BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan Dari uraian dan hasil analisis pada bab-bab terdahulu, disimpulkan hal-hal
sebagai berikut. 1.
Penyerapan anggaran belanja modal selama tahun 2009 hingga tahun 2013 menunjukkan persentase yang berfluktuatif yaitu tahun 2009 anggaran sebesar Rp90.613.980.961,00 realisasinya sebesar Rp86.853.816.130,00 (95,85 persen). Tahun 2010 anggaran sebesar Rp89.771.870.616,00 realisasi sebesar Rp79.458.335.092,00 (88,51 persen). Tahun 2011 anggaran sebesar Rp97.391.081.380,00 realisasi sebesar Rp92.071.081.380,00 (94,54 persen). Tahun 2012 anggaran sebesar Rp73.673.261.637,00 realisasi sebesar Rp67.584.701.017,00 (91,74 persen). Tahun 2013 anggaran sebesar Rp114.405.568.175,00
realisasi
sebesar
Rp108.893.260.110,00
(95,18
persen). Rata-rata penyerapan anggaran selama 5 (lima) tahun sebesar 93,16 persen dan persentase belanja modal terhadap APBD selama 5 (lima) tahun sebesar (belanja modal : belanja x 100%) = Rp434.861.193.729,00 : Rp1.832.573.597.017,00 = 23,73 persen. Hal ini menunjukkan bahwa persentase belanja modal lebih kecil dibanding belanja operasional dan penyerapan anggaran belanja modal belum optimal sehingga realisasi anggaran belum sesuai dengan target yang diharapkan. 2.
Dalam pengalokasian anggaran per-jenis belanja modal lebih di prioritaskan untuk belanja jalan, irigasi dan jaringan, dan susulan alokasi anggaran
76
berikutnya adalah belanja gedung dan bangunan, belanja peralatan dan mesin, belanja aset tetap lainya dan alokasi anggaran belanja modal prioritas terakhir adalah belanja tanah. Dengan rincian anggaran, realisasi dan persentase belanja modal sebagai berikut. Belanja tanah tahun 2009 dengan pagu anggaran Rp641.102.591,00 realisasi Rp375.030.341,00 tingkat penyerapan anggaran (58,50 persen). Tahun 2010 pagu anggaran Rp680.000.000,00 realisasi Rp584.016.000,00 tingkat penyerapan anggaran (85,88 persen). Tahun 2011 pagu anggaran menurun menjadi Rp415.828.328,00 realisasi Rp385.828.328,00 tingkat penyerapan anggaran (92,79 persen). Tahun 2012 pagu anggaran meningkat menjadi
Rp1.269.403.600,00
realisasi
Rp1.236.140.213,00
tingkat
penyerapan anggaran (97,38 persen). Tahun 2013 pagu anggaran menurun menjadi Rp257.458.200,00 realisasi Rp135.000.000,00 tingkat penyerapan anggaran (52,44 persen). Rata-rata penyerapan anggaran belanja tanah selama 5 (lima) tahun sebesar 77,40 persen. Belanja peralatan dan mesin tahun 2009 dengan pagu anggaran Rp19.363.741.800,00 realisasi Rp18.540.434.450,00 tingkat penyerapan anggaran (95,75 persen). Tahun 2010 pagu anggaran Rp19.497.007.670,00 realisasi menurun Rp13.638.688.910,00 tingkat penyerapan anggaran (69,95 persen).
