BAB V PEMBAHASAN
A. Persepsi Responden terhadap Lingkungan Pembelajaran Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner DREEM yang telah teruji validitas dan reabilitasnya dari penelitian sebelumnya. Dari hasil pengujian didapatkan 33 item valid dengan validitasnya adalah 0,182-0,393 dan nilai konsistensi menggunakan rumus Alpha Cronbach adalah 0,735 yang berarti bahwa kuesioner ini reliabel untuk dipakai (Besmaya, 2014). 1. Persepsi Responden dengan Tipe Kepribadian Introvert Persepsi terhadap lingkungan pembelajaran kelompok responden yang memiliki tipe kepribadian introvert baik secara keseluruhan maupun apabila dilihat tiap subskala cenderung positif dengan nilai rata-rata skor total DREEM adalah 82,49. Sedangkan apabila dilihat per item, nilai kelompok responden yang memiliki tipe kepribadian introvert cenderung menilai permasalahan aspek persepsi terhadap pembelajaran terdapat pada keefektifan waktu pembelajaran (item no 16). Sedangkan pada aspek persepsi terhadap akademis diri sendiri kelompok responden yang memiliki tipe kepribadian introvert menilai bahwa mereka mengalami kesulitan dalam mengingat kebutuhan mereka terkait pembelajaran (item no 17). Dari aspek persepsi sosial terhadap diri sendiri, permasalahan yang diperoleh adalah kurangnya sistem pendukung yang menunjang perbaikan
46
47
bagi mahasiswa yang mengalami hambatan dalam belajar (item no 3) dan perasaan bosan ketika mengikuti kegiatan perkuliahan (item no 7). Pada item no 16, perbaikan sistem blok di FK UNS masih perlu ditingkatkan melalui pembagian waktu yang sesuai dengan beban materi tiap bloknya, sebagai contoh blok besar seperti blok kardiologi seharusnya ditempuh lebih lama dibandingkan dengan blok budaya ilmiah, namun masih disamaratakan yaitu sekitar 3 minggu. Selain itu pada kegiatan diskusi tutorial terkadang tutor terlambat hadir dan tidak ada tutor pengganti pada saat tutor yang bertugas berhalangan hadir sehingga diskusi menjadi kurang terarah dan tidak efektif. Pada item no 17, pada setiap kegiatan kuliah pakar responden merasa perlu untuk mengetahui pokok-pokok materi yang harus dipelajari, sejauh mana materi tersebut harus dipelajari, dan alasan mengapa materi tersebut penting untuk dipelajari agar lebih mudah dalam mengingat materi yang diberikan. Menurut Harris et al. (2007), keseimbangan antara kompetensi yang harus dicapai dan alokasi waktu yang diterapkan oleh suatu institusi pendidikan merupakan salah satu usaha untuk mencapai keefektifan dalam pembelajaran. Dengan adanya penerapan secara ketat aturan mengenai kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa, suatu institusi pendidikan akan lebih mudah dalam menentukan pelatihan atau keterampilan yang dibutuhkan mahasiswa untuk mencapai kompetensi tersebut sehingga kegiatan pembelajaran menjadi lebih efektif. Selain itu, dengan penentuan kompetensi minimal yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, dapat
48
mengurangi beban mahasiswa terkait materi-materi pembelajaran yang harus dikuasai. Selain itu, menurut Pinnock et al. (2011) kesulitan mahasiswa dalam menghafalkan materi pembelajaran dapat disebabkan oleh karena kurangnya bimbingan dosen pengajar dalam memprioritaskan materi yang harus dipelajari, sehingga pemahaman mahasiswa terhadap materi yang diberikan cenderung hanya bersifat superficial dan jangka pendek. Pada item no 3, mahasiswa terkadang masih merasa kesulitan dalam mencari referensi yang sesuai untuk mendukung proses pembelajaran. Selain itu peranan pembimbing akademik sebagai fasilitator konseling dirasa agak kurang terutama untuk mahasiswa yang memiliki kendala akademis. Fasilitas pendukung lain yang mempengaruhi adalah luas dan bentuk ruang kelas yang tidak proporsional dengan jumlah mahasiswa serta kurangnya pendingin ruangan menyebabkan mahasiswa sulit untuk berkonsentrasi pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pada item no 7, kegiatan perkuliahan sering terasa membosankan oleh karena pemberian materi yang sifatnya cenderung masih satu arah atau kurang interaktif sehingga mahasiswa cenderung tidak termotivasi untuk bertanya. Menurut Vaughn dan Baker (2001), pembelajaran yang efektif dalam dunia kedokteran membutuhkan fleksibilitas dan komitmen yang tinggi. Pembelajaran yang monoton akan membuat mahasiswa menjadi mudah mengalami kebosanan. Oleh karena itu, setiap dosen pengajar diharapkan mampu memberikan kondisi lingkungan pembelajaran yang optimal bagi
49
