman usaha pedagang warung tenda pecel lele rata-rata adalah 8.2 tahun. Berdasarkan Tabel 30 sebesar 67.50 persen responden memiliki pengalaman usaha pada selang 6–10 tahun, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang warung tenda pecel lele sudah memiliki pengalaman yang cukup
86
lama, dan sebagian kecil baru memulai merintis usahanya, atau baru menjalankan usaha turun temurun keluarga. 6.2.1.4 Lama Waktu Berdagang Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Lamanya waktu berdagang adalah waktu dari persiapan membuka tempat berjualan, persiapan bahan sampai proses produksi. Hasil penelitian menunjukkan lama waktu berdagang pedagang warung tenda pecel lele adalah antara 7 jam hingga 13 jam. Distribusi pedagang warung tenda pecel lele berdasarkan lama waktu berdagang dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Distribusi Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Lama Waktu Berdagang No
Lama Waktu Berdagang (jam)
1.
<9
21
52.50
2.
9 – 10
16
40.00
3.
> 10
3
7.50
40
100.00
Jumlah
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
Sumber : Data diolah (2011)
Rata-rata lama berdagang pedagang warung tenda pecel lele adalah 8.75 jam. Berdasarkan Tabel 31, 52.50 persen responden pedagang warung tenda pecel lele berdagang di bawah sembilan jam, yang berarti lama waktu bekerja pedagang warung tenda pecel lele masih sesuai dengan standar normal waktu kerja manusia. Pedagang warung tenda buka setiap hari dari senin hingga minggu mulai dari pukul 16.00 WIB dan tutup pukul 00.00 WIB, namun pada hari-hari libur atau hari minggu jumlah pembeli semakin banyak sehingga lama waktu berdagang bertambah hingga pukul 03.00 WIB.
87
6.2.1.5 Sumber Modal Usaha Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, modal yang digunakan berasal dari modal sendiri dan pinjaman keluarga. Umumnya pedagang warung tenda pecel lele menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Distribusi pedagang warung tenda pecel lele berdasarkan sumber modal usaha dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Distribusi Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Sumber Modal Usaha No
Sumber Modal
1.
Modal sendiri
2.
Pinjaman Keluarga Jumlah
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
36
90.00
4
10.00
40
100.00
Sumber : Data diolah, 2011
Tabel 32 menunjukkan bahwa jumlah pedagang warung tenda pecel lele yang bergantung pada modal sendiri adalah 36 orang atau sebesar 90.00 persen. Modal sendiri ini berasal dari tabungan hasil pekerjaan sebelumnya. Modal dari keluarga dekat mudah didapatkan karena tingkat kekeluargaan dan kepercayaan yang tinggi. Modal responden pedagang warung tenda pecel lele tidak ada yang berasal dari pinjaman lembaga keuangan karena para pedagang tidak berani dengan resiko, birokrasi yang sulit dan tidak memiliki agunan atas uang yang dipinjam. 6.2.2
Karakteristik Usaha Warung Tenda Pecel Lele di Kota Bogor
6.2.2.1 Usaha Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Penggunaan Beras Jumlah penggunaan beras pada usaha warung tenda pecel lele berbedabeda tergantung pada besarnya usaha atau banyaknya pelanggan tiap harinya. Distribusi pedagang warung tenda pecel lele berdasarkan penggunaan beras dalam usahanya dapat dilihat pada Tabel 33.
88
Tabel 33. Distribusi Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Penggunaan Beras No
Penggunaan Beras (kg/bulan)
1.
< 200
2.
200 – 400
3.
> 400 Jumlah
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
9
22.50
22
55.00
9
22.50
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Penggunaan beras oleh pedagang warung tenda pecel lele per bulan dimulai dari 120 kg per bulan sampai 960 kg per bulan. Jumlah rata-rata penggunaan beras adalah 320.4 kg per bulan. Tabel 33 menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu sebesar 55.00 persen responden menggunakan 300-400 kg beras per bulan. Hal ini menunjukkan dalam sebulan, cukup banyak porsi masakan yang dihasilkan melihat jumlah beras yang digunakan. 6.2.2.2 Usaha Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Penggunaan Lele Jumlah penggunaan lele pada usaha warung tenda pecel lele berbedabeda tergantung pada banyaknya permintaan tiap harinya. Pedagang warung tenda pecel lele menggunakan ikan lele dengan ukuran sedang hingga besar. Dalam setiap 1 kg terdapat delapan hingga sembilan ekor ikan lele. Distribusi pedagang warung tenda pecel lele berdasarkan penggunaan lele dalam usahanya dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Distribusi Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Penggunaan Lele No
Penggunaan Lele (kg/bulan)
1.
