BAB V PEMBAHASAN Hasil penelitian ini di dapatkan sebanyak 18 responden (60%) ibu bersalin dengan preeklamsi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang sesuai kriteria inklusi berumur 20-35 tahun. Penelitian ini berbeda dengan teori Leveno (2009) bahwa faktor yang mempengaruhi preeklamsi lebih sering terjadi pada umur ibu lebih dari 35 tahun. Umur 20-35 tahun merupakan saat yang baik untuk hamil karena organ reproduksi sudah matang dan termasuk usia reproduksi sehat (Syarifudin, 2009). Sebagian besar ibu bersalin dengan preeklamsi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang sesuai kriteria inklusi pada penelitian ini adalah primigravida 11 responden (36,7%). Hasil penelitian ini sesuai menurut Chapman (2006) bahwa pada primigavida 10 kali lebih sering terjadi risiko preeklamsi. Pendidikan ibu bersalin dengan preeklamsi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang sesuai kriteria inklusi pada penelitian ini terbanyak pada tingkat SMA/SMK dengan 14 responden (46,7%). Tingkat pendidikan yang tinggi dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Pengetahuan yang dimiliki ibu akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh pada perilakunya (Dep. Gizi dan Kesmas FKUM UI, 2012). Saat ini ilmu tidak hanya di dapat saat pendidikan formal, tetapi bisa dari buku, internet, media sosial dan forum. sehingga saat ini ibu hamil dapat dengan mudah mencari informasi tentang kehamilan dan gizi selama hamil melalui
berbagai media. Pengetahuan akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2011). Pekerjaan ibu bersalin dengan preeklamsi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang sesuai kriteria inklusi penelitian ini terbanyak sebagai bu rumah tangga/ tidak bekerja dengan 16 responden (53,3%). Ibu rumah tangga dapat mengatur waktu untuk kerja dan istirahat sesuai kondisi tubuhnya, sehingga beban kerja tidak terlalu berat. Berbeda dengan ibu hamil yang bekerja di perusahaan, mereka bekerja terlalu banyak mengeluarkan tenaga, dan kurang waktu untuk beristirahat. Aktivitas fisik membutuhkan tenaga, setiap kegiatan fisik membutuhkan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2012). Setiap aktivitas memerlukan energi, makin banyak aktifitas yang dilakukan makin banyak energi yang diperlukan tubuh (Sibagariang, 2010). Nutrisi dan energi yang didapat dari makanan seharusnya berbagi dengan janin maka sebagian besar digunakan untuk ibu sendiri, sehingga untuk pertumbuhan dan perkembangan janin tidak tercukupi dan dapat menyebabkan BBLR. Hasil penelitian ini riwayat penyakit ibu bersalin dengan preeklamsi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang sesuai kriteria inklusi terbanyak adalah tidak memiliki riwayat penyakit apapun dengan 29 responden (96,7%), hal ini berbeda menurut Leveno (2009) bahwa faktor risiko yang mempengaruhi preeklamsi adalah adanya riwayat hipertensi kronik. Hasil penelitian didapatkan berat badan bayi lahir pada ibu besalin dengan preeklamsi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta terdapat 26 responden (86,7%) ibu
melahirkan dengan berat lahir bayi normal, dan 4 BBLR. Berat badan lahir normal merupakan indikator pada bayi yang baru lahir dalam keadaan sehat. Kehidupan janin di rahim tergantung pada ibunya, dan suplai darah yang adekuat untuk pertumbuhan plasenta dan janin (Norwitz, 2013). Hasil penelitian didapatkan 4 bayi BBLR, dari ke 4 bayi tersebut 3 bayi dilahirkan dari ibu preeklamsi dengan umur >35 tahun, dan 1 bayi lahir dari ibu preeklamsi yang mempunyai riwayat hipertensi kronis dan hipertiroid saat hamil. Menurut Leveno (2009) semua gangguan hipertensi kronis memudahkan terjadinya preeklamsi atau eklamsi. Preeklamsia adalah suatu sindrom khaskehamilan berupa penurunan perfusi organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel yang ditandai