BAB V HASIL PENELITIAN
A. Tanggapan Masyarakat Pammase Terhadap Upacara Mappano Dalam Upacara Mappano seseorang percaya bahwa makhluk gaib tersebut dapat menyelamatkan dari mala petaka atau kesialan yang akan menimpah keluarganya, sedangkan hal tersebut bertentangan dengan islam. Namun dalam Tradisi tersebut ada masyarakat yang setuju terhadap Upacara tersebut terutama yang melakukannya dan ada juga yang tidak setuju. Seperti yang di unngkapkan Ye’ tenni salah satu warga yang juga biasa melakukan Upacara tersebut mengatakan : iyaro Mappanoe engka kanjana engka to ja’na nasaba iyako de ipigaui nakennaki acilakang iyaro mabiasae maderri nakenna lasa massaling-saling taue, natapi rekko ipigaui ni matu engka hikmana wedding laiyala, contohna naita mata makkadae hikmana iyanaritu sipakario-rio taue sipulung nennia kampongnge ipalesseri lempe. Artinya : Mappano memiliki makna yang bagus dan makna yang tidak bagus karena jika kita melaksanakan kita akan terkena sakit dan sakitnya itu adalah sakit gila, dan jika dilaksanakan ada hikma yang bisa kita petik, contohnya gotong royong dan menghindari kampung dari banjir. Itulah yang dikatakan oleh Ye’ tenni selaku warga yang biasa juga melakukan Upacara tersebut, pada dasarnya Ye’ tenni ini menyetujui dengan
Universitas Hasanuddin | 70
adanya Upacara Mappano karena dia yakin bahwa ada hikma yang bisa di petik dalam tradisi Upacara tersebut. Hikma yang dimaksud adalah tudang sipulung dan sipakario-rio. Begitu juga yang dikatakan oleh Ye’ jampu salah satu warga Pammase yang melakukan Upacara tersebut, dengan ungkapannya seperti berikut : Iya pigau tella Mappano nak, nasaba engka wijakku ipancaji tania rupa tau naiyarega tomakkada pada rupanna punna waie, engka keyakinakku makkada iyaro wijakku engkai rilaleng waie, jadi tujuakku Mappano bara ipasalama moi kasi ri onroanna massuajang nennia madising-dising moi sibawa pajagana. Artinya : Saya melakukan Mappano ini nak, karena ada salah satu anak saya yang bukan merupakan wujud manusia melainkan menjadi wujud buaya, saya meyakini anak saya itu berada didalam air, jadi tujuan saya Mappano agar anak saya selamat ditempat tinggalnya dan diberi kesehatan bersama penjaganya (penguasa air) Ungkapan tersebut juga dikatakan oleh Ye’ jampu yang melakukan Upacara Mappano juga di Kelurahan Pammase, di Kelurahan Pammase sebenarnya banyak masyarakat yang melakukan Upacara tersebut, namun pelaksanaannya tidak bersamaan biasa ada yang melakukan dengan mengikuti hari yang baik menurut masyarakat. Yang dimaksud dengan hari yang baik yaitu Esso Surah yang dianggap hari Masagena
Universitas Hasanuddin | 71
Dalam ungkapan Wa’ juma salah satu warga Pammase yaitu : Sebenarna iyaro Mappanoe nak,ateppe-teppereng mi bawang, iyako to mateppe taue ya ipigaui tapi iyako de namateppe taue deto napigau, tapi iyaro Mappanoe tenia to itella napadduai puangna, engkami atepperenna okko makluk gaib’e Artinya : Mappano itu sebenarnya hanya menurut kepercayaan masing-masing, jika seseorang percaya akan melakukan Upacara tersebut, tapi jika seseorang tidak percaya tidak akan melaukan juga. Tapi Mappano itu bukan berarti menduakan Tuhan cuma karena ada kepercayaan terhadap makhluk gaib. Jadi menurut Wa’ juma, Mappano hanya merupakan kepercayaan masing-masing, misalnya orang yakin bahwa ada anaknya yang menjadi buaya, namun dalam hal ini ada masyarakat yang setuju dengan Upacara Mappano dan ada juga yang tidak setuju dengan Upacara Mappano. Seperti yang di ungkapkan oleh H. Sede beddu seperti berikut : Sebenarna iya de natama akkalekku iyasengnge Mappano nasaba iyaro pigaui tellae Mappano nayakini bahwa engka ana’na mancaji punna wai, nappani mateppei ri punna waie, de natama akkalengnge makkada punna wae melo itepperi. Artinya : Kalau saya itu tidak masuk dalam akalku yang namanya Mappano karena yang melakukan Mappano itu yakin bahwa ada anaknya yang menjadi buaya, kemudian mereka percaya terhadap penguasa air, tidak masuk akal jika penguasa air dipercayai. Ungkapan Ye’ darisa mengenai Mappano yaitu : Iyaro taue mappigau Mappano maddupang-dupang anggapanna, engka makkada melo napasalama wijanna ri laleng waie nennia napasalama kampongta na aja nalai
Universitas Hasanuddin | 72
lempe lompo, tapi ko melo ipikkiri kan iyaro lempe,e iyami na lempe iyako bosi loppoi, jadi otomatis pasti matanre wainna saloe, nah okkoniro na terjadi lempe. Artinya : Yang melakukan Mappano itu bermacam-macam anggapannya ada yang bilang untuk menyelamatkan anaknya didalam air beserta untuk menjaga kampung agar terhindar dari banjir besar, tapi kalo mau dipikir banjir itukan terjadi kalau ada hujan lebat, jadi otomatis air sungai pasti tinggi, nah disitu akan terjadi banjir Beberapa tanggapan masyarakat Kelurahan Pammase seperti berikut: Menurut Ye’ Messa: Iya akkaetu tenri pigaui nalasaiki laipigaui mushryikki assenna Artinya : Menurut Ye’ Messa jika tidak melakukan hal demikian maka bisa terkena penyakit dan jika dilakukan maka bisa dikatakan Musryik. Menurut Wa’ Mase: Iyaro baweng iya uwisseng pau’ makada Iyaro ma Pano’e napa duai Puang Allahu Ta’ala Artinya: Menurut Wa’ Mase hanya satu yang bisa saya katakana yang namanya Mappano itu adalah menduakan Tuhan. Menurut Ye’ Dawa: Engka tau pigaui nasaba ammaminengenna Artinya: menurut Ye’ Dawa ada orang yang mengatakan memang dari dulu dianggap sebagai kewajiban Menurut Ye’ Hayani: Engka tau tomattoannami pigaui mappano na dena na melo ananna pigaui nasaba ana na dega ateperrengna nasaba adat tau riolomoi Artinya: Ada pula masyarakat yang hanya orang tuanya yang melakukan Mappano dan dia sudah tidak melaksanakan
Universitas Hasanuddin | 73
hal tersebut dengan alasan karena Mappano itu hanya adat orang dahulu Menurut Ye’ Marauleng: Engka tau makada namo Tania iyaro lasai makada to appanorengna lasai nasaba de napigaui Artinya: Menurut Ye’ Marauleng ada juga orang yang mengatakan walaupun bukan masalah Mappano yang membuat dia sakit tapi tetap mempercayai bahwa itulah yang membuat dia sakit karena tidak melakukannya. Menurut Ye’ sabennu: Tuli ipigaui nalasai lengmatokki, tenri ipigaui lebbipa nalasaitta Artinya: Dilakukan kita sakit apalagi jika tidak dilakukan tambah dibuat sakit Menurut Wa Santiung: Engka tau Malasa ampanorengna gare lasai, magi pura najama tella mappano mate moi tau malasae. Artinya: Menurut Wa Santiung ada yang tidak melakukan hal tersbut dia sakit, kemudian dia melakukan dengan harapan akan sembuh tapi malah sebaliknya yang sakit itu malah Meninggal Dunia Menurut Wa’ Ali: Nasaba Iyaro appanorengnge ada’ toriolo Artinya: Menurut Wa’ Ali karena itu Mappano adat orang dulu Menurut Hj.P. Nipa: mega mato tau pigaui mappano nasaba nasengngi engka keturunanna punna wae’ Artinya: Menurut HJ.P. Nipa Ada yang melakukan hal demikian karena menurut kepercayaannya ada keluarganya yang tinggal didalam Air (Buaya) Menurut Ye’ coma: pole ateperengtta mani baweng Artinya: tergantung dari kepercayaan
Universitas Hasanuddin | 74
Menurut Wa’ Itte : tradisi pole ri tomatoatta marioloe lettu makukkue Artinya: Menurut Wa’ Itte tradisi dari nene moyang sampai sekarang Menurut Ruswin S.ST.Pel hal demikian dilakukan hanya turun temurun yang dilakukan dari Nene Moyang yang pada saat itu masyarakat kelurahan Pammase belum mengenal yang namanya Agama Islam. Hingga sekarang masih banyak yang melakukan hal demikian yang masih menganggap bahwa Mappano itu sumber keselamatan bagi masyarakat Kelurahan Pammase, sementara jika kita melihat dari segi Agama Islam hal demikian itu mushryk karena memberi sesajen dan meminta keselamatan kepada penghuni air itu berarti menduakan Allah Yang Maha Kuasa, sementara masyarakat lain menganggap kalau hal demikian hanya adat istiadat saja jadi tidak menduakan Allah menurut masyarakat yang lain.
