BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Penelitian Responden penelitian adalah PPK-SKPD pada Pemkab Tabanan yang sudah melaksanakan tugas sebagai PPK-SKPD diatas 1 tahun dan sudah pernah menyusun laporan keuangan daerah/SKPD sejumlah 39 orang. Data diperoleh melalui teknik kuesioner yang diantar dan diambil sendiri oleh peneliti. Pengiriman kuesioner diantar langsung kepada responden dengan waktu pengiriman kuesioner adalah 5 hari dan rentang waktu pengisian kuesioner 14 hari kerja dengan pertimbangan adanya kecukupan waktu bagi responden untuk mempelajari dan memahami pernyataan kuesioner yang lumayan banyak (85 butir pernyataan), sehingga hasilnya bisa memadai untuk dianalisis. Peneliti juga melakukan wawancara terhadap responden yang diambil secara acak terkait variabel penelitian yang ada di satuan kerja responden untuk mengkonfirmasi jawaban responden. Penyebaran kuesioner dilakukan pada bulan Maret sampai dengan April 2015. Ringkasan penyebaran dan pengembalian kuesioner penelitian ditunjukkan dalam Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Penyebaran dan Pengembalian Kuesioner Keterangan Kuesioner yang disebar Kuesioner yang kembali Kuesioner yang tidak kembali Kuesioner yang digunakan Kuesioner yang tidak digunakan
Jumlah
Persentase
39
100%
39 0 39 0
100% 0% 100% 0
Sumber : data diolah, 2015 Tabel 5.1 menunjukan bahwa respon rate dari kuesioner yang disebar sangat baik yaitu sebesar 100%. Hasil kuesioner yang terhimpun secara keseluruhan dapat
65
66
dipergunakan kembali, mengingat data yang disampaikan oleh responden cukup lengkap. Profil responden yang meliputi golongan ruang, jenis kelamin dan pendidikan terakhir disajikan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Profil Responden Keterangan Golongan Ruang III IV Jumlah Jenis Kelamin Pria Wanita Tingkat Pendidikan D-3 D-4 S-1 S-2 S-3 Latar Belakang Pendidikan Ekonomi Administrasi Negara Lain-Lain
Jumlah
Persentase
6 33 39
15,38 84,62 100,00
36 03 39
92,31 07,69 100,00
0 3 20 16 0 39
0,00 07,69 51,28 41,03 0,00 100,00
9 16 14
23,08 41,03 35,90
39
100,00
Sumber: data diolah, 2015 1) Golongan ruang responden Golongan ruang responden berkaitan dengan pangkat seseorang yang menunjukkan tingkat PNS berdasarkan jabatan dalam rangkaian susunan kepegawaian. Penggunaan golongan ruang dalam penelitian ini
digunakan
sebagai acuan untuk mengetahui keterlibatan jabatan responden dalam penyusunan laporan keuangan. Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 39 responden, terdiri dari golongan III sebanyak 6 reponden (15,38%) dan golongan IV sebanyak 33 responden (84,62%), sehingga dapat disimpulkan bahwa komposisi
67
responden penelitian ini sebagian besar didominasi oleh golongan IV. Hasil ini menggambarkan bahwa PPK-SKPD merupakan posisi yang strategis bagi SKPD dan memerlukan tanggungjawab yang besar untuk mengembannya, sehingga diperlukan seseorang yang memiliki kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang tinggi untuk menduduki posisi sebagai PPK-SKPD. 2) Jenis kelamin responden Jenis kelamin responden digunakan sebagai acuan untuk mengetahui keterlibatan gender dari responden. Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat reponden pria sebanyak 36 orang (92,31%) dan responden wanita hanya sebanyak 3 orang (7,69%). Kondisi ini menunjukkan bahwa pria lebih mendominasi proporsi sampel PPK-SKPD yang disebabkan pria lebih banyak menduduki posisi sebagai sekretaris SKPD yang pada umumnya ditunjuk sebagai PPK-SKPD. 3) Tingkat pendidikan responden Indikator untuk mengetahui kompetensi responden dapat dilihat melalui tingkat pendidikan responden yang sangat mempengaruhi kemampuan, wawasan dan tingkat kepercayaan diri responden. Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa responden yang berpendidikan diploma (D4) sebanyak 3 orang (7,69%), sarjana (S1) sebanyak 20 orang (51,28%) dan magister (S2) sebanyak 16 responden (41,03%). Gambaran ini menunjukkan bahwa responden yang menyusun laporan keuangan SKPD pada Pemkab Tabanan didominasi oleh responden dengan pendidikan sarjana (S1) dan magister (S2) yang memungkinkan responden lebih mudah dalam memahami dan mengerti kondisi tuntutan tugas dan tanggung jawabnya sebagai PPK-SKPD. 4) Latar belakang pendidikan responden Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki latar belakang pendidikan ekonomi sebanyak 9 orang (23,08%), administrasi negara
68
sebanyak 16 orang (41,03%) dan lain-lain (teknik, pertanian, peternakan, sosial politik, tari) sebanyak 14 responden (35,90%). Gambaran ini menunjukkan bahwa responden yang menyusun laporan keuangan SKPD di lingkungan Pemkab Tabanan berasal dari latar belakang pendidikan yang bervariasi dan didominasi oleh responden dengan latar belakang administrasi negara. 5.2 Deskripsi Variabel Penelitian Deskripsi variabel penelitian ditunjukkan dari hasil yang diperoleh berdasarkan jawaban responden terhadap masing-masing indikator pengukur variabel. Variabelvariabel yang dioperasionalkan dalam penelitian ini terdiri dari kualitas LKPD, kompetensi SDM, penerapan SPIP dan SAP. Masing-masing variabel dinilai berdasarkan skor rerata yang diperoleh dari perhitungan total skor responden dibagi dengan jumlah responden (Furqon, 2009:24). Kecenderungan dan variasi dari variabel-variabel bebas dapat ditentukan berdasarkan distribusi frekwensi dan dilihat melalui nilai intervalnya (Lampiran 3). Nilai interval dari distribusi frekwensi diperoleh dari formulasi (Furqon, 2009:25) sebagai berikut: Interval = Skor untuk masing-masing alternatif jawaban dari variabel penelitian telah ditentukan dengan nilai minimal 1 dan maksimal 5, maka interval dapat dihitung sebagai berikut: Interval =