Tahun 2011
pagu
anggaran Rp24.235.434.138,00
realisasi
Rp23.421.093.667,00 tingkat penyerapan anggaran (96,64 persen). Tahun 2012 pagu anggaran menurun menjadi Rp15.054.915.425,00 realisasi Rp13.666.854.160,00 tingkat penyerapan anggaran (90,78 persen). Tahun 2013 pagu anggaran meningkat menjadi Rp19.146.957.450,00 realisasi 77
Rp18.347.671.078,00 tingkat penyerapan anggaran (95,83 persen). Rata-rata penyerapan anggaran belanja peralatan dan mesin selama 5 (lima) tahun sebesar 89,79 persen. Belanja gedung dan bangunan tahun 2009 dengan pagu anggaran Rp41.572.464.560,00 realisasi Rp40.183.786.164,00 tingkat penyerapan anggaran (96,66 persen). Tahun 2010 pagu anggaran menurun menjadi Rp23.969.355.691,00
realisasi
menurun
Rp17.342.023.641,00
tingkat
penyerapan anggaran menurun (72,35 persen). Tahun 2011 pagu anggaran Rp18.895.547.456,00 realisasi Rp16.441.226.473,00 tingkat penyerapan anggaran (87,01 persen). Tahun 2012 pagu anggaran meningkat menjadi Rp29.614.507.089,00 realisasi Rp25.553.938.271,00 tingkat penyerapan anggaran menurun (86,29 persen). Tahun 2013 pagu anggaran meningkat menjadi
Rp36.911.600.156,00
realisasi
Rp33.229.083.171,00
tingkat
penyerapan anggaran (90,02 persen). Rata-rata penyerapan anggaran belanja gedung dan bangunan selama 5 (lima) tahun sebesar 86,47 persen. Belanja jalan, irigasi dan jaringan tahun 2009 dengan pagu anggaran Rp28.694.684.910,00 realisasi Rp27.632.716.925,00 tingkat penyerapan anggaran (96,30 persen). Tahun 2010 pagu anggaran meningkat menjadi Rp40.041.646.255,00 realisasi Rp47.692.612.541,00 tingkat penyerapan anggaran (119,11 persen). Tahun 2011 pagu anggaran Rp43.722.085.791,00 realisasi Rp41.790.303.712,00 tingkat penyerapan anggaran (95,58 persen). Tahun 2012 pagu anggaran menurun menjadi Rp27.595.969.949,00 realisasi Rp26.996.975.373,00 tingkat penyerapan anggaran (97,83 persen). Tahun 2013 pagu anggaran meningkat menjadi Rp57.822.962.869,00 realisasi 78
Rp56.920.116.361,00 tingkat penyerapan anggaran (98,44 persen). Rata-rata penyerapan anggaran belanja jalan, irigasi dan jaringan selama 5 (lima) tahun sebesar 101,45 persen. Belanja aset tetap lainnya tahun 2009 dengan pagu anggaran Rp341.987.100,00 realisasi Rp121.848.250,00 tingkat penyerapan anggaran (35,63
persen).
Tahun
2010
pagu
anggaran
meningkat
menjadi
Rp5.583.861.000,00 realisasi Rp200.994.000,00 tingkat penyerapan anggaran (3,60 persen). Tahun 2011 pagu anggaran Rp10.122.185.440,00 realisasi Rp10.032.629.200,00 tingkat penyerapan anggaran (99,12 persen). Tahun 2012
pagu
anggaran
menurun
menjadi
Rp138.465.574,00
realisasi
Rp130.793.000,00 tingkat penyerapan anggaran (94,46 persen). Tahun 2013 pagu
anggaran
menurun
lagi
menjadi
Rp266.589.500,00
realisasi
Rp261.389.500,00 tingkat penyerapan anggaran (98,05 persen). Rata-rata penyerapan anggaran belanja aset tetap lainnya selama 5 (lima) tahun sebesar 66,37 persen. 3.