Seperti itulah pendapat masyarakat Kelurahan Pammase, namun dalam pendapat tersebut ada masyarakat yang setuju dan ada juga yang tidak setuju terhadap Upacara Mappano tersebut, namun dapat di dikatan Upacara ini hanya menurut kepercayaan masing-masing, bagi yang percaya terhadap mahkluk gaib akan melakukan Upacara tersebut, dan yang tidak percaya terhadap mahkluk gaib tidak juga melakukan Uapacara tersebut Dalam setiap daerah pasti memiliki sebuah kebudayaan yang menjadi ciri khusus dari daerah tersebut. Kebudayaan inilah yang menjadi keunggulan atau kebanggaan bagi masyarakat setempat. Keberadaan kebudayaan ditengah-tengah
masyarakat
memberikan
kesan
tersendiri
bagi
setiap
penikmatnya, akan tetapi mereka belum menyadari bahwa kebudayaan yang
Universitas Hasanuddin | 75
mereka nikmati memiliki nilai yang tinggi, artinya bukan hanya sekedar sebagai penghibur semata seperti yang dipahami sekarang ini melainkan terdapat nilai, norma, moral dan makna yang dapat dipetik dan diimplementasikan pada diri seseorang atau sang penikmatnya. Akan tetapi kesemuanya tidak tampak secara kasat mata, oleh karena itu perlu dilakukan yang namanya analisis. Analisis ini dilakukan untuk mempermudah seseorang dalam menguraikan suatu bagian tertentu seperti
melihat apa-apa saja yang terdapat dalam
Upacara itu, ditinjau dari segi isinya. Di Sulawesi Selatan, khususnya masyarakat yang bersuku Bugis ternyata masih menyimpan warisan budaya dalam bentuk Upacara Mappano, hal itu dilakukannya untuk memperkenalkan kepada anak cucunya kelak serta suku lainnya bahwa suku Bugis juga memiliki sebuah kebudayaan yang bernilai tinggi. Upacara Mappano ini dibuat oleh seseorang untuk mengekspresikan dirinya, ada pula berupa hasil pengamatan yang dilakukan dengan bercermin pada permasalahan yang dialami oleh manusia dengan sesamanya manusia, manusia dengan alam disekitarnya serta manusia dengan Tuhannya yang terjadi sepanjang hari dan sepanjang abad. Sebuah kebudayaan ini tidak akan berhenti diciptakan selama masih ada kehidupan, selama dunia masih berputar dikarenakan sastra hanya diperuntukkan untuk makhluk yang berakal, yakni memiliki daya pikir untuk memahami sesuatu yang ada dilingkungan sekitarnya. Hadirnya
sastra
di
tengah-tengah
kehidupan
masyarakat
penikmatnya
Universitas Hasanuddin | 76
digunakan untuk meningkatkan harkat serta martabat manusia itu sendiri sebagai makhluk sosial yang berbudaya, berfikir serta berketuhanan selain itu juga digunakan untuk menumbuhkan solidaritas kemanusiaan. Salah satu kebudayaan Bugis yang masih ada hingga saat ini iyalah Mappano, berkaitan dengan hal tersebut maka penulis mengangkat Mappano sebagai
obyek
kajiannya.
Mappano
yang
dimaksud
iyalah
Upacara
Mappano.Tradisi dalam upacara masyarakat tradisional mengenal juga salah satu yang dinamakan Upacara Mappano. Mappano merupakan salah satu kebudayaan yang ada di SulawesiSelatan tepatnya di Kelurahan Pammase Tradisi ini dilakukan satu kali dalam satu tahun yang memberikan sesaji terhadap penguasa air (buaya) untuk menjaga anaknya atau saudaranya yang diyakini telah menjadi buaya dan juga sebagai pattola bala marabahaya. Hal ini menunjukan bahwa tradisi upacara mappano merupakan hal tradisioanal masyarakat.Setiap daerah mempunyai adat dan budaya dengan latar belakang tersendiri. Sama halnya di Kabupaten Pinrang masyarakat khususnya Kelurahan Pammase yang memiliki salah satu tradisi yang hingga saat ini masih tetap terjaga dan dilestarikan oleh masyarakat setempat. Bagi masyarakat Kelurahan Pammase Kabupaten Pinrang Mappano merupakan tradisi turun temurun masyarakat Pammase untuk melindungi
Universitas Hasanuddin | 77
keturunan mereka dari penguasa air yang isinya. Menurut kepercayaan masyarakat Pammase hal tersebut perlu dilakukan untuk kemakmuran masyarakat kelurahan Pammase Kabupaten Pinrang. Mappano tersebut berawal dari kisah H. Maji, yang awal mulanya bermimpi di suatu malam dan isi dalam mimpinya yaitu ada seekor anak buaya yang mendatangi dia dan memeluk dia sambil berkata dalam bahasa bugisnya: “Oh indo engkaka mai menre ri puttanang mappitangngi wijatta tenri jampang, engkaka menre mapputtanang nasaba nasessaka sibawakku rilaleng waie idimi urennuang tulungnga nasaba iditosi pajajiangnga, mappammulaka massu riwatakkaleta denengka tajampang-jampangika iyami tajampangi silessurekku naiyae mabbentu taue naiya malai cilakae tania mabbentu tau na iya tona tenri jampangi na pada-pada mokka wijatta, engkaka menre riputtanang de namaega wettukku nasaba iya tuwo rilaleng waie naekia de wullei monro maetta ri puttanang, iya pattujuakku mappitangngi aleku nasupaya tasadari makkadae engkato wijatta monro rilaleng waie Tania ri puttanang bawang engka wijatta” “Artinya : Oh ibu saya datang didaratan untuk menujukkan anak yang tidak pernah di pedulikan ini, saya datang didaratan karena sering disiksa oleh temanku sendiri di dalam air, hanya ibu yang kuharapkan membantuku karena ibu yang telah melahirkan saya. Sejak saya keluar dari tubuh ibu, ibu tidak pernah mengingat saya hanya saudaraku yang berbentuk manusia yang selalu ibu pedulikan dan ingat, dan betapa kurang beruntungya saya yang tidak berbentuk manusia yang tidak pernah dipedulikan padahal saya dan mereka sama saja anak, saya datang didarat tidak banyak waktu karena saya hidup di air dan tidak bisa bertahan lama didaratan. Tujuan saya menunjukkan wujudku supaya ibu menyadari bahwa ada juga anak ibu yang hidup di dalam air”
Universitas Hasanuddin | 78
H. Maji ini adalah seorang toko Agama Masyarakat Pammase yang di anggap sebagai orang tua di kelurahan Pammase. Kisah di atas diceritakan pada salah satu Lontarak Pammase, dari situlah maka dapat dilihat bahwa asal muasal dari tradisi Mappano yaitu berasal dari suatu mimpi H. Maji. Kemudian sampai sekarang Mappano menjadi tradisi yang turun temurun. Selain itu dari hasil data primer yang didapatkan penulis bahwa Mappano itu awal mulanya dari mimpi. Adapun pandangan masarakat lain tentang upacara Mappano seperti yang di ungkapkan oleh Ye’ nandung selaku pemimpin dalam upacara Mappano atau sering di sebut Sanrona upacarae. “ iyasengge mappano mappada moi iyaseng engka pabbereta pole ripuangge naipalaloi ri punna waiye, nappa idi rupa taue natosukkuru. Artinya : yang namanya Mappano sama halnya ada pemberian kita terhadap Tuhan yang melalui dewa air, dan kita selaku umat manusia perluh bersyukur Selanjutnya, ungkapan lain dari Hj. Kasma selaku masyarakat yang hadir mengikuti acara upacara mappano mengatakan, “masyarakat di sini,nak? perluh bersyukur dari apa yang di berikan oleh para dewata dengan melalukan upacara ini, agar mereka yang meyakini bahwa ada wijanya yang menjadi buaya dapat perlindungan dari dewa air. Selain itu agar mereka tidak melimpahkan air yang deras,banjir,lonsor di desa ini. Hal yang sama pula di ungkapkan oleh Ihawang mengatakan, Idi rupa taue aja tacapa-capa nasaba engka yaseng pammase dewata. Punna wai siddinnami ilaleng perlindunganna ri kampong Pammase nasaba idi maneng ijagai pole alena, mancaji parellu ipanorengngi tello, loka, sokko patanrupa, manu.
Universitas Hasanuddin | 79
Artinya : kita selaku manusia jangan pernah berani karena ada namanya ujian yang diturunkan oleh Allah, buaya ini satusatunya yang melindungi masyarakat Pammase, jadi perlu untuk diturunkan sesajian ke sungai. Sehingga
dari
hasil
wawancara
narasumber
didapat
hasil
tentangmappano. Mappano menunjukkan bahwa betapa kayanya kita dengan kebudayaan-kebudayan
di
Sulawesi-Selatan.
