BAB V MODEL DINAMIKA KOTA TANGERANG
V.1 Kerangka Kerja Pemodelan Untuk pemodelan yang dilakukan dalam tesis ini, kerangka kerja yang dilakukan adalah dengan mengacu kepada pendekatan pemodelan yang telah diuraikan pada Bab IV.
Secara ringkas, kerangka kerja pemodelan tersebut ditunjukkan pada
Gambar V.1. berikut ini.
Kebijakan dalam Penataan Dinamika Kota
Kondisi Dinamika Kota
Penataan Dinamika Kota sebagai sebuah Sistem
Implementasi
Perumusan Masalah
A n a l i s i s
Simulasi
Konseptualisasi Sistem
Formulasi Model Penataan Dinamika Kota
Gambar V.1 Kerangka kerja pemodelan Sumber: Hasil modifikasi sendiri dari tesis berjudul kajian atas pengelolaan jalan kabupaten di kabupaten Nias dengan pemodelan system dynamics, Nuzlan Musfi, 2008.
81
Pada bab ini, kerangka kerja yang disajikan meliputi konseptualisasi sistem, formulasi model, perilaku model, dan evaluasi model. Sedangkan tahapantahapan lainnya akan dibahas pada bab selanjutnya. Dengan pola penyajian yang demikian, diharapkan bab-bab yang ada dalam tesis ini akan membentuk suatu kesatuan yang utuh.
V.2 Konseptualisasi Model Pendekatan model diharapkan dapat menjadi suatu alternatif terhadap pemahaman mengenai perilaku dan saling keterkaitan dalam suatu sistem; yang dibangun melalui pemahaman akan struktur suatu sistem, pola keterkaitan yang ada, dan parameterparameter sistem tersebut.
Pada tahap awal pengembangan model, unsur-unsur yang menyebabkan terjadinya dinamika di kota Tangerang, diasumsikan dari keterkaitan antar sektor yang ada di dalam kota Tangerang. Pada model dasar digambarkan beberapa sektor yang akan dikembangkan dalam model generik, yakni sub-model ketersediaan lahan, penduduk dan ekonomi (lihat Gambar V.2).
EKONOMI
POPULASI
KETERSEDIAAN LAHAN
Gambar V.2 Diagram konseptualisasi model
82
Model dasar dinamika kota yang dikembangkan terdiri atas 3 (tiga) sektor, yaitu (1) sektor ketersediaan lahan, (2) sektor penduduk, dan (3) sektor ekonomi. Uraian akan diperlihatkan untuk setiap sektor (sub model) tersebut secara lebih detail di bagian berikutnya. Konsep dasar pemodelan ini menggambarkan keterkaitan 3 (tiga) sektor dalam dinamika kota Tangerang.
V.3 Struktur Model Perilaku suatu sistem maupun model sangat bergantung pada strukturnya.
Struktur
dalam hal ini adalah komponen-komponen yang ada dan hubungan saling keterkaitan antara komponen-komponen tersebut. Parameter yang melekat pada setiap komponen juga akan memegang peranan penting. Dalam makna
yang
sederhana, membangun struktur model adalah membuat diagram causal loop yang dapat mencerminkan sistem yang sesungguhnya.
Berdasar struktur model tersebut kemudian dikembangkan dan dipelajari perilakuperilaku dari masing-masing variabel yang diamati.
Setelah itu, perilaku tiap
variabel dikaji dan kemudian diformulasikan agar dapat
disimulasikan
untuk
mengetahui perilaku variabel-variabel yang ditinjau dalam hubungannya dengan perubahan waktu. Pada bagian ini, struktur dan perilaku model yang dibuat akan diuraikan secara bersamaan. Untuk memudahkan, maka penjelasan akan dimulai dari struktur model global baru kemudian dengan sub-sub model. a. Struktur Model Global Struktur model global pada dasarnya terdiri atas diagram causal loop dari beberapa sub sistem yang saling berinteraksi membentuk sistem secara keseluruhan. Masingmasing sub sistem, selain berinteraksi dengan sub sistem lainnya juga memiliki interaksi secara internal di antara komponen-komponen struktur yang dimiliki oleh sub sistem bersangkutan.
Struktur model global dengan sendirinya menunjukkan batas (boundary) sistem, yang men-delienasi variabel-variabel yang berada dalam sistem atau di luar sistem. Dalam hal ini, variabel-variabel yang berada di luar boundary ada yang tidak
83
dicantumkan (diabaikan) karena dianggap tidak berpengaruh terhadap sistem, ada yang mempengaruhi sistem secara eksogen.
Seperti yang telah diuraikan dalam Subbab I.5 tentang kerangka konseptual dinamika lahan dalam perekonomian kota Tangerang, model global dinamika kota Tangerang dibentuk oleh 3 (tiga) submodel : (1) submodel ketersediaan lahan, (2) sub model penduduk, dan (3) submodel ekonomi (Gambar V.3).