= 0,8
Kriteria yang digunakan untuk mengetahui kondisi variabel-variabel penelitian secara menyeluruh dapat dilihat melalui skor rerata sebagai berikut: 1,00 – 1,80 = sangat tidak baik 1,80 – 2,60 = tidak baik
69
2,60 – 3,40 = cukup baik 3,40 – 4,20 = baik 4,20 – 5,00 = sangat baik Distribusi frekwensi jawaban responden disajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi frekwensi jawaban responden No
Variabel
1 Kualitas LKPD (Y)
Indikator 1. Relevan. 2. Andal. 3. Dapat dibandingkan. 4. Dapat dipahami Skor rerata kualitas laporan
2 Kompetensi SDM 1. Pengetahuan (X1) 2. Keterampilan 3. Perilaku Skor rerata kompetensi SDM 3 Penerapan SPIP (X2)
4 Penerapan SAP (X3)
1. Lingkungan Pengendalian. 2. Penilaian Risiko. 3. Kegiatan/aktivitas Pengendalian. 4. Informasi dan Komunikasi. 5. Pemantauan. Skor rerata Penerapan SPIP
Simbol LK1 LK2 LK3 LK4 LKPD SD1 SD2 SD3 SDM
7 butir 7 butir 6 butir
4,05 4,08 4,29 4,14
SP1 SP2 SP3
7 butir 2 butir 7 butir
4,19 4,12 4,25
SP4 SP5 SPIP
3 butir 3 butir
4,28 4,28 4,22
3 butir 4 butir 2 butir 2 butir 2 butir 4 butir 2 butir 2 butir
4,11 4,15 4,24 4,31 4,28 4,13 4,35 4,33
2 butir 2 butir 2 butir
4,44 4,44 4,35
PSAP tentang: 1. Penyajian laporan keuangann. SA1 2. LRA. SA2 3. LAK. SA3 4. CaLK. SA4 5. Akuntansi persediaan. SA5 6. Akuntansi investasi. SA6 7. Akuntansi aset tetap. SA7 8. Akuntansi konstruksi SA8 dalam pengerjaan. 9. Akuntansi kewajiban. SA9 10. Koreksi kesalahan. SA10 11. Laporan keuangan SA11 konsolidasi Skor rerata Penerapan SAP SAP
Sumber : Lampiran 4, 2015
Jumlah Skor Pernyataan rerata 5 butir 4,19 5 butir 4,34 3 butir 4,21 3 butir 4,26 4,25
4,28
70
Rincian dari distribusi frekuensi jawaban responden sebagai berikut : 1) Variabel kualitas LKPD diwakili oleh 4 indikator dengan 16 butir pernyataan dan setiap pernyataan diukur dengan skala 1-5. Penilaian jawaban responden terhadap kualitas LKPD tergolong sangat baik, hal ini dapat dilihat dari total skor rerata indikator pada variabel kualitas LKPD sebesar 4,25. Rincian penilaian jawaban atas indikator kualitas LKPD yaitu: indikator relevan memiliki skor rerata 4,19 yang berarti bahwa penilaian jawaban responden terhadap indikator relevan tergolong baik. Kriteria ini mengindikasikan bahwa informasi yang terkandung dalam LKPD Pemkab Tabanan sudah cukup baik namun belum optimal dalam menyediakan informasi yang relevan guna pengambilan keputusan bagi pengguna LKPD . Indikator andal yang memiliki skor rerata 4,34 dan termasuk dalam kategori sangat baik, mengindikasikan bahwa kualitas informasi dalam LKPD Pemkab Tabanan sudah andal. Indikator dapat dibandingkan memiliki skor rerata 4,21, tergolong kategori sangat baik dan menggambarkan bahwa kualitas informasi dalam LKPD Pemkab Tabanan dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya baik secara internal maupun eksternal. Indikator dapat dipahami memiliki skor rerata 4,26 dan tergolong kategori sangat baik. Hal ini menggambarkan informasi dalam LKPD Pemkab Tabanan sudah disajikan dengan baik sehingga dapat dipahami oleh pengguna LKPD . 2) Variabel kompetensi SDM diwakili oleh 3 indikator dengan 17 butir pernyataan dan setiap pernyataan diukur dengan skala 1-5. Total skor rerata indikator pada variabel kompetensi SDM menunjukkan 4,14, yang berarti bahwa penilaian responden terhadap kompetensi SDM tergolong baik. Rincian penilaian jawaban atas indikator kompetensi SDM yaitu indikator pengetahuan memiliki skor rerata 4,05 sehingga termasuk dalam kategori baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa
71
pengetahuan PPK-SKPD mengenai tugas dan tanggungjawabnya sudah baik walaupun masih perlu ditingkatkan. Indikator kedua yaitu keahlian memiliki skor rerata sebesar 4,08 dan termasuk kategori baik, artinya keahlian PPK-SKPD dalam menyusun LKPD berdasarkan SAP sudah memadai meskipun harus ditingkatkan. Indikator ketiga yaitu perilaku memiliki skor rerata 4,29 dengan kategori sangat baik. Kriteria ini mengindikasikan bahwa perilaku PPK-SKPD dalam melaksanakan pencatatan dan pelaporan keuangan sudah berjalan sesuai norma dan etika yang berlaku sehingga kecil kemungkinan terjadi penyimpangan dan kecurangan. 3) Variabel penerapan SPIP diwakili oleh 5 indikator dengan 22 butir pernyataan dan setiap pernyataan diukur dengan skala 1-5. Penilaian jawaban responden terhadap penerapan SPIP tergolong sangat baik, hal ini dapat dilihat dari total skor rerata indikator pada variabel penerapan SPIP sebesar 4,22. Rincian penilaian jawaban atas indikator penerapan SPIP yaitu indikator lingkungan pengendalian memiliki skor rerata 4,19 dengan kategori baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa lingkungan pengendalian pada Pemkab Tabanan sudah baik, namun belum optimal pelaksanaannya. Indikator penilaian resiko memiliki skor rerata 4,12 dengan kategori baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa penilaian resiko pada Pemkab Tabanan dalam penerapannya sudah baik. Indikator aktivitas pengendalian memiliki skor rerata 4,25 dengan kategori sangat baik, artinya penerapan aktivitas pengendalian pada Pemkab Tabanan sudah memadai, namun masih perlu ditingkatkan terutama pada pengendalian aset tetap yang dimiliki oleh Pemkab Tabanan. Indikator informasi dan komunikasi memiliki skor rerata 4,28 dengan kategori sangat baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa penerapan komunikasi dan informasi sudah dapat memberikan keyakinan yang memadai dan informasi
72
yang disediakan oleh SKPD telah memungkinkan untuk melakukan tindakan korektif
secara
tepat.
