BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN UMUM Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura memiliki pergaulan hidup yang unik jika dibandingkan dengan masyarakat Papua lainnya. Keunikan itu adalah mereka setiap harinya bergaul dengan masyarakat warga negara Papua Nugini. Proses pergaulan itu terjadi setiap hari diwilayah Indonesia atau di wilayah PNG. Mereka tidak perlu menggunakan paspor tetapi cukup dengan kartu tanda pengenal warna merah atau warna kuning. Jika masyarakat Kampung Mosso akan pergi ke PNG tinggal menunjukan kartu pengenal warna merah, dan sebaliknya apabila warga PNG ke Indonesia cukup menunjukkan kartu warna kuning. Pergaulan yang seperti ini memang sangat menyenangkan dan menguntungkan bagi masyarakat kedua bela pihak, namun dalam konteks berbangsa dan bernegara dirasakan cukup merepotkan terutama dalam konteks ketertiban dan keamanan diwilayah perbatasan. Mengapa pergaulan ini terjadi begitu mudah? Jawabannya sangat sederhana, yakni karena mereka keturunan yang sama, ciri-ciri fisik yang sama, bahasa yang sama, budaya yang sama dan tanah adat yang satu. Tentang tanah adat yang satu dapat dijelaskan bahwa masyarakat PNG memiliki tanah adat yang menonjol kewilayah Indonesia sepanjang 5km, dan masyarakat Indonesia yang memiliki tanah di PNG panjangnya 3 sampai 5 km juga. Perbedaan tentang masalah tanah adalah sampai saat ini masyarakat PNG selama ini tinggal diatas tanah adatnya diwilayah Indonesia, namun tanah adat masyarakat Indonesia yang ada di PNG tidak boleh diolah apalagi tinggal disana karena dilarang oleh Pemerintah PNG.
Khusus untuk masyarakat Kampung Mosso, gambaran diatas menjelaskan kepada kita bahwa begitu kuatnya kehidupan kekerabatan yang mereka anut dalam diri mereka sehingga kebersamaan hidup diantara mereka terbilang sangat harmonis. Kebersamaan dengan masyarakat Kampung Mosso terbilang sangat harmonis karena mereka berada dalam kelompok yang satu, lingkungan Kampung yang satu, sehingga pengembangan nilai-nilai budaya yang menopang kehidupan mereka berjalan sangat lancar, walaupun mereka sering bepergian ke PNG. Dalam bidang ekonomi mereka senantiasa membantu sesama dalam hal pembukaan lahan, pengolahan tanah, melaksanakan panen bersama dan lainnya. Dibidang sosial mereka menolong yang akan menikah atau melahirkan tetapi berkekurangan, apalagi yang sakit dan yang meninggal dunia. Masyarakat Kampung Mosso memiliki budaya ketaatan kepada pimpinan yang sangat kuat terutama yang dalam tradisi adat setempat sangat sulit untuk dibantah yakni ketaatan kepada Ondoafi dan kepala suku yang adalah Pemerintahan adat setempat. Ketaatan itu bukan karena takut, namun karena itulah salah satu tata krama yang mereka pegang secara turun temurun. Dalam prakteknya jarang terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan oleh kepala suku atau Ondoafi, karena sebelum mengambil keputusan telah mendengar aspirasi dari bawah sebelum pengambilan keputusan. Jika terjadi kesalahan pertimbangan oleh Ondoafi atau kepala suku, maka secara langsung sanksi adat pasti diterima oleh Ondoafi atau kepala suku. Misalnya secara tiba-tiba ada tanda atau rasa sakit dialami oleh kepala suku atau Ondoafi. Biasanya ada bisikan secara adat terhadap kesalahan yang dilakukan sehingga secepatnya diperbaharui. Sebaliknya jika masyarakat yang tidak taat kepada keputusan Ondoafi, maka diapun akan segera
