BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya yaitu : 1. Kecamatan Jalancagak memiliki luas lahan 5.396,52 Ha yang sebagian besar lahannya merupakan perkebunan yaitu seluas 2.875,30 Ha, Kecamatan Jalancagak memiliki rata-rata curah hujan tahunan 3.867,5 mm/thn atau menurut klasifikasi iklim Oldeman termasuk tipe iklim B2 yang mana dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Jalancagak ini harus dilakukan terlebih dahulu penelitian yang teliti untuk kesesuaian dan kemampuan lahan agar tidak mengalami kerugian dalam pengembangannya. Tanah di daerah penelitian merupakan tanah Andisol dan Entisol, yang mana tanah tersebut merupakan tanah yang peka terhadap erosi sehingga apabila tanah tersebut tidak dikelola dengan baik maka kemungkinan terjadinya erosi akan menyebabkan tingkat erosi sangat berat, maka tindakan konservasi dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit harus lebih diperhatikan. Kondisi morfologinya terdiri dalam lima kelas kemiringan yaitu Kelas I, II, III, IV dan V. konversi yang dilakukan terdapat pada kemiringan I. 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Jalancagak yaitu 38.269 jiwa, hampir setengahnya bermata pencaharian sebagai petani. Tingkat pendidikan
208
209
penduduk
di
Kecamatan
Jalancagak
hampir
setengahnya
hanya
menamatkan pendidikan hingga SD sehingga tingkat pendidikan di Kecamatan Jalancagak masih rendah. Banyaknya penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani teh atau kelapa sawit dan dengan tingkat pendidikan hanya menamatkan SD, dapat berpengaruh terhadap tindakan konservasi dalam mengelola perkebunan teh maupun kelapa sawit sehingga kaidah-kaidah dalam pengelolaan tidak bisa dipakai karena keterbatasan pengetahuan. 3. Bahaya erosi di perkebunan teh yang tidak terkonversi mencakup Sangat Ringan (SR) sampai Sangat Tinggi (ST) sedangkan bahaya erosi perkebunan teh terkonversi hanya mencakup Sangat Rendah (SR) saja sehingga perubahan bahaya erosi yang terjadi tidak begitu terlalu parah sehingga masih bisa ditoleransi karena masih tergolong bahaya erosi sangat rendah. Perbandingan tingkat bahaya erosi diperkebunan teh antara perkebunan teh yang terkonversi dengan perkebunan teh yang tidak terkonversi pada dua sampel atau pada areal yang terkonversi saja yaitu memiliki tingkat bahaya erosi sedang, sehingga pengembangan untuk pekebunan kelapa sawit di areal konversi harus dilakukan konservasi yang benar supaya tingkat bahaya erosi dapat diturunkan lagi menjadi sangat ringan. 4. Perbandingan nilai bahaya erosi aktual untuk perkebunan kelapa sawit umur 1 – 3 tahun atau kejadian sekarang yaitu 70,56 ton/ha/thn sama dengan perkebunan kelapa sawit 4 – 6 tahun atau 3 tahun yang akan
210
datang, sedangkan untuk perkebunan kelapa sawit 7 – 12 tahun yaitu 14,11 ton/ha/thn yaitu prediksi untuk > 6 tahun yang akan datang. Perbedaan nilai bahaya erosi aktual tersebut didasarkan kepada perbedaan nilai tanaman penutup (P) yang mana perbedaannya yaitu didasarkan kepada kerapatan dari penutupan tanaman terhadap tanah sehingga dapat mengurangi laju jatuhnya air hujan sampai kepada tanah. Tingkat bahaya erosi diperkebunan kelapa sawit 1 – 3 tahun memiliki tingkat bahaya erosi sangat berat (K I An) dan sedang (K I En), perkebunan kelapa sawit 4 – 6 tahun memiliki tingkat bahaya erosi sangat berta (K I An) dan sedang (K I En), sedangkan untuk perkebunan kelapa sawit 7 – 12 tahun memiliki tingkat bahaya erosi sedang (K I An dan K I En). Ternyata tingkat bahaya erosi diperkebunan kelapa sawit ini mengalami penurunan ketika mencapai umur > 6 tahun yaitu dari sedang sampai sangat berat menjadi sedang semuanya. Penurunan tingkat bahaya erosi ini merupakan prediksi untuk umur > 6 tahun, apabila tanaman penutup yang ada diperkebunan ini memiliki kerapatan yang tinggi dan juga tindakan konservasi dilakukan secara benar sesuai dengan aturan yang berlaku, maka hasil produksi dari perkebunan kelapa sawit ini akan memiliki kualitas yang baik. 5. Perbandingan nilai bahaya erosi antara perkebunan teh yang terkonversi dengan perkebunan kelapa sawit mengalami kenaikan ketika terjadi konversi pada perkebunan kelapa sawit 1 – 3 tahun dan 4 – 6 tahun dan akan mengalami penurunan ketika perkebunan kelapa sawit 7 – 12 tahun atau sama dengan nilai bahaya erosi ketika masih menjadi perkebunan teh.
