BAB V PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subjek Penelitian Responden pada penelitian ini adalah tenaga kerja bagian batik tulis di industri batik Brotoseno Masara Sragen, dimana tenaga kerja pada bagian ini semuanya adalah perempuan. Oleh karena itu, variabel jenis kelamin pada penelitian ini tidak dapat diuji karena telah terkendali. Jenis kelamin responden pada penelitian ini tidak memiliki hubungan dengan kelelahan kerja karena telah homogen. Pada penelitian ini responden memiliki rentang paling banyak yaitu pada umur 40-49 tahun berjumlah 18 orang dan umur 30-39 tahun sebanyak 9 orang, sedangkan untuk umur pada rentang 20-29 tahun hanya 1 orang dan umur 50-59 tahun terdapat 6 orang. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa responden pada penelitian ini paling banyak pada rentang 30-39 tahun dan 4049 tahun yaitu sebesar 79,4%, sehingga dapat dikatakan umur responden hampir homogen. Distribusi frekuensi responden yang hampir homogen tersebut membuat umur tidak memiliki hubungan dengan kelelahan kerja. Hasil uji statistik Korelasi Gamma dan Somers’d menunjukkan nilai p = 0,668 atau p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini, umur responden tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan terjadinya kelelahan kerja pada pekerja batik. Pada penelitian ini karakteristik umur tidak memiliki hubungan dengan kelelahan kerja karena persebaran umur
53
54
responden hampir homogen yaitu pada rentang 30-39 tahun dan 40-49 tahun dengan prosentasi 79,4%, dimana pada umur lebih dari 30 tahun seseorang mengalami penurunan kapasitas kerja, sehingga dapat disimpulkan bahwa ratarata responden pada penelitian ini telah mengalami kelelahan. Menurut Wislander (2006), kemampuan fisik optimal seseorang dicapai pada usianya antara 25-30 tahun, dan kapasitas fisiologis seseorang akan menurun 1% pertahunnya setelah kondisi puncaknya terlampaui. Penelitian yang dilakukan Chesnal, dkk (2014) juga menunjukkan hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja di bagian produksi PT. Putra Karangetang Popontolen Minahasa Selatan. Pada penelitian ini, responden dengan masa kerja lebih dari 3 tahun sebanyak 28 orang dan responden yang memiliki masa kerja kurang daari 3 tahun adalah 6 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada penelitian ini telah memiliki pengalaman yang lama dalam membatik tulis. Hal tersebut menurut peneliti tidak menunjukkan adanya pengaruh lamanya masa kerja pekerja dengan kelelahan kerja. Sesuai dengan hasil uji Korelasi Gamma dan Somers’d dengan aplikasi SPSS 17 yang digunakan untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja batik didapatkan nilai p = 0,808 atau p > 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kelelahan kerja. Hal ini dapat terjadi karena responden memiliki masa kerja lebih dari 3 tahun sebanyak 82% yang dapat dikatakan hampir homogen, sehingga karakteristik masa kerja pada penelitian ini tidak memiliki hubungan dengan
55
kelelahan kerja. Menurut Nurmianto (2012), masa kerja adalah salah satu faktor pada karakteristik tenaga kerja yang mempengaruhi pembentukan perilaku, semakin lama masa kerja tenaga kerja maka membuat tenaga kerja lebih mengenal tempat kerja serta terbiasa dengan lingkungan kerjanya. Sesuai dengan penelitian Monica (2010) mengenai gambaran kelelahan kerja pada penjahit di pasar Petisah bahwa masa kerja berhubungan dengan pengalaman seseorang dalam suatu pekerjaan. Dimana hal tersebut akan mempengaruhi kejadian kelelahan seseorang, semakin berpengalaman orang tersebut dalam pekerjaannya, efisiensinya dalam bekerja juga meningkat. Orang tersebut akan dapat mengatur besarnya tenaga yang dekeluarkan. Selain itu, pekerja telah mengetahui posisi kerja yang terbaik atau nyaman untuk dirinya, sehingga produktivitasnya juga terjaga
B. Hubungan Status Gizi dengan Kelelahan Kerja Pada penelitian ini responden yang memiliki status gizi gemuk adalah yang paling banyak yaitu 18 orang. Hasil tabel silang menunjukkan bahwa dari 7 responden yang memiliki status gizi kurus, 3 responden mengalami kelelahan sedang dan 4 responden mengalami kelelahan berat. Dari 7 responden dengan status gizi normal, 2 responden mengalami kelelahan sedang, 5 responden mengalami kelelahan berat. Untuk responden yang meiliki status gizi gemuk dari 20 orang, 1 orang mengalami kelelahan ringan, 9 responden mengalami kelelahan sedang, dan 10 responden mengalami kelelahan berat. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi status gizi dengan kejadian