Tugas
yang
dibebankan
pada
pegawai
telah
dikomunikasikan dengan jelas dan dimengerti pengendalian internnya. Indikator kelima yaitu pengawasan memiliki skor rerata 4,28 dengan kategori sangat baik. Artinya SKPD telah melakukan tindakan pengawasan yang memadai dalam pelaksanaan kegiatan. SKPD telah melakukan reviu dan evaluasi berkala terhadap program dan kegiatan yang dilaksanakan serta menindaklanjuti hasil temuan dan saran yang diberikan BPK maupun Inspektorat. 4)
Variabel penerapan SAP diwakili oleh 11 indikator dengan 27 butir pernyataan dan setiap pernyataan diukur dengan skala 1-5. Total skor rerata indikator pada variabel penerapan SAP menunjukkan 4,28, artinya penilaian responden terhadap penerapan SAP tergolong sangat baik. Rincian penilaian jawaban atas indikator penerapan yaitu indikator PSAP No. 1 tentang penyajian laporan memiliki skor rerata 4,11 dengan kategori baik. Hal ini menunjukan bahwa SKPD pada lingkungan Pemkab Tabanan telah menerapkan PSAP No. 1 tentang penyajian LKPD dengan baik namun masih belum optimal. Indikator PSAP No. 2 tentang laporan realisasi anggaran memiliki skor rerata sebesar 4,15 dengan kategori baik, artinya SKPD pada lingkungan Pemkab Tabanan
telah melakukan
penyusunan laporan realisasi anggaran dengan baik, namun masih belum optimal. Indikator PSAP No. 3 tentang laporan arus kas memiliki skor rerata sebesar 4,24 dengan kategori sangat baik, artinya SKPD pada lingkungan Pemkab Tabanan telah menyusun laporan arus kas dengan baik. Skor rerata indikator PSAP No. 4 tentang CaLK sebesar 4,31 termasuk kategori sangat baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa CaLK telah disusun oleh PPK-SKPD dengan baik dan sesuai dengan PSAP No. 4.
73
Indikator PSAP No. 5 tentang akuntansi persediaan memiliki skor rerata sebesar 4,28 dengan kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan akuntansi persediaan pada SKPD di lingkungan Pemkab Tabanan telah sesuai PSAP No. 5. Skor rerata indikator PSAP No. 6 tentang akuntansi investasi sebesar 4,13 termasuk kategori baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa SKPD telah melaksanakan akuntansi investasi dengan baik, namun belum optimal. Indikator PSAP No. 7 tentang akuntansi aset tetap memiliki skor rerata sebesar 4,35 berada pada kriteria sangat baik, artinya aset tetap telah dicatat dan dilaporkan berdasarkan PSAP No. 7. Indikator PSAP No. 8 tentang akuntansi kontruksi dalam pengerjaan memiliki skor rerata sebesar 4,33 termasuk kategori sangat baik. Hasil ini menunjukkan bahwa kontruksi dalam pengerjaan pada pada SKPD di lingkungan Pemkab Tabanan telah dilaksanakan sesuai PSAP No. 8. Indikator PSAP No. 9 tentang akuntansi kewajiban memiliki skor rerata sebesar 4,44 dengan kategori sangat baik. Hasil ini menunjukkan bahwa kewajiban pada SKPD di lingkungan Pemkab Tabanan telah disajikan dengan baik dan sesuai PSAP No. 9. Skor rerata indikator PSAP No. 10 tentang koreksi kesalahan sebesar 4,44 dengan kategori sangat baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa SKPD telah melaksanakan koreksi kesalahan dengan baik dan sesuai PSAP No. 10. Indikator PSAP No. 11 tentang laporan keuangan konsolidasi memiliki skor rerata sebesar 4,35 berada pada kriteria sangat baik, artinya SKPD telah melakukan konsolidasi laporan keuangan dengan baik. 5.3 Hasil Uji PLS Uji PLS pada penelitian ini menggunakan evaluasi outer model dengan model reflektif dan evaluasi inner model dengan tingkat signifikansi 5 %. Secara umum hasil uji PLS dapat dilihat pada Lampiran 5.
74
5.3.1
Model Pengukuran/Outer Model
Model pengukuran digunakan untuk menguji validitas kontruk dan reliabilitas instrumen. Hasil uji outer model dijelaskan sebagai berikut : 1) Uji convergent validity Uji convergent validity digunakan untuk menggambarkan korelasi antara konstruk dengan indikatornya. Semakin besar nilai korelasinya semakin baik hubungan antara konstruk dengan indikatornya. Korelasi dinyatakan valid dengan nilai loading faktor berkisar diatas 0,70. Nilai loading faktor masingmasing indikator dari uji convergent validity, dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Hasil uji convergent validity LKPD LK1 LK2 LK3 LK4 SD1 SD2 SD3 SP1 SP2 SP3 SP4 SP5 SA1 SA2 SA3 SA4 SA5 SA6 SA7 SA8 SA9 SA10 SA11
SDM
SPIP
SAP
0,943 0,985 0,958 0,974
Sumber: Lampiran 6, 2015
0,954 0,963 0,952 0,961 0,973 0,969 0,969 0,950 0,957 0,951 0,947 0,958 0,943 0,880 0,932 0,917 0,931 0,933 0,873
75
Berdasarkan Tabel 5.4, uji convergent validity menunjukkan nilai loading indikator kualitas LKPD seperti relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami, masing-masing memiliki nilai loading faktor terhadap variabel latennya 0,943; 0,985; 0,958 dan 0,974, sehingga dinyatakan valid. Seluruh indikator kompetensi SDM dinyatakan valid, yang dapat dilihat dari hasil uji convergent validity menunjukkan nilai loading indikator kompetensi SDM seperti pengetahuan, keterampilan dan perilaku, masing-masing memiliki nilai loading faktor terhadap variabel latennya sebesar 0,954; 0,963 dan 0,952. Seluruh indikator penerapan SPIP seperti lingkungan pengendalian, penilaian resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan juga dinyatakan valid, dapat dilihat dari nilai loading dari uji convergent validity sebesar 0,961; 0,973; 0,969; 0,969 dan 0,950. Uji convergent validity menunjukkan nilai loading indikator penerapan SAP seperti penyajian laporan keuangan, LRA, LAK, CaLK, akuntansi persediaan, akuntansi investasi, akuntansi aset tetap, akuntansi konstruksi dalam pengerjaan, akuntansi kewajiban, koreksi kesalahan dan laporan keuangan konsolidasi, masing-masing memiliki nilai loading faktor terhadap variabel latennya 0,957; 0,951; 0,947; 0,958; 0,943; 0,880; 0,932; 0,917; 0,931; 0,933 dan 0,873 lebih besar dari nilai loading faktor 0,70 sehingga seluruh indikator penerapan SAP dinyatakan valid. 2)
Uji discriminant validity Uji discriminant validity digunakan untuk menggambarkan korelasi antara variabel yang seharusnya tidak berhubungan. Korelasi dinyatakan valid dengan nilai korelasi cross loading indikator lebih besar dari nilai korelasi variabel laten yang lainnya. Nilai loading faktor masing-masing indikator dari uji discriminant validity, dapat dilihat pada Tabel 5.5.
