BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1
Temuan Studi
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan terhadap penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung, ditemukan beberapa hal sebagai berikut:
Tahap penyiapan raperda di tingkat eksekutif tidak melibatkan masyarakat. Tidak adanya masyarakat yang terlibat dalam tahapan ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi dari pihak penyelenggara tentang kegiatan ini. Tidak adanya partisipasi masyarakat dalam tahap penyiapan raperda ini tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang no 10 tahun 2004 pasal 53. Dalam undang-undang tersebut dikatakan bahwa masyarakat berhak berpartisipasi dalam penyiapan dan pembahasan rancangan peraturan daerah.
Pada tahap pembahasan materi raperda dengan pansus, penyelenggaraan partisipasi masyarakat sangat terbatas. Hal ini terbukti dengan tidak diakomodirnya sebagian besar masukan yang diberikan oleh masyarakat dan tidak dilibatkannya masyarakat dalam kegiatan pengambilan keputusan. Padahal seharusnya penyelenggaraan partisipasi masyarakat yang ideal melibatkan masyarakat mulai dari masyarakat hadir, memberi masukan sampai terlibat dalam kegiatan pengambilan keputusan.
Pada tahap pembahasan materi raperda dengan pansus, sebagian besar masukan yang diberikan oleh masyarakat tidak diakomodir oleh pihak penyelenggara. Sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa masukan yang mereka berikan didengarkan oleh pansus namun tidak ada tindak lanjut terhadap masukan mereka tersebut. Masyarakat juga menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui apakah masukan yang diberikan dijadikan bahan pertimbangan oleh pansus atau tidak sebab tidak terdapat forum/pertemuan yang diadakan untuk mengkonfirmasi masukan yang sebelumnya telah diberikan oleh masyarakat.
103
104
Dalam tahap pembahasan materi raperda dengan pansus, pengambilan keputusan hanya dilakukan oleh pihak pansus saja. Hal ini didasarkan pada peraturan tata tertib DPRD Kota Bandung yang menyatakan bahwa masyarakat umum tidak memiliki hak suara dalam berbagai kegiatan rapat yang diadakan oleh DPRD Kota Bandung. Kondisi ini jika dibiarkan akan dapat mengurangi minat masyarakat untuk terlibat atau berpartisipasi dalam tahap pembahasan raperda ini. Sebab masyarakat akan merasa bahwa partisipasi yang dapat mereka lakukan sangat terbatas.
Tidak diakomodirnya sebagian besar masukan dari masyarakat dan tidak dilibatkannya masyarakat dalam pengambilan keputusan menyebabkan masyarakat tidak memiliki kesempatan yang luas untuk mempengaruhi substansi perda. Hal inilah yang memicu adanya protes dan gejolak keberatan dari masyarakat yang pernah terlibat dalam revisi ini.
Pada tahap rapat paripurna penetapan raperda menjadi perda sebagian besar masyarakat (85%) tidak terlibat dalam tahapan ini. Hal ini disebabkan karena dua hal yaitu masyarakat tidak mendapatkan sosialisasi atau undangan dari pihak penyelenggara dan terbatasnya partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat pada tahapan ini. Dalam rapat paripurna, partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat hanya terbatas pada menghadiri rapat paripurna saja. Sedangkan partisipasi lebih lanjut seperti memberikan masukan dan terlibat dalam pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan oleh masyarakat. Hal ini sesuai dengan peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung. Terbatasnya partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat ini menyebabkan masyarakat enggan terlibat dalam rapat paripurna sebab masyarakat akan berpartisipasi pada suatu kegiatan apabila memungkinkan mereka mempengaruhi proses atau hasil kegiatan tersebut.
Penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung diselenggarakan secara induced participation. Penyelenggaraan partisipasi masyarakat dengan induced participation ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari induced participation dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung adalah dengan induced
105
participation, masyarakat yang terlibat dalam revisi perda tersebut sangat terbatas. Hal ini disebabkan karena pihak penyelenggara hanya mengundang masyarakat tertentu saja dan tidak dapat menjaring partisipasi seluruh komponen masyarakat. Kekurangan lain dari induced participation adalah bahwa partisipasi masyarakat diselenggarakan hanya sebagai formalitas saja untuk mengukuhkan bahwa partisipasi masyarakat telah dilaksanakan. Selain itu kekurangan lain dari induced participation adalah bahwa dengan induced participation masyarakat akan sangat tergantung pada undangan dari pihak penyelenggara. Sehingga masyarakat yang pernah terlibat pada satu tahapan tetapi tidak diundang pada tahapan berikutnya, maka masyarakat tersebut tidak akan terlibat di tahapan berikutnya tersebut. Sedangkan kelebihan induced participation dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung ini adalah dapat memastikan bahwa ada masyarakat yang akan terlibat dalam revisi perda tersebut walaupun keterlibatan tersebut hanya terbatas pada elemen masyarakat tertentu. Hal ini terbukti dengan keterlibatan masyarakat dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung yang sebagian besar terlibat karena adanya undangan dari pihak penyelenggara.
Dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung, selain karena induced participation, keterlibatan masyarakat juga ada yang bersifat spontan. Keterlibatan spontan ini dilakukan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Masyarakat yang terlibat secara spontan dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung adalah masyarakat yang memiliki kepentingan langsung terhadap materi perda yang direvisi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penyusunan atau revisi peraturan daerah tentang penataan ruang di Kota Bandung, partisipasi masyarakat masih sangat bergantung pada tingkat kepentingan mereka dan manfaat yang dapat diberikan dari keterlibatan mereka tersebut.
