BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP
A. Kesimpulan Secara umum, mengacu pada temuan-temuan di atas, performa digital partai politik Peserta Pemilu 2014, bisa dideskripsikan dengan empat kesimpulan berikut yang sekaligus menjawab pertanyaan penelitian: 1. Dari aspek fungsionalitas, situs partai politik di Indonesia belum beranjak dari separuh fungsi maksimal yang mungkin diekspektasikan pada situs partai politik secara global. Jika direntangkan pada kategori arus informasinya, fungsionalitas ini lebih menunjukkan pola komunikasi dari atas ke bawah (downward) daripada jenis komunikasi lain yakni komunikasi dari bawah ke atas (upward), lateral, dan interaktif. 2. Dari aspek delivery atau hantaran, situs partai politik di Indonesia secara umum menunjukkan capaian lebih dari separuh hantaran maksimal yang mungkin diekspektasikan pada situs partai politik secara global. Aspek penghantaran, yang umumnya dikerjakan melalui tingkat kecanggihan rancang-bangun situs, menunjukkan skor yang lebih tinggi daripada aspek fungsionalitasnya. Catatan minor untuk aspek ini adalah rendahnya indikator aksesibilitas dan daya tanggap. 3. Performa partai di Media-Sosial secara umum masih menunjukkan tingkat yang rendah. Jikapun pada situs resmi, interaktivitas yang tinggi tidak terjadi karena situs secara umum sukar menciptakan kerumunan, dan karenanya interaktivitas dialihkan pada ruang-ruang percakapan di media91
sosial, hal itupun tak berlangsung dalam jumlah yang signifikan. Secara umum, akun partai di media sosial menunjukkan inisiatif yang rendah untuk memulai percakapan. Skor antar partai menunjukkan ketimpangan yang tajam dari aspek kuantitas dan dan daya jangkaunya. 4. Keterkaitan situs resmi dengan tingkat popularitasnya di media sosial juga
menunjukkan capaian yang rendah. Total penyebutan url domain semua partai sangat sedikit jika dibandingkan jumlah daya jangkau akunnya. Ini menggambarkan bahwa konten-konten dalam situs tidak dipercakapkan oleh pengguna media sosial secara umum.
B. Diskusi Penutup Komunikasi politik yang dilakukan partai untuk menjangkau pemilih mengalami perubahan dari masa ke masa. Selain ditentukan oleh seberapa jauh norma-norma demokrasi yang wajar dapat diterapkan, komunikasi politik partai ditentukan oleh ketersediaan teknologi yang juga berkembang dari masa ke masa. Pemilihan Umum 2014 di Indonesia yang diikuti lima belas partai (12 di tingkat nasional dan 3 di tingkat lokal) berada dalam situasi dimana Indonesia menjadi negara demokratis dengan sekurang-kurangnya 30,42% dari jumlah pemilih adalah pengguna internet. Partai politik, yang merupakan salah satu ‘teknologi’ demokrasi, tidakbisa-tidak dituntut untuk terus menerus memperbaharui cara agar kedaulatan warga negara senantiasa dapat diaktualisasikan dan dikontekstualisasikan seturut gerak zaman. Komunikasi Politik di Indonesia sendiri tengah mengarah pada sebuah arus yang bisa disebut dengan profesionalisasi dan hibridasi. Dalam arus
92
itu, internet merupakan salah satu penanda distingtif dari gaya komunikasi politik pada era-era sebelumnya. Penelitian ini dikerjakan untuk mendapatkan gambaran sejauh apa performa digital partai politik peserta Pemilihan Umum 2014. Penelusuran terhadapnya dimulai dengan asumsi bahwa situs partai merupakan induk yang mengagregasi dan mengakumulasikan segala jenis komunikasi berbasis internet yang masuk dalam lingkup kelembagaan partai. Situs menjadi landing page dimana sumber informasi dan inisiatif interaksi dimulai. Dalam konsep landing page, media-sosial menjadi kanal untuk menyebarluaskan konten pesan dan menarik sebanyak mungkin audiens. Kesungguhan partai dalam mengelola situs secara integral dengan media sosial sebagaimana tercermin melalui produksi dan pengemasan konten pesan merupakan sesuatu yang bisa dievaluasi secara terbuka. Penelitian ini menemukan bahwa fungsionalitas situs partai di Indonesia masih rendah; hantaran yang relatif canggih secara teknologi; inisiatif yang minim untuk mendongkrak interaktivitas di media sosial; dan tidak populernya situs partai dalam percakapan pengguna media sosial. Empat kesimpulan utama tersebut merupakan gambaran umum atau capaian rata-rata dari performa digital seluruh partai politik. Jika amatan diarahkan untuk membandingkan capaian antar partai, akan segera terlihat bahwa sebuah partai mungkin unggul dalam satu atau beberapa indikator, namun lemah di indikator yang lain. Partai yang paling sering unggul dalam sejumlah indikator adalah PKS dan Gerindra. Ini mengisyaratkan bahwa internet dalam Pemilihan Umum Legislatif 2014 belum menjadi arena yang kompetitif bagi partai politik untuk saling bersaing.