76
Tabel 5.5 Hasil uji discriminant validity
LK1 LK2 LK3 LK4 SD1 SD2 SD3 SP1 SP2 SP3 SP4 SP5 SA1 SA2 SA3 SA4 SA5 SA6 SA7 SA8 SA9 SA10 SA11
LKPD
SDM
SPIP
SAP
0,943 0,985 0,958 0,974 0,841 0,754 0,883 0,772 0,808 0,560 0,804 0,766 0,871 0,836 0,816 0,867 0,838 0,623 0,794 0,585 0,841 0,880 0,787
0,761 0,823 0,869 0,871 0,954 0,963 0,952 0,642 0,714 0,489 0,669 0,652 0,787 0,742 0,761 0,796 0,750 0,673 0,743 0,693 0.882 0,818 0,839
0,801 0,814 0,748 0,794 0,699 0,614 0,691 0,961 0,973 0,969 0,969 0,950 0,724 0,753 0,720 0,735 0,723 0,553 0,696 0,445 0,693 0,802 0.881
0,772 0,845 0,861 0,883 0,829 0,810 0,762 0,751 0,771 0,506 0,724 0,653 0,954 0,957 0,951 0,947 0,958 0,943 0,880 0,932 0,917 0,931 0,933
Sumber: Lampiran 6, 2015 Berdasarkan Tabel 5.5 uji discriminant validity menunjukkan nilai korelasi loading kualitas LKPD terhadap variabel latennya 0,943; 0,985; 0,958 dan 0,974. Nilai ini lebih besar dari nilai korelasi cross loading variabel laten lainnya, maka seluruh indikator kualitas LKPD dinyatakan valid. Seluruh indikator kompetensi SDM dinyatakan valid, dilihat dari hasil uji discriminant validity yang menunjukkan nilai korelasi loading kompetensi SDM terhadap variabel latennya sebesar 0,954; 0,963 dan 0,952 lebih besar dari nilai korelasi cross loading variabel laten lainnya.
77
Nilai korelasi loading penerapan SPIP terhadap variabel latennya pada uji discriminant validity menunjukkan 0,961; 0,973; 0,969; 0,969 dan 0,950. Nilai ini lebih besar dari nilai korelasi cross loading variabel laten lainnya, maka seluruh indikator penerapan SPIP dinyatakan valid. Uji discriminant validity menunjukkan nilai korelasi loading penerapan SAP terhadap variabel latennya 0,957; 0,951; 0,947; 0,958; 0,943; 0,880; 0,932;
0,917; 0,931; 0,933 dan 0,873. Nilai ini lebih besar dari nilai korelasi cross loading variabel laten lainnya, maka seluruh indikator
penerapan SAP
dinyatakan valid.
3) Average variance extracted (AVE) Nilai AVE seluruh variabel dinyatakan valid apabila nilai AVE berkisar diatas 0,50. Nilai AVE masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Hasil uji AVE Variabel Kualitas LKPD Kompetensi SDM Penerapan SPIP Penerapan SAP Sumber: Lampiran 6, 2015
AVE 0,931 0,914 0,934 0,864
Keterangan Valid Valid Valid Valid
Berdasarkan Tabel 5.6 hasil AVE menunjukkan nilai kualitas LKPD sebesar 0,931, kompetensi SDM sebesar 0,914, penerapan SPIP sebesar 0,934, dan penerapan SAP sebesar 0,864 yang berarti seluruh variabel dinyatakan valid. 4) Composite reliability Composite reliability menggambarkan konsistensi peryataan dalam instrumen dan melihat reliable indikator. Uji composite reliability seluruh
78
variabel dinyatakan reliabel apabila nilai loading-nya diatas 0,7. Nilai composite reliability masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Hasil uji composite reliability Variabel Composite Reliability Kualitas LKPD 0,982 Kompetensi SDM 0,970 Penerapan SPIP 0,986 Penerapan SAP 0,986 Sumber: Lampiran 6, 2015
Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Berdasarkan Tabel 5.7 hasil composite reliability menunjukkan nilai kualitas LKPD sebesar 0,982, kompetensi SDM sebesar 0,970, penerapan SPIP sebesar 0,986 dan penerapan SAP sebesar 0,986 yang berarti seluruh variabel dinyatakan reliabel. 5) Cronbachs alpha Cronbachs
alpha
menggambarkan
konsistensi
pernyataan
dalam
instrumen. Instrumen dikatakan andal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji cronbachs alpha seluruh variabel dinyatakan reliabel apabila nilai loading-nya diatas 0,7. Nilai cronbachs alpha masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8 Hasil uji cronbachs alpha Variabel Kualitas LKPD Kompetensi SDM Penerapan SPIP Penerapan SAP
Cronbachs alpha 0,975 0,953 0,982 0,984
Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Sumber: Lampiran 6, 2015 Hasil cronbachs alpha pada Tabel 5.8 menunjukkan nilai kualitas LKPD sebesar 0,975, kompetensi SDM sebesar 0,953, penerapan SPIP sebesar
79
0.982, dan penerapan SAP sebesar 0.984 yang berarti seluruh variabel dinyatakan reliabel. Berdasarkan hasil uji pengukuran model di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel dalam penelitian ini adalah valid dan reliabel, sehingga pengujian dapat dilanjutkan. 5.3.2
Model Struktural/Inner Model
Inner model menunjukkan hubungan variabel laten dengan variabel yang diteliti lainnya. Evaluasi inner model
dengan uji bootstrapping menghasilkan
koefisien determinasi R-square, Q-square, path coefficients dan latent variable correlations. Hasil evaluasi inner model dijelaskan sebagai berikut: 1) Koefisien determinasi R-square (R2) R-square dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantif. Model dianggap memberikan pengaruh apabila R2 lebih besar dari 0 (nol). Hasil R2 sebesar 0,67; 0,33 dan 0,19 mengindikasikan bahwa model “baik”, “moderat”, dan “lemah”. Hasil koefisien determinasi R2 dari model dapat dilihat pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9 Koefisien Determinasi R2 Variabel Kualitas LKPD Penerapan SPIP Penerapan SAP Sumber: Lampiran 6, 2015
R2 0,866 0,474 0,703
Koefisien determinasi R2 pada Tabel 5.9 sebesar 0,866 menunjukkan bahwa model memiliki tingkat goodness of fit yang baik, artinya variabilitas kualitas LKPD yang dapat dijelaskan oleh kompetensi SDM, penerapan SPIP