Dalam submodel lahan dibedakan 4 (empat) jenis penggunaan lahan yaitu : (1) submodel lahan belum terpakai, (2) sub model lahan urban industri, (3) sub model lahan pertanian, dan (4) sub model lahan Bandara Soekarno Hatta. Submodel populasi dibentuk oleh unsure-unsur utamanya yaitu : penduduk, kelahiran, kematian, migrasi masuk, migrasi keluar, angkatan kerja, dan tingkat pengangguran. Sedangkan submodel ekonomi dibentuk oleh unsur-unsur utama seperti PDRB, PDRB perkapita, PDRB non pertanian, dan PDRB pertanian. menjadi (1) sub model ekonomi non pertanian dan (2) sub model ekonomi pertanian.
Submodel EKONOMI
+
Loop 2
Loop 3
(-)
(+)
-
Loop 5
(-)
+
+
Submodel POPULASI
Loop 1
(-)
Submodel KETERSEDIAAN LAHAN
Loop 4
(-)
+
-
Gambar V.3 Causal Loop Model global dinamika kota Tangerang
84
b. Batasan Model Adapun batas model yang menjadi dasar pengembangan struktur model untuk ketiga submodel di atas, diperlihatkan dalam tabel V.1 berikut.
Tabel V.1 Batasan model Endogen Lahan belum terpakai
Eksogen
Lahan Urban
Kebijakan alihfungsi lahan pertanian ke lahan urban industri Kebijakan alihfungsi lahan pertanian untuk perluasan bandara Soetta Standar lahan industri
Lahan Industri
Standar lahan urban
Lahan Pertanian
Kebijakan pembatasan inmigrasi Target Tumbuh Non Pertanian
Lahan Urban Industri
Lahan bandara Soekarno Hatta Populasi Inmigrasi
Di luar batas model Pendidikan
Keuangan daerah
Mobilisasi tenaga kerja
Teknologi sektor nonpertanian Produktivitas lahan pertanian
Outmigrasi Kelahiran Kematian PDRB PDRB perkapita PDRB pertanian PDRB nonpertanian Kapital nonpertanian Investasi nonpertanian Tingkat pengangguran
c. Gambaran Sub Model 1). Sub Model Lahan Lahan merupakan salah satu aspek yang terpenting dalam penataan ruang, karena salah satu kegiatan merencanakan tata ruang adalah mengatur dan menata lahan di kota Tangerang yang serba terbatas, sehingga aktivitas manusia yang ada di dalamnya bisa tertampung dalam lahan yang terbatas tersebut. Dalam upaya
85
memodelkan lahan seperti lazim digunakan dalam penataan ruang, maka pemodelan lahan akan dipilah menjadi 4 (empat) jenis lahan rencana, yaitu : (1) lahan belum terpakai; (2) lahan urban industri; (3) lahan pertanian; dan (4) lahan bandara Soekarno Hatta. Khusus untuk lahan urban industri di dalamnya tercakup lahan urban (lahan permukiman) dan lahan industri. Lahan industri dalam model ini mencakup lahan industri, lahan tranportasi, dan lahan jasa perdagangan. Lahan industri itu sendiri dapat disebut juga sebagai lahan ekonomi non pertanian.
Sub model pergeseran lahan perkotaan ditunjukkan pada Gambar V.4. Terlihat tata guna dan konversi lahan perkotaan yang saling berpengaruh untuk penggunaan lahan antara berbagai sektor meliputi penggunaan lahan untuk pertanian, urban industri, lahan bandara Soekarno Hatta terkait rencana pengurangan lahan pertanian untuk perluasan bandara Soekarno Hatta, dan adanya lahan yang belum terpakai atau belum difungsikan.
Lahan BSH Yang Dikehendaki
Kebijakan Alih Fungsi Lahan
Lahan Belum Terpakai
Lahan Bandara Soekarno Hatta
+
-
-
Pertambahan Lahan BSH dari lahan Pertanian +
+
Lahan Urban Industri Yang Dikehendaki (dari sub model penduduk dan ekonomi)
Pertambahan Lahan Urban Industri dari lahan Belum terpakai +
Lahan Urban Industri
+ +
+
-
+
Kebijakan Alih Fungsi Lahan
+
-
+
-
Lahan Pertanian
-
+
Pertambahan Lahan Urban Industri dari lahan Pertanian +
Kebijakan Alih Fungsi Lahan
Gambar V.4 Diagram lingkar umpan balik pergeseran lahan kota Tangerang
86
Gambar V.4. menggambarkan laju pergeseran lahan kota Tangerang. Tampak pada laju pergeseran lahan belum terpakai ke lahan urban industri, lahan pertanian ke urban industri, lahan pertanian ke bandara Soekarno Hatta. Pertambahan lahan urban industri dapat terjadi jika ada kebijakan alih fungsi lahan belum terpakai untuk kebutuhan lahan urban industri. Apabila ketersediaan lahan belum terpakai telah habis, pertambahan lahan urban industri dapat terjadi apabila ada kebijakan alih fungsi lahan pertanian untuk kebutuhan lahan urban industri. Ketersediaan lahan pertanian akan terus berkurang untuk kebutuhan lahan urban industri, sedangkan di sisi lain terdapat rencana perluasan lahan Bandara Soekarno Hatta, sehingga lahan pertanian yang masih tersedia akan makin berkurang. Dengan demikian terjadi tarik menarik atas lahan pertanian antara untuk kebutuhan lahan urban industri dengan perluasan lahan bandara Soekarno Hatta. Pergeseran lahan pertanian untuk penggunaan rencana perluasan bandara Soekarno Hatta, adalah sangat besar kemungkinan terjadinya. Sedangkan untuk lahan urban industri menunjukkan bahwa pertambahan untuk lahan tersebut hampir selalu terjadi, karena pertambahannya selalu terkait dengan perkembangan aktivitas lain. Untuk memperjelas gambaran sub model lahan urban industri, maka perlu dimodelkan kembali dengan sub model untuk masing-masing lahannya yakni sub model lahan industri (gabungan dari lahan transportasi, lahan jasa perdagangan dan lahan industri) dan sub model lahan urban/permukiman sebagai kebutuhan kejelasan penulisan tesis ini. Berikut dipaparkan gambaran sub model lahan industri (Gambar V.5) dan sub model urban/permukiman (Gambar V.6).
