31
BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL Lee
(1984)
dalam
teorinya
“Dorong-Tarik”
(Push-Pull
Theory)
berpendapat bahwa migrasi dari desa ke kota disebabkan oleh faktor pendorong di desa dan faktor penarik di kota. Faktor di daerah asal merupakan keadaan-keadaan di daerah asal yang dirasakan responden dan memungkinkan untuk mendorong mereka melakukan migrasi tenaga kerja ke luar negeri. Umumnya faktor ekonomi merupakan faktor utama masyarakat desa menjadi TKW. Hasil studi di Desa Bantala menemukan bahwa alasan ekonomi ini juga dipengaruhi oleh kurangnya kesempatan kerja yang sangat berkaitan erat dengan kondisi geografi di daerah asal (Raharto 1999). Kemudian adanya kesempatan untuk bekerja ke luar negeri dengan upah yang lebih tinggi, mampu mengatasi hal tersebut. Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana kondisi di daerah asal dan daerah tujuan yang menjadi alasan bagi perempuan desa untuk melakukan migrasi tenaga kerja internasional. 5.1
Faktor di Daerah Asal Ada berbagai motif yang menjadi dasar seseorang melakukan migrasi.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapang, ada beberapa alasan responden melakukan migrasi, Tabel 4 menunjukkan alasan responden melakukan migrasi internasional.
Tabel 4 Alasan Responden Melakukan Migrasi Internasional di Daerah Asal, Desa Pusakajaya Tahun 2011 No 1 2 3 4
Alasan Kemiskinan Lapangan kerja minim Upah rendah Tidak mempunyai lahan pertanian
Ket: responden dapat memberikan lebih dari satu alasan.
Jumlah N
%
4 26 33 33
12,1 78,8 100,0 100,0
32
Berdasarkan Tabel 4, alasan responden melakukan migrasi adalah karena tidak mempunyai lahan pertanian sebesar 100 persen. Responden merasa penghasilan suami sebagai buruh pertanian yang tidak mempunyai lahan pertanian dirasa kurang dan ketersediaan lapangan pekerjaan yang minim bagi perempuan di Desa Pusakajaya pun menjadi alasan bagi perempuan di Desa Pusakajaya untuk bekerja ke luar negeri. Sebanyak 78,8 persen responden merasa Desa Pusakajaya sebagai daerah asalnya tidak menyediakan cukup pekerjaan bagi mereka. Kebanyakan dari mereka jika tidak mempunyai keterampilan yang cukup, sangat sulit untuk mendapat pekerjaan. Beberapa responden ada yang bekerja sebelum berangkat menjadi TKW, beberapa diantaranya bekerja sebagai penjahit dan pedagang, namun mereka merasa upah yang diperoleh masih rendah, sebanyak 100 persen responden mengatakan upah yang diterimanya bekerja di desa, rendah. Keadaan perekonomian Desa Pusakajaya yang tidak menyediakan cukup pekerjaan dan upah yang tinggi bagi masyarakatnya kemudian mendorong masyarakatnya keluar desa untuk mencari penghidupan yang lebih layak. Hal lain yang mendorong mereka melakukan migrasi internasional sebagai TKW adalah karena keberhasilan tetangga yang sebelumnya berangkat menjadi TKW. Mereka juga mengatakan bahwa menjadi TKW akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan hanya tinggal di desa. Menjadi TKW berarti mampu menghasilkan pendapatan dan membantu suami dalam mencari nafkah bagi keluarga, dan ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi mereka, karena mereka mampu menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Dilihat dari ketersediaan sumberdaya alam di Desa Pusakajaya untuk memenuhi kebutuhan penduduknya, sebanyak 80 persen responden beranggapan bahwa sumberdaya alam di Desa Pusakajaya cukup memenuhi kebutuhan mereka. Ketersediaan air yang melimpah, buah-buahan dan sayuran yang tumbuh subur di lahan perkebunan ataupun pekarangan. Tidak jarang warga mengolah hasil pekarangannya berupa sayur-sayuran untuk dijadikan bahan baku untuk memasak. Di desa ini juga masih terdapat pengajian-pengajian yang sangat aktif dan memungkinkan
perempuan
bersosialisasi
dengan
perempuan
lainnya.