80
dan SAP sebesar 86,6%, sedangkan sisanya 13,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam model. R2 penerapan SPIP sebesar 0,474 memiliki arti bahwa variasi dari penerapan SPIP mampu dijelaskan oleh kompetensi SDM sebesar 47,4% dan sisanya sebesar 52,4% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model. Nilai R2 penerapan SAP sebesar 0,703 menunjukkan bahwa variasi penerapan SAP mampu dijelaskan oleh kompetensi SDM sebesar 70,3% dan sisanya sebesar 39,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam model. Koefisien determinasi R2 dari model penelitian ini memiliki nilai 0,866, lebih besar dari model pengaruh langsung kompetensi SDM terhadap kualitas LKPD tanpa melalui variabel pemediasi penerapan SPIP dan SAP yaitu sebesar 0,733 (lihat lampiran 5). Hal ini mengindikasikan bahwa model dengan memasukkan penerapan SPIP dan SAP sebagai variabel pemediasi antara hubungan kompetensi SDM pada kualitas LKPD dalam penelitian ini lebih baik dari model yang hanya meneliti pengaruh langsung kompetensi SDM pada kualitas LKPD. 2)
Q-square (Q2) Q2 mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Suatu model dianggap mempunyai nilai predictive yang relevan jika nilai Q2 lebih besar dari 0 (nol). Besaran Q2 memiliki nilai dengan rentang 0< Q2< 1, model semakin baik jika nilai Q2 mendekati 1. Nilai predictive relevance diperoleh dari : Q2 = 1- (1-R12)(1-R22) (1-R32) Q2 = 1- (1-0,8662)(1-0,4742) )(1-0,7032) Q2 = 0,902
81
Hasil perhitungan Q2 pada penelitian ini 0,902 yang berarti bahwa 90% variabel independen dan pemediasi dalam penelitian ini layak untuk menjelaskan variabel dependen yaitu kualitas LKPD. Dengan demikian model penelitian yang digunakan layak dan pembuktian hipotesis dapat dilanjutkan. 5.3.3
Pengujian Hipotesis
1) Uji Pengaruh Langsung Variabel independen pada tingkat signifikansi 5% dengan uji satu sisi dinyatakan signifikan pada variabel dependennya apabila hasil t-statistik lebih besar dari t-tabel 1,680. Signifikansi variabel juga dapat dilihat dari nilai p-value yang lebih kecil dari tingkat alpha yang telah ditetapkan (α=0,05). Hasil uji pengaruh langsung masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10 Pengaruh Langsung Variabel Laten Original Sample (O) SDM SPIP 0,688 SDM SAP 0,838 SDM LKPD 0,318 SPIP LKPD 0,330 SAP LKPD 0.367 Sumber: Lampiran 7, 2015
Standard Error (STERR) 0,117 0,062 0,157 0,187 0,366
t statistics (ǀ O/STERR ǀ ) 5,873 13,569 13,979 1,765 1,778
P Value
0,000 0,000 0,021 0,039 0,038
a) Pengaruh kompetensi SDM pada penerapan SPIP Tabel 5.10 menunjukkan bahwa kompetensi SDM memiliki nilai koefisien positif sebesar 0,688, nilai t-statistik sebesar 5,873 dan tingkat signifikansi 0,000. Gambaran ini menjelaskan bahwa kompetensi SDM berpengaruh positif pada penerapan SPIP yang berarti semakin tinggi kompetensi SDM yang dimiliki PPK maka penerapan SPIP yang dihasilkan PPK cenderung semakin baik. Hasil tersebut menyatakan bahwa hipotesis pertama (H1) yang merumuskan bahwa
82
terdapat pengaruh positif kompetensi SDM pada penerapan SPIP di Pemkab Tabanan, tidak dapat ditolak. b) Pengaruh kompetensi SDM pada penerapan SAP Hasil koefisien menunjukkan nilai kompetensi SDM pada penerapan SAP memiliki nilai positif 0,838, nilai t-statistik sebesar 13,569 dan taraf signifikansi 0,000. Tingkat signifikasi ini yang lebih kecil dari tingkat alpha yang ditetapkan (α-0,05), hal ini berarti kompetensi SDM berpengaruh positif dan signifikan pada penerapan SAP. Semakin tinggi kompetensi SDM yang dimiliki PPK maka ada kecendrungan semakin baik terciptanya penerapan SAP. Hasil tersebut menyatakan bahwa hipotesis kedua (H2) yang merumuskan bahwa terdapat pengaruh positif kompetensi SDM pada penerapan SAP di Pemkab Tabanan, tidak dapat ditolak. c) Pengaruh kompetensi SDM pada kualitas LKPD Tabel 5.10 menunjukkan nilai koefisien kompetensi SDM pada kualitas LKPD sebesar 0,318 dengan taraf signifikansi 0,021 serta nilai t-statistik 13,979 lebih besar dari t-tabel 1,680. Hasil ini menunjukkan bahwa kompetensi SDM berpengaruh positif signifikan pada kualitas LKPD, artinya semakin tinggi kompetensi SDM yang dimiliki PPK-SKPD maka kualitas LKPD yang dihasilkan PPK-SKPD cenderung semakin baik. Gambaran ini menyatakan bahwa hipotesis ketiga (H3) yang merumuskan bahwa terdapat pengaruh positif kompetensi SDM pada kualitas LKPD Pemkab Tabanan, tidak dapat ditolak. d) Pengaruh penerapan SPIP pada kualitas LKPD Hipotesis keempat (H4) yang merumuskan bahwa terdapat pengaruh positif penerapan SPIP pada kualitas LKPD Pemkab Tabanan, tidak dapat ditolak. Hal ini dapat dilihat dari nilai t-statistik penerapan SPIP pada kualitas LKPD sebesar 1,765 dengan nilai koefisien sebesar 0,330 dan taraf
signifikansi 0,039.
83
Gambaran ini menyatakan bahwa semakin tinggi penerapan SPIP yang dilaksanakan, maka kecendungan kualitas LKPD yang dihasilkan PPK akan semakin baik. e) Pengaruh penerapan SAP pada kualitas LKPD Hasil koefisien menunjukkan nilai penerapan SAP pada kualitas LKPD memiliki nilai positif 0,367, nilai t-statistik sebesar 1,778 dan taraf signifikansi 0,038. Nilai t-statistik yang lebih besar dari t-tabel (1,680) berarti penerapan SAP berpengaruh positif pada kualitas LKPD.
