BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Simpulan Dari hasil perhitungan dan analisa penelitian ini dapat menyimpulkan 4 hal
sebagai berikut: 1. Jumlah dana pensiun yang sudah diatur pemerintah bagi karyawan swasta melalui jamsostek dan pesangon pensiun pada tingkat individu bervariasi tergantung rata-rata kenaikan gaji dan tingkat pajak. Semakin kecil ratarata kenaikan gaji dan tingkat pajak, semakin besar target income replacement ratio yang dicapai. Tabel 5.1. menunjukkan variasi pencapaian income replacement ratio untuk usia harapan hidup sampai 75 tahun (20 tahun masa pensiun). Tabel 5.1. Income Replacement Ratio dari Jamsostek dan Pesangon Pensiun Masa Pensiun 20 Tahun (55 tahun – 75 tahun) Kenaikan gaji per tahun (konstan) selama 31 tahun Mulai pada usia 25 tahun sampai pensiun 55 tahun 0,0%
2,5%
5,0%
7,5%
10,0% 12,5% 15,0% 17,5% 20,0%
Tingkat income replacement (dalam 57,3% 39,7% 29,9% 24,1% 20,7% 18,5% 17,1% 16,2% 15,5% persentase) untuk menghidupi sampai 75 tahun. *Tarif pajak jaminan hari tua adalah 0% untuk 50 juta pertama dan 5% untuk nilai berikutnya. Net pesangon diasumsikan sama menghasilkan 30 kali gaji terakhir Hasil Investasi JHT diasumsikan 10%
Bahwa target income replacement ratio 75% untuk masa pensiun 20 tahun tidak bisa dicapai hanya melalui tabungan pensiun yang diatur pemerintah.
2. Dengan tingkat investasi yang sama, manfaat pajak untuk tabungan DPLK 10 tahun menghasilkan saldo yang lebih besar dari pada instrumen investasi lain. Namun demikian, secara umum belum mendukung pencapaian target income replacement ratio 75% untuk masa pensiun 20 tahun. Pencapaian target income replacement ratio dapat dicapai dengan kontribusi 50%-40%, namun demikian penulis melihat kontribusi ini tidak wajar dan sulit dijaga kelanjutannya dalam jangka panjang. 3. Makin tinggi tingkat investasi makin dekat pencapaian target income replacement ratio, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Income Replacement Ratio Melalui Tabungan DPLK 10 Tahun Hasil Investasi % Kontribusi dari Total Gaji 15% 30%
% Kontribusi dari Kenaikan Gaji 0% 0%
0% 92,8% 105,6%
6,00% per tahun Tingkat Kenaikan Gaji 5% 52,7% 63,3%
Hasil Investasi % Kontribusi dari Total Gaji 15% 30%
% Kontribusi dari Kenaikan Gaji 0% 0%
0% 97,1% 114,1%
% Kontribusi dari Kenaikan Gaji 0% 0%
0% 102,9% 125,7%
5% 55,9% 69,7%
% Kontribusi dari Kenaikan Gaji 0% 0%
0% 110,7% 141,4%
20% 33,4% 41,7%
10% 42,7% 55,1%
15% 38,7% 50,2%
20% 35,3% 45,4%
18,00% per tahun Tingkat Kenaikan Gaji 5% 60,2% 78,4%
Hasil Investasi % Kontribusi dari Total Gaji 15% 30%
15% 36,4% 45,6%
12,00% per tahun Tingkat Kenaikan Gaji
Hasil Investasi % Kontribusi dari Total Gaji 15% 30%
10% 40,1% 49,7%
10% 46,3% 62,2%
15% 41,7% 56,3%
20% 37,7% 50,4%
24,00% per tahun Tingkat Kenaikan Gaji 5% 66,1% 90,0%
10% 51,1% 71,7%
15% 45,8% 64,4%
Catatan: Income Replacement Ratio ini sudah memperhitungkan Jamsostek dan Pesangon Pensiun Arsir kuning menunjukkan tingkat tabungan yang dapat mencapai income replacement ratio 75%
20% 40,9% 56,8%
Berdasarkan sejarah, rata-rata hasil investasi DPLK adalah sebesar 12% per tahun. Hasil investasi 12% ini tidak dapat membantu pencapaian target income replacement ratio. 4. Dengan tingkat hasil investasi yang sama, makin lama masa tabungan pensiun makin besar pencapaian target income replacement ratio.
Tabel 5.3. Income Replacement Ratio Dengan Hasil Investasi 12% Pada Berbagai Variasi Masa Menabung Hasil Investasi
12% per tahun Masa Tabungan DPLK 10 tahun Tingkat Kenaikan Gaji
% Kontribusi dari % Kontribusi dari Total Gaji Kenaikan Gaji 15% 0% 30% 0% 50% 0%
0% 97% 114,1% 136,8%
5% 56% 69,7% 88,1%
10% 43% 55,1% 71,5%
15% 39% 50,2% 65,6%
20% 35% 45,4% 59,0%
Masa Tabungan DPLK 20 tahun Tingkat Kenaikan Gaji % Kontribusi dari % Kontribusi dari Total Gaji Kenaikan Gaji 15% 0% 30% 0% 50% 0%
0% 149,9% 219,8% 312,9%
5% 82,2% 122,3% 175,8%
10% 57,5% 84,6% 120,8%
15% 47,5% 68,0% 95,2%
20% 40,4% 55,6% 76,0%
Masa Tabungan DPLK 30 tahun Tingkat Kenaikan Gaji % Kontribusi dari % Kontribusi dari Total Gaji Kenaikan Gaji
0%
5%
10%
15%
20%
15% 0% 314,0% 132,4% 75,2% 54,4% 42,9% 30% 0% 548,0% 222,6% 120,0% 81,6% 60,8% 50% 0% 859,9% 343,0% 179,7% 117,9% 84,5% Catatan: Income Replacement Ratio ini sudah memperhitungkan Jamsostek dan Pesangon Pensiun Arsir kuning menunjukkan tingkat tabungan yang dapat mencapai income replacement ratio 75%
Jika kita berasumsi rata-rata kenaikan gaji secara umum di Indonesia adalah 10% maka dengan menabung DPLK sejak awal karir (usia 25
tahun) seseorang cukup menyisihkan 15% penghasilannya untuk mencapai income replacement ratio 75%. 5.2.
