BAB V PENUTUP Kesimpulan Indonesia merupakan negara maritim yang didalamnya menyimpan kekayaan laut yang sangat melimpah. Dengan luas wilayah Indonesia adalah 7,9 juta km² yang terdiri dari 1,8 juta km² wilayah daratan dan 3,2 juta km² wilayah laut teritorial serta 2,9 juta km² laut perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Indonesia menyimpan berbagai jenis ikan dan hasil laut yang sangat beragam serta jumlah yang melimpah. . Tuna merupakan salah satu jenis ikan hasil tangkapan laut yang bernilai ekonomis cukup tinggi. Dari kesemuanya itu masing-masing memiliki keunggulan berdasarkan jenis dan ukurannya. Ada berbagai macam jenis tuna yang terdapat di perairan laut Indonesia. Salah satu jenis tuna yang memiliki nilai ekonomis paling unggul adalah jenis tuna sirip biru selatan. Tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) atau Southern Bluefin Tuna adalah jenis tuna besar yang mampu berenang dengan cepat dan beruaya sangat jauh (highly migratory fish). Sebagai ikan yang beruaya jauh tak jarang bahwa jalur migrasi tuna sirip biru selatan melewati batas laut teritorial negara lain. Oleh karena itu pengelolaan terhadap tuna sirip biru selatan ini juga melibatkan negara-negara yang utamanya memiliki kepentingan terhadap sumber daya ikan tuna sirip biru selatan. Adanya persamaan kepentingan, dalam hal ini terhadap pengelolaan tuna sirip biru selatan, membuat negara-negara tersebut melakukan suatu kerjasama.
93
Sebagai wadah dalam mengakomodasi kerjasama tersebut maka terbentuklah rezim. Rezim secara umum dapat dimaknai sebagai perilaku aktor-aktor dalam hubungan internasional yang mengandung prinsip, norma serta aturan di dalamnya. Perilaku yang ditimbulkan tersebut dapat menghasilkan kerjasama antar anggota di dalamnya. Rezim mengacu pada pengaruh perilaku yang ditimbulkan dari organisasi internasional pada aktor-aktor yang lainnya, terutama aktor negara. CCSBT merupakan sebuah RFMO yang dibentuk dalam kepentingannya untuk menangani isu dan permasalahan terkait pengelolaan tuna sirip biru selatan. CCSBT dibentuk atas kesepakatan negara-negara yang memiliki persamaan ide, gagasan maupun kepentingan terhadap tuna sirip biru selatan. Indonesia sebagai salah satu negara yang berkepentingan terhadap sumber daya tuna sirip biru selatan pun sudah menjadi bagian dari CCSBT. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa rezim dapat menimbulkan adanya perubahan perilaku terhadap anggotanya dan melihat pada ekspektasi negara dalam rezim tersebut. Analisis pengaruh rezim CCSBT terhadap pengelolaan tuna sirip biru selatan di Indonesia dilakukan untuk melihat apa dan bagaimana pengaruh yang ditimbulkan dari rezim tersebut. Melalui penelitian ini dipaparkan gambaran tentang pengelolaan tuna sirip biru selatan di Indonesia sebelum Indonesia menjadi anggota CCSBT dan kemudian dibandingkan dengan keadaan setelah Indonesia menjadi anggota CCSBT. Dari perbandingan tersebut kemudian dianalisis mengenai pengaruh yang ditimbulkan dengan melihat perubahan yang
94
terjadi. Dalam analisis tersebut digunakan tiga komponen yang diadaptasi dari komponen efektivitas rezim yaitu output, outcome, dan impact. Pengaruh yang pertama dilihat dari komponen output. Output melihat pengaruh yang muncul yang berkaitan dengan norma, prinsip dan peraturan yang terbentuk dengan masuknya Indonesia menjadi anggota CCSBT. Komponen output melihat adanya pengaruh dari CCSBT terhadap amandemen UndnagUndang Perikanan RI yang sebelumnya berupa Undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan diamandemen melalui Undang-Undang No. 45 tahun 2009. Beberapa substansi dari Undang-Undang Perikanan No. 45 tahun 2009 tersebut telah diadaptasi dari beberapa ketentuan yang ditetapkan dalam CCSBT. Selain itu, pengaruh yang muncul dari rezim dalam CCSBT adanya persetujuan terhadap beberapa resolusi yang ditetapkan CCSBT terkait upaya konservasi dan manajemen pengelolaan tuna sirip biru selatan. adapun beberapa resolusi yang disetujui oleh Indonesia yaitu: 1)
