92
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Profil Responden Pada bagian ini akan dijelaskan profil responden yang menjadi objek penelitian yaitu 84 dokter yang bekerja di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK). Analisis deskriptif untuk karakteriktik responden disajikan dalam bentuk frekuensi dan prosentase yang terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, masa kerja beserta unit kerja Staf Medik Fungsional (SMF) di RSJPDHK. Pada Tabel 5.1 diketahui bahwa mayoritas responden penelitian ini adalah berjenis kelamin laki-laki (69,05%) sementara responden wanita sebesar 30,95%. Dalam hal ini RSJPDHK tidak mempekerjakan dokter berdasarkan jenis kelamin namun dilihat dari kesesuaian profesinya. Sementara, mayoritas usia responden adalah di atas 60 tahun (34,52%) maka diharapkan para dokter usia produktif harus lebih terampil. Kemudian mayoritas pendidikan terakhir adalah Dokter Spesialis (S2) sebesar 76,19%, artinya Dokter RSJPDHK sudah memenuhi kualifikasi sebagai RS penanganan spesialis jantung. Masa kerja terlama para responden adalah 1-10 tahun (38,1%) dan lebih dari 20 tahun (38,1%). Dalam hal ini status pengangkatan dan pemberhentian kepegawaian dokter ditetapkan oleh Kemenkes. Selanjutnya responden tersebar dari beberapa unit kerja Staf Medik Fungsional (SMF) pada beragam profesi kedokteran dan terbanyak adalah Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah (51,19). Dengan demikian, RSJPDHK sudah memenuhi kualifikasi sebagai RS Tipe A yang menangani pasien penyakit jantung dan pembuluh darah. 92
93
Tabel 5.1 Karakteristik Responden No 1
2
3
4
5
Karakteristik Responden
Frekuensi
Prosentase
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
58 26
69,05 30,95
Usia <40 40-50 50-60 >60
10 24 21 29
11,9 28,57 25 34,52
Pendidikan Terakhir S1 S2 S3
7 64 13
8,33 76,19 15,47
Masa Kerja 1 – 10 tahun
32
38,1
10 – 20 tahun >20 tahun
20 32
23,81 38,1
10
11,9
43
51,19
3 3 1
3,57 3,57 1,19
1 1 2 12 3 5
1,19 1,19 2,38 14,29 3,57 5,95
Unit KerjaStaf Medik Fungsional (SMF) Spesialis Bedah Toraks Kardiovaskular (SpBTKV) Spesialis Jantung & Pembuluh Darah (SpJP) Spesialis Anak (SpA) Spesialis Radiologi (SpRad) Spesialis Saraf/Neurologist (SpS) Spesialis Gizi Klinik (SpGK) Spesialis Paru (SpP) Spesialis Patologi Klinik (SpPK) Spesialis Anestesiologi (SpAn) Dokter Gigi (drg) Dokter Umum (dr)
Sumber: Data diolah penulis (2014)
94
5.2. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Tabel 5.2 merupakan deskripsi statistik untuk menyajikan rata-rata skor, nilai tertinggi dan nilai terendah dari jawaban responden atas variabel-variabel pelatihan (X1), motivasi (X2), lingkungan kerja (X3) dan kinerja dokter (Y).