menerima akibat berupan sanksi dalam bentuk sakit yang dialami sendiri atau anak yang dicintainya. Ondoafi atau kepala suku adalah jelmaan nenek moyang. Demikian halnya dengan kepemimpinan Gereja yang dipimpin oleh seorang Pendeta yang Identik dengan Tuhan. Kepemimpinan ini juga tidak bisa dibantah karena kepercayaan penjelmaan Tuhan. Ketaatan kepada Pendeta dan Ondoafi adalah tata krama yang sudah terpola sehingga dengan kesadaran bisa dilaksanakan karena mengutamakan masyarakat ( teori Komunitarian ) Sedangkan terhadap kepemimpinan kepala Desa atau kepala Kampung bisa dilalaikan artinya bisa tidak dilaksanakan dengan alasan tertentu yang berbeda dengan Ondoafi dan pendeta. Ada kelemahan yang sampai sekarang ini belum dapat dirubah oleh masyarakat Kampung Mosso yakni keterbukaan menerima inovasi baru. Inovasi baru dimaksud antara lain dalam sisitim pertanian, masyarakat masih tetap mempertahankan tradisi berkebun dan berladang tanpa menyesuaikan diri dengan pertanian palawija tanaman umur pendek yang dapat dipanen dalam waktu tiga sampai empat bulan sebagai salah satu upaya memperbesar pendapatan mereka dalam rangka meningkatkan taraf hidup yang lebih baik lagi. Hal ini sangat berhubungan dengan komitmen yang kuat untuk segera meninggalkan model lama dan segera beralih kepada model
yang lebih cepat dan
berhasil guna. Walaupun tanpa bimbingan Pemerintah setempat sebenarnya banyak masyarakat transmigrasi yang bisa dijadikan sumber belajar, namun masyarakat belum menyediakan dirinya untuk melakukan hal itu. Jika peralihan ini tidak segera dilakukan, maka dipastikan proses peningkatan taraf hidup mengalami proses yang sangat lamban.
Proses mencapai perubahan itu harus melalui beberapa tahap antara lain : pengetahuan yang cukup, proses pelaksanaan perubahan itu sendiri dan ketrampilan yang memadai. Masalah inilah menyebabkan mereka berada dalam kondisi ekonomi kategori miskin sehingga masyarakat tidak dapat menunjukkan partisipasinya dalam membangun gisi keluarga yang berakibat pada pembentukan kecerdasan generasi penerus pembangunan bangsa dimasa yang akan datang yang sadar sedalam dalamnya akan partisipasi yang dilakukan karena partisipasi mereka selama ini dilakukan melalui mobilisasi Pemerintah Distrik setempat dan diperparah lagi dengan hadirnya Isu aspirasi merdeka dan gangguan lainnya yang mau tidak mau mengganggu pikiran dan perilaku masyarakat. Selain itu Penentuan dan
penyusunan program yang akan
diimplementasikan belum melibatkan masyarakat secara bersama sehingga terjadi penentuan program yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dimana selama ini program yang telah tersesun dan di Implementasikan di Kampung Mosso adalah program yang diturunkan dari atas dan tidak disertai dengan Instrumen yang jelas mulai dari pelaksanaan sampai dengan evaluasi yang tepat sehingga terkadang suatu program terputus dalam pelaksanaan tanpa ada kelanjutannya.