Gambaran ini menyatakan bahwa
semakin tinggi penerapan SAP yang dilaksanakan, maka kualitas LKPD yang dihasilkan PPK cenderung semakin baik. Hasil mendukung hipotesis kelima (H5) yang merumuskan bahwa terdapat pengaruh positif penerapan SAP pada kualitas LKPD Pemkab Tabanan. 2) Uji Pengaruh tidak langsung Hasil uji pengaruh tidak langsung variabel laten yang dianalisis melalui SmartPLS versi 3.2.1.m3, dapat dilihat pada Tabel 5.11
Tabel 5.11 Pengaruh Tidak Langsung Variabel Laten
SDM SPIP SDM SAP SDM LKPD SPIP LKPD SAP LKPD
Original Sample (O)
Standard Error (STERR)
t-statistics (ǀ O/STERRǀ )
P Value
0,535
0,134
3,997
0,000
Sumber: Lampiran 7, 2015 Tabel 5.11 menunjukkan bahwa pengaruh kompetensi SDM pada kualitas LKPD juga memiliki pengaruh tidak langsung positif dengan nilai koefisien sebesar 0,535 dengan taraf signifikansi p-value sebesar 0,000. Nilai t-statistik pengaruh tidak langsung ini sebesar 3,997 lebih besar dari nilai t-tabel
84
1,680, artinya kompetensi SDM memiliki pengaruh tidak langsung atau melalui variabel perantara yang positif dan signifikan pada kualitas LKPD. Nilai koefisien pengaruh tidak langsung kompetensi SDM pada kualitas LKPD berdasarkan hasil pengujian pada SmartPLS versi 3.2.1.m3 adalah sebesar 0,535 merupakan total pengaruh tidak langsung melalui penerapan SPIP dan SAP. Nilai koefisien pengaruh tidak langsung kompetensi SDM pada kualitas LKPD melalui penerapan SPIP diperoleh dengan mengalikan koefisien jalur kompetensi SDM pada penerapan SPIP dengan koefisien hubungan penerapan SPIP pada kualitas LKPD (Sholikin, 2014:82) yaitu 0,688 x 0,330 sehingga diperoleh hasil 0,227. Pengaruh tidak langsung kompetensi SDM pada kualitas LKPD melalui penerapan SPIP diperoleh dengan mengalikan koefisien hubungan kompetensi SDM pada penerapan SAP dengan koefisien hubungan penerapan SAP pada kualitas LKPD yaitu 0,838 x 0,367 dan diperoleh hasil 0,308. Hasil penjumlahan koefisien pengaruh tidak langsung kompetensi SDM
pada kualitas laporan keuangan melalui penerapan SPIP dan SAP sebesar 0,535 identik dengan hasil yang dikeluarkan oleh SmartPLS versi 3.2.1.m3. 3) Uji Efek mediasi Efek mediasi menunjukkan hubungan antara variabel independen dan dependen melalui variabel penghubung atau mediasi. Berdasarkan hasil uji PLS dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan SPIP maupun SAP merupakan pemediasi parsial, yang tercermin dari nilai koefisien pengaruh langsung kompetensi SDM pada kualitas LKPD sebelum dimasukkannya variabel pemediasi maupun setelah dimasukkannya penerapan SPIP dan SAP sebagai variabel pemediasi tetap signifikan walaupun nilainya turun dari 0,856 menjadi 0,318 (Baron dan Kenny, 1986; Hair et al., 2011; Kock, 2011, 2013 dalam Sholihin, 2014:57). Pengujian penerapan SPIP dan SAP sebagai pemediasi dapat
85
dilihat dari nilai VAF masing-masing variabel pemediasi. Jika nilai VAF diatas
80%, maka menujukkan peran variabel penerapan SPIP maupun SAP sebagai pemediasi penuh (full mediation). Variabel penerapan SPIP dan SAP dikategorikan sebagai pemediasi parsial apabila nilai VAF berkisar antara 20% sampai dengan 80%, namun jika nilai VAF kurang dari 20% dapat disimpulkan bahwa hampir tidak ada efek mediasi. Perhitungan VAF dilakukan dengan formula sebagai berikut:
Nilai VAF untuk pengujian efek mediasi penerapan SPIP pada hubungan kompetensi SDM dan kualitas LKPD dapat dihitung dalam tabel 5.12.
Tabel 5.12 Uji Efek mediasi penerapan SPIP pada hubungan kompetensi SDM dan kualitas LKPD Pengaruh tidak langsung 0,688 * 0,330 (SDM SPIP = 0,688; SPIP LKPD = 0,330) Pengaruh langsung sebelum dimasukkan variabel pemediasi (SDM LKPD = 0,856) Pengaruh total VAF = pengaruh tidak langsung/pengaruh total = 0,227/1,083
0,227 0,856 1,083 0,210
Sumber: data diolah, 2015 Hasil perhitungan VAF penerapan SPIP sebagai pemediasi hubungan antara kompetensi SDM dan kualitas LKPD diperoleh nilai 0,210 atau 21% dan menunjukkan bahwa penerapan SPIP sebagai pemediasi parsial. Bentuk pemediasi parsial ini menjelaskan bahwa SPIP bukan satu-satunya pemediasi hubungan kompetensi SDM pada kualitas LKPD Kabupaten Tabanan namun terdapat faktor pemediasi lain (Baron dan Kenny, 1986 dalam Sholihin, 2014:59). Hasil ini menggambarkan bahwa hipotesis keenam (H6) yang
86
merumuskan bahwa terdapat pengaruh positif kompetensi SDM pada kualitas LKPD Pemkab Tabanan melalui penerapan SPIP, tidak dapat ditolak. Nilai VAF untuk pengujian efek mediasi penerapan SAP pada hubungan kompetensi SDM dan kualitas LKPD dapat dihitung dalam tabel 5.13.
Tabel 5.13 Uji Efek mediasi penerapan SAP pada hubungan kompetensi SDM dan kualitas LKPD Pengaruh tidak langsung 0,838 * 0,367 (SDM SAP = 0,838; SAP LKPD = 0,367) Pengaruh langsung sebelum dimasukan variabel pemediasi (SDM LKPD = 0,856) Pengaruh total VAF = pengaruh tidak langsung/pengaruh total = 0,308/1,164
0,308 0,856 1,164 0,265
Sumber: data diolah, 2015 Tabel 5.13 menunjukkan hasil perhitungan VAF penerapan SAP sebagai pemediasi hubungan kompetensi SDM pada kualitas LKPD adalah 0,265 atau 26,5%. Hasil ini menggambarkan bahwa penerapan SAP hanya memediasi parsial hubungan antara kompetensi SDM dan kualitas LKPD dan menunjukkan bahwa SAP merupakan salah satu dari beberapa faktor yang menjadi pemediasi hubungan kompetensi SDM pada kualitas LKPD Kabupaten Tabanan. Berdasarkan hasil uji efek mediasi ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketujuh (H7) yang merumuskan bahwa terdapat pengaruh positif kompetensi SDM pada kualitas LKPD
Pemkab Tabanan
melalui penerapan SAP, tidak dapat ditolak. 4)
Part coefficient Ringkasan hasil perhitungan pengaruh langsung, tidak langsung dan total pengaruh dari variabel penelitian dapat dilihat
pada Tabel 5.14. Pengaruh
langsung kompetensi SDM pada penerapan SPIP pada Tabel 5.14 menunjukkan nilai sebesar 0,688 dengan taraf signifikansi 0,000. Pengaruh
87
tidak langsung kompetensi pada penerapan SPIP tidak ada (nol), karena hubungan jalurnya tidak ada, dengan demikian pengaruh totalnya tetap sebesar 0,688. Pengaruh langsung kompetensi SDM pada penerapan SAP sebesar 0,838 dengan taraf signifikansi 0,000. Pengaruh tidak langsung kompetensi pada penerapan SAP tidak ada (nol), karena hubungan jalurnya tidak ada, dengan demikian pengaruh totalnya tetap sebesar 0,838. Pengaruh langsung penerapan SPIP pada kualitas LKPD
sebesar
0,330 dengan taraf signifikansi 0,039. Pengaruh tidak langsung penerapan SPIP pada kualitas LKPD
tidak ada (nol), dengan demikian pengaruh
totalnya tetap sebesar 0,330. Pengaruh langsung penerapan SAP pada kualitas LKPD
sebesar 0,367 dengan taraf signifikansi 0,038. Pengaruh tidak
langsung penerapan SPIP pada kualitas LKPD
tidak ada (nol), karena
hubungan jalurnya tidak ada, dengan demikian pengaruh totalnya tetap sebesar 0,367. Pengaruh langsung kompetensi SDM pada kualitas LKPD sebesar 0,318 disertai pengaruh tidak langsung sebesar 0,535 sehingga meningkatkan total effect sebesar 0,854 dengan taraf signifikansi 0,000. Tabel 5.14 Hasil part coefficients Part coefficients SDM SPIP SDM SAP SDM LKPD SPIP LKPD SAP LKPD
0,688 0,838 0,318 0,330 0,367
Sumber: Lampiran 7, 2015
Indirect effect
Total Effect
P-Value
0,535
0,688 0,838 0,854 0,330 0,367
0,000 0,000 0,000 0.039 0,038
88
5) Latent variable correlation Berdasarkan Tabel 5.15 dapat diketahui koefisien korelasi antar variabel. Korelasi kualitas LKPD sebagai variabel dependen dengan kompetensi SDM, penerapan SPIP dan SAP sebagai variabel independen memiliki korelasi kuat yaitu sebesar 0,854; 0,822 dan 0,879. Gambaran ini menyatakan kompetensi yang dimiliki seorang PPK dengan melalui SPIP dan SAP yang baik akan cenderung menghasilkan kualitas LKPD yang semakin baik.