Resolusi tentang alokasi total tangkapan yang diperbolehkan (TAC)
2)
Resolusi tentang implementasi skema dokumentasi hasil tangkapan (CDS)
3)
Resolusi tentang perizinan wilayah tangkapan
4)
Resolusi tentang rencana aksi yang dilakukan sebagai wujud kepatuhan dalam upaya manajemen konservasi
5)
Resolusi tentang pendaftaran kapal yang diduga telah melakukan tindakan IUU fishing
95
6)
Resolusi tentang alokasi tambahan dari kelebihan kuota tangkapan sebelumnya
7)
Resolusi dalam mengadaptasi ketentuan dalam prosedur manajemen
8)
Resolusi tentang laporan kematian sumber daya tuna sirip biru selatan
9)
Resolusi tentang ketetapan sistem bongkar muat tangkapan oleh kapal perikanan besar
10)
Resolusi terhadap sistem pengawasan kapal perikanan
11)
Resolusi terhadap kegiatan penelitian ilmiah terkait sumber daya tuna sirip biru selatan
Pengaruh yang kedua dilihat dari komponen outcome. Outcome berkaitan dengan perubahan perilaku (behavioural change) subyek yang menjadi sasaran rezim. Dengan kata lain subyek-subyek tersebut merujuk pada negara-negara yang menjadi anggota dari rezim CCSBT. Jika dibandingkan dengan dimensi output yang cenderung melihat pengaruh melalui aspek norma, prinsip dan peraturan, dimensi outcome melihat pada perubahan perilaku yang dialami oleh negaranegara anggota termasuk Indonesia. Perubahan tingkah laku tersebut muncul seiring
dengan
diimplementasikannya
resolusi-resolusi
CCSBT
dalam
pengelolaan tuna sirip biru selatan di Indonesia. Adanya sistem penetapan kuota menyebabkan adanya perubahan dalam sistem pengelolaan tuna sirip biru selatan di Indonesia yaitu dengan membagi kepada dua asosiasi ATLI dan ASTUIN. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah pengelolaan kuota sehingga masalah over-quota dapat dihindari. Selain itu diterapkannya sistem CDS (Catch Documentation Scheme) menunjukkan dimana pihak Indonesia terus berupaya
96
untuk memperbaiki dan meningkatkan dokumentasi terhadap hasil tangkapan tuna sirip biru selatan. Untuk lebih mengoptimalkan sistem pendataan tersebut, saat ini, Indonesia sedang mengupayakan proyek implementasi aplikasi sistem CDS online. Upaya tersebut juga dilakukan untuk memperbaiki sistem pendataan dokumen tangkapan tuna sirip biru selatan agar kelak pelaporan data akan lebih mudah, cepat dan akurat. Dengan diterapkannya sistem CDS online juga diharapkan keterlambatan pelaporan data kepada sekretariat CCSBT dapat dihindari. Selanjutnya, ditempatkannya pengawasan dilakukan dengan menempatkan observer di wilayah pusat-pusat tangkapan tuna sirip biru selatan Indonesia sesuai dengan resolusi mengenai sistem pengawasan kapal yang ditetapkan CCSBT. Bentuk lain dari perubahan perilaku yang ditimbulkan dari rezim ini juga dapat dilihat dengan semakin aktifnya Indonesia dalam upaya konservasi sumber daya ikan yang beruaya jauh dan semakin aktifnya Indonesia dalam kegiatan pertemuan CCSBT. Pengaruh yang ketiga dilihat melalui komponen impact yang mana komponen tersebut mengarah pada konsekuensi yang ditimbulkan oleh adanya perubahan perilaku. Dengan kata lain sebagai sesuatu yang muncul dari adanya perubahan perilaku subyek dalam rezim yaitu negara, membawa pengaruh pula terhadap aspek lain yaitu lingkungan. Dengan diberlakukannya penetapan dan pembatasan kuota, standar kapal penangkap ikan dan standar aturan lain terkait upaya konservasi tuna sirip biru telah membawa pengaruh positif pula bagi kelestarian tuna sirip biru selatan termasuk ekosistem lain di dalamnya.