Pembangunan gedung-gedung sekolah dan pasar desa menjadi suatu kemajuan desa yang penting bagi para penduduknya. Hal tersebut merupakan faktor
33
penahan yang mampu menahan perempuan desa bermigrasi, namun faktor-faktor di daerah asal yang dinilai bisa menjadi faktor penahan bagi terjadinya migrasi internasional perempuan desa memiliki kekuatan yang lemah. Penduduk Desa Pusakajaya mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian. Mereka kebanyakan bekerja sebagai buruh tani, sedangkan istrinya ikut membantu suami menandur sawah. Penduduk di desa ini tidak banyak yang memiliki lahan pertanian. Kebanyakan lahan mereka sudah dijual kepada pihak luar seperti orang Jakarta, Pamanukan, dan Indramayu, atau lahan pertanian tersebut dibeli oleh orang desa yang memang memiliki status sosial yang tinggi atau termasuk dalam golongan petani kalangan atas yang sudah memiliki banyak lahan pertanian, seperti H.RS yang memiliki 16 bahu sawah, DR dengan 20 bahu sawahnya, dan H.TM yang memiliki 52 bahu3 sawah. Seiring pesatnya pertumbuhan penduduk menyebabkan berlebihnya tenaga kerja pertanian, terjadi perubahan struktur pemilikan lahan. Persaingan ketat antar buruh kerja, namun tidak disertai kenaikan upah, ditambah peningkatan teknologi, turut menggeser peran tenaga kerja. Semakin terbukanya peluang bekerja di luar sektor pertanian dan adanya usaha lain yang dilakukan petani dalam mempertahankan kehidupan (diversifikasi usaha) kemudian menimbulkan kecendrungan semakin menurunnya jumlah anggota rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian (Yusdja, et al. 2003 dalam Elizabeth 2007). Berdasarkan hasil studi di lapang, mayoritas jenis pekerjaan suami migran bekerja pada sektor di luar pertanian. Bagi mereka yang memang tidak mempunyai lahan pertanian, bekerja pada sektor di luar pertanian dinilai lebih menjamin dan menguntungkan. Pekerjaan tersebut seperti sektor formal (satpam dan guru), berdagang, jasa transportasi (ojeg dan becak), dan kuli atau tukang bangunan. Bekerja sebagai buruh tani dan mengandalkan sektor lain di luar pertanian pun banyak dilakukan oleh suami migran. Pekerjaan tersebut misalnya menjadi buruh tani dan bekerja juga sebagai tukang ojeg ataupun berdagang. Peralihan pekerjaan dari sektor pertanian ke luar sektor pertanian disebabkan karena tidak mencukupinya 3
Bahu atau bau (dari bouw, kata bahasa Belanda, berarti “garapan”) dalam istilah agraria adalah satuan luas lahan yang dipakai di beberapa tempat di Indonesia, terutama di Jawa. Padmo (2007) dijelaskan dalam Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Bahu_%28agraria%29), ukuran bahu agak bervariasi, namun kebanyakan adalah 0,70 hingga 0,74 ha dan ada pula yang menyamakannya dengan 0,8 ha.