87
+
+
Investasi
Kecukupan Lahan Industri
-
Lahan Industri
+
-
+ +
Kebutuhan Lahan Transportasi
Pertambahan lahan Industri dari lahan Pertanian
+ Pertambahan lahan Industri dari lahan Belum Terpakai
Pertambahan Lahan Industri Yang Dikehendaki
+
Lahan Industri Yang Dikehendaki +
+ +
Kebijakan Alih Fungsi Lahan
Kebutuhan Tenaga Kerja
+
+ Prakiraan PDRB Non Pertanian
Gambar V.5 Diagram lingkar umpan balik lahan industri Sektor industri (ekonomi nonpertanian) adalah salah satu sektor yang mendukung perkembangan/dinamika kota Tangerang. Sehingga kemungkinan kebutuhan lahan untuk aktivitas industri (nonpertanian) akan meningkat dari waktu ke waktu. Meningkatnya pertambahan lahan industri yang dikehendaki akan memperbesar pertambahan lahan industri baik dari lahan pertanian maupun lahan belum terpakai, sehingga menambah jumlah lahan industri. Meningkatnya kecukupan lahan industri karena bertambahnya lahan industri. Sehingga dengan makin besarnya kecukupan lahan industri akan berpengaruh negatif pada pertambahan lahan industri yang dikehendaki. Sebaliknya, meningkatya pertambahan lahan industri yang dikehendaki akan memperbesar pertambahan lahan industri baik dari lahan pertanian maupun lahan belum terpakai, sehingga akan menambah jumlah lahan industri. Sehingga hubungan antara pertambahan lahan industri yang dikehendaki dengan lahan industri adalah positif. Lahan industri yang dikehendaki diperkirakan dari perkalian antara kebutuhan tenaga sektor industri dengan standar lahan industri per tenaga kerja. Sedangkan kebutuhan tenaga kerja ditentukan dari prakiraan PDRB non pertanian dan prakiraan produktivitas tenaga kerja sektor non pertanian. Jika prakiraan PDRB non pertanian naik, maka kebutuhan tenaga kerja naik dan pada gilirannya akan
88
meningkatkan kebutuhan akan lahan industri. Meningkatnya tenaga kerja inilah yang mempengaruhi kebutuhan lahan industri yang dikehendaki. Untuk memenuhi kebutuhan ini, yang paling memungkinkan adalah mengubah lahan pertanian atau lahan belum terpakai menjadi lahan industri. Di lain pihak lahan industri juga seringkali berubah fungsi menjadi lahan transportasi.
Kebutuhan Lahan Industri + -
Kecukupan Lahan Urban
-
Lahan Urban
+
+ + Kebutuhan Lahan Transportasi Kebutuhan Lahan Jasa Perdagangan
Pertambahan lahan Urban dari lahan Pertanian
+ Pertambahan lahan Urban dari lahan Belum Terpakai
Lahan Urban Yang Dikehendaki
Pertambahan Lahan Urban Yang Dikehendaki
+
+
+ +
Kebijakan Alih Fungsi Lahan
Kebutuhan Penduduk
+
+ PDRB Per Kapita
Gambar V.6 Diagram lingkar umpan balik lahan urban
Gambar V.6 adalah diagram alir umpan balik lahan urban/permukiman yang merupakan lahan yang luasnya terus bertambah. Di kota Tangerang yang pertumbuhan penduduknya cukup tinggi, kebutuhan lahan urban/permukiman menjadi begitu besar. Untuk memenuhi kebutuhan ini, yang paling memungkinkan adalah mengubah lahan pertanian menjadi lahan urban/permukiman, atau mengubah lahan belum terpakai menjadi lahan urban/permukiman jika masih ada ketersediaan lahan belum terpakai. Di lain pihak, lahan urban/permukiman juga seringkali berubah fungsi menjadi lahan industri, lahan jasa perdagangan, dan lahan transportasi. Meningkatnya kecukupan lahan urban karena bertambahnya lahan urbani. Sehingga dengan makin besarnya lahan urban akan berpengaruh positif pada kecukupan lahan urban sehingga akan mengurangi pertambahan lahan industri yang dikehendaki. Sehingga hubungan kecukupan lahan urban dengan pertambahan lahan
89
urban yang dikehendaki adalah negatif. Sebaliknya, meningkatya pertambahan lahan urban yang dikehendaki akan memperbesar pertambahan lahan urban baik dari lahan pertanian maupun lahan belum terpakai, sehingga akan menambah jumlah lahan urban. Sehingga hubungan antara pertambahan lahan industri yang dikehendaki dengan lahan industri adalah positif.
Waktu Kebijakan Alih Fungsi Lahan +
+
Lahan Bandara Soetta
Pertambahan lahan BSH dari lahan pertanian
-
+
+
-
Lahan Pertanian -
Alokasi Lahan BSH Yang Dikehendaki
Pertambahan alokasi lahan BSH yang dikehendaki
+
Gambar V.7 Diagram lingkar umpan balik lahan Bandara Soekarno Hatta Peningkatan kegiatan di sektor jasa pelayanan transportasi udara di bandara Soekarno Hatta akan menambah lahan bandara Soekarno Hatta, selain adanya standar kebutuhan lahan bandara internasional sebesar 3000 hektar. Alokasi lahan bandara Soekarno Hatta yang dikehendaki akan berpengaruh kepada pertambahan alokasi lahan bandara Soekarno Hatta tersebut, maka pertambahan lahan bandara Soekarno Hatta akan mengkonversi lahan pertanian yang ada.
2) Sub Model Penduduk dan Tenaga Kerja Gambar V.8. Sub model penduduk menggambarkan pertumbuhan penduduk di kota Tangerang. Penduduk merupakan salah satu komponen cukup penting yang dipertimbangkan dalam kegiatan perencanaan, mengingat jumlah penduduk di perkotaan selalu bertambah, aktivitasnya beragam, sementara lahan perkotaan yang
90
tersedia relatif tetap. Proses yang menyebabkan penduduk bertambah adalah kelahiran dan migrasi masuk (in-migration), sementara yang mengurangi jumlah penduduk adalah kematian dan migrasi keluar (out-migration).
Ketersediaan Lahan Urban + Kelahiran
+
+
Alokasi Lahan Urban
+
+
+ Migrasi Masuk
+
+
-
+
+
Migrasi Keluar
-
Populasi
-
+ +
+
-
-
Kematian -
PDRB Perkapita
PDRB Pertanian
-
+
+ Tingkat Pengangguran
PDRB
+
PDRB Non Pertanian
Angkatan Kerja
+ +
Kebutuhan Tenaga Kerja
-
Gambar V.8 Diagram lingkar umpan balik sub model penduduk
Terdapat hubungan antara permintaan lahan urban/permukiman dengan daya tarik orang untuk melakukan migrasi. Semakin kecil ketersediaan lahan urban, maka semakin kecil ketertarkan orang untuk melakukan migrasi masuk (in-migrasi). Tingkat pengangguran menyebabkan menurunnya ketertarikan orang untuk melakukan migrasi masuk. Penambahan angkatan kerja akan menambah tingkat pengangguran., sebaliknya bertambahnya tingkat pengangguran mengurangi migrasi masuk.
91
+
Penduduk
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja +
-
Angkatan Kerja -
-
Tingkat Pengangguran
-
+
Tenaga Kerja
Gambar V.9 Diagram lingkar umpan balik sub model tenaga kerja
Gambar V.9 menggambarkan hubungan positif antara tenaga kerja dengan tingkat pengangguran. Tenaga kerja pengangguran
yang bertambah akan mengurangi Tingkat
Sebaliknya berkurangnya tingkat pengangguran akan menambah
jumlah tenaga kerja.. Tingkat partisipasi angkatan kerja akan mengurangi tingkat pengangguran kenaikan jumlah angkatan kerja.
3) Sub Model Ekonomi Pada gambar V.10 merupakan gambaran sektor ekonomi kota Tangerang yang dibangun oleh sektor nonpertanian dan pertanian, yang juga merupakan sektorsektor yang berkonstribusi pada nilai PDRB kota Tangerang.. Perhitungan PDRB kota Tangerang diperoleh dari penjumlahan sektor pertanian dan sektor nonpertanian. PDRB perkapita diperoleh dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk. Untuk perhitungan PDRB sektor nonpertanian didasarkan pada konsep Kapital Output Rasio dengan mempertimbangkan konsep keterkaitan antar sektor.
Target tumbuh nonpertanian bersama-sama dengan besarnya KOR non pertanian akan menentukan pertambahan kapital nonpertanian yang dikehendaki. Pertambahan kapital yang dikehendaki selanjutnya akan menentukan investasi nonpertanian yang dikehendaki. Pertambahan kapital nonpertanian yang dikehendaki ditentukan oleh
92
perkalian antara target tumbuh nonpertanian dengan besarnya KOR nonpertanian. Target tumbuh nonpertanian dan besarnya koefisien KOR nonpertanian mempunyai hubungan positif dengan pertambahan kapital non pertanian yang dikehendaki. Artinya, jika target tumbuh nonpertanian dan koefisien KOR nonpertanian meningkat, maka pertambahan kapital yang dikehendaki akan meningkat pula, atau sebaliknya jika target tumbuh nonpertanian dan koefisien KOR menurun, maka pertambahan kapital nonpertanian yang dikehendaki akan menurun.