B. Kesimpulan khusus 1. Masyarakat Papua termasuk masyarakat Kampung Mosso di Daerah perbatasan telah memiliki nasionalisme lokal pasca penjajahan Belanda dan jepang di Papua yang disebut dengan nasionalisme Papua namun perlu disadari bahwa masyarakat sangat kaya dengan nilai-nilai budaya lokal yang selanjutnya disebut dengan kearifan lokal antara lain : primordial, kesakralan dalam
kehidupan beragama, kebihnekaan, kelembagaan ( antara lain kepemimpinan Ondoafi, kepemimpinan kepala suku, kepemimpinan tiga tungku ) penting untuk dikembangkan dalam rangka mendukung pembentukan wawasan kebangsaan masyarakat. 2. Implementasi nilai-nilai sosial budaya masyarakat papua terutama masyarakat Kampung Mosso tentang nilain-nilai pada butir satu diatas dalam kehidupan sehari-hari baik dalam upacara-upacara adat serta kegotongroyongan dan permusyawaratan sangat mendukung pembentukan wawasan kebangsaan Indonesia karena itu nilai-nilai budaya tersebut perlu diintegrasikan dalam nilai-nilai yang menjadi kesepakatan bersama karena nilai-nilai tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam UUD 1945. 3. Sejarah masa lalu yang kelam merupakan pengalaman pahit namun berharga bagi masyarakat Kampung Mosso untuk menata kehidupan yang lebih baik dengan selalu berusaha untuk memecahkan masalah politik ekonomi sosial budaya dan hukum serta pertahanan keamanan yang terjadi pada masa lalu maupun masa sekarang termasuk masa yang akan dihadapi pada masa datang agar tebuka jalan yang lebar dan mulus untuk mencapai tingkat kehidupan lebih baik daripada yang sekarang. 4. Upaya yang harus dilakukan
Pemerintah dan Pemerintah daerah adalah
melakukan pembinaan dengan menggerakan seluruh komponen masyarakat serta semua jenis dan tingkat pendidikan dengan melibatkan pihak lain sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan hidup yang pada akhirnya mendorong terbentuknya wawasan kebangsaan berdasarkan Pancasila dan UUD45 dimana
Masyarakat Kampung Mosso harus berani meninggalkan karakter atau tabiat lama dan beralih kepada penerimaan Inovasi baru dalam berbagai aspek kehidupan sebagai upaya pembaharuan sitim dengan mengutamakan komitmen yang dimulai dari dalam diri sebagai bagian dari percepatan perubahan itu sendiri. 5. Penentuan program yang akan diimplementasikan dalam bentuk kebijakan publik harus mengandalkan kearifan lokal dan melibatkan masyarakat sejak perencanaan dan pelaksanaan sampai pada tahap monitoring dan evaluasi agar program tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta berhasil guna dan berdaya guna. C. REKOMENDASI Berdasarkan temuan penelitian didaerah perbatasan Provinsi Papua, maka rekomendasi yang disampaikan adalah sebagai berikut : a
Kepada Pihak Pemerintah dan Pemerintah Daerh agar memperhatikan Pembangunan daerah perbatasan dengan sungguh-sungguh karena banyaknya persoalan didaerah perbatasan sangat membutuhkan perangkat hukum yang tegas dalam bentuk Instruksi Presiden yang harus dilaksanakan oleh Menteri Daerah tertinggal sebagai wujud kesungguhan Pemerintah membangun daerah perbatasan sekaligus untuk membuktikan kepada negara lain terutama negara tetangga akan kesungguhan menampilkan wajah negara Indonesia dimata dunia Internasional.
b
Kepada Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kota jayapura hendaknya menetapkan alokasi dana yang memadai dan merumuskan program yang jelas
serta menyentuh kebutuhan masyarakat, agar pembangunan yang dilaksanakan bermanfaat untuk
mengangkat harkat dan martabat masyarakat perbatasann
Papua yang sekaligus mendorong pembentukan wawasan kebangsaan Indonesia sebagai wujud Nasionalisme masyarakat terhadap negara dan bangsa. c
Kepada tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan aparat Kampung Mosso, hendaknya selalu mendorong masyarakat untuk
bekerja keras berinovasi
membangun diri, membangun Kampung untuk melepaskan diri dari kemiskinan yang sedang melanda berbagai aspek kehidupan baik mental maupun, moral dan spirital. d
Kepada masyarakat Kampung Mosso hendaknya terbuka menerima Inovasi baru dalam berbagai bidang baik bidang pertanian dan perkebunan, bidang sosial budaya dan bidang lainnya terhadap masyarakat yang ada disekitar perbatasan terutama masyarakat transmigrasi agar upaya memacu kehidupan yang lebih baik dapat diwujudkan bersama warga bangsa Indonesia lainnya.
e
Banyak persoalan yang belum selesai dalam kehidupan masyarakat perbatasan, karena itulah penulis mendorong peniliti lainnya yang berminat untuk melanjutkan penelitian didaerah perbatasan khususnya di Papua menyangkut aspek hukum Internasional maupun hukum nasional yang dapat memecahkan kasus-kasus perbatasan, terutama penyelesaian tanah adat di perbatasan kedua belah pihak yang belum terselesaikan