97
Dari analisis melalui tiga komponen di atas dapat dikatakan bahwa rezim yang ditimbulkan oleh CCSBT berpengaruh terhadap pengelolaan tuna sirip biru selatan Indonesia. Pengaruh yang ditimbulkan pun cenderung positif karena sistem pengelolaan tuna sirip biru selatan di Indonesia menjadi lebih sistematis. Manajemen pengelolaan CCSBT pun dinilai cukup bagus dalam menjembatani kepentingan anggota dan CNMs di dalamnya, termasuk Indonesia, secara adil dan transparan.59 Dari aspek perangkat aturan yang diberlakukan dalam rezim tersebut, dapat dikatakan bahwa pengaruh rezim tersebut cukup kuat. Hal tersebut terlihat dengan adanya amandemen Undang-Undang Perikanan dimana beberapa substansi dalam Undang-Undang tersebut telah disesuaikan dengan poin-poin penting yang terdapat dalam ketentuan-ketentuan CCSBT. Ketentuan-ketentuan tersebut pastinya terkait dengan upaya keikutsertaan Indonesia dalam upaya konservasi terhadap sumber daya tuna sirip biru selatan. Sebagai bentuk penyesuaian diri sekaligus kepatuhan, Indonesia kemudian mengimplementasikannya
dengan menerapkan beberapa tindakan seperti
Penetapan dan pembagian alokasi yang diperoleh kepada dua asosiasi tuna di Indonesia. Pembagian tersebut dimaksudkan untuk menghindari pelanggaran kelebihan kuota tangkapan sebagaimana telah diatur dalam resolusi TAC CCSBT. Kemudian implementasi CDS atau skema pendataan tangkapan tuna sirip biru selatan dengan menggukan form khusus sesuai standar CCSBT. Dari hasil analisis dua komponen sebelumnya itu kemudian dapat dianalisis pula dampak yang 59
Wawancara dengan kasubdit SDI ZEEI dan Laut Lepas KKP RI, Saut Tampubolon, S.Sos., M.M. pada 27 Oktober 2014, pukul 15.00 WIB di Kantor KKP RI, Jakarta Pusat.
98
ditimbulkan atau disebut sebagai impact. Impact tersebut menunjukkan bahwa dengan diimplementasikannya aturan-aturan dari CCSBT berdampak pada semakin meningkatnya ketersediaan tuna sirip biru selatan di Indonesia. Sebagaimana hal tersebut merupakan target utama dari upaya konservasi tuna sirip biru selatan yang dicanangkan CCSBT. Dengan mengetahui pengaruh rezim tersebut, diharapkan akan bermanfaat dalam upaya pengelolaan tuna sirip biru selatan secara lebih optimal sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Akan lebih baik pula jika pemahaman akan pengaruh rezim tersebut juga dimiliki oleh para nelayan dan pengusaha industri sehingga upaya pengelolaan dan kebijakan yang dilakukan pemerintah dapat berjalan searah dan mencapai hasil yang optimal. Analisis yang dilakukan mengenai pengaruh rezim CCSBT terhadap pengelolaan tuna sirip biru di Indonesia masih terbatas pada pengaruh yang dilihat melalui perubahan yang dialami Indonesia. Untuk lebih memperluas dan mempertajam analisis yang berkaitan dengan rezim, akan lebih baik jika analisis juga dilakukan terhadap tingkat kepatuhan Indonesia terhadap rezim CCSBT. Dengan mengetahui tingkat kepatuhan Indonesia terhadap CCSBT, akan dapat dilihat hubungan timbal balik antara CCCSBT dengan Indonesia sehingga fenomena mengenai rezim CCSBT dapat diketahui secara lengkap dan utuh.
99