Tabel 5.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Variabel Pelatihan
Dimensi Instruktur Peserta Materi Metode Tujuan Sasaran Motivasi Intrinsik Ekstrinsik Lingkungan Fisik Kerja Non-Fisik Profesionalitas Mawas Diri & Pengembangan Diri Kinerja Komunikasi Efektif Dokter Pengelolaan Informasi Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Keterampilan Klinis Pengelolaan Kesehatan
Min. 2,00 2,00 1,50 1,67 1,00 2,00 2,00 1,75 2,11 1,67 2,33 1,67
Max. 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 4,88 4,89 4,67 5,00 4,67
Mean 3,6071 3,5655 3,6488 3,6788 3,3929 3,5595 3,5324 3,5311 3,6124 3,5595 3,7698 3,4885
1,00 1,00 1,00
5,00 5,00 5,00
3,6845 3,7857 3,5714
2,00 2,50
4,67 5,00
3,4926 3,7619
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)
Berdasarkan Tabel 5.2 tersebut, variabel pelatihan memiliki nilai minimum 1,00 pada dimensi tujuan pelatihan dan nilai maksimum rata-rata yaitu 5,00. Sementara nilai minimum pada variabel motivasi yaitu dimensi motivasi ekstrinsik sebesar 1,75 dan nilai maksimum 5,00. Dengan demikian, variabel
95
motivasi masih dapat ditingkatkan oleh RSJPDHK. Selanjutnya nilai minimum pada variabel lingkungan kerja ada pada dimensi lingkungan kerja non-fisik yaitu 1,67 dan nilai maksimum sebesar 4,89. Artinya, variabel lingkungan kerja masih dapat ditingkatkan oleh RSJPDHK. Kemudian nilai minimum rata-rata pada variabel kinerja dokter yaitu 1,00 dan nilai maksimum rata-rata sebesar 5,00. Maka kinerja dokter RSJPDHK masih bisa terus ditingkatkan.
5.3. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Beikut disajikan hasil uji validitas dan reliabilitas pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pelatihan
Dimensi
Instruktur Peserta Materi Metode Tujuan Sasaran Motivasi Intrinsik Ekstrinsik Lingkungan Fisik Kerja Non-Fisik Profesionalitas Mawas Diri & Pengembangan Diri Kinerja Komunikasi Efektif Dokter Pengelolaan Informasi Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Keterampilan Klinis Pengelolaan Kesehatan
Pearson Correlation 0,395 0,452 0,527 0,472 0,524 0,391 0,393 0,434 0,443 0,525 0,436 0,471
0,2146 0,2146 0,2146 0,2146 0,2146 0,2146 0,2146 0,2146 0,2146 0,2146 0,2146 0,2146
0,484 0,455 0,379
0,2146 0,2146 0,2146
0,375 0,415
0,2146 0,2146
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)
rtabel
Cronbach Alpha
0,892
0,856 0,838
0,789
96
Hasil uji validitas menunjukkan bahwa 61 butir pernyataan instrumen kuesioner diuji dengan teknik Pearson Correlation melalui metode corrected item total correlation. Pada penelitian ini, diketahui bahwa semua butir pernyataan memiliki rhitung paling kecil 0,379 dan paling besar 0,484 dibanding rTabel dari df = n-2 atau df = 84-2 yaitu 0,2146 dalam taraf signifikan 5%. Dengan kata lain rhitung lebih besar ketimbang rtabel. Artinya, butir-butir pernyataan pada instrumen kuesioner yang mengukur variabel penelitian dinyatakan valid. Selanjutnya suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seorang responden terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pada penelitian ini, metode yang digunakan pada uji reliabilitas adalah Cronbach alpha. Butir – butir pernyataan dalam kuesioner dapat dinyatakan reliabel jika memiliki nilai cronbach alpha > rtabel. Hasil penelitian (Tabel 5.3) menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai Cronbach alpha lebih besar dari 0,2146, sehingga 61 pernyataan di kuesioner yang mengukur variabel pelatihan, motivasi, lingkungan kerja dan kinerja dinyatakan reliabel.
5.4. Uji Asumsi Klasik Berbeda dengan metode analisis lainnya, regresi liner ganda memerlukan uji persyaratan yang sangat ketat yang disebut dengan istilah uji asumsi klasik. Persyaratan awal untuk menggunakan regresi sebagai salah satu alat analisis yaitu, variabel penelitian harus diukur minimal dalam bentuk skala interval. Sementara di penelitian ini menggunakan skala pengukuran likert yang berbentuk ordinal. Setelah data ordinal diubah menjadi data interval, maka dapat dilanjutkan dengan
97
melakukan uji normalitas data dan homogenitas, kemudian untuk analisis liner ganda, dilanjutkan dengan uji linieritas garis regresi, uji korelasi atau hubungan antara variabel bebas satu dengan variabel bebas lainnya (uji multikolinieritas) dan uji heterokedasitas.