dengan tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih, dan proteinuria adanya 300 mg atau lebih protein urine per 24 jam atau 30 mg/dL (1+ pada dipstick) dalam sampel urine acak (Leveno, 2009). Diagnosis hipertensi kronis dapat ditandai oleh hipertensi sebelum kehamilan, hipertensi yang terdeteksi sebelum kehamilan 20 minggu (kecuali terdapat penyakit trofoblastik gestasional), maupun hipertensi yang menetap lama setelah melahirkan. Faktor riwayat lain yang dapat membantu diagnosis hipertensi kronik adalah multiparitas dan riwayat kehamilan sebelumya dengan hipertensi maupun riwayat hipertensi esensial dalam keluarga (Leveno, 2009). Hasil penelitian ini terdapat tiga bayi
BBLR yang dilahirkan dari ibu
preeklamsi dengan umur >35 tahun. Hal ini sesuai Leveno (2009) bahwa faktor risiko preeklamsi terjadi pada umur lebih dari 35 tahun. Preeklamsi dapat
mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan dan kelahiran mati (Ilyas, 2002). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Wati (2012) bahwa ibu yang mengalami preeklamsi/eklamsi selama kehamilan memiliki risiko 4,164 lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dibandingkan pada ibu yang tidak mengalami preeklamsi/eklamsi selama kehamilan. Faktor penyebab BBLR tidak hanya disebabkan oleh preeklamsi tetapi ada beberapa faktor lain. Menurut Manuaba (2007) faktor penyebab terjadinya BBLR adalah badan ibu kecil, berat badan sebelum hamil kurang dari 45 kg dan tidak mengalami pertumbuhan berat badan selama hamil, ibu yang mengalami infeksi rubella, sitomegalovirus, hepatitis A-B, terdapat kelainan kromosom janin, gangguan vaskular
ibu
hamil (hipertensi saat
hamil, penyakit
ginjal,
preeklamsi/eklamsi). Menurut depkes (2008) faktor-faktor yang berhubungan dengan BBLR adalah ibu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih 35 tahun, jarak kehamilan terlalu pendek (kurang dari 1 tahun),ibu mempunyai riwayat BBLR saat melahirkan sebelumnya, mempunyai pekerjaan fisik beberapa jam tanpa istirahat, sangat miskin, anemia berat, dan kehamilan ganda. Hasil penelitian pada ibu bersalin preeklamsi dengan umur lebih dari 35 tahun dan mempunyai gangguan vaskular dapat melahirkan bayi dengan keadaan BBLR. Hasil penelitian ini didapatkan hasil berat plasenta pada ibu besalin dengan preeklamsi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang sesuai kriteria inklusi
terbanyak dengan berat normal sebanyak 27 (90%), dan berat plasenta tidak normal terdapat 3 responden (10%). Plasenta merupakan organ yang berasal dari lapisan trofoblas pada ovum yang dibuahi, dan terhubung dengan sirkulasi ibu untuk melakukan fungsi yang belum dapat dilakukan janin selama kehidupan intrauterin (Hutahaean, 2013). Pada kehamilan cukup bulan berat plasenta normal 500-600 gram (Sofian, 2011). Berat plasenta bertambah akibat pertumbuhan vilus plasenta. Vilus-vilus ini berfungsi sebagai tempat pertukaran makanan, oksigen dan zat sisa janin, sehingga berat plasenta akan berperan penting dalam menentukan berat badan lahir bayi (Cunningham FG dkk, 2006). Hasil penelitian ini didapatkan sebagian besar berat plasenta pada ibu preeklamsi adalah
normal. Ada beberapa faktor selain preeklamsi yang
mempengaruhi berat plasenta salah satunya faktor nutrisi. Plasenta bukan sekedar organ untuk menyalurkan makanan yang sederhana, tetapi juga mampu menseleksi zat-zat makanan yang masuk dan resintesis sebelum mencapai janin. Suplai zat-zat makanan ke janin yang sedang tumbuh tergantung pada jumlah darah ibu yang mengalir melalui plasenta dan zat-zat makanan yang diangkut (Soetjiningsih, 2014). Hasil dari tabel 4.8 diketahui bayi BBLR dengan berat plasenta normal terdapat 1 responden, dan dengan berat plasenta tidak normal terdapat 3 responden. Berat badan bayi lahir normal dengan berat plasenta normal terdapat 26 responden.
