129
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Urgensi Peran Penasihat Hukum dalam Mendampingi Terdakwa Kasus Narkotika pada Proses Pemeriksaan di Pengadilan Terdakwa kasus narkotika dalam menghadapi proses peradilan atas dirinya akan menghadapi penegak hukum, mulai dari Penuntut Umum serta Hakim di muka pengadilan. Posisi aparatur negara yang berkuasa dengan membawa pasal-pasal, undang-undang, dan kaedah hukum lainnya yang sering tidak dipahami terdakwa kasus narkotika mengakibatkan posisi kedua belah pihak tidak seimbang. Posisi yang tidak seimbang ini sering mengakibatkan ketidakberdayaan terdakwa kasus narkotika dalam melakukan pembelaan atas dirinya dan menuntut hak-haknya di depan pengadilan. Keadaan ini semakin diperburuk oleh keadaan jiwa terdakwa yang tertekan dan tergoncang jiwanya karena disangka melakukan tindak pidana. Tekanan dan kegoncangan jiwanya akan membuat terdakwa panik, sehingga tidak mengerti harus berbuat apa. Belum lagi keadaan terdakwa yang awam akan hukum dan sulit mendapatkan akses hukum karena faktor ekonomi. Selain itu, beberapa terdakwa kasus narkotika yang diperiksa di pengadilan masih terganggu kesehatannya karena ketergantungan narkotika. Dalam keadaan ini sering sekali akhirnya terdakwa hanya bersifat pasrah saja pada proses hukum yang akan menentukan nasib hidupnya dan bahkan keluarganya.
130
Alasan bahwa narkotika adalah extra ordinary crime dan negara sedang gencar memberantas dan menyatakan perang terhadapnya, tidak boleh menjadikan dakwaan yang diberikan kepada terdakwa kasus narkotika menjadi vonis bahwa dia telah bersalah sebelum ada putusan Hakim yang berkekuatan tetap (asas presumption of innocent). Proses hukum yang berlaku memang harus tetap dijalani terdakwa kasus narkotika, namun hak-haknya juga harus diberikan. Sebab dalam negara yang berlandaskan hukum, terdakwa harus diposisikan sebagai subjek bukan objek pidana yang dapat diperlakukan sewenang-wenang. Sehingga tidak terjadi, orang yang tidak bersalah terpaksa menerima nasib sial meringkup dalam penjara. Salah satu cara menjaga proses pengadilan dapat berjalan secara adil bagi terdakwa oleh aparatur penegak hukum adalah dengan pendampingan hukum oleh Penasihat Hukum. Pendampingan hukum (legal representation) kepada setiap orang tanpa diskriminasi merupakan perwujudan dari perlindungan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pendampingan oleh Penasihat Hukum ini berfungsi untuk menegakkan dan mengawasi pelaksanaan hak-hak terdakwa kasus narkotika selama menjalani persidangan. Hal ini penting agar pejabat pengadilan tidak berlaku sewenang-wenang dalam menjatuhkan vonis bagi terdakwa. Sebab tujuan dari pengadilan itu adalah memeriksa dan memutus salah tidaknya seseorang secara adil, bukan sekedar menyelesaikan kasus dengan cepat. Pendampingan Penasihat Hukum disini juga berfungsi untuk membantu Hakim mencari kebenaran materil, serta menghindari penyiksaan, pemaksaan,
131
intimidasi dan kekejaman lainnya yang dilakukan aparatur penegak hukum selama proses pemeriksaan yang dapat melanggar hak-hak hak asasi dan konstitusional terdakwa. Sebab tidak mungkin seorang terdakwa kasus narkotika yang awam hukum akan meminta atau menuntut hak-haknya, jika terdakwa tersebut tidak mengetahui kalau dia punya hak dan hak-hak apa saja yang dia miliki. Hak-hak pokok terdakwa kasus narkotika yang akan dikawal Penasihat Hukum penegakannya secara umum telah diatur di dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP dan secara khusus adalah hak terdakwa kasus narkotika untuk direhabilitasi yang telah diatur dalam Pasal 54 UndangUndang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kewajiban untuk direhabilitasi ini didukung oleh ketentuan “Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Badan Narkotika Nasional Republik tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi”, yang dibuat pada tanggal 11 Maret 2014. Sehingga fungsi Penasihat Hukum di sini untuk menuntut Hakim yang memeriksa perkara narkotika agar memutuskan pecandu narkotika menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika. Hakim dapat pula menetapkan menjalani rehabilitasi bila terdakwa tidak terbukti bersalah
132
melakukan tindak pidana narkotika. Tidak terbukti bersalah yang dimaksud disini adalah karena dia hanya sebagai korban. Korban adalah dia yang berada dalam pengaruh bujukan, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika.
