BAB V PENUTUP
A.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Tahapan perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas terdiri dari: a. Tahapan Pertama, mengajukan Permohonan Ijin Prinsip perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas. Proses permohonan ini dilaksanakan oleh Gubernur sebagai inisator perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas; b. Tahapan Kedua, Pembuatan Peraturan Daerah tingkat Provinsi mengenai Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah BPD DIY menjadi Perseroan Terbatas BPD DIY. Dalam proses ini rancangan Perda sudah ada karena Raperda tersebut sudah dibuat sebelum Permohonan Ijin Prinsip dilaksanakan dimana dalam proses permohonan tersebut Raperda merupakan salah satu dokumen persyaratan. Sehingga dalam tahapan kedua ini Raperda yang sudah ada tinggal dimatangkan dan disahkan sebagai Peraturan Daerah;
1
2
c. Tahapan Ketiga, pembuatan Akta Pendirian Perseroan Terbatas Bank Pembangunan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, kemudian setelah Akta Pendirian dibuat dan ditanda tangani oleh para pendiri diikuti dengan proses Permohonan SK Menteri Hukum dan HAM mengenai
Badan
Hukum
Perseroan
Terbatas,
permohonan
dilaksanakan oleh Notaris yang membuatkan Akta Pendirian sebagai kuasa dari Pendiri; dan d. Tahap Keempat, permohonan Ijin Operasional kepada Bank Indonesia. BPD DIY yang sebelumnya berbentuk Perusahaan Daerah sebenarnya sudah memiliki Ijin Prinsip, namun Ijin Prinsip yang sudah ada tersebut tidak bisa serta merta digunakan untuk BPD DIY yang sudah berbentuk Perseroan Terbatas sehingga diperlukan pengurusan Ijin Prinsip yang baru. 2. Dalam proses perubahan bentuk Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas terdapat tahapan pendirian Perseroan Terbatas yang modalnya menggunakan aset berjalan Perusahaan Daerah yang sudah berdiri sebelumnya, hal ini tetap memerlukan persetujuan dari DPRD karena: a. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf (h) dan (i) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dana milik daerah yang sudah dimasukan sebagai aset dalam sebuah perusahaan berbadan hukum baik itu PD maupun PT masih merupakan kekayaan Daerah karena badan hukum tersebut dulu didirikan dengan Penyertaan Modal Daerah. Sehingga dalam proses Pendirian Perseroan Terbatas yang modalnya menggunakan aset berjalan Perusahaan Daerah milik pemerintah daerah tersebut Eksekutif tidak
3
bisa bertindak sendirian, melainkan harus bersama-sama dengan DPRD sebagai wujud dari pemerintahan yang baik; b. Dalam proses Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas terdapat tahapan pembentukan Peraturan Daerah, sebelum Perda tersebut disahkan mutlak memerlukan persetujuan DPRD karena Perusahaan Daerah tersebut pada dasarnya milik Pemerintah Daerah, dan dalam pemerintahan daerah tidak hanya mengenal organ Eksekutif (Kepala Daerah) saja, namun ada organ Legislatif (DPRD) sebagai representasi dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan; c. Perusahaan
Daerah
adalah
BUMD
yang
pembentukannya
diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 dimana Perusda didirikan dengan Peraturan Daerah. Dalam proses perubahan bentuk badan hukum ini mengakibatkan bubarnya badan hukum Perusda yang kemudian seluruh asetnya dijadikan modal untuk pendirian PT. Untuk membubarkan Perusda yang sudah ada diperlukan Perda yang baru yang dalam proses pembentukannya mutlak memerlukan persetujuan DPRD. Dimana dalam Perda tersebut mengamanatkan saat berlakunya Perda mengenai Perubahan Bentuk Badan Hukum maka saat itu juga Perda mengenai Perusda dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan d. Persetujuan DPRD dalam proses perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas merupakan wujud dari system check and balances antara Kepala Daerah dan DPRD
4
dalam proses pengambilan keputusan bersama. Sehingga pada akhirnya akan terbentuk suatu pola yang seimbang, dimana Kepala Daerah sebagai pemimpin suatu daerah yang memiliki kewenangan untuk mengembayatn daerahnya dalam hal ini pembentukan suatu Perseroan Terbatas, dan hadir DPRD sebagai representatif dari rakyat
yang
juga
bertanggung
jawab
untuk
mewujudkan
kesejahteraan rakyat. Maka Kepala Daerah dan DPRD bersama-sama dalam mengambil keputusan untuk membentuk suatu Perseroan Terbatas yang modalnya (dulu pada saat mendirikan Perusahaan Daerah) bersumber dari APBD. 3. Peranan Notaris dalam proses perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas antara lain: a. Berkenaan dengan kewenangan Notaris yang diamanatkan melalui 15 ayat (2) huruf (e) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yakni memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta: 1) Memberikan saran dan masukan dalam proses penyusunan Peraturan Daerah mengenai perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Daerah dan Perseroan Terbatas, baik itu dalam rapat yang diselenggarakan di DPRD DIY; 2) Memberikan saran dan masukan dalam proses pembahasan rancangan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas BPD DIY yang
5
diselenggarakan oleh PD. BPD DIY sebelum pembuatan Akta Pendirian dilakukan; dan 3) Memberikan saran dan masukan dalam proses pengurusan Izin Operasional Perbankan yang dilaksanakan oleh BPD DIY. b. Berkenaan dengan kewenangan Notaris yang diamanatkan melalui Pasal 15 ayat (3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tentang kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, kemudian mengacu pada Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yakni kewenangan Notaris untuk membuatkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas; c. Berkenaan dengan kewenangan Notaris yang diamanatkan dalam Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor; M-01-HT-01-10 Tahun 2007 tentang Tata Cara Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan, yakni melaksanakan proses permohonan SK Badan Hukum Perseroan Terbatas yang diajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum; dan
6
d. Berkenaan Asas Proporsionalitas dalam menjalankan jabatan yang merupakan penerapan dari Pasal 16 ayat (1) huruf (a) Undangundang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dimana dalam menjalankan jabatannya Notaris wajib bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak terkait dalam perbuatan hukum, yakni mempertemukan pihakpihak dari Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, dan Direktorat Jenderal Pajak untuk membahas pajak yang timbul dari proses perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas. B.
SARAN 1. Peraturan Daerah yang dibentuk untuk melaksanakan proses perubahan bentuk badan hukum ini diberi judul “Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas”. Hal ini bertentangan jika melihat Akta Notarisnya yang berjudul Pendirian Perseroan Terbatas mengingat di dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak mengenal perubahan bentuk, namun hanya mengenal pendirian, merger, akusisi, dan konsolidasi. Akan lebih baik jika dilakukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tersebut, dimana ditambahkan bagian/bab yang mengakomodir perubahan bentuk Badan Hukum menjadi Perseroan Terbatas, sehingga ke depannya tidak terjadi
7
pertentangan antara Perda yang dibentuk dengan Undang-undang Perseroan Terbatas; 2. Perbedaan Persepsi antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM mengenai jenis BUMN dan BUMD dalam proses perubahan bentuk badan hukum ini tidak lepas dari pandangan Kementerian Hukum dan HAM yang mengacu bahwa BUMN dan BUMD diatur dalam undang-undang yang berbeda, dimana BUMN diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 sedangkan BUMD (saat itu) diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Perbedaan persepsi ini menimbulkan kendala di sektor perpajakan. Akan lebih baik jika kedepannya BUMN dan BUMD diatur dalam satu payung hukum agar perbedaan persepsi ini dapat dihindari, sehingga proses perubahan bentuk badan hukum ini dapat berjalan dengan lancar.