5.4.1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas sampel yang menggunakan Kolmogorov-Smirnov menghasilkan besaran statistik dan taraf kepercayaannya (significance level) ditemukan lebih kecil dari taraf kepercayaan yang ditentukan (Significance level < 0,05) untuk variabel dependen pada penelitian. Dengan kata lain, jika nilai Asymp sig. (2 tailed) melebihi nilai tingkat signifikan 5%, maka artinya variabel residual berdistribusi normal.
Tabel 5.4 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Variabel
Asymp. Sig (2-tailed)
Pelatihan
0,268
Motivasi
0,454
Lingkungan Kerja
0,531
Kinerja
0,773
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)
Pada Tabel 5.4 nilai signifikansi residual pada variabel pelatihan lebih tinggi dari taraf signifikan 5% (0,268 > 0,05), nilai variabel motivasi lebih tinggi
98
dari taraf signifikan 5% (0,454 > 0,05), nilai variabel lingkungan kerja lebih tinggi dari taraf signifikan 5% (0,531 > 0,05) dan nilai pada variabel kinerja lebih tinggi dari taraf signifikan 5% (0,773 > 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa variabel residual berdistribusi normal.
5.4.2. Uji Homogenitas Untuk melakukan pengujian homogenitas populasi penelitian diperlukan hipotesis sebagai berikut: Ho
: Data populasi bervarian homogen
Ha
: Data populasi tidak bervarian homogen Mengacu pada kriteria pengujian jika nilai significancy <0,05 maka Ho
ditolak, sedangkan jika nilai significancy > 0,05 maka Ho diterima. Apabila nilai significancy > α=0,05 yang ditetapkan, maka dapat dinyatakan bahwa data tersebut berasal dari populasi yang bervarian homogen. Hasil uji analisis homogenitas menghasilkan besaran signifikansi seperti pada tabel berikut:
Tabel 5.5 Test of Homogeneity of Variances Variabel
Signifikansi
Pelatihan
0,007
Motivasi
0,014
Lingkungan Kerja
0,006
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)
Hasil uji homogenitas pada Tabel 5.4 menunjukkan bahwa data yang terdapat pada butir-butir pernyataan terkait variabel pelatihan, motivasi dan
99
lingkungan kerja berasal dari populasi yang bervarian homogen karena nilai signifikansi variabel pelatihan 0,07 lebih besar dari nilai alpha 0,05, nilai signifikansi variabel motivasi 0,14 lebih besar dari nilai alpha 0,05 dan nilai signifikansi variabel lingkungan kerja 0,06 lebih besar dari nilai alpha 0,05. Dengan demikian statistik parametrik pada teknik analisa data secara regresi dapat digunakan.
5.4.3. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas berfungsi untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Untuk menguji korelasi antar variabel independen ini dapat diamati dari nilai tolerance dan nilai Variance Inflation Factors (VIF). Jika nilai tolerance < 0,10, maka tidak terjadi multikolinieritas
sedangkan
jika
melebihi
nilai
0,10
artinya
terjadi
multikolinieritas. Selain itu, apabila nilai VIF < 10,00 maka tidak terjadi multikolinieritas sedangkan jika > 10,00 artinya terjadi multikolinieritas.
Tabel 5.6 Hasil Uji Multikolinieritas Coefficientsa Collinearity Statistics Model Tolerance
VIF
Pelatihan
0,610
1,638
Motivasi
0,814
1,228
Ling.Kerja
0,527
1,899
Dependen Variabel: Kinerja Dokter Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)
100
Berdasarkan Tabel 5.6 diperoleh nilai tolerance pada variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF pada ketiga variabel tersebut kurang dari 10,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa data tidak terjadi masalah multikolinieritas, artinya pada model yang diajukan tidak ada variabel independen yang harus dihilangkan.