Di
Dalam
pengertiannya,
Mappano merupakan salah satu kebudayaan yang ada di Sulawesi-Selatan tepatnya di Kelurahan Pammase Tradisi ini dilakukan satu kali dalam satu tahun yang memberikan sesaji terhadap penguasa air (buaya) untuk menjaga anaknya atau saudaranya yang diyakini telah menjadi buaya dan juga sebagai pattola bala marabahaya. Sebagaimana Mappano ini terdapat nilai-nilai dan kearifan lokal yaitu nilai social kemasyarakat orang-orang terdahulu yang saling berkelompok dan saling menghormati satu sama lain serta bersahabat dengan alam. Setiap daerah mempunyai adat dan budaya dengan latar belakang tersendiri. Sama halnya di Kabupaten Pinrang masyarakat khususnya Kelurahan Pammase yang memiliki salah satu tradisi yang hingga saat ini masih tetap terjaga Dimana jika tradisi ini tidak dilaksanakan maka yang bersangkutan bisa mendapatkan akibatnya biasa seperti mengalami suatu masalah dan atau timbulnya suatu penyakit yang akan diderita oleh masyarakat misalnya penyakit gila, dl
Universitas Hasanuddin | 80
B. Komponen-Komponen Dalam Upacara Mappano 1. Tempat upacara Pada upacara tradisional Mappano di kelurahan Pammase dilakukan di dua tempat, di antaranya a. Sungai Sungai adalah tempat khusus yang secara tradisional dipilih dan ditetapkan sebagai tempat pada tahap acara persembahan sesajian dan seluruh perangkat upacar Mappano. Tempat ini biasanya dipilih dan ditetapkan atas petunjuk Sanro (dukun) yang juga bertindak sebagai pemimpin upacara. Dalam keadaan biasa, tempat tersebut merupakan bagian integral dari kawasan perairan sungai yang sehari-harinya digunakan baik sebagai lokasi penangkapan ikan maupun sebagai masyarakat mencuci dan mandi. b. Rumah Upacara Mappano selain dilakukan di sekitar sungai boki, bisa juga dilakukan di rumah. Menurut masyarakat yang melakukan Upacara tersebut percaya bahwa anaknya berada disungai yang lain, tidak yakin ada di sungai boki tersebut. Menurut Hj. Rahe, yang pernah melakukan upacara Mappano di rumahnya mengatakan , “ saya melalukan ini untuk menjaga wija saya yang ada di sungai dan selain itu ini juga ke pentingan kita semua di
Universitas Hasanuddin | 81
kelurahan ini,saya melakukan ini di rumah saya sendiri dan di bantuh oleh para keluarga dan tetangga saya. Saya mengajak juga para aparat kelurahan untuk datang makan makan yang sudah disediakan “ 2. Pelaku upacara a. Sanro/Dukun Seorang yang di Tua-kan dalam lingkungan masyarakat adat, tidak berarti usianya tetapi pemahaman, penalaran dan kemampuan memecahkan masalah adat dalam masyarakat, kewenangannya adalah menangani permasalahan adat dalam masyarakat adatnya. b. Katte Katte ini yang membacakan doa pada makanan atau biasa disebut syukuran, setelah upacara selesai dilaksanakan. Katte yang diperlukan hanya satu dalam upacara Mappano yang merupakan orang yang membaca doa serta ucapan rasa terima kasih pada dewa dan leluluhur yang ada, katte dan dukun merupakan objek yang terpenting dalam upacara Mappano. c. Masyarakat Yang dimaksud disini masyarakat adalah orang terlibat membantu dalam menyediakan alat-alat serta bahan yang digunakan dalam Upacara Mappano serta yang menyiapkan sesajian dan makanan yang akan disantap setelah proses Upacara Mappano tersebut dilaksanakan
Universitas Hasanuddin | 82
Salah satu masyarakat bernama Wa’ Sulaeman mengungkapkan bahwa, “pelaku upacara pada mapano itu terdiri dari Dukun/ketua adat,katip dan masyakat harus ada dalam uapacara mapano.” 3. Alat dan bahan upacara Mappano a) Pisang Pisang juga di sajikan dalam bentuk setandan (situnrung), tetapi hanya jenis pisang tertentu yaitu jenis pisang raja atau biasa disebut loka barangeng, pisang barangeng merupakan simbol yang memiliki makna tersendiri dalam kehidupan masyarakat bugis. Kata Barangeng yang berarti “Mattunrungeng dallena (banyak rejeki). Sebuah harapan yang dari arti yang dituangkan dalam isi Walasuji, agar senang tiasa murah rejeki. b) Telur Tello atau telur adalah benda yang selalu hadir dalam setiap ritual budaya atau keagamaan. Telur adalah sebuah bentuk yang tak berujung, ini berarti bahwa sebuah harapan dan keteguhan akan pribadatan yang terus menerus tanpa berhenti dan penuh keikhlasan serta mempunyaikebulatan tekat seperti telur. Keindahan makna ini adalah sebuah wajah dari masyarakat masa lampau tentang bagaimana tatanan hidup mereka sehari-hari. Wujud dan konsep mereka selalu beriringan dan saling berhubungan sebagai sebuah tanda dan petanda.
Universitas Hasanuddin | 83
c) Pinang Alosi atau Pinang adalah sebuah media yang bermakna bahwa sebagai manusia sadar akan posisinya hanya sebagai seseorang hamba dihadapan Sang Kuasa. Buah pinang adalah buah yang juga sangat sering kita jumpai dalam setiap upacara adat dalam masyarakat Bugis. Seperti saat upacara naik rumah atau upacara naik kapal baru. Bahwa dari setiap kemegahan sebuah upacara masyarakat Bugis selalu menghadirkan buah pinang ini agar semua orang menjadi sadar akan siapa dirinya sebenarnya. Agar mereka tidak lupa diri dan takkabur akan harta benda duniawi. Tahu dirinya hanya sesuatu yang kecil dan tak akan pernah besar seperti pada buah pinang ini yang buahnya tidak pernah ada yang besar meski sudah tua, tidak seperti buah-buah pada umumnya. d) Daun Siri Ota atau Daun Siri adalah daun yang selalu digunakan masyarakat masa lampau dan masih ada beberapa suku yang menggunakannya hingga kini senagai pembersih dan penguat gigi. Tapi tiap kepercayaan masyarakat Sawitto bahwa didalam diri ini terdapat huruf LAM dan daun sirih yang menjadi pengganti wujud salam diri tersebut dalam sebuah ritual. Bahwa badan secara jasmani dan rohani menjadi satu dalam acara ritual Mappano ini. Penyatuan diri tersebut menjadi sebuah kesatuan yang harus dimiliki semua masyarakat pada saat acara Mappano berlangsung.