Penduduk (dari sub model penduduk)
-
+ +
PDRB +
PDRB Per Kapita
PDRB Pertanian + Lahan Pertanian (dari sub model lahan)
PDRB Non Pertanian
+
+
Output Non Pertanian
Rasio Nilai Tambah Terhadap Output Non Pertanian
Produktivitas Lahan Pertanian
Kapital Non Pertanian
+
+
+
-
-
+
Depresiasi Non Pertanian
Investasi Non Pertanian -
+ +
KOR Non Pertanian
-
Umur Kapital Non Pertanian +
Investasi Non Pertanian Yang Dikehendaki Kecukupan lahan industri (dari sub model lahan)
+
Pertambahan Kapital Non Pertanian Yang Dikehendaki
+
Target Tumbuh Non Pertanian
Gambar V.10 Diagram lingkar umpan balik sub model Ekonomi
Pertambahan kapital nonpertanian yang dikehendaki bersama-sama dengan depresiasi nonpertanian akan menentukan besarnya investasi nonpertanian yang dikehendaki.
Investasi
yang
dikehendaki
dihitung
dengan
menjumlahkan
pertambahan kapital nonpertanian yang diinginkan dengan depresiasi nonpertanian. Dengan demikian, investasi non pertanian yang dikehendaki akan semakin besar jika pertambahan kapital nonpertanian yang dikehendaki dan depresiasi nonpertaniannya juga semakin besar (Gambar V.10). Atau sebaliknya investasi nonpertanian yang dikehendaki akan semakin kecil jika pertambahan kapital nonpertanian yang dikehendaki dan depresiasi nonpertanian semakin kecil. Depresiasi nonpertanian
93
diperoleh dengan cara membagi kapital nonpertanian dengan umur kapital nonpertanian.
Depresiasi nonpertanian dengan umur kapital mempunyai hubungan negatif, sedangkan depresiasi nonpertanian dengan kapital nonpertanian mempunyai hubungan positif. Artinya, semakin lama umur kapital nonpertanian maka depresiasi non pertanian semakin kecil, sedangkan semakin besar nilai kapital nonpertanian maka depresiasi nonpertanian akan semakin besar pula. Kapital nonpertanian ditentukan oleh investasi nonpertanian dan depresiasi nonpertaniannya. Kapital nonpertanian akan bertambah karena adanya investasi nonpertanian, dan berkurang karena depresiasi nonpertanian. Nilai kapital nonpertanian ini selanjutnya akan dipakai dalam perhitungan output nonpertanian.
V.4 Formulasi Model Formulasi model adalah proses untuk mengubah konsep sistem atau struktur model yang telah disusun ke dalam bentuk persamaan-persamaan, atau dengan kata lain, mengubah diagram causal loop menjadi diagram alir (flow diagram) yang dapat dimengerti oleh perangkat lunak komputer yang akan digunakan.
Tujuan dari tahapan ini adalah agar memungkinkan model disimulasikan untuk menentukan perilaku dinamis yang diakibatkan oleh asumsi-asumsi dari model. Bahwa adanya perbedaan dengan pendekatan yang diambil dalam
pembuatan
diagram causal loop sebelumnya, dimaksudkan untuk membangun pemahaman yang seluas-luasnya atas perilaku sistem, pendekatan yang diambil pada bagian ini lebih kepada bagaimana model dapat dioperasikan. Oleh karena itu, pembagian sub-sub model dalam formulasi tidak sepenuhnya mengacu pada pembagian sub model pada bagian sebelumnya. Simulasi yang dilakukan dengan komputer dapat dijalankan bila dibuat diagram alir (flow diagram) dari struktur model yang telah dibuat dan persamaan matematis yang menghubungkan seluruh variabel. Diagram alir berikut ini dikembangkan dari diagram lingkar umpan balik (causal loop) yang telah dipaparkan sebelumnya.
94
a. Diagram Alir Sub Model Lahan Lahan kota Tangerang seluas 18.378 hektar tidak akan bertambah luasnya sepanjang tidak ada kebijakan perluasan wilayah kota). Kemungkinan besar yang terjadi adalah terjadinya alihfungsi lahan. Misalnya, jika terjadi penambahan lahan urban industri, sudah dipastikan ada lahan lain yang berkurang, misalnya lahan pertanian dan lahan belum terpakai. Jika terjadi penambahan lahan bandara Soekarno Hatta juga dipastikan ada lahan yang berkurang, yaitu lahan pertanian.