5.4.4. Uji Heterokedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel independennya. Untuk semua pengamatan pada model regresi menghendaki tidak adanya heteroskedastisitas karena akan menyebabkan penaksiran koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menggunakan grafik plot antara nilai vaiabel dependen dan nilai residualnya, dimana sumbu Y adalah yang telah diprediksi dan X adalah residual. Apabila terdapat pola tertentu, seperti titiktitik yang membentuk suatu pola yang teratur, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Apabila tidak ada pola yang jelas serta titik-titiknya menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Berdasarkan scatterplot pada Gambar 5.1 bahwa titik-titik tidak membentuk suatu pola tertentu atau menyebar dengan pola yang acak serta letaknya tidak beraturan (di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y). Dengan demikian
dapat
dikatakan
bahwa
regresi
tidak
mengalami
gangguan
heteroskedastisitas dan model regresi tersebut layak dipakai untuk memprediksi
101
variabel kinerja dokter berdasarkan masukan variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja.
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014) Gambar 5.1 Grafik Plot Hasil Uji Heteroskedastisitas
5.4.5 Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja terhadap variabel kinerja dokter. Berdasarkan Tabel 5.7 dapat dideskripsikan unstandardized coefficient parameter konstanta (2,527), koefisien variabel pelatihan (0,011), koefisien variabel motivasi (0,432) dan koefisien variabel lingkungan kerja (0,455).
102
Tabel 5.7 Regresi Variabel Pelatihan, Motivasi & Lingkungan Kerja terhadap Variabel Kinerja Dokter Model
Coefficients
t
Sig.
(Constant)
2,527
2,943
0,004
Pelatihan
0,011
0,185
0,854
Motivasi
0,432
7,731
0,000
Ling.Kerja
0,455
6,200
0,000
R Square
71,6% 70,903
0,000
Fhitung
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)
Bila nilai-nilai tersebut dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier berganda, maka diperoleh persamaan:
Y = 2,527 + 0,011 X1 + 0,432 X2 + 0,455 X3
Hasil persamaan tersebut dapat dijelaskan lebih rinci sebagai berikut: 1) Konstanta (β0) sebesar 2,527 bermakna apabila tidak ada pengaruh ketiga variabel independen (pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja) maka nilai kerja dokter adalah 2,527. Dalam hal ini kinerja dokter adalah buruk. 2) Koefisien regresi pada variabel motivasi (β2) sebesar 0,432. Artinya, variabel motivasi akan berpengaruh positif 0,432 terhadap kinerja Dokter. Sehingga motivasi yang dimiliki oleh Dokter RSJPDHK mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap kinerja mereka.
103
3) Koefisien regresi pada variabel lingkungan kerja (β3) sebesar 0,455. Artinya, variabel lingkungan kerja akan berpengaruh positif 0,455 terhadap kinerja Dokter. Dengan demikian, lingkungan kerja di RSJPDHK memiliki kontribusi nyata terhadap kinerja Dokter.
5.5. Koefisien Determinasi Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan besarnya variasi dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen dalam model. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1. Apabila R2 mendekati 1, ini menunjukkan bahwa variasi variabel dependen secara bersama-sama dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen. Sebaliknya jika R2 mendekati 0, maka variasi dari variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel independen. Hasil koefisien determinasi (R2) berdasarkan Tabel 5.7 adalah 0,716. Artinya, pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja dapat menjelaskan 71,6% variasi kinerja dokter. Sedangkan 28,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Dengan demikian model regresi cukup baik.
5.6. Pengujian Hipotesis 5.6.1 Uji F Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja terhadap variabel kinerja dokter secara simultan maka dilakukan uji F. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS 21 diperoleh hasil sebagaimana Tabel 5.7.
104
Ho :
Variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter.
Ha :
Variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter.