Dari hasil analisis data menggunakan Skala Likert, menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi belanja modal di Pemerintah Daerah Kabupaten Rote Ndao adalah: faktor geografis dan kondisi alam dengan skor persentase sebesar 88,73 persen atau nilai mean sebesar 244,00, disusul faktor lemahnya perencanaan dengan skor persentase sebesar 81,02 persen atau nilai mean sebesar 222,86, faktor administrasi dan sumber daya manusia dengan skor persentase sebesar 77,19 persen atau nilai mean sebesar 212,29 dan sistem tender/pengadaan barang dan jasa yang memakan waktu yang lama dengan skor persentase sebesar 66,61 persen atau nilai mean sebesar 183,17. 79
5.2
Implikasi Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem tender/pengadaan barang dan jasa
yang memakan waktu lama, faktor administrasi dan sumber daya manusia, lemahnya perencanaan, kondisi geografis dan faktor alam dalam memengaruhi penyerapan anggaran belanja modal, implikasinya agar ke depan bisa tercapainya target penyerapan anggaran belanja modal sesuai dengan yang diharapkan.
5.3
Keterbatasan Pengukuran setiap variabel hanya didasarkan pada penilaian secara
individual oleh setiap responden terhadap instrumen pertanyaan yang diberikan dalam bentuk kuesioner dan hasil wawancara sehingga memungkinkan responden memberikan pendapat/jawaban kurang sesuai atau tidak konsisten.
5.4
Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil analisis, berikut ini akan disarankan
beberapa hal untuk menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan sistem pengelolaan belanja modal di masa yang akan datang sebagai berikut. 1.
Dalam melaksanakan program/kegiatan yang melibatkan pihak ketiga maka, di harapkan menunjukkan bukti jaminan alat berat atau dukungan alat berat dari pihak lain agar pekerjaan tidak menunggu jadwal yang lama sehingga bisa berpengaruh terhadap persentase belanja modal.
2.
Perlu adanya peningkatan transportasi perhubungan laut agar kekurangan bahan non lokal pada saat cuaca ekstrem dapat diminimalisir.
80
3.
Pemerintah daerah perlu membuat regulasi kebijakan atau bekerja sama dengan pihak lain dalam penambahan tempat penampungan (gudang) agar bisa menampung logistik dan bahan non lokal yang didatangkan dari luar daerah sehingga jikalau ada cuaca ekstrem maka kekurangan bahan non lokal dapat diminimalisir.
4.
Perlu adanya sistem perencanaan yang matang sehingga dalam pelaksanaan program/kegiatan
sesuai
dengan
jadwal
yang
ditetapkan
sehingga
pelaksanaan program dan kegiatan bisa diatur sebelum terjadinya musim cuaca ekstrem. 5.
Model perencanaan yang terjadi di daerah yakni perencanaan dan pelaksanaan anggaran dilaksanakan dalam periode tahun berjalan sebaiknya didesain atau direvisi agar perencanaan dan pelaksanaan anggaran dilakukan sebelum satu tahun anggaran berikutnya sehingga jika ada revisi anggaran di tahun berikutnya maka tidak memakan waktu yang lama dalam pelaksanaan kegiatan/program.
6.
Dalam proses perencanaan kegiatan/program harus berbasis data sehingga pada waktu pelaksanaan kegiatan, tidak terjadi perubahan jadwal yang akan berdampak penyerapan belanja modal bertumpuk pada triwulan tertentu.
7.
Dalam perencanaan, perlu adanya koordinasi secara horisontal tentang penetapan lokasi kegiatan/program sehingga dalam pelaksanaan program lokasi benar-benar sudah siap.
8.
Meningkatkan sumber daya aparatur yang lebih profesional dalam pelaksanaan tugas melalui bimbingan teknis, studi banding dan sebagainya
81
sehingga dapat memberi kontribusi yang sangat berarti dalam pelaksanaan program/kegiatan. 9.
Memaksimalkan koordinasi secara vertikal dengan pemerintah pusat agar penyerahan petunjuk teknis dari pemerintah pusat tepat waktu sehingga pelaksanaan program dan kegiatan pun bisa berjalan dengan baik.
10.
Untuk mengatasi keterbatasan pegawai atau keengganan pegawai yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jasa, maka perlu adanya pemberian reward bagi panitia pengadaan barang dan jasa, guna untuk menarik minat dan motivasi bagi setiap pegawai pada satuan kerja sebagai panitia.
82