Tabel 5.15 Koefisien korelasi antar variabel
Kualitas LKPD Kompetensi SDM Penerapan SPIP Penerapan SAP
Kualitas LKPD 1 0,854 0,822 0,879
Kompetensi SDM 1 0,688 0,838
Penerapan SPIP
1 0,741
Penerapan SAP
1
Sumber: Lampiran 7, 2015 5.4 5.4.1
Pembahasan Pengaruh kompetensi SDM pada penerapan SPIP Variabel kompetensi SDM berpengaruh positif pada penerapan SPIP. Hal ini
berarti bahwa untuk meningkatkan penerapan SPIP dibutuhkan kompetensi SDM yang baik pula. Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki PPK-SKPD maka ada kecendrungan semakin baik penerapan SPIP yang dihasilkan PPK-SKPD. Apabila PPK-SKPD dalam melaksanakan tugasnya menggunakan keahlian dan pengetahuan yang dimilikinya dengan baik serta didukung dengan perilaku yang mengedepankan etika, maka pengendalian intern cenderung akan berjalan dengan efektif.
Nilai skor rerata penilaian jawaban responden terhadap perilaku SDM sebesar 4,29 dengan kategori sangat baik dan mengindikasikan bahwa perilaku PPK-SKPD dalam melaksanakan pencatatan dan pelaporan keuangan sudah
89
berjalan sesuai norma dan etika yang berlaku sehingga kecil kemungkinan terjadi penyimpangan dan kecurangan. Hasil ini konsisten dengan penelitian Setiawati dan Sari (2014), yang meneliti kualitas pelaporan keuangan pemerintah ditinjau dari SDM, pengendalian intern, pemanfaatan teknologi informasi dan pemahaman akuntansi pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di wilayah eks Keresidenan Surakarta. Hasil penelitian ini juga mendukung temuan Irwan (2011), Zuliarti (2012), Sari (2012), Susilawati dan Riana (2014).
5.4.2
Pengaruh kompetensi SDM pada penerapan SAP Kompetensi SDM berpengaruh positif pada penerapan SAP. Hal ini dapat
diartikan bahwa untuk meningkatkan penerapan SAP cenderung dibutuhkan kompetensi PPK-SKPD yang baik pula. Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki PPK-SKPD maka ada kecendrungan semakin baik terciptanya penerapan SAP. Penerapan SAP yang baik membutuhkan SDM yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang berkaitan dengan pengakuan pendapatan, pengakuan belanja, prinsipprinsip penyusunan laporan konsolidasi, investasi, pengakuan dan penghapusan aset berwujud dan tidak berwujud, kontrak konstruksi, kebijakan kapitalisasi pengeluaran, kemitraan dengan pihak ketiga, biaya penelitian dan pengembangan, perhitungan persediaan dan dana cadangan serta prinsip lainnya yang tercantum dalam PP no. 71 tahun 2010. Tanpa adanya kompetensi yang baik, maka penerapan SAP cenderung tidak akan berjalan dengan baik. Hasil ini konsisten dengan penelitian Nugraheni (2008) yang meneliti pengaruh penerapan SAP terhadap kualitas laporan keuangan pada Inspektorat Jendral Departemen Pendidikan Nasional. Hasil penelitian ini juga mendukung temuan Syarif dan Aldiani (2009), Suhardjo (2013) Setiawati dan Sari (2014).
90
5.4.3
Pengaruh kompetensi SDM pada kualitas LKPD
Nilai koefisien pengaruh langsung kompetensi SDM pada kualitas LKPD Pemkab Tabanan sebesar 0,318 dengan taraf signifikansi 0,021, menggambarkan bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan kompetensi SDM berpengaruh positif pada kualitas LKPD Pemkab Tabanan, tidak dapat ditolak. Hasil ini dapat diartikan bahwa untuk meningkatkan kualitas LKPD dibutuhkan kompetensi SDM yang baik pula. Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki PPK-SKPD, ada kecendrungan semakin baik pula kualitas keuangan yang dihasilkan PPK-SKPD. Nilai total skor rerata penilaian jawaban responden terhadap kompetensi SDM sebesar 4,14 termasuk dalam kategori baik namun belum optimal, salah satu penyebabnya walaupun 51,28% tingkat pendidikan PPK-SKPD adalah sarjana dan 41,03% merupakan lulusan pasca sarjana, namun sebagian besar dengan latar belakang yang tidak berhubungan dengan ekonomi yaitu sebesar 76,92%. Pemerintah daerah perlu meningkatkan kompetensi PPK-SKPD terutama pengetahuan dan keahlian dalam penyusunan LKPD untuk menghasilkan LKPD yang berkualitas khususnya meningkatkan relevansi LKPD dalam menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk mengoreksi keputusan pengguna di masa lalu dan memprediksi kejadian dimasa yang akan datang. Hasil ini konsisten dengan penelitian Xu et al. (2003), yang meneliti faktor kunci dari kualitas informasi akuntansi studi kasus di Australia. Hasil penelitiannya menyatakan SDM, sistem, organisasi dan faktor eksternal merupakan faktor krisis menentukan kualitas informasi akuntansi. Hasil penelitian ini juga mendukung temuan Alimbudiono dan Fidelis (2004); Choirunisah (2008); Winidyaningrum dan Rahmawati (2010); Roviyanti (2011) serta Indriasih (2014).