Dengan cara pengambil keputusan: Jika signifikan > 0,05 atau Fhitung < FTabel maka Ho diterima Jika signifikan < 0,05 atau Fhitung > FTabel maka Ho ditolak Berdasarkan Tabel 5.7 diperoleh nilai Fhitung sebesar 70,903. Sedangkan untuk mendapatkan nilai Ftabel diperoleh dengan cara: df1 = k-1 atau df pembilang = jumlah variabel - 1 df2 = n-k atau df penyebut = jumlah populasi – jumlah seluruh variabel Maka Ftabel pada penelitian ini adalah 2,72. Dalam hal ini Fhitung > FTabel yaitu 70,903 > 2,72 artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Selain membandingkan nilai Fhitung dengan FTabel, uji F dapat juga dapat ditentukan dari nilai signifikan dibandingkan dengan α=0,05. Pada Tabel 5.9, nilai signifikan diperoleh 0,000 lebih kecil dari 0,05. Dari kedua cara tersebut maka hasil uji F pada penelitian ini disimpulkan bahwa variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter.
5.6.2 Uji t Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja secara parsial terhadap variabel kinerja dokter. Hasil pengujian disajikan pada Tabel 5.7.
105
a. Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja Dokter Hipotesa 1: Pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter. Ho :
Pelatihan tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja dokter.
Ha :
Pelatihan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja dokter.
Dengan cara pengambilan keputusan: Jika signifikan > 0,05 atau thitung < ttabel maka Ho diterima Jika signifikan < 0,05 atau thitung > ttabel maka Ho ditolak Berdasarkan data Tabel 5.10 diketahui skor thitung untuk variabel pelatihan sebesar 0,185. Nilai tTabel dilihat dari derajat bebas (df = n-2) yaitu 1,989. Maka diperoleh thitung < tTabel atau 0,185 < 1,989. Kemudian, nilai signifikan pada variabel pelatihan adalah 0,854 lebih besar dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha ditolak dan Ho diterima. Artinya, variabel pelatihan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja Dokter.
b. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Dokter Hipotesa 2: Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter. Ho :
Motivasi tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja dokter.
Ha :
Motivasi berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja dokter.
Dengan cara pengambilan keputusan: Jika signifikan > 0,05 atau thitung < ttabel maka Ho diterima Jika signifikan < 0,05 atau thitung > ttabel maka Ho ditolak
106
Berdasarkan data Tabel 5.10 diketahui skor thitung untuk variabel motivasi sebesar 7,731. Nilai ttabel dilihat dari derajat bebas (df = n-2) yaitu 1,989. Maka diperoleh thitung > tTabel atau 7,731 > 1,989. Kemudian, nilai signifikan pada variabel motivasi adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, variabel motivasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter.
c. Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Dokter Hipotesa 3: Lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter. Ho :
Lingkungan kerja tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja dokter.
Ha :
Lingkungan kerja berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja dokter.
Dengan cara pengambilan keputusan: Jika signifikan > 0,05 atau thitung < ttabel maka Ho diterima Jika signifikan < 0,05 atau thitung > ttabel maka Ho ditolak Berdasarkan data Tabel 5.10 diketahui skor thitung untuk variabel lingkungan kerja sebesar 6,200. Nilai ttabel dilihat dari derajat bebas (df = n-2) yaitu 1,989. Maka diperoleh thitung > tTabel atau 6,200 > 1,989. Kemudian, nilai signifikan pada variabel lingkungan kerja adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, variabel lingkungan kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja Dokter.