Universitas Hasanuddin | 84
1. 3 lembar lengeng Yang artinya cengai lao yase ri puang Ta’ala nasaba rupa tau ipajijiang pole ri puang Ta’ala (melihat keatas dan menyadari bahwa kita diciptakan dari Allah SWT) 2. 3 lembar moppang Yang
artinya
cukui
makkita
lao
yawa
mitai
tanae
onroang
paccappurenna rupa taue (melihat kebawah dimana adalah tempat tinggal terakhir kita jika kelak kita meninggal dunia) 3. 3 lembar massulekka Yaitu artinya tudangngi massulekka pikkiriki akkatuongenna nennia millau doangengngi ripasalamai ri ahera (duduk bersila memikirkan kehidupan dan berdoa terhadap Allah agar diselamatkan diakhirat nanti) 4. Ayam Ayam memiliki makna bagi masyarakat bugis yaitu malomoi mimmana (agar mudah memiliki keturunan sama halnya Ayam yang mudah memiliki anak. Sistem pemilihan ayam yang baik adalah ayam kampung betina) 5. Sokko Sokko bolong (Ketan Hitam) mempunyai makna sebagai tanah Sokko pute (Ketan Putih) mempunyai makna sebagai air
Universitas Hasanuddin | 85
Sokko Cella (Ketan Merah) mempunyai makna sebagai api Sokko konyi (Ketan Kuning) mempunyai makna sebagai angin Sokko ini kemudian diapitkan, sokko bolong berimpit dengan sokko pute, serta sokko cella berimpit dengan sokko kuning yang berimpitan diletakkan tello (telur) 6. Daumparu atau daun dari Pohon Waru adalah sebuah Pohon Waru yang seperti buah hati, sebutan ini juga dalam bahasa bugis disebut daun Paru. Pohon jenis ini tumbuh di Wanua kampung Bugis. Pohon Waru ini kulitnya sebagai pengikat padi dan daunnya sebagai pembungkus lontong. Pohon Waru
tersebut
banyak
manfaatnya
pada
jaman
dulu
hingga
sekarangterutama dalam acara ritual adat masyarakat. Seperti pada petikan di bawah ini : “Iyatosi bettuanna daummparu e seddi lengeng seddi moppang. Iya moppangnge iyakkebarakengngi langi’, iyatosi lengengnge iyakkebarakengngi tana. “(hasil wawancara Sanro) Artinya : “Arti dari daun waru yang tengkurap dan yang terlentang adalah Daun waru yang tengkurap diibaratkan langit dan daun waru yang terlentang diibaratkan tanah
3. Proses pelaksanaan upacara Kumpulan data yang dianalisa dalam skripsi ini bersumber dari hasil wawancara dengan sanro yang terlibat langsung dalam proses pelaksanaan
Universitas Hasanuddin | 86
upacara Mappano, dan dilengkapi pula dengan dokumen-dokumen yang mengacuh
pada fokus penelitian dalam skripsi ini, maka penulis akan
menyajikan berikut ini hasil analisis data secara sistematis tentang pelaksaan upacara Mappano di Kelurahan Pammase. a. Tahap persiapan Pelaksaan upacara Mappano
terdiri dari tahapan yaitu tahap
persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahapan persiapan adalah tahap yang berguna untuk merumuskan dan mengumpulkan alat serta bahan yanag akan digunakan dalam pelaksanaan upacar Mappano. Adapun tahapan prosesi persiapan tersebut seperti berikut: Sehari sebelum pelaksanaan upacara Mappano, tetangga dan kerabat yang melaksanakan upacara Mappano itu berbondong-bondong kerumah yang melaksanakan tradisi tersebut khususnya kaum wanita untuk membuat dan mempersiapkan bahan makanan pada pelaksanaan upacara Mappano. Adapun bahan makanan yang dimaksud adalah makanan untuk masyarakat yang hadir dalam pelaksanaan upacara beserta bahan sesajian yaitu sesaji dalam pelaksanaan upacar Mappano. Adapun peranan yang di ambil dari kaum lelaki yaitu bergotong royong membuat tempat sesajian yang berupa Walasoji. Salah satu bagian integral dari sistem upacar Mappano di Kelurahan Pammase ialah manre sipulung. Sehubungan dengan itu,
Universitas Hasanuddin | 87
masyarakat setempat bersama dengan pihak penyelenggarasenantiasa harus mempersiapkan bahan, alat-alat, serta kelengkapan perjamuan. Prosesi upacara biasanya berlangsung selama satu hari, mulai dari pagi hari hingga sore hari, karena itu pihak penyelenggara upacara bersama dengan masyarakat setempat harus menyiapkan santapan siang. Dalam hal ini, bahan makanan utama terdiri atas nasi putih dan nasi ketan secukupnya. Lauk-pauk yang disediakan untuk bahan perjamuan terdiri atas berbagai masakan tradisional. Namun sesuai dengan perkembangan system pengetahuan masyarakat, maka pada saat ini ternyata masyarakat Pammase sudah menyiapakan pula masakan-masakan modern dengan resep masakan yang juga telah disempurnakan. Jenis lauk-pauk yang digunakan sebagai bahan dalam rangka penyelenggaraan upacara terdiri atas: 1) Ayam Daging ayam juga termasuk salah satu bahan pembuatan laukpauk yang diginakan hampir dalam setiap jenis upacara tradisional di Kelurahan Pammase. Ayam yang digunakan perjamuan diambil dari hewan ayam yang dipotong khusus untuk memenuhi kebutuhan upacara. Setelah ayam dipotong, maka daging ayam itu sendiri dibersihkan dan dimasak untuk keperluan perjamuan.
Universitas Hasanuddin | 88
Jenis-jenis masakan daging ayam tersebut antara lain berupa: masakan kari, daging goreng, masakan lenkuas, dan jenis masakan lainnya. Resep makanan tersebut dilengkapi dengan penggunaan bumbu masak modern sepert vetsin dan sejenisnya, di samping itu juga masyarakat menggunakan umbu tradisional seperti kemiri,kunyit, pala, kayu manis, ketumbar, merica, garam, kecap, dan sebagainya. 2) Ikan (Bale) Bale (bahasa daerah bugis) yang artinay ikan, termasuk salah satu jenis lauk-pauk yang selalu dipersiapkan dalam setiap jenis perjamuan di daerah Pammase yang biasanya ikan yang diambil disalah satu perairan di Pammase yang dulu terkenal akan keanekan ragaman jenis ikan tawarnya. Dalam rangka pelaksanaan upacara biasanya disajikan berbagai jenis masakan, antara lain: o Ikan masak (Nasu bale) o Ikan goring (Bette bale/jenno bale) o Ikan bakar (Tunu bale) o Ikan panggang (Tapa bale) o Ikan gabus yang dibuat melingkar (Bale tekko) 3) Sayuran, Mie dan Telur Sayuran yang disajikan dalam perjamuan upacara Mappano adalah makanan-makanan yang merupakan masakan khas dari
Universitas Hasanuddin | 89
Pammase seperti Nasu Kaju Tettu’ yaitu sayur daun ubi yang dilumatkan, Rang Tello na jenno Tello yaitu telur dimasak dan telur goring, sup, mie kuah dan mie goring. 4) Kedelai (Salonde) Salonde merupakan jenis makanan tradisional yang terkenal di Pammase, makanan ini tersebut dari taugecdan dapat disajikan dalam bentuk masakan berkuah atau dalam bentuk gorengan. 5) Kue tradisional Penjamuan tidak akan lengkap tanpa adanya penyajian kue-kue tradisional sebagai pencuci mulut para peserta upacara Mappano. Kuekue tradisional tidak bisa terlepas dalam upacara adat karena sudah menjadi tradisi masyarakat bugis. Kue-kue tradisional yang bisa ditemukan dalam upacara Mappano adalah kue dadara, sanggara, onde-onde. 6) Penyiapan air minum Penyiapan air minum juga adalah salah satu pengadaan benda yang tidak bisa dianggap sebelah mata sehingga perlu diperhatikan juga. Setelah itu adalah penyiapan bahan sesajian, kegiatan ini meliputi penggemasan bahan sesajian dan seluruh kelengkapannya
Universitas Hasanuddin | 90
berupa sokko, daumparu, telur ayam, dan semua sesajian ini diletakkan di walasoji. Setelah tahap perpiasan masyarakat kemudian memanggil dukun yang lazim disebut sanro pada masyarakat bugis untuk memberikan mantra pada makanan tersebut atau dalam masyarakat bugis sering disebut baca doang, sanro ini akan meminta izin lebih dahulu kepada penguasa air atau makhluk gaib atas tujuannya yang ingin memberikan sesaji sebagai rasa penghormatan dan penghargaan agar dalam pelaksaan tradisi ini tidak berjalan sia-sia. Setelah itu masyarakat kemudian membawa suguhannya ke sungai atau perairan yang ia percaya terdapat anaknya dengan membuat sebuah wadah walasoji, kemudian menaruh makanan tersebut dan mengalirkannya. Namum dalam tradisi ini ada juga yang melaksanakan tradisi ini hanya di rumah saja, namum pelaksanaannya sama saja hanya ada perubahan sedikit jika hanya melakukan tradisi ini dirumah yaitu masyarakat memakai baskon yang besar kemudian mengisi air dan meletakkan makanan di atasnya. Setelah pengemasan dilakukan, Sanro atau pemimpin upacara melakukan pembacaan doa atau mantra-mantra pada sesajian tersebut, setelah itu diaraklah sesajian tersebut disungai jika melakukan Massorong di sungai terdekat dan hsesajian hanya diletakkan diatas
Universitas Hasanuddin | 91
baskon yang berisikan air jika hanya melakukan Massorong di rumah, dimana tempat khusus yang secara tradisional dipilih dan ditetapkan sebagai tempat persembahan sesajian, tempat ini dipilih oleh Sanro yang bertindak sebagai pemimpin upacar. Factor tempat merupakan salah satu unsure pokok atau komponen utama yang harus ditetapkan dalam
rangka
penyelenggaraan
upacar
Mappano.
Berdasarkan
informasi dari masyarakt di Kelurahan Pammase, maka tempat pelaksanaan upacara tersebut terbagi menjadi dua tempat. Tempat pertama yaitu di sungai dan tempat yang kedua ada juga melakukan dirumah. Sungai adalah tempat khusus yang secara tradisional dipilih dan ditetapkan sebagai tempat pada tahap acara persembahan sesajian dan seluruh perangkat upacar Mappano. Tempat ini biasanya dipilih dan ditetapkan atas petunjuk Sanro (dukun) yang juga bertindak sebagai pemimpin upacara. Dalam keadaan biasa, tempat tersebut merupakan bagian integral dari kawasan perairan sungai yang sehariharinya digunakan baik sebagai lokasi penangkapan ikan maupun sebagai masyarakat mencuci dan mandi. Namun dalam rangka penyelenggaraan
upacara
Mappano,
tempat
tersebut
menjelma
menjadi sakral dan angker.