91
5.4.4
Pengaruh penerapan SPIP pada kualitas LKPD Penerapan SPIP berpengaruh positif pada kualitas LKPD Pemkab
Tabanan. Pengaruh yang positif ini dapat diartikan bahwa penerapan SPIP yang baik akan cenderung menghasilkan LKPD yang baik pula. Semakin tinggi penerapan SPIP yang dilaksanakan, maka kualitas LKPD yang dihasilkan PPKSKPD cenderung semakin baik. Nilai skor rerata penerapan SPIP sebesar 4,22 menggambarkan bahwa penerapan SPIP di lingkungan Pemkab Tabanan sudah sangat baik, namun masih perlu ditingkatkan lagi. Hal ini dapat dilihat dari nilai skor rerata lingkungan pengendalian dan penilaian resiko masing-masing sebesar 4,19 dan 4,12 yang berarti sudah baik namun masih belum optimal. Lingkungan pengendalian yang efektif dapat diciptakan melalui penerapan standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam instansi. Pimpinan mesti mengambil tindakan yang tegas atas pelanggaran kebijakan, prosedur ataupun aturan perilaku serta rutin melakukan penilaian terhadap kualitas pengendalian intern SKPD. Penilaian resiko menjadi hal yang penting dilakukan oleh pimpinan SKPD secara lengkap dan menyeluruh terhadap kemungkinan timbulnya pelanggaran terhadap sistem akuntansi yang diterapkan. Pelanggaran terhadap sistem akuntansi akan membuat LKPD
tidak berkualitas sehingga pimpinan dituntut memiliki rencana
pengelolaan atau mengurangi risiko pelanggaran terhadap sistem dan prosedur akuntansi yang dilaksanakan di instansinya.
Hasil ini konsisten dengan penelitian Sukmaningrum (2011) yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas informasi LKPD
pemerintah pada
Pemerintah Kabupaten dan Kota Semarang, dengan hasil sistem pengendalian intern yang diproksikan dengan integritas data, ketepatan input, prosedur otorisasi, penyimpanan dokumen sumber data, pemberian wewenang, penentuan kebijakan
92
dan standar akuntansi, pelaksanaan kebijakan berpengaruh signifikan terhadap kualitas informasi LKPD. Hasil penelitian ini juga mendukung temuan Boynton et al. (2001), Granof (2001), Lobo dan Zhou (2006), Arens et a.l (2008), Cohen et al. (2008), Bartov dan Cohen (2009), Chambers dan Payne (2009), Sari (2012) serta Susilawati dan Riana (2013).
5.4.5 Pengaruh penerapan SAP pada kualitas LKPD Nilai koefisien pengaruh langsung penerapan SAP pada kualitas LKPD Pemkab Tabanan sebesar 0,367 dan serta t-statistik 1,778 yang lebih besar 1,680 memberi arti bahwa hipotesis kelima yang menyatakan penerapan SAP berpengaruh positif pada kualitas LKPD Pemkab Tabanan tidak dapat ditolak. Hasil ini menggambarkan bahwa penerapan SAP yang baik akan cenderung menghasilkan kualitas LKPD yang baik pula. Semakin tinggi penerapan SAP yang dilaksanakan dalam proses penyusunan LKPD, maka ada kecendrungan semakin baik kualitas LKPD yang dihasilkan PPK-SKPD. Pelaksanaan SAP secara konsisten sesuai aturan yang berlaku cenderung menghasilkan LKPD yang berkualitas. Nilai skor rerata penerapan SAP sebesar 4,28 menggambarkan bahwa penerapan SAP di lingkungan Pemkab Tabanan sudah sangat baik, namun masih perlu ditingkatkan lagi. Hal ini dapat dilihat dari nilai skor rerata penerapan PSAP No. 01 tentang penyajian laporan keuangan, PSAP No. 02 tentang laporan realisasi anggaran dan PSAP No. 6 tentang akuntansi investasi, masing-masing sebesar 4,11; 4,15 dan 4,13 yang berarti sudah baik namun masih belum optimal. Hasil ini konsisten dengan penelitian Susilawati dan Riana (2014) yang meneliti SAP dan SPI sebagai antaseden kualitas LKPD pada Pemerintah Daerah Kota Bandung serta sejalan dengan temuan Zeyn (2011) bahwa penggunaan SAP mutlak dilakukan agar laporan keuangan yang dihasilkan berkualitas. Hasil penelitian
93
ini juga mendukung temuan Nurdiawan, 2009; Adhi dan Suhardjo, 2013; Rahayu et al., 2014.
5.4.6
Pengaruh kompetensi SDM pada kualitas LKPD melalui Penerapan SPIP Perhitungan VAF efek mediasi penerapan SPIP pada hubungan kompetensi
SDM dengan kualitas LKPD adalah sebesar 41,7% dan menunjukkan bahwa penerapan SPIP merupakan pemediasi parsial hubungan antara kompetensi SDM dengan kualitas LKPD. Kompetensi SDM masih memiliki pengaruh langsung pada kualitas LKPD, meskipun terdapat pengaruh tidak langsung dari kompetensi SDM pada kualitas LKPD melalui penerapan SPIP. Gambaran ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi yang dimiliki PPK-SKPD melalui peningkatan penerapan SPIP ada kecendrungan berdampak pada meningkatnya kualitas LKPD Pemkab Tabanan. SDM yang memiliki kompetensi yang baik disamping dapat mempengaruhi kualitas LKPD secara langsung, juga dapat meningkatkan penerapan SPIP pada instansinya yang berimplikasi pula pada peningkatan kualitas laporan keuangan SKPD. SPIP yang dijalankan oleh PPK-SKPD yang memiliki kompetensi mampu menghasilkan
LKPD
yang
memenuhi
karakteristik
relevan,
andal,
dapat
diperbandingkan dan dapat dipahami. Hasil ini konsisten dengan penelitian Indriasih (2014) yang meneliti pengaruh kompetensi aparatur pemerintah dan efektifitas pengendalian intern pemerintah menuju pelaporan keuangan pemerintah keuangan yang berkualitas pada Pemerintah Daerah Kota Tegal, Jawa Tengah. Hasil penelitian ini juga mendukung temuan Agami (2006), Doyle et al. (2007), Arens et al. (2008:250) serta Chambers, et al. (2010).
94
5.4.7
Pengaruh Kompetensi SDM pada Kualitas LKPD melalui Penerapan SAP Variabel penerapan SAP merupakan pemediasi parsial hubungan kompetensi
SDM pada kualitas LKPD yang dapat dilihat dari nilai VAF sebesar 49,2%, sehingga mendukung hipotesis ketujuh yang menyatakan kompetensi SDM berpengaruh positif pada kualitas LKPD Pemkab Tabanan melalui penerapan SAP. Hasil ini mengandung arti bahwa semakin tinggi kompetensi PPK-SKPD melalui peningkatan penerapan SAP berdampak pada kecendrungan meningkatnya kualitas LKPD. PPK-SKPD yang memiliki kompetensi yang baik disamping dapat mempengaruhi kualitas LKPD secara langsung, juga dapat meningkatkan penerapan SAP pada instansinya yang berimplikasi pula pada peningkatan kualitas laporan keuangan SKPD. Penyusunan LKPD yang berkualitas memerlukan keahlian SDM yang berkaitan dengan penerapan SAP. Kegagalan SDM dalam memahami dan menerapkan standar akuntansi yang ditetapkan pemerintah akan berdampak pada rendahnya kualitas LKPD. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Suhardjo dan Adhi (2013) yang menunjukkan bahwa penerapan SAP dan kualitas aparatur pemerintah daerah, baik secara simultan maupun parsial berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Kota Tual. Hasil penelitian ini juga mendukung temuan Tausikal (2007), Warren et al. (2005) serta Irwan (2011).