34
pendapatan di sektor pertanian, usaha tani tersebut umumnya musiman, dan banyak mengandung resiko serta ketidakpastian (Mubyarto 1985 dalam Mukbar 2009). Tingkat upah yang diterima dari penghasilan bekerja sebagai buruh tani termasuk rendah. Mereka yang bekerja sebagai buruh perorangan mendapat upah yang lebih tinggi dibanding mereka yang bekerja secara borongan. Upah buruh tani perorangan berkisar antara Rp 40.000,00 per hari, bekerja seharian dan tanpa biaya makan. Jika mereka bekerja borongan, seperti menandur, perbaikan lahan, dan upah buruh panen, mendapat upah sebesar Rp 400.000,00 – Rp 500.000,00 per bahu. Hasil ini akan dibagi sesuai jumlah orang yang bekerja. Rata-rata upah yang mereka terima dengan bekerja secara borongan yaitu Rp 20.000,00 – Rp 30.000,00. Berbeda dengan petani yang menyewa lahan/menggarap lahan orang lain, mereka memperoleh hasil bagian setelah panen terkumpul dan dibagi dua dengan pemilik setelah dikurangi dengan modal. Kemudian jika ditambah dengan bekerja sebagai buruh bangunan, rata-rata per hari memperoleh penghasilan Rp 50.000,00 – Rp 60.000,00. Bagi perempuan, bekerja membantu suami merupakan suatu kebanggaan, namun pekerjaan yang tersedia bagi perempuan di Desa Pusakajaya memang terbatas. Di Kabupaten Subang dan Purwakarta terdapat banyak pabrik, namun tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah tidak memungkinkan mereka memasuki sektor tersebut. Menurut beberapa responden yang ditanyakan pendapatnya, untuk mendapatkan pekerjaan di pabrik harus membayar sejumlah uang agar diterima di perusahaan tersebut, sehingga mereka lebih memilih melakukan migrasi tenaga kerja ke luar negeri yang dinilai tidak terlalu membutuhkan keterampilan dan tingkat pendidikan yang tinggi. Bagi mereka, menjadi TKI merupakan keputusan yang tepat, yang dipicu fakta/berita bahwa bekerja ke luar negeri memberi prospek dan gaji yang lebih baik. Fakta demikian dapat menjadi penarik bagi pekerja migran sebagai upaya memperoleh pendapatan dalam ketidakberdayaan di negara asal. Terlihat bahwa telah terjadi perubahan sumber penghidupan di Desa Pusakajaya. Masyarakat yang awal mulanya bertani kini mulai beralih pada sektor di luar pertanian yang dinilai lebih menghasilkan. Para istri dan anak-anak mereka pun ikut membantu sebagai buruh
35
migran perempuan ke luar negeri untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. 5.2
Faktor di Daerah Tujuan Wiyono (1994) dalam Pardede (2008), menyatakan untuk migrasi internal
sektor industri, fasilitas perkotaan seperti sarana pendidikan yang lengkap, pertokoan yang mewah, aneka macam pusat hiburan dan wisata menjadi faktor penarik penduduk dari perdesaan untuk melakukan migrasi. Berbeda halnya dengan migrasi internasional, faktor-faktor penarik untuk melakukan migrasi internasional dilihat dari daerah asalnya yaitu permintaan tenaga kerja, letak geografis, dan kesamaan budaya. Kawasan Malaysia dan Singapura, daya tariknya lebih didasari letak geografis, untuk Saudi Arabia lebih didasarkan karena keinginan para migran untuk melaksanakan ibadah haji,
sedangkan untuk
Hongkong dan Taiwan lebih didasarkan pada upah yang tinggi dan pengalaman kerja yang berbeda. Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, terdapat beberapa alasan responden memilih negara tujuan bermigrasi. Berdasarkan data di lapangan, dijelaskan pada Tabel 5 menunjukkan beberapa faktor penarik dari negara tujuan yang menyebabkan perempuan desa melakukan migrasi internasional.
Tabel 5 Alasan Responden Melakukan Migrasi Internasional Sesuai Negara Tujuan, Desa Pusakajaya Tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6
Alasan Upah tinggi Tersedianya lapangan pekerjaan Kesamaan agama Dapat melakukan ibadah haji/umroh Waktu keberangkatan Kesamaan bahasa/etnik
Jumlah N
%
28 33 14 11 25 2
84,9 100,0 42,4 33,3 75,8 6,1
Ket: responden dapat memberikan lebih dari satu alasan.