Universitas Hasanuddin | 92
Setelah selesai maka masyarakat kembali kerumah yang melakukan upacara tersebut untuk makan bersama oleh segenap peserta upacara Mappano. Perlu ditegaskan bahwa makan acara bersama itu merupakan bagian integral dari rangkaian upacara Mappano. Berdasarkan uraian tersebut, maka jelaslah bahwa upacara Mappano pada hakekatnya tidak lain adalah suatu bentuk upacara bersaji yangtidak hanya diwarnai oleh suasana sacral, tetapi juga sebagai ritual yang terselenggara dalam suasana meriah. Kemeriahan tersebut sebenarnya bukan hanya tercermin dalam tahap acara makan bersama, melainkan refleksinya pun terpancar pada tudang sipulung yang merupakan rangkaian pelengkap untuk memeriahkan upacara Mappano. Dalam membawa sesajian masyarakat berbondong-bondong menuju ke sungai, perlu diketahui bahwa persiapan sesajian ini dipersiapkan mulai dari pagi hari. Setelah tiba dilokasi, Sanro segera membaca mantera dan doa-doa. Sesudah itu, barula walasoji berisi sesajian dimasukkan kedalam air sungai (Massorong). Setelah acara persembahan sesajian ini telah dilaksanakan masyarakat kembali kerumah dan acara makan-makan atau biasa disebut Manre Sipulung dilakukan. Masyarakat yang terlibat yang terlibat ataupun menyaksikan
Universitas Hasanuddin | 93
upacara Mappano tadi tanpa terkecuali turut
diundang menyantap
segala jenis makanan yang telah dipersiapkan. Setelah melihat proses-proses pelaksanaan upacar Mappano dari hasil penelitian, dapat terlihat jelas bahwa nilai kebersamaan atau nilai solidaritas masyarakata sangat terjalin mulai dari tahap persiapan upacara sampai tahap pelaksanaan upacar
Mappano. Upacara
tersebut membentuk rasa persatuan, kekeluargaan, kepedulian,, dan gotong royong antar masyarat Pammase karena masyarakat bahumembahu dalam menyukseskan event tahuan yang telah diwariskan para leluhur terdahulu secara turun-temurun. Sumbangsi moral maupun material dari seluruh warga secara tidak langsung telah memupuk rasa persaudaraan masyarakat setempat. Berbagai persiapan dilaksanakan secara bersama-sama sehingga semua kegiatan terasa mudah teratasi dan berjalan lancar. Nilai solidaritas upacara Mappano juga dapat ditemukan dari segi penyiapan bahan perlengkapan, contohnya dalam pembuatan makanan dan walasoji (tampat sesajian). Nilai solidaritas dapat dilihat secara kongkret dari pembuatan makanan sesaji ataupun makanan yang akan disajikan untuk para peserta dan tamu undangan dalam pelaksaan
upacara
Mappano
di
Kelurahan
Pammase.
Dalam
pembuatan bahan makanan, masyarakat yang umumnya perempuan
Universitas Hasanuddin | 94
berbondong-bondong kerumah yang melaksanakan tradisi tersebut, pembuatan bahan makanan tersebut dibuat secara bersama-sama dirumah yang melakukan tradisi tersebut. Adapun pembuatan walasoji yang biasanya terbuat dari bamboo, umumnya dekerjakan oleh kaum pria secara bersama-sama. Gotong
royong
dalam
menyelesaikan
pembuatan
bahan
makanan dan pembuatan walasoji untuk upacara Mappano secara tidak langsung menumbuhkan rasa kekeluargaan dan mempererat tali silaturahmi antara masyarakat. Pertemuan ini sangat bermakna bagi masyarakat setempat karena menjadi ajang pertemuan keluarga besar masyarakat. Mengingat kesibukan para warga dengan pekerjaannya masing-masing sehingga membuat mereka susah memilih waktu untuk mengumpulkan seluruh keluarga untuk mengikuti upacara Mappano. Nilai sosial dalam pembuatan walasoji sangat terlihat jelas dan nyata dengan terciptanya gotong royong. Fenomena seperti diatas sangat susah untuk di dapatkan di Indonesia
sehingga
menjadi
suatu
kebangsaan
tersendiri
bagi
masyarakat setempat yang masih memegang teguh sistem adat masyarakat Bugis sampai sekarang yang berupa nilai gotong royong, persatuan dalam masyarakat, serta keakraban yang terjalin antara sesame masyarakat.
Universitas Hasanuddin | 95
b. Tahap pelaksanaan Setelah
tahap
pelaksanaan
selesai
semua
bahan
dan
perlengkapan yang dibutuhkan dalam prosesi pelaksanaan upacar Mappano telah lengkap, maka tahap pelaksanaan pun dimulai. Adapun nilai-nilai solidaritas yang terjalin dalam tahap perlaksanaan upacara Mappano yaitu: Nilai solidaritas yang terkandung dalam tahap pelaksanaan upacara adalah pada proses majjemmu Sokko. Majjemmu Sokko ini merupakan tanda tahap pelaksanaan upacara Mappano sudah dimulai. Dalam tahap ini majjemmu Sokko dilakukan oleh Sanro selaku pemimpin upacara yang dibantu oleh keluarga dan masyarakat yang merupakan peserta upacara. Kerja sama antara kedua komponen tersebut yaitu Mappano dengan masyarakat menunjukkan rasa gotong royong yang terjalin kuat antara pemimpin dan pengikutnya sehingga terjalin suatu keselarasan. Tahap penyerahan sesajian kepada dewa air yang merupakan penguasa perairan juga mengandung solidaritas. Semuanya terlihat jelas seperti apa yang telah dijelaskan di atas dalam prosesi pelaksanaan upacara yaitu dalam penyerahan sesajian yang dilakukan secara arakarakan oleh masyarakat sebelum tiba pada tempat penyerahan sesajian, arak-arak dilakukan oleh masyarakat atau siapa saja yang ingin ikut dalam penyerahan sesajian sebagai tanda kebahagiaan dan kerja sama yang
Universitas Hasanuddin | 96
dilakukan oleh masyarakat. Senyum kebahagiaan yang terpancar dari masyarakat yang turut serta dalam meramaikan upacar Mappano mengisyaratkan
rasa
senasib
dan
sepenanggungan.
Situasi
ini
meleburkan berbagai perbedaan strata sosial diantara mereka, khususnya masyarakat Pammase. Nilai solidaritas juga terlihat antara dewa penguasa air dengan masyarakat dalam upacar penyajian, dimana manusia memberikan sesuatu berupa sesajian kepada dewa penguasa air sebagai ungkapan rasa penghormataan atas penjagaan anak walinya. Pemberian itu menunjukan rasa solidaritas antara mahluk berbeda alam yaitu alam para manusia dengan alam para dewa air. Selanjutnya dikatakan pula bahwa para dewa air dipandang sebagai warga komunitas, dengan adanaya penyerahan sesajian kepada penguasa air. Masyarakat meyakini bahwa anaknya telah dijaga dengan baik. Dalam pemilihan tempat penyerahan sesajian dalm upacar Mappano tidak boleh sembarang tempat karena pemilihan lokasinya harus dianggap sakral atau keramat. Penentuan tempat tersebut atas petunjuk Sanro selaku pemimpin upacara. Lokasi pemilihan tempat penyerahan sesajian ini tidak hanya mengandung nilai religi tetapi juga mengandung nilai solidaritas karena pada saat penyerahan sesajian tidak hanya dilakukan oleh satu saja atau hanya Sanro selaku pemimpin upacar
Universitas Hasanuddin | 97
Mappano melainkan siapa saja yang ikut mengantarkan sesajian tersebut ke lokasi kediaman dewa air berada. Pada saat penyerahan sesajian mereka berkumpul dan mengelilingi lokasi persembahan sesajian. Berkumpulnya para masyarakat yang mengantarkan sesajian di lokasi Dewa air menunjukkan solidaritas sosial yang mendorong persatuan dan kesatuan masyarakat dalam upacara Mappano. Semua masyarakat bersatu dan berantusias dalam melaksanakan setiap tahap upacara Mappano termasuk partisipasi para peserta upacara dalam mengantar sesajian ke lokasi tersebut.
C. Fungsi Upacara Mappano Dalam Masyarakat Kelurahan Pammase 1. Fungsi Solidaritas Sosial a. Mewujudkan keteraturan hidup di masyarakat Tradisi
memberikan
beberapa
manfaat
bagi
masyarakat
diantaranya, mewujudkan keteraturan hidup dalam masyarakat artinya masyarakat yang melaksanakan kebiasaan dalam melaksanakan tradisi akan
memperoleh
memenuhi
keteraturan
kewajiban
hidup
karena
dalam tradisinya yang
masyarakat akan
tersebut
terhindar
dari
konsekuensi atau bahaya apabila lalai dalam melaksanakan kewajiban yang telah menjadi kepercayaannya.