211
Perbandingan tingkat bahaya erosi dari perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit akan mengalami tingkat bahaya erosi sangat berat (SB) ketika awal penanaman kelapa sawit sampai 6 tahun ke depan dan > 6 tahun akan mengalami tingkat bahaya erosi seperti semula yaitu memiliki tingkat bahaya erosi sedang (S). 6. Perbandingan nilai bahaya erosi secara keseluruhan antara perkebunan teh dengan perkebunan kelapa sawit 1 – 3 tahun dan 4 – 6 tahun yaitu dari 676.442,41 ton/ha/thn menjadi 698.092,99 ton/ha/thn atau mengalami kenaikan nilai bahaya erosi sebesar 21.650,58 ton/ha/thn, sedangkan perbandingan nilai bahaya erosi antara perkebunan teh dengan perkebunan kelapa sawit 7 – 12 tahun yaitu sama 676.442,41 ton/ha/thn. Perbandingan nilai bahaya erosi antara perkebunan kelapa sawit 1 – 3 tahun dengan perkebunan kelapa sawit 4 – 6 tahun yaitu sama 698.092,99 ton/ha/thn artinya setiap tahun pada perkebunan kelapa sawit umur 1 – 6 tahun sama nilai bahaya erosinya, sedangkan perbandingan nilai bahaya erosi perkebuan kelapa sawit 1 – 3 tahun dan 4 – 6 tahun dengan 7 – 12 tahun mengalami
penurunan
yaitu
dari
698.092,99
ton/ha/thn
menjadi
676.442,41 ton/ha/thn atau mengalami penurunan sebesar 21.650,58 ton/ha/thn.
212
B. Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan maka dapat dikemukakan rekomendasi bagi keberlanjutan pengembangan perkebunan kelapa sawit supaya hasil yang diperoleh dapat maksimal. Rekomendasi yang diajukan berdasarkan hasil dari penelitian mengenai Prediksi Tingkat Bahaya Erosi Pada Konversi Perkebunan Teh Menjadi Kelapa Sawit di Kecamatan Jalancagak adalah sebagai berikut : 1. Konversi perkebunan teh menjadi kelapa sawit akan membuat para karyawan menjadi kehilangan pekerjaannya. Penyerapan untuk tenaga kerja di PTPN VIII akan menurun karena penyerapan tenaga kerja untuk perkebunan teh yaitu 1 Ha menyerap 3 orang pekerja sedangkan untuk perkebunan kelapa sawit 1 Ha menyerap 1 orang pekerja, sehingga pihak dari PTPN VIII melakukan suatu inovasi mengenai pengembangan perkebunan yang menjadi ciri khas dari Kecamatan Jalancagak yaitu nanas dan menyediakan lahan untuk mereka dalam mengelolanya sehingga hasil dari nanas tersebut dapat disetorkan ke PTPN VIII, selain PTPN VIII mendapatkan keuntungan tetapi karyawan yang tadinya kehilangan pekerjaannya mempunyai usaha baru. 2. Penanganan Tingkat Bahaya Erosi Perkebunan Kelapa Sawit 1 – 3 tahun : a. Sedang (S) : Mulsa jerami 3 ton/ha/thn dan Terasering disain dan bangunan sedang. b. Sangat Berat (SB) : Tanaman rumput Brachiaria tahun pertama dalam strip dengan keadaan pertumbuhan baik.
213
Penanganan Tingkat Bahaya Erosi Perkebunan Kelapa Sawit 4 - 6 Tahun : a. Sedang (S) : Mulsa jerami 3 ton/ha/thn dan Terasering disain dan bangunan sedang. b. Sangat Berat (SB) : Tanaman rumput Brachiaria tahun berikutnya dalam strip dengan keadaan pertumbuhan baik. Penanganan Tingkat Bahaya Erosi Perkebunan Kelapa Sawit 7 – 12 Tahun : a. Sedang (S) : Mulsa jerami 3 ton/ha/thn dan Terasering disain dan bangunan baik. 3. Rekomendasi untuk tingkat bahaya erosi ini dapat dilakukan untuk meminimalisir bahaya erosi yang akan terjadi karena apabila terjadi pengkonversian yang terus menerus maka tingkat bahaya erosi akan semakin tinggi yang berdampak terhadap kualitas lahan yang akan ditanami sehingga akan menjadi lahan kritis apabila tidak cepat dalam bertindak. 4. Selain dari pada itu, pihak perkebunan lebih memperhatikan kondisi sosial para petani dan juga kondisi lahan perkebunan, sehingga langkah preventif untuk meminimalisir lahan kritis dapat dilakukan lebih cepat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengintensifkan penyuluhan dan pelatihan untuk petani sebagai pelaku utama dalam mengelola perkebunan. Perlu diadakannya perbaikan praktek-praktek konservasi yang diterapkan seperti perbaikan konservasi mekanik dalam hal ini perbaikan teras dan penutupan lahan.