peserta didik melalui metode pengajaran dan gaya pembelajaran yang bervariasi. Adanya variasi dalam pembelajaran dapat memberikan kenyamanan pada mahasiswa sehingga mahasiswa tidak merasa ada dalam tekanan dan tidak cepat mengalami kebosanan pada saat proses pembelajaran. Dengan penggunaan berbagai metode dan gaya pengajaran diharapkan dapat mendorong kemampuan mahasiswa untuk beradaptasi dengan lingkungannya sehingga membantu mahasiswa dalam mengatasi permasalahan selama proses pembelajaran. Menurut Pinnock et al. (2011) dan Thistlethwaite (2010), kemudahan dalam layanan konseling bagi mahasiswa yang mengalami permasalahan akademis merupakan salah satu hal yang penting untuk membantu mengurangi stress terkait beban akademis. Selain itu, fasilitas pendukung dalam pembelajaran seperti ruang tempat pembelajaran yang memadai dengan suhu dan pencahayaan yang baik, bebas dari bising, akses yang mudah, serta laboratorium dan perpustakaan yang memadai juga menstimulasi mahasiswa untuk belajar. 2. Persepsi Responden dengan Tipe Kepribadian Ekstrovert Persepsi terhadap lingkungan pembelajaran kelompok responden yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert baik secara keseluruhan maupun apabila dilihat tiap subskala cenderung positif dengan rata-rata nilai skor total DREEM adalah 87,48. Sedangkan apabila dilihat per item, nilai kelompok responden yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert cenderung menilai banyak permasalahan pada aspek persepsi sosial terhadap diri
50
sendiri yaitu perasaan bosan pada saat mengikuti kegiatan perkuliahan (item no 7). Responden
yang
memiliki
tipe
kepribadian
ekstrovert
mengungkapkan permasalahan yang sama dengan kelompok responden yang memiliki tipe kepribadian introvert, yaitu kegiatan perkuliahan sering terasa membosankan oleh karena pemberian materi yang sifatnya cenderung masih satu arah atau kurang interaktif sehingga mahasiswa cenderung tidak termotivasi untuk bertanya. Selain itu mereka merasa perlu untuk menyisipkan video materi pembelajaran agar mahasiswa menjadi lebih tertarik dan termotivasi pada saat mengikuti kegiatan perkuliahan. Menurut Cantillon (2010) adanya video pembelajaran yang diselipkan pada saat perkuliahan dapat membantu mahasiswa dalam mengatasi kejenuhan serta materi yang diberikan juga akan lebih mudah untuk diingat.
B. Perbedaan Persepsi Lingkungan Pembelajaran Introvert dan Ekstrovert Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang bermakna antara persepsi mahasiswa dengan tipe introvert dan ekstrovert terhadap lingkungan pembelajaran di Fakultas Kedokteran UNS. Hampir pada setiap subskala DREEM, nilai persepsi antara kedua kelompok responden memiliki perbedaan yang signifikan. Skor kelompok responden yang memiliki kepribadian ekstrovert lebih tinggi daripada kelompok responden yang memiliki tipe kepribadian introvert. Hal ini sejalan dengan hipotesis peneliti
51
berdasarkan teori yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan sikap antara mahasiswa dengan tipe kepribadian introvert dengan ekstrovert dalam mempersepsikan lingkungan pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar masing-masing individu. Pada subskala Student’s Perception of Learning (SPL) terdapat perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok responden pada item no 1 (Saya terdorong untuk termotivasi selama kegiatan pembelajaran, p=0,000), item no 12 (Kegiatan pembelajaran terfokus dengan baik, p=0,004), dan item no 13 (Kegiatan pembelajaran membantu saya dalam mengembangkan rasa percaya diri, p=0,035). Pada subskala Student’s Academic Self-Perceptions (SASP) terdapat perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok responden pada item no 14 (Saya merasa telah disiapkan dengan baik untuk menunjang karir saya sebagai dokter, p=0,003), item no 17 (Saya dapat mengingat semua yang saya butuhkan terkait pembelajaran, p=0,002), dan item no 28 (Saya merasa kemampuan pemecahan masalah saya berkembang dengan baik, p=0,000). Pada mahasiswa dengan tipe kepribadian ekstrovert cenderung lebih antusias ketika melakukan suatu aktivitas dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi pada saat mengambil keputusan. Mahasiswa dengan tipe kepribadian ekstrovert cenderung memiliki persepsi yang positif terhadap diri mereka terkait pencapaian akademisnya karena rasa percaya dirinya yang tinggi tersebut. Menurut Guglielmino (2004) ada beberapa ciri-ciri pembelajar yang mandiri, diantaranya adalah memiliki inisiatif dan rasa ingin tahu yang tinggi
52