Gambar V.11 Diagram alir sub model lahan
95
Gambar V.12 Diagram alir sub model lahan urban industri yang dikehendaki
Gambar V.13 Diagram alir sub model pertambahan lahan urban industri yang dikehendaki
Gambar V.14 Data lahan historis (Digunakan dalam pembuatan model lahan)
96
Gambaran umum mengenai lahan dapat diperlihatkan pada Gambar V.11, V.12, dan V.13, bahwa perubahan lahan pertanian kemungkinan dapat terpakai oleh lahan urban industri dan lahan bandara Soekarno Hatta. Jika tidak ada kebijakan kemungkinan perubahan lahan pertanian menjadi lahan urban industri sangat besar kemungkinannya, sedangkan perubahan lahan pertanian menjadi lahan bandara Soekarno Hatta hampir selalu dapat sangat mungkin terjadi, sebaliknya lahan pertanian tidak akan bertambah jumlahnya. Demikian pula dengan lahan belum terpakai kemungkinan besar dapat terjadi perubahan menjadi lahan urban industri. Pertambahan lahan urban industri berasal dari pertambahan lahan industri dan lahan urban.
Berdasarkan hasil simulasi dari data tahun 2000 sampai dengan 2005, digambarkan perilaku pergeseran lahan dari lahan belum terpakai terjadi penurunan sampai dibawah 2000 ha dari semula di atas 2500 ha. Lahan urban industri mengalami peningkatan dari sebelumnya kurang dari 10000 ha menjadi di atas 10000 ha. Lahan pertanian mengalami penurunan sebesar 157,5 ha dari awal tahun simulasi sampai dengan akhir simulasi 2005. Selanjutnya lahan bandara Soekarno Hatta terjadi penambahan pada tahun 2002 dari 1816 ha menjadi 1969 ha. . Pemanfaatan lahan urban industri mempengaruhi penambahan terhadap alokasi lahan urban industri yang dikehendaki. Membesarnya pemanfaatan lahan urban industri akan menjadi indikasi adanya kebutuhan penambahan lahan urban industri. Lahan urban industri yang dikehendaki akan berpengaruh pada meningkatnya lahan urban industri yang dimanfaatkan.
b. Diagram Alir Sub Model Penduduk dan Tenaga Kerja Jumlah penduduk kota Tangerang cenderung bertambah seiring dengan berjalannya waktu dari tahun 2000 s.d. 2005 sesuai data historis. Sementara ketersediaan lahan kota cenderung tetap. Pertambahan penduduk, selain dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan alami yaitu kelahiran dan kematian, juga dipengaruhi oleh faktor migrasi. Daya tarik kota adalah yang mempengaruhi faktor migrasi masuk (inmigrasi), karena ada ketersediaan kesempatan kerja, demikian sebaliknya dengan outmigrasi. Pada tahun 2005 jumlah penduduk mencapai 1.507.084 jiwa. Kecukupan
97
lahan untuk penduduk sekitar 45 m2 per jiwa. Pertambahan penduduk sangat mempengaruhi ketersediaan lahan yang makin berkurang luasnya setiap jiwa.
Gambar V.15 Diagram alir sub model penduduk
Gambar V.16 Diagram alir sub model tenaga kerja
98
Pada gambar V.15 dan V.16, menunjukkan adanya keterkaitan antara tenaga kerja dan tingkat pengangguran. Semakin tinggi tenaga kerja yang terserap, berarti semakin rendah tingkat pengangguran yang terjadi, maka akan menyebabkan semakin tingginya tingkat migrasi masuk yang terjadi, sehingga berakibat bertambahnya jumlah penduduk kota, demikian pula sebaliknya. Kaitannya dengan efek lahan urban terhadap inmigrasi dan outmigrasi akan berpengaruh kepada kecukupan lahan urban..
c. Diagram Alir Sub Model Ekonomi Berdasarkan hasil simulasi historis dapat ditunjukkan bahwa PDRB kota Tangerang mengalami peningkatan namun sangat lambat. PDRB kota Tangerang berasal dari sektor non pertanian (PDRB non pertanian ) dan pertanian (PDRB pertanian). Berikut ini adalah gambar diagram alir ekonomi yang terdiri dari sektor non pertanian dan sektor pertanian.
Gambar V.17 Diagram alir sub model PDRB
99
Gambar V.18 Diagram alir sub model ekonomi nonpertanian
Gambar V.19 Diagram alir sub model target tumbuh nonpertanian
100
Gambar V.20 Diagram alir sub model ekonomi pertanian
PRDB kota Tangerang dari konstribusi sektor nonpertanian disebut PDRB non pertanian dan sektor pertanian (PDRB pertanian). Pertumbuhan PDRB di atas 7 milyar per tahun pada tahun 2005 terjadi peningkatan dari tahun ke tahun, karena pengaruh dari meningkatnya pula PDRB non pertanian yang cukup tinggi dan PDRB pertanian yang tumbuh agak lambat (akibat faktor lahan yang makin menyusut dan berkurangnya tenaga kerja petani karena beralih profesi).
