69
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa data, observasi dan wawancara maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Persyaratan telah tertulis dalam kebijakan perusahaan (baik pada Prosedur Produksi, Pedoman Mutu, maupun Standar Inspeksi) dan dilaksanakan dalam penerapannya, namun terdapat masalah: a) Tidak ada landasan tertulis untuk menghitung volume dan bahan yang diperlukan yaitu Bill of Material. b) Tidak ada landasan tertulis berupa checklist atau formulir pengendalian mutu (khususnya internal).
2. Persyaratan telah tertulis dalam kebijakan perusahaan (baik Prosedur Produksi, Pedoman Mutu, maupun Standar Inspeksi) namun kadang-kadang dilaksanakan atau tidak semua persyaratan terpenuhi: a) Perencanaan dan pelaksanaan inspeksi untuk pengendalian mutu tidak konsisten. b) Tidak dilakukan pencatatan untuk produk non-standar yang sederhana.
70
3. Persyaratan telah tertulis dalam kebijakan perusahaan (baik Prosedur Produksi, Pedoman Mutu, maupun Standar Inspeksi) namun dalam pelaksanaannya tidak dilakukan: a) Tidak ada work instruction. b) Perusahaan tidak melakukan pengidentifikasian produk. c) Perusahaan tidak memperhatikan status kalibrasi alat ukur. d) Perusahaan tidak melakukan pencatatan terhadap hasil validitas alat ukur (product defect) khususnya internal.
4. Persyaratan tidak tertulis dalam kebijakan perusahaan (baik Prosedur Produksi, Pedoman Mutu, maupun Standar Inspeksi) tetapi dalam penerapannya dilaksanakan yaitu tidak tertulis mengenai pelaksanaan review akibat dari perubahan perancangan dan pengembangan.
5. Tidak adanya komitmen dan ketegasan dari top management dalam pelaksanaan Prosedur
Produksi
menyebabkan
karyawan
menjadi
tidak
disiplin.
Ketidakdisiplinan karyawan sudah menjadi budaya di dalam perusahaan. Sebagian besar karyawan yang bekerja di perusahaan adalah karyawan senior sehingga pekerjaan dilakukan hanya berdasarkan memory atau kebiasaan dan mengabaikan pentingnya pelaksanaan Prosedur Produksi yaitu mengenai pendokumentasian dan pencatatan. Hal ini dapat mengakibatkan ketidaksesuaian proses yang berjalan maupun produk yang dihasilkan (defect) sehingga pelanggan menjadi tidak puas. Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan di atas maka tujuan
71
pertama GFP dapat dijawab, yaitu Prosedur Produksi yang diterapkan oleh perusahaan belum efektif karena perusahaan belum mampu untuk mencapai kedua tujuan Prosedur Produksi. Tujuan belum mampu tercapai karena masih terjadi ketidaksesuaian proses yang berjalan maupun produk yang dihasilkan (defect) serta tingkat kepuasaan pelanggan yang masih rendah.
6. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas prosedur produksi perusahaan dalam menjawab tujuan kedua GFP: a) Melakukan dokumentasi dan pencatatan untuk setiap proses yang dilakukan. b) Memberikan pemahaman pentingnya komitmen dalam pelaksanaan prosedur (top management). c) Melakukan training motivasi (karyawan). d) Melakukan review prosedur secara berkala. e) Melakukan upgrade sertifikasi ISO. f) Mempersingkat waktu proses produksi.
5.2 Rekomendasi Untuk mencapai upaya peningkatan efektivitas prosedur produksi dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut: 1. Melakukan dokumentasi dan pencatatan untuk setiap proses yang dilakukan. Dokumentasi dan pencatatan yang perlu dilakukan adalah Bill of Material, checklist pengendalian mutu internal, work instruction, catatan produk non-
72
standar, catatan hasil validitas alat ukur (product defect), dan menulis dalam kebijakan perusahaan mengenai pelaksanaan review akibat dari perubahan perancangan dan pengembangan. Perusahaan yang sudah memperoleh sertifikasi ISO harus mendokumentasikan apa yang dilakukan dan melakukan apa yang telah didokumentasikan. Dengan demikian maka sistem dalam perusahaan dapat berjalan dengan baik dan terstruktur, serta dapat mempersingkat waktu proses produksi.
2. Memberikan pemahaman tentang pentingnya komitmen dan ketegasan top management dalam pelaksanaan prosedur produksi yang dapat dilakukan pada pertemuan (inside meeting maupun outside meeting). Hal ini dibutuhkan agar top management mematuhi apa yang sudah tertulis dalam prosedur produksi, serta memastikan para karyawan juga mematuhi prosedur produksi.
3. Melakukan training motivasi kepada karyawan agar karyawan mematuhi prosedur produksi. Selain itu training dilakukan juga untuk mensosialisasikan mengenai target kapasitas produksi masing-masing tim di pabrik. Kemudian, pada bulan berikutnya dilakukan pengimplementasian mengenai target tersebut dengan menggunakan reward dan punishment. Dengan demikian, semua karyawan melaksanakan prosedur produksi dengan disiplin sehingga waktu proses produksi dapat menjadi lebih singkat.
73
4. Melakukan audit sistem manajemen mutu (review prosedur) oleh internal perusahan secara berkala yaitu 6 bulan sekali untuk mengetahui masalah yang terjadi dalam pelaksanaan prosedur produksi. Internal perusahaan dalam hal ini adalah departemen mutu (quality assurances). Selain itu review juga dilakukan agar prosedur dapat terus mengikuti perkembangan industri dimana perusahaan bergerak.
5. Melakukan upgrade sertifikasi dari ISO 9001:2000 menjadi ISO 9001:2008 sehingga sistem manajemen mutu perusahaan menjadi lebih baik dan up to date.
6. Mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk proses produksi dalam memenuhi komitmen untuk menyelesaikan proyek tepat waktu sesuai jadwal yang telah disepakati dengan pelanggan. Untuk mempersingkat waktu proses produksi dapat dilakukan dengan cara melihat aktivitas dalam activity chart yang membutuhkan waktu paling lama dan mencari penyebab utama lamanya pengerjaan aktivitas tersebut. Kemudian perusahaan menentukan langkah improvement untuk mengatasi penyebab masalah utama tersebut serta melakukan pengendalian terus menerus pada langkah improvement yang dilakukan.