Universitas Hasanuddin | 98
Menurut pendapat salah satu masyarakat yang bernama H. Kube mengatakan, “acara Upacara Mappano saya sangat setuju karena masyarakat disini merupakan masyarakat yang saling membantu dan tolong menolong dalam berbagai acara khususnya acara Upacara Mappano sehingga memunculkan rasa saling memperoleh keteraturan dalam hidup.” Masyarakat mempercayai bahwa melaksanakan tradisi mappano akan diberikan ketenangan batin, karena dengan malaksanakannya masyarakat merasa yakin terhindar dari kesialan atau hal-hal buruk yang dapat menimpa hidupnya serta hidup kerabatnya
b. Meningkatkan solidaritas antara masyarakat Nilai solidaritas juga dapat dilihat pada acara makan bersama atau Manre Sipulung dimana masyarakat yang turut berpartisipasi dalam upacara Mappano maupun masyarakat ayang dating upacara Mappano tersebut tanpa terkecuali turut diundang untuk menyantap makana yang telah dihidangkan. Dalam acara Manre Sipulung segala perbedaan status sosial yang melekat di masyarakat sekarang ini dilebur menjadi satu rasa yaitu rasa kebersamaan. Berkumpul, berbahagia, dan menyantap makanan bersama-sama tanpa adanya sekat pemisah antara yang kaya dan miskin adalah kepuasan tersendiri bagi masyarakat. Acara Manre
Universitas Hasanuddin | 99
Sipulung terkecuali
juga
menunjukkan
dan
merupakan
kerukunan suatu
antara
fenomena
masyarakat
tanpa
kebersamaan
yang
menunjukkan kekuatan persatuan dan kesatuan masyarakat peserta upacara Mappano yang diikat oleh rasa persaudaraan yang kokoh. Salah satu masyarakat yang bernama Wa’ Dahlan mengungkapkan, “nilai solidaritas dapat dilihat dalam upacara Mappano ini, seperti yang kita ketahui dalam pembuatan wala soji, jadi kita laki-laki berkumpul dan bersama-sama membuat wala soji” Sedangkat
aparat
Kelurahan
yang
bernama
Baharuddin
mengatakan bahwa, “Bagus juga solidaritas yang di cerminkan dalam pelaksanaan
upacara
ini
karena,
masing-masing
terbagi dalam peranan misalnya, laki-laki berkumpul membuat wala soji sedangkan perempuan berkumpul mempersiapkan santapan atau makanan yang akan kita makan secara bersama-sama setelah upacara tersebut selesai” Nilai solidaritas yang terkandung dalam upacara Mappano yang diadakan di Kabupaten Pinrang tepatnya di Kelurahan Pammase patut untuk dijadikan contoh oleh daerah-daerah lain yang ada di Indonesia
Universitas Hasanuddin | 100
karena dari tahap awal hingga akhir, setiap acara yang digelar dalam upacara tersebut mengandung benyak nilai-nilai termasuk nilai solidaritas. Ungkapan Kepala Kelurahan Pamase bapak Husaini, mengatakan bahwa, “Tradisi ini perluh di pertahankan karena mengandumg nilai solidaritas yang tinggi, selain solidaritas juga terdapat norma-norma kesopanan, ya kita kan sebagai orang kampung sangat identik dengan tudang sipulung” Penjelasan di atas tentang prosesi upacara Mappano sudah dapat dijadikan bukti yang nyata bahwa dalam upacara tersebut tidak hanya nilai religi, nilai ekonomi, dan nilai sosial, melainkan juga mengandung nilai solidaritas yang dapat dijumpai dari awal hingga rangkaian kegiatan akhir acara upacara Mappano. Setiap kegiatan upacara Mappano menunjukkan kerjasama yang sangat berarti, rasa persatuan yang kuat, serta rasa kekeluargaan yang erat bagi masyarakat Kelurahan Pammase. Acara tersebut menjadi perwujudan nilai solidaritas masyarakat dalam melaksanakan upacara Mappano. Upacara Mappano mewakili prinsip solidaritas yang dipegang teguh oleh masyarakat Bugis yaitu Sipakatau (saling memanusiakan), Sipakainge (Saling Mengingatkan), dan Sipakalebbi (Saling Menghargai). Dan ketiga sifat tersebut diatas yaitu Sipakatau, Sipakainge, dan
Universitas Hasanuddin | 101
Sikapalebbi telah dimiliki oleh para peserta upacara Mappano dan menjadi modal dasar dalam tata hubungan manusia Bugis dengan manusia lainnya sehingga kehormatan diri setiap manusia Bugis akan selalu dijaga dan dipertahankan dengan konsep Sipakatau, Sipakalebbi dan Sipakainge tersebut. Pandangan weber (dalam Betty R. Scharf,1997:177-178) bahwa fungsi agama merupakan penolakan terhadap tradisi atau perubahan yang sangat cepat dalam metode dan evaluasi terhadap kegiatan ekonomi tidak akan mungkin terjadi tanpa dorongan dari moral dan agama Saat ini bentuk sosialisasi yang masih dikenal oleh masyarakat terutama yang masih kuat berpegang terhadap tradisi yakni upacara adat. Upacara adat adalah untuk mengukuhkan nilai-nilai dan normanorma budaya, anggota masyarakat yang menyelenggarakan upacara berarti turut mengukuhkan tata tertib sekaligus memperingati aturanaturan yang sedang berlaku. Mengikuti jalannya upacara akan memperoleh kekhikmatan dan makna yang terkandung dalam symbolsimbol upacara, para pelaku dan yang menghadiri upacara akan mengalami sosialisasi yang sangat berguna dalam kehidupannya. Gagasan pertama mengenai soal bahwa disamping sistem keyakinan dan doktrin, system upacara juga
merupakan suatu
Universitas Hasanuddin | 102
perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi dan analisis yang khusus, dan dalam upacara keagamaan itu tetap ada tetapi memiliki latar belakang, keyakinan, meksud doktrin yang berubah. Gagasan yang kedua bahea upacara religi atau agama, yang biasanya dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial untuk memperkuat solidaritas masyarakat. Upacara Mappano sebagai wujud system keyakinan religi masyarakat yang ditemukan pada setiap suku bangsa Indonesia menurut kebudayaan masyarakat yang bersangkutan, dimana upacara tersebut sebagai suatu alat kebiasaan yang berlangsung secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Keberagaman budaya yang diwariskan dari nenek moyang secara turun temurun selalu ditaati dan dijunjung tinggi, yang pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk upacara-upacara adat. Dalam antropologi dikenal dengan kelakuan keagamaan yang nmerupakan perwujudan bentuk aktivitas atau kegiatan yang berusaha mencari hubungan dengan dunia gaib. Bentuk-bentuk upacara adat begitu banyak dilaksanakan di sukusuku di Indonesia. Dengan adanya upacara adat tersebut maka semakin menambah anekaragam kebudayaan Indonesia, diantaranya upacara adat di Indonesia yakni upacara adat perkawinan dan upacara
Universitas Hasanuddin | 103
penghargaan terhadap leluhur terlebih dahulu dimana dalam upacara tersebut dirasa oleh warga masyarakat begitu penting sehingga perluh ada upacara. Pelaksanaan upacara tradisional suatu masyarakat pada umumnya sangat menarik, karena memiliki keunikan, kesakralan, dan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Kenyataan bahwa adat merupakan suatu kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi kebudayaan, norma dan aturan-aturan yang saling berkaitan dan kemudian menjadi suatu system atau pengaturan tradisional. Bahwa adat merupakan wujud nyata dari kebudyaan yang berfungsi sebagai pengaturan tingkah laku. Dalam kebudayaannya sebagai wujud idil kebudayaan dapat dibagi lebih khusus dalam empat yakni tingkat budaya, tingkat norma-norma, tingkat hokum dan aturan-aturan khusus. Upacara adat tradisional masyarakat merupakan perwujudan dari sistem kepercayaan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai universal yang dapat menunjang kebudayaan nasioanl. Upacara tradisional ini bersifat kepercayaan dan dianggap sakral dan suci. Dimana setiap aktifitas manusia selalu mempunyai maksud dan tujuan yang ingin dicapai, termasuk kegiatan-kegiatan yang bersifat religius. Dengan mengacu pada pendapat ini maka upacara adat tradisional merupakan kelakuan atau tindakan simbolis manusia
Universitas Hasanuddin | 104
sehubungan dengan kepercayaan yang mempunyai maksud dan tujuan untuk menghindarkan diri dari gangguan roh-roh jahat. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa upacara adat tradisional merupakan suatu bentuk tradisi yang bersifat turun-temurun kemudian dilaksanakan secara teratur dan tertib menurut adat kebiasaan masyarakat dalam bentuk suatu permohonan, atau sebagai dari ungkapan rasa terima kasih. Selanjutnya dikatakan bahwa upacara itu sendiri terdiri dari beberapa unsur, dimana unsur-unsur keagamaan tersebut ada yang dianggap paling penting sekali oleh suatu agama tetapi ada beberapa agama lain yang tidak mengenal suatu agama tersebut. Unsur-unsur upacaramtersebut
merupakan
suatau
rangkaian
yang
saling
berhubungan satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi. Hal tersebut dinyatakan dalam Koentjaraningrat (1992:378) bahwa terdapat beberapa unsur dalam upacara itu sendiri yaitu bersaji, berkorban, berdoa, menari tarian suci, menyanyi nyanyian suci, berprosesi atau berpawai, memainkan seni drama suci, berpuasa, mengaburkan pikirkan dengan makan obat bius untuk mencapai keadaan mabuk, bertapa dan bersemedi. Suatu upcara dan sistem simbol-simbol yang ada mempunyai fungsi tertentu. Sehubungan dengan fungsi upacara adat keagamaan
Universitas Hasanuddin | 105
Suber Budhisantoso, (1989:28) mengemukakan bahwa fungsi dari upacara yang ideal dapat dilihat dalam kehidupan sosial budaya masyarakat pendukungnya yaitu adanya pengendalian sosial yakni dapat menciptakan suatu situasi yang dapat mengubah sikap/perilaku yang negatif, lebih menekankan pada usaha untuk mengajak/membimbing berupa anjuran agar berperilaku sesuai norma yang ada, dan dapat menyampaikan nilai/norma tersebut melekat pada jiwa seseorang, sehingga terbentuk sikap seperti apa yang diharapkan. Selain itu upacara dengan sistem-sistem simbol yang ada didalamnya
berfungsi
sebagai
pengintegrasian
antara
etos
dan
pandangan hidup, yang dimaksudkan dengan etos merupakan sistem nilai budaya sedangkan pandangan hidup merupakan konsepsi warga masyarakat yang menyangkut dirinya, alam sekitar dan segala sesuatu yang ada dalam lingkungan sekitarnya. Pelaksanaan Upacara dilakukan berulang untuk sebagian atau keseluruhannya dalam suasana religious lahir dan batin. Sehingga upacara merupakan bagian yang sangat penting dan tidak mungkin diabaikan begitu saja. Upacara pada dasarnya adalah pemberian yang tulus ikhlas untuk kepentingan bersama, karena ternyata bahwa manusia harus bertindak dan berbuat sesuatu yang melambangkan komunitasnya dengan Tuhan.