< 100
2.
100 – 200
3.
> 200 Jumlah
Sumber : Data diolah (2011)
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
4
10.00
27
67.50
9
22.50
40
100.00
89
Penggunaan lele oleh pedagang warung tenda pecel lele per bulan dimulai dari 90 kg per bulan sampai 240 kg per bulan. Jumlah rata-rata penggunaan lele adalah 168 kg per bulan. Tabel 34 menunjukkan bahwa sebesar 67.50 persen responden menggunakan 100-200 kg lele dalam satu bulan. 6.2.2.3 Usaha Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Penggunaan Ayam Bagian ayam yang digunakan oleh pedagang warung tenda pecel lele untuk membuat pecel ayam adalah bagian dada dan paha ayam, dengan ukuran yang cukup besar. Sebagian besar pedagang warung tenda pecel lele membeli daging ayam yang terdiri dari 7-8 potong dalam satu kilogramnya. Walaupun usaha ini bernama warung tenda pecel lele, namun saat ini produk pecel ayam justru lebih banyak diminati dibandingkan pecel lele. Distribusi pedagang warung tenda pecel lele berdasarkan penggunaan ayam dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Distribusi Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Penggunaan Ayam No
Penggunaan Ayam (kg/bulan)
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
1.
< 200
17
42.50
2.
200 – 300
21
52.50
3.
> 300
2
5.00
40
100.00
Jumlah Sumber : Data diolah (2011)
Penggunaan daging ayam oleh pedagang warung tenda pecel lele per bulan dimulai dari 150 kg per bulan sampai 600 kg per bulan. Jumlah rata-rata penggunaan daging ayam adalah 219.75 kg per bulan. Tabel 35 menunjukkan bahwa jumlah responden pedagang warung tenda sebagian besar yaitu 52.50 persen menggunakan ayam antara 200–300 kg per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam usaha warung tenda pecel lele penggunaan ayam lebih besar daripada penggunaan lele.
90
6.2.2.4 Usaha Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Jumlah Output Warung tenda pecel lele menghasilkan berbagai produk diantaranya adalah pecel lele, pecel ayam, pecel telur, bebek goreng, dan aneka masakan seafood. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah produk yang dihasilkan pedagang warung tenda pecel lele bervariasi dimulai dari 1 500 porsi per bulan hingga 6 000 porsi per bulan. Jumlah masakan yang dihasilkan adalah rata-rata 3 002 porsi per bulan. Distribusi pedagang warung tenda pecel lele berdasarkan jumlah output yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Distribusi Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Jumlah Output No
Jumlah Output (porsi/bln)
1.
< 2 000
2.
2 000 – 3 000
3.
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
2
5.00
30
75.00
> 3 000
8
20.00
Jumlah
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Tabel 36 menunjukkan bahwa kebanyakan atau 75.00 persen pedagang warung tenda pecel lele menghasilkan 2 000 sampai 3 000 porsi per bulan. Banyaknya jumlah output yang dihasilkan berpengaruh pada besarnya total penerimaan pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor. 6.2.2.5 Usaha Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Harga Rata-rata Output Warung tenda pecel lele menghasilkan berbagai jenis masakan. Harga setiap masakan ini berbeda-beda tergantung jenis, bahan bakunya, dan lokasi berdagang. Distribusi pedagang warung tenda pecel lele berdasarkan harga ratarata masakannya dapat dilihat pada Tabel 37.
91
Tabel 37. Distribusi Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Harga Rata-rata Output No
Harga Rata-rata Output (Rp/porsi)
1.
< 10 000
2.
10 000 – 15 000
3.