1. Implementasi Pemberian Bantuan Hukum terhadap Terdakwa Kasus Narkotika di Pengadilan Negeri Sleman a. Pelaksanaan Bantuan Hukum terhadap Terdakwa Kasus Narkotika di Pengadilan Negeri Sleman Pada tahun 2013 sampai 2014 tercatat ada sekitar 118 kasus terkait narkotika. Pada tahun 2014 sampai 2015 ada sekitar 107 kasus narkotika. Sepanjang tahun 2014 sampai 2015 hanya sepuluh (10) orang terdakwa narkotika yang dilakukan penetapan penunjukkan Penasihat Hukum atas dirinya oleh Hakim. Jumlah ini sangatlah minim mengingat banyaknya terdakwa yang didakwa terlibat kasus narkotika sepanjang tahun 2014 sampai 2015. Mayer mengatakan bahwa lebih dari setengah dari jumlah kasus tersebut di atas, terdakwanya diadili tanpa pendampingan Penasihat Hukum. Beliau menambahkan, hal ini dikarenakan kebanyakan dari terdakwa narkotika tersebut adalah orang yang tidak mampu. Mereka terlibat karena desakan ekonomi sehingga mau dibayar menjadi perantara peredaran narkotika. Sedangkan untuk bandar narkobanya sendiri sangat sulit dilacak.
133
Pada awal persidangan, Hakim di Pengadilan Negeri Sleman dalam memeriksa terdakwa kasus narkotika yang tidak didampingi Penasihat Hukum, akan menawarkan bantuan hukum baginya. Hal ini karena adanya dorongan Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang mewajibkan Hakim yang memeriksa perkara menunjuk Penasihat Hukum terdakwa yang memenuhi syarat pasal ini. Sebagian besar Hakim di Pengadilan Negeri Sleman telah menjalankan amanat Pasal 56 ayat (1) KUHAP, namun tindakan itu masih hanya dalam bentuk formalitas penawaran bagi terdakwa. Hakim belum melakukan upaya untuk menjelaskan isi ketentuan tersebut secara detail terhadap terdakwa kasus narkotika. Akibatnya banyak terdakwa kasus narkotika menolak penunjukan Penasihat Hukum baginya. Sebab mereka tidak mengerti urgensi dari pendampingan Penasihat Hukum terhadap proses hukum yang akan dihadapinya dan juga tidak mengerti bahwa penunjukan tersebut bersifat cuma-cuma tanpa adanya biaya yang ditagih di dalam maupun di luar pengadilan. Apabila terdakwa kasus narkotika bersedia menerima penunjukan Penasihat Hukum, maka Hakim akan meminta terdakwa membuat surat pemohonan dengan dilampiri surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa atau Lurah setempat. Berdasarkan surat permohonan tersebut Hakim Ketua Majelis akan mengeluarkan surat penetapan tentang penunjukan Advokat sebagai Penasihat Hukum terdakwa. Surat Penetapan tersebut dibacakan di persidangan dan salinannya disampaikan kepada lembaga
134
bantuan hukum yang ditunjuk oleh Hakim beserta perintah/pemberitahuan untuk hadir disidang berikutnya. Hakim cukup menunjuk lembaga bantuan hukum penyelenggara Posbakum di Pengadilan Negeri Sleman. Lembaga Bantuan Hukum itu antara lain Lembaga Bantuan Hukum Ansor (LBH Ansor), Lembaga Bantuan Hukum Sikap (LBH Sikap), Lembaga Studi Bantuan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (LSBH UIN Sunan kalijaga), Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Admajaya (PKBH FH UAJY), dan Lembaga Konsultasi dan bantuan Hukum Universitas Islam Indonesia (LKBH FH UII). Sementara Kantor Advokat dalam memberikan bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum di Pengadilan Negeri Sleman biasanya karena permohonan langsung dari terdakwa kasus narkotika ataupun keluarganya. Sebab Pengadilan Negeri Sleman belum menjalin kerjasama terkait bantuan hukum dengan Kantor Advokat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) khususnya Kabupaten Sleman.
b. Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Bantuan Hukum terhadap Terdakwa Kasus Narkotika di Pengadilan Negeri Sleman 1) Hambatan Eksternal a) Pasal 56 ayat (1) KUHAP tidak mengatur sanksi bagi Hakim yang melanggar b) Anggapan bahwa Pasal 56 ayat (1) KUHAP adalah hak terdakwa
135
c) Kontroversi penerima bantuan hukum pada Pasal 1 ayat (2) UndangUndang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum
2) Hambatan Internal a) Hambatan-hambatan yang dialami oleh Hakim (1) Terdakwa kasus narkotika menolak didampingi Penasihat Hukum (2) Penasihat Hukum yang telah ditetapkan Hakim tidak hadir dalam persidangan b) Hambatan-hambatan yang dialami oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) (1) Pencairan dana bantuan hukum yang lama (2) Keluarga terdakwa kasus narkotika sulit diajak bekerja sama c) Hambatan-hambatan yang dialami oleh Kantor Advokat (1) Pengadilan Negeri Sleman hanya menjalin kerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (2) Kurangnya pengetahuan masyarakat bahwa Kantor Advokat juga wajib memberikan bantuan hukum cuma-cuma (3) Tidak semua pemohon bantuan hukum bersifat jujur
136
B. Saran 1. Hakim dalam rangka menjalankan ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP tidak boleh memandangnya hanya sebagai formalitas belaka. Namun lebih dari itu, harus ada niat dan upaya untuk menjelaskan urgensi pendampingan Penasihat Hukum dalam proses hukum yang dihadapi terdakwa kasus narkotika dan menjamin bahwa bantuan hukum itu bersifat cuma-cuma. Sehingga diharapkan penolakan penunjukan Penasihat Hukum oleh terdakwa kasus narkotika dapat di kurangi. 2. Pasal 56 ayat (1) KUHAP harusnya tidak hanya mengatur kewajiban Hakim untuk menunjuk Penasihat Hukum terdakwa. Namun lebih dari itu, juga harus mengatur sanksi bagi Hakim yang terbukti tidak menjalankannya. Hal ini penting, agar aparatur pengadilan dapat dikenai sanksi yang tegas. Sehingga mereka lebih terdorong untuk maksimal melaksanakan ketentuan Pasal 56 KUHAP ini. 3. Pengadilan Negeri Sleman selain menjalin kerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), sebaiknya juga menjalin kerjasama dengan Kantor Advokat. Hal ini demi upaya memaksimalkan tenaga pemberi bantuan hukum bagi terdakwa kasus narkotika, mengingat jumlah terdakwa kasus narkotika yang banyak di Pengadilan Negeri Sleman setiap tahunnya. Sehingga pelaksanaan bantuan hukum ini dapat berjalan lebih maksimal dan tidak ada alasan kekurangan tenaga pemberi bantuan hukum. 4. Dana bantuan hukum dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia harus dibuat semudah mungkin untuk diakses, sehingga akan memacu semangat
137
pemberi bantuan hukum untuk terus giat menjalankan program bantuan hukum. Sebab
kesejahteraan
pemberi
bantuan
hukum
juga
haruslah
tetap
diperhitungkan oleh negara. Sebab tanpa dana yang cukup akan sulit mengelola lembaga bantuan hukum agar tetap aktif memberikan bantuan hukum.