Universitas Hasanuddin | 106
Secara garis besar fungsi upacara Mappano adat bagi masyarakat Kelurahan Pammase yaitu sebagai berikut : a) Sebagai proses transformasi nilai-nilai dari generasi tua ke generasi muda. b) Sebagai wadah bagi orang-orang untuk belajar menjadi bagian (pemimpin upacara dan dukun) dan menguasai dan meningkatkan keterampilan membuat peralatan serta sesajen yang merupakan salah satu bentuk ungkapan rasa syukur kenikmatan dan karunia yang diterima dan dialami oleh masyarakat tradisional. c) Agar terjalinnya solidaritas dalam masyarakat tradisional dalam rangka mencari hubungan dengan apa menjadi kepercayaan biasanya dilakukan dalam suatu wadah dalam bentuk upacara bentuk keagamaan
yang
biasanya
dilaksanakan
oleh
banyak
warga
masyarakat dan mempunyai fungsi sosial untuk mengintesifkan solidaritas masyarakat sebagai bentuk kerjasama antar individu dan antar kelompok membentuk status norma saling percaya untuk melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan yang menjadi kepentingan
bersama.
Bentuk
kerjasama
gotong
royong
ini
merupakan salah satu bentuk solidaritas sosial. Guna memelihara nilai-nilai solidaritas sosial dan partisipasi masyarakat secara sukarela dalam pembangunan di era sekarang ini, maka perluh ditumbuhkan
Universitas Hasanuddin | 107
dari interaksi sosial yang berlangsung karena ikatan cultural sehingga memunculkan kebersamaan komunitas yang unsur-unsurnya seperti seperasaan, sepenanggungan, dan saling butuh dalam suatu masyarakat. Konsep perubahan kebudayaan bukanlah hal yang statis, melainkan bisa mengalami perubahan secara lambat tetapi pasti atau yang dikonsepsikan sebagai perubahan evolusioner. Perubahan kebudayaan tersebut terkait dengan proses masuknya berbagai macam kebudayaan dari tempat, suku, dan ras lain atau juga karena proses sosial yang terus berubah. Perspektif evolusionisme kiranya bersadar atas suatu pandangan bahwa ada suatu proses perubahan dari waktu ke waktu secara evolusioner dan dalam bentuknya yang seperti sekarang. Masa awal kehidupan manusia itu mengikuti cara hidup binatang yang disebutnya sebagai fase promiskuitas, kemudian berkembang kekehidupan kelompok yang mengenal diferensiasi (perbedaan), ayah, ibu dan anak dalam sebuah keluarga, terus berkembang kepola kehidupan eksogami dan terus keindogami. Untuk itu ada sebuah proses yang terjadi dari masa awal kesekarang. Proses
perubahan
itu
tidak
terjadi
secara
tiba-tiba,
tetapi
Universitas Hasanuddin | 108
bermekanisme
evolutif,
perlahan
tapi
pasti.
Koentjaraningrat
(1981:34). Bahwa perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai nilainilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku, organisasi sosial, susunan
lembaga-lembaga
kemasyarakatan,
kekuasaan
dan
wewenang, interaksi sosial. Perubahan dalam masyarakat telah ada sejak masa lampau, namun dewasa ini perubahan tersebut berjalan dengan sangat cepat seolah-olah membingunkan manusia yang menjalaninya. Dalam masyarakat, kita lihat sering terjadi perubahan atau suatu keasaan dimana perubahan tersebut berjalan secara konstan. Perubahan tersebut memang terkait oleh waktu dan tempat, akan
tetapi
sifatnya
yang
berantai,
maka
keadaan
tersebut
berlangsung walaupun kadang-kadang diselingi keadaan dimana masyarakat yang terkena proses perubahan tadi. Hal ini sesuai dengan defenisi dari perubahan kebudayaan yang dikemukakan oleh Endang Supandi (2001:115) bahwa suatu keadaan dimana terjadi ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Universitas Hasanuddin | 109
Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, dan seterusnya bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial, selain itu kebudayaan juga mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolis dan bukan oleh kerena warisan yang berdasarkan keturunan. Malinowski memahami beberapa pemikiran tentang agama primitif yang ada pada waktu dulu. Agama tidak lahir dari proses spekulasi atau perenungan mendalam dan tidak muncul karena ilusi, tetapi lebih karena kejadian-kejadian menyedihkan dalam kehidupan manusia, dan bagian dari upayanya keluar dari konflik antara apa yang direncanakan dan apa yang terjadi dalam kenyataan. Agama memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, secara indivudial maupun sosial. Secara individual, agama mampu mendamaikan konflik batin manusia. Sedangkan secara sosial, agama mampu member sanksi etis kepada sejumlah besar tata kelakuan dan kekuatan kontrol sosial demi keberlangsungan kehidupan manusia. Suatu
upacara
keagamaan
yang
negative
atau
positif
merupakan bagian dari mekanisme suatu masyarakat yang teratur mempertahankan
keberadaannya.
Upacara
keagamaan
itu
Universitas Hasanuddin | 110
menciptakan nilai-nilai sosial tertentu yang bersifat mendasar. Oleh karena itu fungsi dasar upacara keagamaan mencakup penyelesaian masalah sosial dan psikologis, yang teratur oleh kebudayaan masyarkat yang bersangkutan dengan cara bagaimana suatu masyarakat melalui upacara keagamaan itu menyatakan kembali, mempengaruhi dan memperkuat nilai-nilai pokok yang berlaku dalam masyarakat itu. Seperti kata Junus dalam bukunya mitos dan komunikasi, mustahil ada kehidupan tanpa mitos. Kita hidup dengan dengan mitosmitos yang membatasi segala tindak tanduk. Kekuatan atau keberanian terhadap sesuatunya ditentukan oleh mitos-mitos yang hidup. Banyak hal yang sukar dipercayai berlakunya, tapi berlaku hanya karena penganutnya begitu mempercayai sebuah mitos. Ketakutan pun akan sesuatu lebih di sebabkan karena ketakutan akan suatu mitos, bukan karena ketakutan akan keadaan yang sebenarnya. Karena itu segala peraturan dalam kehidupan kita biasanya diterangkan dengan suatu alasan mitos. Dengan kekuatan mitos yang ada padanya, peraturan itu diharapkan dengan akan dapat begitu mencekam
kehidupan,
sehingga
masyarakat
takut
untuk
melanggarnya. Kehadiran suatu mitos merupakan kemestian teruma
Universitas Hasanuddin | 111
pada hal-hal abstrak, sesuatu yang tidak jelas tentang baik dan buruknya, sesuatu yang ambiguous. Akan tetapi sesungguhnya pada masyarakat tradisioanal pola kehidupan diatur oleh kaidah-kaidah yang diterima dari nenek moyang serta dengan sendirinya dianggap terus berlaku. Tradisi yang berlaku dalam
masyarakat
memperkuat
menjadi
keseimbangan
sangat
mapan,
sehingga
hubungan-hubingan
sangat
sosial,
yang
kesemuanya itu menimbulkan rasa aman dan tentram dengan kepastian yang dihadapi. Tradisi dihargai sebagai nilai tersendiri yang tinggi, maka perluh di pertahankan, bahkan ada anggapan bahwa tradisi adalah suci dan oleh karenanya harus dihormati bukan karena semata
hanya
menciptakan
karena
sebuah
ketakutan-krtakutan
mitos apabila
atau tidak
pemitosan
yang
dilakukan
atau
dilanggar. 2. Fungsi Sosial Meningkatkan
rasa
silaturahmi
antara
masyarakat
kelurahan
Pammase, Fungsi sosial upacara bisa di-lihat pada kehidupan sosial masyarakat pendukungnya yakni adanya norma sosial dan sebagai media sosial. Dalam pelak-sanaan upacara tradisional terdapat simbol atau lambang bermakna positif, yakni mengandung norma atau aturan yang mencerminkan nilai atau asumsi apa yang baik dan apa yang tidak baik.