56
kelelahan kerja tidak merata, dimana responden yang memiliki status gizi normal dan kurus jumlahnya sama, namun kelelahan kerja berat lebih banyak dialami oleh responden yang berstatus gizi normal, sehingga status gizi tidak berhubungan dengan kelelahan kerja. Analisis uji Korelasi Gamma dan Somers’d menggunakan aplikasi SPSS 17 untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kelelahan kerja pada pekerja batik. Hasil pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kelelahan kerja yang memiliki nilai p value = 0.444 atau p > 0,05. Untuk kekuatan korelasi pada penelitian ini adalah r = - 0,226, dimana nilai kekuatan korelasinya berada antara 0,2 sampai dengan 0,4 yang berarti pada variable status gizi dengan kelelahan kerja memiliki kekuatan korelasi lemah dan arah korelasinya - (negatif) yang berarti apabila nilai status gizi semakin besar maka nilai kelelahan kerja semakin kecil. Dalam penelitian ini hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan frekuensi antara responden yang memiliki status gizi kurus, normal, dan gemuk yang mengalami kelelahan ringan, sedang, dan berat tidak seimbang. Menurut Suma’mur (2009) masalah gizi yang salah pada orang dewasa, baik kekurangan atau kelebihan gizi merupakan masalah penting, karena dapat mempengaruhi kelelahan kerja. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chesnal (2014) yang menunjukkan tidak terdapat hubungan status gizi dengan kelelahan kerja dengan nilai p = 0,807. Sesuai pula dengan penelitian Umyati (2010) tentang hubungan status gizi dengan kelelahan kerja dengan nilai p = 0,681 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kelelahan
57
kerja. Oleh karena itu, pada penelitian ini tidak dapat dilanjutkan untuk uji multivariat dikarenakan nilai p > 0,25, sedangkan syarat untuk uji multivariat nilai p harus < 0,25.
C. Hubungan Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja Hasil tabel silang antara beban kerja dengan kelelahan kerja diketahui bahwa responden yang menerima beban kerja ringan yang mengalami kelelahan sedang sebanyak 2 responden, dari 13 responden yang menerima beban kerja sedang, 1 responden mengalami kelelahan kerja ringan, 6 responden mengalami kelelahan kerja sedang, dan 6 responden mengalami kelelahan kerja berat. Untuk responden yang memiliki beban kerja berat, dari 19 responden 13 diantaranya mengalami kelelahan berat dan 6 lainnya mengalami kelelahan sedang. Hal ini menunjukkan bahwa pada tenaga kerja menerima beban kerja berat, maka akan mengalami kelelahan kerja berat pula, sehingga terdapat hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja. Analisis pada penelitian ini menggunakan uji statistik Korelasi Gamma dan Sommers’d untuk mengetahui hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja. Hasil analisis pada penelitian ini yaitu ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kelelahan kerja dengan nilai p value = 0.036 atau p ≤ 0,05. Untuk kekuatan korelasi (r) = 0,561 dimana nilai kekuatan korelasi berada diantara 0,4 sampai dengan 0,6 (0,4≤ (r) <0,6) yang berarti kekuatan korelasi antara beban kerja dengan kelelahan kerja adalah sedang dengan arah korelasi + (positif) yang berarti bahwa arah korelasinya searah yaitu semakin
58
besar nilai variabel beban kerja semakin besar pula nilai variabel kelelahan kerja. Hasil tersebut sesuai dengan Nurmianto (2003), bahwa kerja fisik mengeluarkan energi yang berhubungan erat dengan kebutuhan atau konsumsi energi. Gangguan kesehatan dan daya kerja dapat timbul akibat tidak adanya keseimbangan atau kurangnya kecocokan antara beban kerja dengan kapasitas tenaga kerja. Beban keja berat yang tidak dilaksanakan dalam kondisi aerobik berakibat pada meningkatnya kandungan asam laktat yang merupakan manifestasi dari kelelahan. Hal tersebut sesuai pula dengan penelitian Hariyati (2011) yang menunjukkan adanya pengaruh beban kerja terhadap kelelahan kerja dengan nilai p value = 0,000. Pada penelitian Jati (2013) juga menunjukkan hasil yang signifikan bahwa beban kerja berpengaruh terhadap kelelahan kerja dengan nilai p value = 0,014.