106
5.2
Kesimpulan
Dari analisis yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung dengan konsep partisipasi yang ideal dan peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah. Faktor-faktor penyebab tersebut adalah: 1. Tidak dilibatkannya masyarakat dalam kegiatan pengambilan keputusan Pada tahap penyiapan raperda di tingkat eksekutif masyarakat tidak terlibat dalam pengambilan keputusan. Hal ini disebabkan karena tahap penyiapan raperda di tingkat eksekutif dilakukan tanpa melibatkan masyarakat. Sedangkan pada tahap pembahasan materi raperda dengan pansus, masyarakat tidak dilibatkan dalam kegiatan pengambilan keputusan. Kegiatan pengambilan keputusan hanya dilakukan oleh pihak pansus saja. Padahal jika mengacu pada konsep partisipasi yang ideal seharusnya masyarakat dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. 2. Tidak diakomodirnya masukan masyarakat Tahap penyiapan raperda di tingkat eksekutif diselenggarakan tanpa melibatkan masyarakat. Dengan tidak dilibatkannya masyarakat dalam tahapan tersebut maka masyarakat tidak dapat memberikan masukan apapun terkait dengan materi raperda dan dengan demikian tidak ada masukan yang dapat diakomodir. Sedangkan pada tahap pembahasan materi raperda dengan pansus, sebagian besar masukan yang diberikan oleh masyarakat tidak diakomodir oleh pihak penyelenggara. Faktor-faktor penyebab tersebut di atas menunjukkan bahwa penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung tidak sesuai dengan prosedur yang ada dalam Undang-Undang no 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung. Faktor-faktor tersebut juga menunjukkan
107
bahwa penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung masih sangat terbatas dan belum sesuai dengan konsep partisipasi yang ideal. Penyelenggaraan partisipasi masyarakat yang terbatas inilah yang mendasari terjadinya protes dan gejolak keberatan dari masyarakat terhadap perda hasil revisi yang dihasilkan. Sebab dengan adanya keterbatasan partisipasi masyarakat ini, maka masyarakat tidak memiliki kesempatan yang luas untuk mempengaruhi substansi perda yang dihasilkan.
5.3
Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan dan temuan studi tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa rekomendasi sebagai berikut: 1. Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang (UU) no 10 tahun 2004, maka dalam melakukan penyusunan peraturan daerah atau revisi peraturan daerah, tahap penyiapan raperda di tingkat eksekutif harus dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat. 2. Dalam tahap pembahasan materi raperda dengan pansus dan tahap rapat paripurna penetapan raperda menjadi perda keterlibatan masyarakat harus diperluas lagi, misalnya dengan pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Untuk memperluas keterlibatan masyarakat tersebut maka perlu dilakukan perubahan terhadap peraturan tata tertib DPRD Kota Bandung terutama pada materi tentang partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. 3. Dalam melakukan penyusunan peraturan daerah atau revisi peraturan daerah, pada tahap pembahasan materi raperda dengan pansus sebaiknya diselenggarakan suatu forum atau pertemuan untuk mengkonfirmasi masukan-masukan yang diberikan oleh masyarakat. Hal ini penting agar masyarakat yang terlibat dapat mengetahui sejauh mana masukan mereka dipertimbangkan dan diakomodir.
108
4. Dalam melakukan penyusunan peraturan daerah atau revisi peraturan daerah, sosialisasi kepada masyarakat harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Pemberian undangan merupakan salah satu media sosialisasi yang cukup baik namun sosialisasi dengan undangan seharusnya tidak hanya dilakukan kepada masyarakat yang memiliki kepentingan saja tapi juga kepada seluruh elemen masyarakat Kota Bandung. Selain itu sosialisai juga dapat dilakukan dengan memasang pengumuman rinci mengenai pelaksanaan kegiatan penyusunan peraturan daerah atau revisi peraturan daerah di media cetak atau elektronik.
5.4
Kelemahan Studi
Dalam studi ini terdapat keterbatasan yang menyebabkan adanya kelemahan studi. Kelemahan dalam studi ini adalah bahwa studi ini merupakan studi ex-post evaluation, dimana evaluasi dilakukan terhadap kegiatan yang telah selesai dilaksanakan. Revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung ini telah selesai dilaksanakan pada tahun 2006 yang lalu. Pihak DPRD Kota Bandung dan Bappeda Kota Bandung sebagai pihak penyelenggara revisi perda tidak mendokumentasikan pelaksanaan revisi tersebut secara baik. Sehingga ketersediaan data-data dan dokumen-dokumen tentang penyelenggaraan revisi perda tersebut cukup terbatas. Data dan dokumen yang ada pun sudah tidak lengkap lagi. Kondisi tersebut menyebabkan peneliti kesulitan dalam mengidentifikasi masyarakat yang terlibat secara lebih rinci.
109
5.5
Saran Studi Lanjutan
Berkaitan dengan adanya beberapa kelemahan dalam studi ini, maka dapat dilakukan studi lanjutan yang dapat berfungsi sebagai pendukung dan penyempurna dari studi ini. Studi lanjutan yang dapat dilakukan antara lain: 1. Studi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam penyusunan peraturan daerah 2. Studi mengenai pengaruh latar belakang revisi peraturan daerah terhadap penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi peraturan daerah 3. Studi mengenai keterkaitan antara proses revisi peraturan daerah dengan peraturan daerah yang dihasilkan