Universitas Hasanuddin | 112
Norma atau nilai tersebut bisa dipakai sebagai kontrol sosial dan pedoman berperilaku bagi masyarakat pendukungnya. Demikian pula pada masyarakat Pammase, nilai-nilai yang terkandung dalam sesaji bukan saja berfungsi sebagai pengatur perilaku antarindividu dalam masyarakat, tetapi juga menata hubungan manusia dengan alam lingkungannya terutama pada Tuhan, Dewa. Leluhur dan fenomena alam gunung, air dan laut. Demikian pula nilai atau makna yang terdapat dalam simbol sesaji upacara atau perayaan agama adalah salah satu mekanisme pengendalian sosial. Mekanisme ini sifatnya tidak formal yakni tidak dibakukan secara tertulis, tapi hidup dalam alam pikiran manusia, diakui dan di-patuhi oleh sebagian besar masyarakat Pammase. Pengendalian ini juga bersifat positif karena berisi anjuran, pendidikan dan arahan sebagai pedoman perilaku warganya sesuai dengan kehendak sosial atau masyarakat. Menurut pendapat Ye Darisa mengenai fungsi sosialnya yaitu Engka manengni balibolae meddeppung pabali mappigau, nennia na to sipakaroa-roa na sipakalebbi, selainna iyaro makkegunai supaya aja ki dega sisala-sala pada iya, nasaba iyatu itellae silaturahmi parellu ladde ijagai, deki ga wedding sisala-sala pada iya. Artinya : Tetangga datang berbondong-bondong ikut membantu dan juga kita saling bercanda dan saling menghargai, karena hal itu berguna supaya tidak ada yang saling membenci satu sama lain, karena yang namanya
Universitas Hasanuddin | 113
silaturahmi sangat perlu untuk dijaga, kita tidak boleh membenci satu sama lain.
Selanjutnya akan dikemukakan di sini nilai-nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara yang berkaitan dengan daur hidup, antara lain: 1. Sesaji dalam upacara Mappano terdiri atas kue dadara, sanggara dan onde-onde yang merupakan simbol perempuan. Kue-kue tersebut berbentuk bulat dan merekah seperti simbol perempuan. Adapun simbol laki-laki biasanya digambarkan seperti buah pisang. 2. kemudian isi dalam walasoji terdiri atas Sokko patanrupa, ayam, telur, pisang, pinang, daun siri, daumparu Demikianlah sesaji yang terdapat pada upacara Mappano. Jika dikaji lebih dalam maka terdapat nilai-nilai luhur untuk menanamkan budi pekerti serta pengendalian sosial bagi warga masyarakatnya. Nili-nilai ini misalnya mengingatkan manusia akan kebesaran Tuhan, menghormati para leluhur dan selalu ingat tentang asal usulnya. Hal ini baik untuk menanamkan budi pekerti/pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman perilaku dan kontrol sosial bagi masyarakat pendukungnya. Sebagaimana umumnya, setiap komuniti atau masyarakat dapat terpelihara karena adanya pengendalian sosial yang meng-atur ketertiban pola tingkah laku atau interaksi sosial warga masyarakatnya. Pengendalian sosial ini dapat
Universitas Hasanuddin | 114
terwujud dari sistem kepercayaan, nilai, dan tata cara yang mengatur dan mengarahkan perilaku masyarakatnya secara tertib. Sistem pengendalian sosial ini tercakup pengetahuan secara empiris dan non empiris. Pengetahuan non empiris dikaitkan dengan dunia gaib, kepercayaan, dan mitologi. Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur
sosial. Pada
hakikatnya
sistem
kekerabatan
suatu
masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Pada umumnya masyarakat yang memiliki wilayah tempat tinggal yang tetap dan permanen seperti halnya masyarakat Kelurahan Pammase memiliki ikatan solidaritas yang sangat kuat sebagai pengaruh kesatuan wilayah tempat tinggalnya. Oleh karenanya, sebagai suatu masyarakat terdapat didalamnya persekutuanpersekutuan (gemeenschappen). Persekutuan-persekutuan tersebut ada yang didasarkan pada keturunan satu nenek moyang (genealogisch factor), ada yang didasarkan pada daerah atau wilayah yang didiami (territoriale factor) dan ada pula yang didasarkan gabungan dari keturunan dan
daerah
atau
wilayah
yang
didiami
(genealogisch-territoriale
factor). Dari ketiga dasar persekutuan tersebut, dapat dikatakan bahwa hubungan genealogis merupakan dasar “sistem kekerabatan” yang tentunya berhubungan pula dengan sistem Upacara Mappano yang ada.
Universitas Hasanuddin | 115
Struktur sosial sebenarnya merupakan hubungan ideal antara bagian – bagian masyarakat yang didalamnya terdapat dinamik kehidupan indivdu yang kongkret dari suatu angkatan ke angkatan berikutnya dan menyebabkan suatu proses perubahan yang dapat berlangsung lambat tetapi dapat juga cepat. Secara umum struktur sosial ini merupakan suatu jaringan antara bagian – bagian dalam suatu masyarakat yang memelihara azas-azasnya untuk jangka waktu yang sekontinyu mungkin. Struktur sosial pada dasarnya sangat terbatas pada suatu sektor hidup tertentu diantaranya adalah sistem kekerabatan dalam upacara Mappano. Fungsi sosialnya juga dapat dilihat ketika para tetangga datang untuk membantu dan selain itu keluarga yang jauh atau kerabat yang tinggal di kampung lain juga datang di upacara tersebut, masyarakat bercanda, tertawa, saling menghibur sambil melaksanakan tugas masing-masing. Suatu upacara keagamaan yang negative dan positif merupakan bagian dari mekanisme suatu masyarakat yang teratur mempertahankan leberadaannya. Upacara keagamaan itu menciptakan nilai-nilai sosial tertentu yang bersifat mendasar. Oleh karena itu fungsi dasar upacara keagamaan mencakup penyelesaian masalah sosial dan psokologis, yang teratur oleh kebudayaan masyarakat yang bersangkutan dengan cara bagaimana suatu masyarakat melalui upacara keagamaan itu menyatakan kembali, memperbaharui dan memperkuat nilai-nilai pokok yang berlaku
Universitas Hasanuddin | 116
dalam masyarakat itu. Upacara ritual berfungsi sebagai pengatur tindakantindakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya, dalam rangka penyesuaian
terhadap
lingkungan
dan
untuk
mengintegrasikan
masyarakat tersebut melalui upacara-upacara tertentu. Mustahil ada kehidupan tanpa mitos. Kita hidup dengan mitos-mitos yang membatasi segala tindak tanduk. Ketakutakan atau keberanian terhadap sesuatunya ditentukan oleh mitos-mitos yang hidup. Banyak hal yang sukar dipercayai berlakunya, tapi berlaku hanya karena penganutnya begitu mempercayai sebuah mitos. Ketakutan pun pun akan sesutau lebih disebabkan karena ketakutan akan sesuatu mitos, bukan karena ketakutan akan keberadaan sebenarnya. Karena itu segala peraturan dalam kehidupan kita biasanya diterangkan dengan suatu alasan mitos. Dengan kekuatan mitos yang ada padanya, peraturan itu diharapkan akan dapat begitu mencekam kehidupan, sehingga masyarakat takut untuk melanggarnya. Kehadiran suatu mitos merupakan kemestian terutama pada hal-hal abstrak, sesuatu yang tidak jelas tentang baik dan buruknya, sesuatu yang ambiguous. Maka sebab itu masyarakat Sulawesi Selatan sangat kental dengan kepercayaan terhadap hal-hal yang magis, kerena bersumber dari pahampaham masa lalu leluhur yang turun temurun dijaga dan dilestarikan
Universitas Hasanuddin | 117
masyarakat sekarang. Mereka tidak ingin berjudi dengan bala yang akan menimpa diri dan keluarga mereka bila tidak melakukan ritual dari tradisitradisi nenek moyang mereka. Hal-hal mistis sudah jadi bagian hidup dari mereka suku bugis, Makassar dan Toraja dalam menyonsong kehidupan sehari-hari. Mereka menjadikan hal itu seperti dengan kewajiban mereka menunaikan rukun islam, sama pentingnya. Akan tetapi sesungguhnya pada masyarakat tradisional pola kehidupan diatur oleh kaidah-kaidah yang diterima dari nenek moyang serta dengan sendirinya dianggap terus berlaku. Tradisi yang berlaku dalam masyarakat menjadi sangat mapan, sehingga sangat memperkuat keseimbangan
hubungan-hubungan
sosial,
yang
kesemuanya
itu
menimbulkan rasa aman dan tentram dengan kepastian yang dihadapi. Tradisi dihargai sebagai nilai tersendiri yang tinggi, maka perlu dipertahankan, bahkan ada anggapan bahwa tradisi adalah suci dan oleh karenanya harus dihormati bukan karena semata hanya karena sebuah mitos atau pemitosan yang menciptakan kekuatankekuatan apabila tidak dilakukan atau dilanggar.
Universitas Hasanuddin | 118