V.5 Perilaku Model a. Kondisi Awal dan Parameter Model Kondisi awal dan parameter-parameter model yang akan digunakan dalam simulasi beberapa skenario kebijakan dalam sub-sub model ini disajikan pada Tabel V.2. Nilai parameter dan nilai awal level (kondisi awal) ditentukan dengan beberapa metode estimasi, yaitu : 1. Diperkirakan dari data primer (P), yang dapat diperoleh melalui observasi lapangan. 2. Diperkirakan dari data sekunder (S), yang dapat diperoleh melalui sumbersumber data atau informasi yang dipublikasikan.
101
3. Diperkirakan berdasarkan data kualitatif (Q), yang dapat diperoleh dari data atau informasi di lapangan melalui wawancara, pendapat pakar, atau berdasarkan pengalaman yang biasanya terjadi. 4. Dihitung oleh model dari parameter lain (C), nilainya dihitung oleh model itu sendiri.
Tabel V.2 Kondisi awal dan parameter-parameter model
No. A.,
Kondisi Awal dan Parameter-Parameter Model
Nilai Awal & Parameter
Nilai
Keterangan
Lahan
1. Lahan Belum Terpakai
Ha
Lahan Belum Terpakai Awal
S
2. Lahan Urban Industri
Ha
Lahan Urban Industri Awal
S
3. Lahan Pertanian
Ha
Lahan Pertanian Awal
S
4. Lahan Bandara Soetta
Ha
1816
S
5. Waktu Konversi Lahan
tahun
1
Q
6. Alokasi Lahan BSH Ydkh
Ha
3000
S
7. Waktu Pemenuhan Pertambahan Lahan BHS
tahun
7
S
Ha/jiwa
0,0062
S
-
1
Q
Tahun
5
S
Ha/jiwa
0,0045
S
-
1
Q
13. Waktu Prakir Naker
Tahun
2
S
14. Wkt Pentahapan Kbjk Lh Urban
Tahun
5
S
15. Waktu Pert Lhn Urbind
Tahun
1
S
Jiwa
Penduduk Awal
S
%
1
-
8. Std Lh Ind Awal 9. Pengali Kebijakan Std Lh Ind 10. Wkt Pentahapan Kbj Lh Ind 11. Std Lh Urb Awal 12. Pengali Kebijakan Std Lh Urb
B.
Penduduk
16. Penduduk 17. Fraksi Pembatasan Inmigrasi Ydkh
102
18. Waktu Pentahapan Kebijakan Pembatasan Inmigrasi
Tahun
5
S
19. Tahun Kebijakan Pembatasan Inmigrasi
Tahun
5000
-
20. Delay Kebijakan
Tahun
2
-
21. Waktu Rata2 Rasio Urbind Trpk thd Nornya
Tahun
3
S
22. Waktu Meratakan trend PDRB Perkapita
Tahun
2
S
23. Fraksi Inmigrasi Normal
/tahun
0,027
S
24. Fraksi Kelahiran Normal
/tahun
0,02
S
25. Fraksi Outmigrasi Normal
/tahun
0,002
S
26. Harapan Hidup Normal
Tahun
67
S
27. Fraksi Penduduk Yang Rentan
%
0,2
S
28. Waktu Rata2 Rasio Pendapatan
Tahun
2
S
29. Waktu meratakan Tk Pengangguran
Tahun
2
S
30. PDRB Perkapita Nor
Rupiah/
INIT(PDRB Perkpt)
C
Tahun
5
S
%
INIT(Tingkat Pengangguran)
C
33. Kapital Non Pertanian
Rupiah
(KOR Non Pertan*PDRB Non Pert Awal)/Rasio NT thdp output Non Pert Awal
C
34. Tahun Perubahan kbjk rasio naker Non Pertanian
Tahun
5000
-
35. Waktu Penthpn kbjk rasio naker Non Pertanian
Tahun
5
S
36. Pengali rasio NT Non Pertanian
-
1
Q
37. PDRB Non Pert Awal
Rupiah/ tahun
INIT(PDRB Non Pert Hist)
C
38. Rasio NT thdp output Non Pert
%
0,355612
S
39. KOR Non Pertan
-
5
S,Q
Tahun/jiwa 31. Wk Trend PDRB Perkapita 32. Tingkat Pengangguran Awal C.
Ekonomi
103
40. Naker Non Pert Awal
jiwa
463193
S
41. Waktu Penthpn kbjk NT Non Pertanian
Tahun
5
S
42. Umur Kap Non Pertanian
Tahun
15
S,Q
43. Waktu Rata2 Non Pertanian
Tahun
2
S,Q
45. Parameter ske laju pert prod lh pert
/tahun
0
Q
46. Thn skenario laju pertmb prodvts lh pert
Tahun
5000
-
47. Laju pertmb prod lh pert hist
%/tahun
0,025
S
48. PDRB Pert Awal
Rupiah
INIT(PDRB Pert Hist)
C
49. Naker pert Awal
jiwa
663
S
50. Waktu Tahapan Target Tumbuh Non Pert
Tahun
2
S
51. Target Tumbuh Non Pert Hist
/tahun
0,04
S,C
52. Target Tumbuh Non Pert Kebijakan
/tahun
0,08
Q
53. Tingkat Parts Angk Kerja
-
0,5
S
44. Wk Penthpn peningkt produktvs lhn pertanian
b. Pengujian Model Untuk memperhitungkan kecenderungan di masa depan maupun untuk menganalisis kebijakan diperlukan syarat model yang harus valid dan sahih. Membandingkan perilaku model dengan perilaku historisnya merupakan salah satu syarat untuk menguji validitas model yang akan digunakan dalam menganalisis persoalan dan memutuskan kebijakan yang tepat. Validitas model atau model yang valid apabila perilaku historis variabel-variabel yang dipergunakan dalam model mirip atau memiliki trend yang sama.