93
Meski untuk indikator-indikator yang sangat dasar dan standar, semua partai menunjukkan semacam perubahan generik yang sama dan dapat dengan mudah diidentifikasi, tingkat adaptasi dan pengelolaannya dalam banyak hal menunjukkan perbedaan satu sama lain. Ini mengisyarakan bahwa perkembangan teknologi memainkan peran yang berbeda pada partai yang berbeda pula. Secara umum memang performa digital partai fokus informasi top-down, namun berberapa partai terlihat berusaha menginisiasi ruang partisipasi dan interaksi yang lebih besar. Temuan dalam penelitian ini bersifat eksploratoris. Seluruh maupun sebagian temuan dalam riset ini, termasuk impresi, interpretasi, dan kritik yang mungkin muncul darinya, dapat diteruskan untuk dua jenis penelitian lebih lanjut. Di sini akan dikemukakan sekurang-kurangnya dua jenis penelitian yang mungkin dapat dikerjakan dalam waktu-waktu berikutnya untuk mendapatan gambaran lebih paripurna mengenai hubungan internet dan partai Politik di Indonesia. Pertama, penelitian longitudinal. Seperti sudah diungkapkan sebelumnya, metode penelitian ini diadaptasi dari kerangka metodologis yang disusun oleh Gibson dan Ward (2000) dan Gibson, Margolis, Resnick, dan Ward (2003). Dari kerangka ini, bisa disusun suatu rangkaian penelitian longitudinal untuk memotret perkembangan performa situs partai dalam sekuen waktu tertentu. Penelitian ini, misalnya, menemukan bahwa tingkat Kebaruan atau keterbaharuan konten dalam situs partai yang relatif tinggi pada hari-hari sebelum dan sesudah Pemilihan Umum. Apakah hal serupa juga terjadi pada hari-hari normal? Apakah performanya meningkat pada hari-hari di sekitar Pemilihan Presiden dimana arena
94
kompetisi diasumsikan sudah bergeser dari pertarungan antar calon anggota parlemen menjadi pertarungan antar partai melalui koalisi tertentu? Penelitian longitudinal juga dapat memberitahukan dengan baik seberapa jauh tingkat adaptasi dan perkembangan performa digital yang diperagakan partai Politik dari masa ke masa. Gambaran tersebut berguna untuk diterakan entah sebagai penanda maupun penjelas konteks-konteks tertentu yang berubah-ubah. Selain itu, hasil dari penelitian semacam ini dapat dikomparasikan dengan pengalaman-pengalaman performa digital partai di negara-negara demokratis lainnya. Komparasi serupa dapat juga diterakan pada performa digital aktor politik tertentu. Dalam situasi dimana politik semakin mengalami personalisasi, dimana tokoh menjadi lebih populer ketimbang partainya, mebandingkan gaya komunikasi berbasis internet antara partai dengan tokoh merupakan tema riset yang menarik. Kedua adalah riset yang bersifat eksplanatoris. Penelitian ini telah menggambarkan konstruk laten pada variabel-variabel performa digital partai peserta Pemilu 2014. Dengan nalar eksplanatoris, temuan penelitian ini dapat digerakkan untuk memunculkan pertanyaan-pertanyaan kausatif yang tak terhingga banyaknya. Sebagian atau seluruh datanya dapat dipakai untuk menjelaskan korelasi antara variabel-variabel yang penting dalam komunikasi politik partai. Perlu ada uji korelasi antara performa digital partai dengan berbagai faktor semacam usia partai, afiliasi atau tingkat kedekatan partai tertentu dengan media massa tertentu, perolehan elektoral dan jumlah kursi di parlemen, dan sebagainya.
95
Penelitian eksplanatoris lain yang dapat diajukan adalah penelitian yang berusaha mencari gambaran dan hubungan dalam kerangka suplai dan permintaan (supply-demand). Temuan dalam penelitian ini, misalnya, telah menggambarkan aspek suplai. Apakah hal itu merupakan sesuatu yang direspon atau memenuhi aspek permintaan khalayak pemilih? Jika dewasa ini perilaku pemilih merupakan tema kajian yang banyak diminati, dan sementara internet semakin memainkan peran komunikasi yang mendesak model komunikasi broadcast, studi perilaku pemilih dalam konteks komunikasi politik berbasis internet tentu saja layak dipertimbangkan.
96