Bayi BBLR dengan berat plasenta tidak normal disebabkan oleh beberapa faktor seperti umur ibu lebih 35 tahun, dan faktor penyakit. Menurut Norwitz (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi berat badan lahir bayi adalah ras, status sosial ekonomi, paritas, faktor genetik, diabetes, kebiasaan merokok, dan gender janin. Faktor lain yang mempengaruhi berat badan lahir bayi adalah faktor selama kehamilan seperti sakit berat, komplikasi kehamilan, kurang gizi, keadaan stress pada ibu hamil, sedangkan faktor yang mempengaruhi berat plasenta adalah ibu malnutrisi, infeksi berat pada plasenta oleh karena malaria (Soetjiningsih, 2014). Salah satu faktor tersebut dapat mempengaruhi variabel berat badan bayi lahir maupun berat plasenta. Plasenta yang memiliki berat tidak normal maka bayi yang dilahirkan BBLR. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mukhlisan dkk (2011) tentang hubungan berat plasenta dengan berat badan lahir bayi di Kota Pariaman dengan hasil nilai koefisien korelasi Pearson (r) sebesar +0,784 dan nilai signifikansi (p) 0,00 (p<0,05) yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara berat plasenta dengan berat lahir bayi. Hasil anamnesa 18 responden ibu mengetahui mengalami preeklamsi setelah umur kehamilan 34 minggu. Preeklamsi yang terjadi setelah 34 minggu atau late-onset preeklamsi pada arteri spiralis mengalami vasokontriksi ringan dan aliran darah uteroplasenta tidak mengalami perubahan sehingga pertumbuhan janin normal dan tidak ditemukan tanda-tanda retriksi pada pertumbuhan (Huppertz, 2008). Fungsi plasenta sebagai organ pernafasan, mengangkut zat
nutrisi dan ekskresi (Lewellyn, 2001). Oleh sebab itu, jika fungsi plasenta dapat berjalan dengan baik maka berat badan bayi juga baik. Hasil penelitian ini 18 responden penelitian dengan umur 20-35 tahun, hal ini berbeda dengan teori Leveno (2009) bahwa faktor risiko preeklamsi terjadi pada umur lebih dari 35 tahun. Sehingga dengan umur 20-35 tahun saat ibu bersalin, kemungkinan tidak mempengaruhi berat badan bayi, karena termasuk usia yang paling baik untuk hamil. Responden pada penelitian ini sebagian besar adalah primigravida. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Chapman (2006) yang menyatakan faktor risiko preeklamsi berisiko 10 kali lebih sering terjadi pada primigravida. Berdasarkan hasil data penelitian didapatkan nilai p = 0,068 atau p > 0,05 dengan interpretasi tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variable yang di uji, berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara berat badan bayi lahir dengan berat plasenta pada ibu bersalin preeklamsi. Hasil penelitian yang dilakukan Trihardiani (2009) tentang faktor risiko kejadian berat badan lahir rendah di wilayah kerja Puskesmas Singkawang Timur dan Utara Kota Singkawang bahwa faktor indeks masa tubuh, anemia, lingkar lengan atas, pertambahan berat badan selama hamil,dan paritas faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Hasil penelitian Ouyang (2009) tentang berat plasenta mempengaruhi faktor pertumbuhan janin bahwa berat plasenta mempunyai pengaruh yang kuat untuk pertumbuhan bayi dan obesitas sebelum hamil, diabetes pada kehamilan dan berat
badan berlebih saat kehamilan, serta indeks masa tubuh dapat mempengaruhi pertumbuhan berat bayi dan berat plasenta. Hipotesis dalam penelitian ini tidak terbukti karena ada beberapa faktor dari variable luar yang tidak dikendalikan seperti faktor umur, dan kecukupan nutrisi selama hamil. Faktor umur berpengaruh karena semakin tua umur maka risiko timbulnya penyakit semakin meningkat. Umur yang baik untuk hamil adalah 2035 tahun (Syarifudin, 2009). Pada umur tersebut organ reproduksi sudah matang dan sehingga berdasarkan umur kebutuhan kalori yang dibutuhkan seseorang ditentukan (Arisman, 2009). Faktor
kecukupan
nutrisi
berpengaruh
karena
selama
kehamilan
metabolisme tubuh meningkat, dan pengingkatan energi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertumbuhan organ kandungan, dan metabolisme tubuh ibu (Waryana, 2010). Gizi wanita sebelum hamil juga dapat berpengaruh terhadap berat badan lahir bayi (Soetjiningsih, 2014).