Model Potensi Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Perekonomian Kota Tangerang Suatu Pendekatan System Dynamics, membandingkan data sebagai berikut:
104
1. Lahan, yaitu : lahan pertanian, lahan urban industri (lahan industri atau aktivitas ekonomi non pertanian dan lahan urban atau lahan permukiman). 2. Populasi, yaitu penduduk. 3. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), yaitu : PDRB Total Pengujian dilakukan atas perilaku model terhadap data historis atau data time series yang tersedia, dan pengujian statistik ketidaksamaan Theil
(Theil Inequality
Statistics) (Sterman, 1984 yakni membandingkan antara hasil simulasi dengan data historis untuk 10 (sepuluh) data, yang ditunjukkan pada Gambar V.21 s.d. V.24 Untuk data yang akan dilakukan pengujian model adalah lahan urban industri, penduduk, PDRB.
Lahan Pertanian Tahun Historis (At) 2000 4,468 2001 4,459 2002 4,320 2003 4,319 2004 4,319 2005 4,319 RMSPE MSE Um Us Uc
Lahan Pertanian Simulasi (St) 4,468 4,468 4,299 4,299 4,299 4,299 0,709 0,000121011 0,014004608 0,216053016 0,769821365
Gambar V.21 Perbandingan lahan pertanian dan historis
105
Tahun
Lahan Urban Industri Historis (At)
Lahan Urban Industri Simulasi (St)
2000
9,234
9,234
2001
9,325
9,493
2002
9,522
9,677
2003
9,788
9,868
2004
10,101
10,077
2005
10,431
10,304
RMSPE
2,415
MSE Um Us Uc
0,022141006 0,001251751 0,002015107 0,974592136
Gambar V.22 Perbandingan lahan urban industri dan historis
Tahun
Populasi Historis (At)
Populasi Simulasi (St)
2000
1,311,746
1,311,746
2001
1,354,236
1,353,620
2002
1,416,842
1,398,139
2003
1,466,577
1,445,261
2004
1,488,666
1,494,076
2005 1,507,084 RMSPE MSE Um Us Uc
1,543,650 2,412 0,000121212 0,000118189 0,023841975 0,976039836
Gambar V.23 Perbandingan penduduk dan historis
106
PDRB Historis
PDRB Simulasi
(At)
(St)
2000
6,294,000
6,294,000
2001
6,252,643
6,536,450
2002
6,616,457
6,761,981
2003
7,067,065
6,973,253
2004
7,130,940
7,170,489
2005
7,515,330
7,373,315
Tahun
RMSPE
2,215
MSE
0,000103121
Um
0,058655711
Us
0,204766801
Uc
0,736474267
Gambar V.24 Perbandingan PDRB dan historis
Model yang ideal seharusnya memiliki terkonsentrasi pada
UC
kesalahan yang sangat kecil dan
dan US. Nilai UC
yang
besar merupakan indikasi
terjadinya gangguan (noise) pada pola siklus (cyclical modes) pada data historis yang tidak dapat ditangkap oleh model.
Kesalahan ini pada umumnya bukan
merupakan kesalahan sistematis. Jika nilai US dengan nilai UM dan UC besar, berarti terdapat rata-rata yang sama dan korelasi yang tinggi, tetapi jarak varian rata-ratanya hampir sama. Keadaan ini menunjukkan nilai simulasi dan nilai aktual yang mempunyai kecenderungan yang sama (hampir mendekati sama). Kesalahan karena bias diindikasikan dengan nilai UM yang besar, sementara nilai US dan UC kecil. Kesalahan karena bias dianggap berpotensi serius dan biasanya merupakan kesalahan dalam mengestimasi parameter. Kesalahan ini dikategorikan sebagai kesalahan sistematis antara model dengan kenyataan.
107
Dari perbandingan pada Gambar V.21, V.22, V.23, V.24 di atas, dapat disimpulkan bahwa model cukup menyerupai kondisi sistem yang ditinjau. Hasil simulasi dan historis rata-rata menunjukkan kedekatan data simulasi dan historis. Sebagian besar yaitu lahan, populasi, dan PDRB menunjukkan perbedaan yang tidak begitu besar dan trend sama. Berdasarkan hasil pengujian dan pembuktian kedekatan simulasi dan historis tersebut, maka langkah selanjutnya dapat dipergunakan untuk melakukan skenario kebijakan dengan analisis perilakunya guna memperlihatkan perilaku di masa datang.
108