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
8
20.00
29
72.50
> 15 000
3
7.50
Jumlah
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Harga rata-rata masakan dalam penelitian ini dimulai dari Rp 8 500.00 Rp 25 000.00 per porsi. Tabel 37 menunjukkan bahwa 72.50 persen atau 29 orang menetapkan harga masakannya antara Rp 10 000.00 - Rp 15 000.00 per porsi. Dengan asumsi faktor lain tetap, maka semakin tinggi harga masakan per porsi akan meningkatkan penerimaan pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor. 6.2.2.6 Usaha Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja Tenaga kerja pada usaha warung tenda pecel lele terdiri dari tenaga kerja dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Distribusi pedagang warung tenda pecel lele berdasarkan jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38. Distribusi Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja No
Jumlah Tenaga Kerja (orang)
1.
<2
2.
2–3
3.
>3 Jumlah
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
4
10.00
32
80.00
4
10.00
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Tabel 38 menunjukkan bahwa 80.00 persen pedagang warung tenda pecel lele memiliki 2-3 orang tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa usaha warung tenda pecel lele ini masih termasuk kelas usaha mikro.
92
6.2.3
Karakteristik Pedagang Warung Tenda Berdasarkan Pola Konsumsi LPG 6.2.3.1 Tempat Pembelian LPG Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Pedagang warung tenda pecel lele mendapatkan isi ulang LPG 3 kg di berbagai tempat, seperti agen, pasar, dan warung. Distribusi pedagang warung tenda pecel lele berdasarkan tempat pembelian LPG dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Distribusi Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Tempat Pembelian LPG No
Tempat Pembelian LPG
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
1.
Agen
22
55.00
2.
Pasar
3
7.50
3.
Warung
15
37.50
Jumlah
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 39, sebesar 55.00 persen pedagang warung tenda pecel lele membeli isi ulang LPG dari agen. Alasan para pedagang warung tenda pecel lele membeli ke tempat tersebut adalah karena jarak yang dekat dan mudah dijangkau. 6.2.3.2 Frekuensi Pembelian LPG Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Frekuensi pembelian LPG dapat dilihat dari berapa kali pedagang warung tenda pecel lele melakukan pembelian LPG dalam satu bulan. Distribusi pedagang warung tenda pecel lele berdasarkan frekuensi pembelian LPG terdapat pada Tabel 40. Tabel 40. Distribusi Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Frekuensi Pembelian LPG No 1. 2. 3.
Frekuensi Pembelian LPG (kali/bulan) < 20 20 – 28 > 28 Jumlah
Sumber : Data diolah (2011)
Frekuensi (orang) 3 8 29 40
Persentase (%) 7.50 20.00 72.50 100.00
93
Tabel 40 menunjukkan bahwa 72.50 persen pedagang warung tenda pecel lele melakukan pembelian LPG lebih dari 28 kali. Dalam setiap pembelian pedagang biasanya membeli satu tabung LPG 3 kg. Frekuensi pembelian ini menunjukkan bahwa hampir setiap hari pedagang warung tenda pecel lele melakukan pembelian isi ulang LPG. 6.2.3.3 Penggunaan LPG oleh Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Seperti halnya pedagang martabak kaki lima, LPG adalah bahan bakar utama dalam kegiatan usaha yang dilakukan pedagang warung tenda pecel lele. Distribusi pedagang warung tenda pecel lele berdasarkan jumlah penggunaan LPG dapat dilihat pada Tabel 41. Tabel 41. Distribusi Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Berdasarkan Penggunaan LPG No
Penggunaan LPG (kg/bln)
1.
< 60
2.
60 – 120
3.
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
1
2.50
30
75.00
> 120
9
22.50
Jumlah
40
100.00
Sumber : Data diolah (2011)
Pedagang warung tenda pecel lele menggunakan LPG rata-rata 103.5 kg per bulan. Penggunaan LPG yang paling kecil adalah 48 kg, dan yang paling besar adalah 252 kg per bulan. Berdasarkan Tabel 41, sebesar 75.00 persen menggunakan LPG antara 60–120 kg per bulan. Semakin banyak LPG yang digunakan menunjukkan semakin banyak output yang dihasilkan.