107
5.7. Matriks Korelasi antar Dimensi Berikutnya, penulis akan menyimpulkan hasil perhitungan koefisien korelasi (r) untuk mengetahui dimensi variabel independen yang berpengaruh paling dominan terhadap dimensi variabel dependen. Semakin besar nilai pearson correlation nya maka semakin kuat hubungannya dan pengaruhnya besar terhadap peningkatan dimensi dari variabel dependennya. Adapun hasil perhitungan koefisien korelasi (r) antar dimensi dapat dilihat pada korelasi berikut ini:
Tabel 5.8 Matriks Korelasi antar Dimensi Variabel
Pelatihan (X1)
Motivasi (X2)
Lingk. Kerja (X3)
Dimensi
Instruktur (X1.1) Peserta (X1.2) Materi (X1.3) Metode (X1.4) Tujuan (X1.5) Sasaran (X1.6) Intrinsic motivation (X2.1) Extrinsic motivation (X2.2) Lingkungan fisik (X3.1) Lingkungan nonfisik (X3.2)
Kinerja Dokter (Y) Profesionalitas (Y1.1)
Mawas diri & Pengemba ngan diri (Y1.2)
Komunikasi efektif (Y1.3)
Pengelolaan informasi (Y1.4)
Landasan ilmiah ilmu kedokteran (Y1.5)
Keterampilan klinis (Y1.6)
Pengelolaan kesehatan (Y1.7)
0,006
0,428
0,110
-0,056
0,320
0,405
0,046
0,177
0,327
0,243
0,058
0,140
0,138
0,239
0,739
0,315
0,512
0,708
0,174
0,258
0,687
0,034
0,643
0,063
-0,085
-0,030
-0,239
0,110
0,008
0,651
0,143
-0,028
0,121
0,263
0,031
-0,153
0,623
-0,039
-0,163
0,177
0,506
-0,132
0,298
0,237
0,641
0,337
0,206
0,529
0,242
0,568
0,135
0,728
0,583
0,470
0,482
0,503
0,539
0,532
0,311
0,360
0,561
0,457
0,607
0,193
0,787
0,141
0,078
0,305
0,299
0,252
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS Dirangkum oleh Peneliti (2014)
108
Sebagai bahan acuan untuk mengetahui tingkat hubungan antar dimensi digunakan tabel tingkat hubungan berdasarkan koefisien interval yang dikutip dari Riduwan (2006: 280) seperti pada Tabel 5.12.
Tabel 5.9 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,80 – 1,000
Sangat kuat
0,60 – 0,799
Kuat
0,40 – 0,599
Cukup kuat
0,20 – 0,399
Rendah
0,00 – 0,199
Sangat rendah
Sumber: Riduwan. (2006: 280)
Hasil analisis korelasi pada Tabel 5.11 disimpulkan bahwa semua dimensi variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja memiliki nilai koefisiensi antara 0,60 – 0,799, artinya ketiga variabel tersebut memiliki hubungan yang bersifat ‘kuat’ terhadap kinerja dokter.
5.8. Pembahasan dan Temuan Penelitian Pada bagian ini akan dibahas terkait temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian ini. Berikut ini adalah pembahasannya. 1. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa variabel pelatihan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter. Pernyataan ini telah dibuktikan dengan nilai signifikan 0,854 > 0,05 dan thitung < tTabel atau 0,185 < 0,2146. Hasil temuan ini sejalan dengan hasil penelitian dari Obisi
109
(2011) bahwa ada beberapa penyebab mengapa pelatihan tidak berpengaruh, diantaranya manfaat dari pelatihan yang tidak jelas bagi manajemen puncak, manajemen puncak tidak memberikan penghargaan pengawas untuk melaksanakan pelatihan yang efektif, manajemen puncak tidak memperhatikan rencana dan anggaran secara sistematis untuk pelatihan, selama masa evaluasi pelatihan para instruktur memberikan layanan konseling terbatas. Hal ini memberikan implikasi bahwa Divisi Diklat RSJPDHK secepatnya harus mengembangkan modul keterampilan medis penanganan penyakit kardiovaskular terkini, membuat rancangan pelatihan yang aplikatif dan pihak manajemen seyogyanya mampu memotivasi serta memberikan dukungan kepada para dokter baik secara finansial, teknologi dan kesempatan untuk peningkatan karir melalui pelatihan-pelatihan yang telah diikuti. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter. Pernyataan ini telah dibuktikan dengan nilai signifikan 0,000 < 0,05 dan thitung > tTabel atau 7,731 > 0,2146. Artinya, tinggi rendahnya kinerja seseorang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya motivasi yang dimiliki. Temuan ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya (Kiruja: 2013, Chaudary: 2012 dan Awosuwi: 2011) bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Hal ini memberikan implikasi bahwa penting bagi pihak manajemen RSJPDHK untuk mengetahui bagaimana cara meningkatkan motivasi para dokter sehingga mereka bersedia melakukan pekerjaan penuh dedikasi