dalam belajar serta rasa percaya diri yang kuat sehingga mendorong mereka untuk lebih siap dalam menghadapi tantangan di dunia kedokteran. Sedangkan dalam hal konsentrasi, mahasiswa introvert cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa ekstrovert (Susilowati, 2013). Hal tersebut disebabkan oleh karena mahasiswa introvert memiliki ciri khas yang lebih tenang sehingga akan lebih berpikir lebih hati-hati ketika mengambil suatu keputusan (Coburn, 2008). Sejalan dengan teori Eysenck (1969) yang menyatakan bahwa tipe kepribadian ekstrovert memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe kepribadian introvert pada aspek risk taking (keberanian mengambil resiko) dan impulsiveness (penurutan dorongan hati). Sebaliknya, tipe kepribadian introvert cenderung memiliki nilai yang lebih tinggi pada aspek reflectiveness (kedalaman berpikir) (Feist dan Feist, 2010). Pada subskala Student’s Perception of Atmosphere (SPA) terdapat perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok responden pada item no 15 (Suasana perkuliahan terasa nyaman, p=0,007), item no 20 (Ada kesempatan untuk saya mengembangkan kemampuan interpersonal, p=0,013), item no 25 (Saya dapat berkonsentrasi dengan baik, p=0,006), item no 29 (Selama kegiatan pembelajaran, lebih terasa hal yang menyenangkan daripada hal yang membuat stress, p=0,010), dan item no 33 (Saya bisa bertanya tentang sesuatu hal yang saya inginkan, p=0,008). Pada subskala Student’s Social Self Perception (SSSP) terdapat perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok responden pada item no 11 (Kehidupan sosial saya baik-baik saja, p=0,003) dan item no 18 (Saya jarang merasa kesepian, p=0,000).
53
Dalam hal penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pergaulan, mahasiswa
dengan
tipe
kepribadian
ekstrovert
cenderung
mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mereka memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengondisikan dirinya senyaman mungkin pada saat proses pembelajaran sehingga tidak mudah merasa tertekan. Selain itu,
tipe
kepribadian ekstrovert lebih aktif untuk mengungkapkan pendapat dalam diskusi dan lebih menyukai kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan orang lain. Sebaliknya, mahasiswa dengan tipe kepribadian introvert cenderung mengalami
kesulitan
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungan
pembelajarannya. Mereka juga tidak terlalu menyukai kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak orang dan jarang bertanya pada saat diskusi kelompok (Susilowati, 2013). Coburn (2008) juga menyatakan hal serupa, mahasiswa dengan tipe kepribadian ekstrovert cenderung terfokus pada dunia di luar dirinya, sehingga mereka lebih menikmati interaksi dengan orang lain dengan cara komunikasi yang baik serta lebih aktif dalam proses pembelajaran yang sifatnya dua arah, seperti diskusi. Berbeda dengan mahasiswa ekstrovert, mahasiswa introvert lebih terfokus pada dunia yang ada dalam diri mereka sendiri, sehingga mereka memiliki kontak sosial yang cenderung terbatas dengan kelompok-kelompok kecil atau hubungan personal. Dalam gaya belajarnya, mahasiswa introvert lebih menyukai kegiatan pembelajaran yang bersifat satu arah, seperti kuliah pakar. Hal tersebut sesuai teori Eysenck (1969) yang menyatakan bahwa seseorang dengan tipe kepribadian ekstrovert cenderung memiliki nilai yang tinggi pada aspek activity (aktivitas),
54
sociability
(pergaulan),
expresiveness
(pernyataan
perasaan),
dan
responsibility (tanggung jawab) (Feist dan Feist, 2010). Sedangkan pada subskala Student’s Perception of Teachers (SPT) tidak ada perbedaan skor yang signifikan antara kedua kelompok responden. Kedua kelompok responden memiliki persepsi yang hampir serupa pada aspek ini. Hal tersebut menandakan bahwa mahasiswa yang memiliki kepribadian introvert maupun ekstrovert memiliki penilaian yang sama terhadap metode pembelajaran yang diterapkan oleh dosen pengajar. Secara umum tipe kepribadian tidak memengaruhi penilaian individu terhadap orang lain (Mastuti, 2005)
C. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa kelemahan, antara lain: 1. Banyak variabel tidak terkontrol yang mempengaruhi persepsi responden, seperti gangguan perhatian, motivasi, dan sikap responden tidak diteliti. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan waktu penelitian. 2. Jumlah total item kuesioner terlalu banyak sehingga responden cenderung kurang serius pada saat pengisian kuesioner. Namun, hal ini telah diminimalisasi dengan cara membagikan kuesioner di luar jam perkuliahan, seperti pada jam istirahat, selepas perkuliahan selesai, saat maupun saat kegiatan mahasiswa di luar kampus sehingga responden memiliki cukup waktu untuk mengisi kuesioner.
55
3. Pengisian kuesioner tanpa didampingi oleh peneliti juga menyebabkan responden
tidak
dapat
menanyakan
pertanyaan
yang
dianggap
membingungkan. Hal ini diatasi dengan melakukan uji pendahuluan kuesioner terlebih dahulu untuk meminimalisasi pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan.