BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebegai berikut. 1.
Rata-rata kunjungan wisatawan sesudah city branding lebih besar dibanding dengan rata-rata kunjungan wisatawan sebelum city branding, sedangkan rata-rata nilai investasi sebelum dan sesudah city branding adalah sama. Hal ini menjadi dasar bahwa kinerja city branding Kota Medan masih belum optimal. Beberapa hal yang diidentifikasi menjadi dasar untuk memberikan gambaran terhadap belum optimalnya kinerja city branding adalah: a. city Branding masih belum mampu berjalan sesuai tujuannya yaitu ingin membentuk image yang lebih positif tentang Kota Medan. Sulit bagi lingkungan eksternal untuk menangkap maksud dan tujuan tersebut karena tidak terwakili dalam logo, ditambah brand logo tidak dilengkapi dengan caption dan audio visual. Kondisi demikian menyebabkan “This is Medan” tetap diartikan sebagai “Ini Medan, Bung” dengan makna yang lebih dekat dengan konotasi negatif yaitu arogansi dan appologize atas segala ketidakteraturan yang terjadi di dalam kota; b. tag line “This is Medan” akan menjadi city branding yang kuat dengan catatan harus menjadi satu kesatuan, terintegrasi dan inherent dengan pelestarian heritage untuk membangkitkan kejayaan di masa lalu di mana Kota Medan pernah dikenal sebagai “Parijs van Sumatera”, kota yang
126
layak dan nyaman untuk ditinggali. Konsep ini sekaligus akan memperbaiki image negatif dari Ini Medan, Bung; c. tag line “This is Medan” saat ini dinilai masih belum menjual, hanya berdampak di kalangan internal dalam hal mendorong penduduk Kota Medan mengubah perilaku sesuai yang tergambar dalam brand logo (lambang smile), namun belum mencerminkan keunikan, potensi, identifier dengan kota kompetitor lainnya sebagaimana seharusnya sebuah brand diciptakan; d. secara teknis, penggunaan font, simbol, pemilihan warna pada brand logo dan tag line city branding belum bisa menjadi signature karena tidak simple dan kurang menarik; e. city branding dinilai masih sebatas pada penciptaan brand dan logo saja karena tidak diikuti oleh program-program lain yang mendukung, misalnya calender of event, perbaikan regulasi, insentif dan disinsentif dan lain-lain; f. city branding juga dilaksanakan secara inkonsistensi oleh Pemerintah Kota Medan karena tidak jarang ditemukan publikasi resmi Pemerintah Kota Medan tanpa mencantumkan brand dan logo tersebut; g. belum terdapat instansi yang secara tegas memiliki tugas dan wewenang dalam memonitoring dan mengevaluasi pelaksanaan city branding tersebut. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan awalnya ditetapkan sebagai leading sector, hanya sebatas pada penciptaan brand
127
dan logo, terbukti penyelenggaraan calender of event dalam rangka city branding tidak berkelanjutan. 2. Dari hasil Uji AC2ID untuk mengidentifikasi kesenjangan (gap) dalam kinerja city branding diketahui bahwa city branding Kota Medan telah kehilangan esensinya sebagai sebuah brand, hal fundamental untuk membedakan Kota Medan dengan kompetitornya. Sebuah brand harus jujur sehingga setidaknya communicated identiy sesuai dengan actual identity. Namun yang terjadi justru communicated identity memiliki disonansi dengan keempat identitas lainnya. Dengan menghilangkan disonansi antarstakeholder diharapkan mampu menciptakan brand yang kuat bagi Kota Medan. Sebaliknya, jika terus mempertahankan brand yang memiliki banyak disonansi, bukan tidak mungkin di masa yang akan datang Kota Medan akan mengalami krisis identitas.
5.2 Implikasi Berdasarkan simpulan di atas, implikasi yang diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut. 1.
Isu keterlibatan stakeholder menjadi prioritas utama bagi Pemerintah Kota Medan jika ingin menciptakan city branding yang kuat dan ideal dan mampu menciptakan brand ownership, seperti mengangkat kuliner dan heritage. Peneliti yakin bahwa Kota Medan memiliki potensi besar menjadi sebuah brand yang dikendalikan oleh Pemerintah Kota dengan fokus pada keterlibatan stakeholder dan perbaikan lingkungan secara fisik. Jika hal ini
128
dilaksanakan maka akan tercipta trust (eksternal) dan ownership (internal) bagi Kota Medan. 2.
Perlu ada inovasi dalam konsep City branding “This is Medan”, jika ingin tetap dipertahankan maka konsep harus inherent dengan pelestarian heritage untuk memfasilitasi Kota Medan kembali pada masa kejayaan di awal abad 19 yang terkenal dengan “Parijs van Sumatera”. Jika diganti, maka harus menyelaraskan
dengan
identitas-identitas
lainnya
sebagaimana
yang
dihasilkan dalam penelitian ini. Jika tidak segera dilakukan perubahan, maka Kota Medan di masa yang akan datang akan kehilangan jati dirinya.
5.3 Keterbatasan Beberapa hal yang diakui oleh peneliti menjadi keterbatasan studi ini adalah sebagai berikut. 1.
Keterbatasan pada data-data kuantitatif untuk lebih memastikan pengaruh dampak city branding terhadap perekonomian Kota Medan, tidak hanya sebatas pada kunjungan wisatawan dan nilai investasi.
2.
Dalam melakukan survei tentang conceived identity, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam misalnya berdasarkan asal pengunjung, tingkat penghasilan, tujuan kedatangan, dan lainnya. Namun dengan keterbatasan waktu, hal ini belum dilakukan.
3.
Perlu lebih banyak stakeholder yang dijadikan sebagai narasumber untuk lebih mengeksplorasi hasil penelitian.
129
5.4 Saran Beberapa penelitian disarankan untuk melengkapi literature tentang city branding adalah sebagai berikut. 1.
Secara metodologi, penelitian menggunakan analisis kuantitatif yang dipertajam dengan hasil analisis kualitatif. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan fokus kepada data kuantitatif untuk mengetahui secara lebih pasti pengaruh yang diberikan oleh city branding.
2.
Perlu penelitian untuk membandingkan kekuatan city branding beberapa kota besar di Indonesia. Hasilnya kemudian dijadikan sebagai variabel dependen bagi sebuah model yang menggambarkan hubungan antara kekuatan city branding dan kunjungan wisatawan, investasi dan penduduk.
130