110
seperti peningkatan gaji sesuai peran dan loyalitas, status pegawai tetap, kompensasi yang adil, perlindungan/jaminan kesehatan, penghargaan, promosi, tindakan disiplin, dll. Jika hal tersebut diperbaiki dan ditingkatkan maka akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja dokter RSJPDHK. Kemudian, dimensi yang terkuat pada variabel motivasi adalah motivasi ekstrinsik terhadap komunikasi efektif dengan korelasi sebesar 0,728. Artinya apabila pihak manajemen RSJPDHK mampu meningkatkan motivasi ekstrinsik para dokter, maka komunikasi efektif antar dokter akan meningkat. Hal ini dapat diberlakukan dengan menambahkan insentif dan penghargaan bagi dokter yang bersedia melanjutkan ke jenjang program doktoral (S3) sehingga FKUI Divisi Kardiologi mampu memenuhi kualifikasi pengajar dalam mendidik dokter spesialis. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel lingkungan kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter. Pernyataan ini didukung oleh hasil analisis data diperoleh thitung > tTabel atau 6,200 > 0,2146 dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya (Munira: 2013, Kahya: 2007 dan Ollukkaran: 2012) bahwa lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Artinya, semakin baik lingkungan kerja yang diciptakan maka semakin baik pula kinerjanya atau sebaliknya. Menurut Ivanko (2012:124) Lingkungan kerja menjadi tanggung jawab pimpinan dengan menciptakan human relations yang sebaik-baiknya antara pimpinan dengan karyawan
111
atau antar sesama karyawan. Implikasinya terhadap RSJPDHK, pihak manajemen harus menciptakan suasana interaksi / komunikasi efektif di lingkungan kerja antara atasan dengan bawahan, antar sejawat dokter, manajemen dengan para dokter, para dokter dengan suster dan petugas administrasi pelayanan RS. Kemudian, dimensi yang terkuat pada variabel lingkungan kerja adalah lingkungan kerja non fisik terhadap mawas diri dan pengembangan diri dengan korelasi sebesar 0,787. Artinya apabila pihak manajemen RSJPDHK mampu meningkatkan lingkungan kerja nonfisik dengan kondusif, maka sikap mawas diri dan pengembangan diri dokter akan meningkat. Hal ini dapat diberlakukan oleh pihak Manajemen RSJPDHK untuk membuat suatu team work dan gathering tidak hanya bagi para dokter namun juga bagi para pemangku pelayanan kesehatan Rumah Sakit lainnya seperti suster dan pegawai agar terjalin harmonisasi kenyamanan
berinteraksi
dengan
rekan
kerja
sehingga
mampu
memberikan pelayanan terbaik untuk pasien. 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varibel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter. Hal ini diketahui dari perolehan nilai Fhitung > FTabel sebesar 70,903 > 2,72 dan nilai signifikansi 0,004 < 0,05. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya (Azar: 2013 dan Munparidi: 2012) bahwasanya ketiga variabel tersebut berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kinerja. Konsil Kedokteran Indonesia (UU No.29 Tahun 2012) terkait Praktik Kedokteran memiliki kewenangan untuk memicu
112
para dokter dalam memenuhi kinerja dan prestasinya sesuai dengan kemajuan IPTEK kedokteran serta sebagai upaya menjawab kebutuhan masyarakat tercapainya patient safety dalam penyelenggaraan praktik kedokteran. Dengan demikian, variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap meningkat atau menurunnya kinerja para dokter RSJPDHK. Pihak manajemen RSJPDHK seyogyanya harus memberikan fasilitas pelatihan yang bermutu, motivasi dari pimpinan kepada para dokter untuk terus berprestasi serta menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman dan nyaman.