Keterbatasan Penulisan ini memiliki keterbatasan yang dapat menjadi dasar bagi
penelitian selanjutnya. Keterbatasan itu meliputi antara lain: 1. Perhitungan pada penulisan ini menggunakan asumsi bahwa tabungan pensiun yang terkumpul saat mulai pensiun tidak dikembangkan kembali dan tidak ada inflasi. Di masa depan kebutuhan akan strategi pengelolaan pendapatan pensiun makin meningkat. Tabel 5.4. menunjukkan apa yang diinginkan karyawan dari strategi manajemen pendapatan pensiun.
Tabel 5.4. Apa yang Diinginkan Karyawan dari Strategi Pengelolaan Pendapatan Pensiun The Principal Financial Well-Being Index, Kuartal Ketiga 2009, meminta karyawan mengukur nilai penting hal-hal berikut ini dalam pengelolaan tabungan selama masa pensiun
Jaminan pendapatan bulanan Pertumbuhan nilai account Rencana cadangan jika terjadi sakit Kontrol Penyesuaian Biaya Hidup Fleksibilitas pilihan Perlindungan dari fluktuasi pasar
% nilai kepentingan 66% 62% 61% 61% 60% 51% 48%
Sumber: Christman, Barrie G (2010). The Next Retirement Hurdle: Why Today's Employees Need More Than a Saving Plan. Benefits Quarterly, Second Quarter 2010. 2. Penulisan ini belum secara mendetail menghitung dampak Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 50/PMK.010/2012 yang mensyaratkan tabungan pensiun maksimal 80% harus dibelikan produk anuitas jika total nilainya
diatas Rp. 500 juta. Banyak orang memilih untuk membatalkan (tidak meneruskan) pembelian produk anuitas setelah beberapa lama mengendapkan uangnya di perusahaan asuransi terkait. Hal ini mengakibatkan orang tersebut harus membayar penalti karena memutuskan berhenti di tengah jalan. Berdasarkan pengamatan penulis, dari hasil diskusi dengan banyak calon pensiunan, hal ini karena mereka tidak memiliki rasa percaya dan rasa aman terhadap produk anuitas yang tersedia di pasar. Termasuk peraturan mengenai porsi benefit untuk janda/duda atau anak. 3. Penelitian ini belum dapat mempertimbangkan penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2014. Penerapan SJSN yang baru dimulai dengan jaminan kesehatan. Keterbatasan ini terjadi karena kurang dari 60 hari pelaksanaannya belum ada kejelasan lebih detail tentang bentuk jaminan sosial ini. Jika program SJSN memberikan fasilitas yang baik bagi pensiunan maka dapat dipertimbangkan penurunan target income replacement ratio. 5.3.
Saran-saran Dari hasil penelitian ini, dirangkum sejumlah saran sebagai berikut:
1. Sudah saatnya, untuk kesejahteraan karyawan, perusahaan bergerak lebih jauh dari pada sebatas membayar iuran jamsostek dan melakukan accrual untuk pembayaran pesangon. Pendidikan persiapan pensiun memegang peranan penting mengingat sebagian besar dana pensiun harus diperoleh karyawan dari tabungan pribadinya. Beberapa hal ini dilakukan
perusahaan-perusahaan
yang
mempunyai
perhatian
tinggi
kepada
karyawannya: a. Menyediakan fasilitas pemotongan gaji untuk tabungan pensiun, dan dengan sedikit usaha tambahan dari perusahaan, fasilitas pemotongan gaji ini memungkinkan karyawan untuk memperoleh keringanan pajak. b. Persiapan Masa Pensiun. Biasanya persiapan masa pensiun dimulai 5 tahun menjelang pensiun, namun persiapan masa pensiun ini makin banyak diberikan juga untuk karyawan yang lebih muda. c. Menyediakan
pendidikan
keuangan
dengan
menyediakan
Perencana Keuangan. Perusahaan tidak hanya memberikan edukasi tentang perencanaan di masa aktif, namun juga menfasilitasi karyawan untuk memperoleh pendapatan di masa pensiun, misalnya pendidikan kewirausahaan. Selain itu perusahaan juga dapat menjembatani akses karyawan pada berbagai instrumen investasi. 2. Bahwa setiap individu harus memiliki dana pensiun mandiri. Dengan usia harapan hidup yang semakin meningkat, lamanya masa aktif bekerja hampir sama dengan lamanya masa pensiun. Sehingga diperlukan jangka waktu yang panjang untuk mempersiapkan bekal masa pensiun. 3. Bahwa pemerintah harus mempertimbangkan insentif lain untuk pembentukan dana pensiun mandiri bagi golongan yang berpenghasilan menengah dan sedang. Saat ini manfaat pajak yang ada memberikan
kemampuan ekstra yang signifikan bagi individu yang berpenghasilan diatas Rp. 500 juta rupiah (braket pajak 30%).