Tabel 5 menunjukkan bahwa tersedianya lapangan pekerjaan dan upah yang tinggi di negara tujuan menjadi faktor penarik utama bagi perempuan desa untuk bermigrasi. Hal ini dikarenakan tujuan utama TKW bermigrasi ke luar
36
negeri adalah bekerja membantu perekonomian keluarga. Upah yang tinggi jika dibandingkan bekerja di Indonesia dengan tingkat pendidikan yang sama, membuat mereka lebih memilih bekerja sebagai TKW ke luar negeri. Sebanyak 100 persen responden mengatakan tersedianya lapangan pekerjaan di negara tujuan dengan upah yang tinggi membuat mereka memilih untuk bermigrasi. Sebanyak 75,8 persen responden menyatakan keinginannya untuk cepat berangkat ke negara tujuan, tidak peduli pekerjaan apa yang ada di sana. Waktu keberangkatan dan lamanya waktu mereka berada di PT menentukan pilihan mereka untuk memilih negara tujuan. Berikut pernyataan responden: “…Sewaktu disuruh mengisi keterangan tentang pekerjaan di sana, saya iya-in semua aja, biar di sana ada anjing peliharaan juga. Kan semua tergantung untung-untungan aja, yang paling penting mah cepat berangkat aja ke sana, gak mau lama-lama di PT…” (ET, 38 tahun) Tingginya permintaan tenaga kerja di negara tujuan, memberikan peluang bagi migran untuk memperoleh pekerjaan di luar negeri. Kebanyakan dari responden yang berangkat ke luar negeri memang tidak mempunyai pekerjaan ketika di daerah asal. Banyaknya responden yang tidak bekerja sebelum berangkat menjadi TKW dijelaskan pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan banyaknya responden yang tidak bekerja sebelum berangkat menjadi TKW sebanyak 28 orang atau sebesar 84,8 persen, sedangkan yang memiliki pekerjaan hanya sebanyak 5 orang atau 15,2 persen. Pekerjaan tersebut antara lain menjahit, bertani, dan berdagang. Pekerjaan tersebut mereka miliki karena keahliannya sendiri sebelum bermigrasi.
Tabel 6 Perubahan Jumlah Migran yang Bekerja Sebelum dan Sesudah Responden Bermigrasi, Desa Pusakajaya, Tahun 2011
Ketersediaan lapangan pekerjaan Tidak mempunyai pekerjaan Mempunyai pekerjaan Total
Jumlah Responden Migran Sebelum Migrasi Sesudah Migrasi N % n % 28 84,8 23 69,7 5 15,2 10 30,3 33
100,0
33
100,0
37
Ketika telah kembali dari bermigrasi, jumlah responden yang bekerja meningkat menjadi 10 orang atau sebesar 30,3 persen. Hal ini berarti responden tersebut telah mampu melakukan investasi, karena pekerjaan tersebut didapatnya dari modal selama ia bekerja menjadi migran. Pekerjaan tersebut yaitu berdagang membuka warung atau menjual masakan. Responden yang dulunya memang bekerja sebagai penjahit dan pedagang, setelah kembali ke daerah asal tetap melanjutkan pekerjaan yang ia lakukan sebelum menjadi TKW dengan tambahan modal yang didapatnya selama bekerja menjadi TKW, namun hal ini bukan berarti mereka tidak akan kembali lagi bekerja menjadi TKW. Seperti diungkapkan oleh salah seorang responden yang dulu bekerja sebagai pedagang kredit barang setelah kembali pun terus mengakumulasikan uangnya sebagai tambahan modal ia berdagang, namun ia menjelaskan bahwa ia masih ingin mencoba peruntungan dengan menjadi TKW ke daerah Hongkong atau Taiwan, karena pengalamannya menjadi TKW di negara Arab Saudi atau Timur Tengah dirasa masih belum cukup. Sejauh ini responden yang tidak bekerja, menjadi ibu rumah tangga, mengandalkan tabungannya selama bekerja menjadi TKW, dan mengandalkan penghasilan dari suami atau kembali menjadi TKW. Berikut pernyataan dari responden: “…Sebelum berangkat ke Saudi, biasanya Ibu kerja di rumah aja, jadi ibu rumah tangga. Ya, kalo suami bawa rezeki ya syukur tapi kalo gak ya mau gimana lagi. Makanya Ibu berani-beraniin diri aja ke luar negeri. Daripada di sini gak ada kerjaan, Ibu mah mending di sana dapet duit buat nyekolahin anak…” (KS, 40 tahun). Selain faktor ekonomi, responden memilih negara-negara Timur Tengah karena adanya keinginan untuk melaksanakan ibadah haji/umroh, mencari pengalaman bekerja di luar negeri dan kesamaan agama dengan daerah tujuan. Sebanyak 33,33 persen responden memilih negara Timur Tengah sebagai tujuan beribadah (Tabel 5). “…Ibu milih ke Saudi karena pingin naik haji atau umroh. Selain kita dapet kerja, kan kita juga bisa melaksanakan ibadah. Apalagi kalo majikannya baik, kita bisa diajakin, jadi gak perlu keluar biaya lagi. Alhamdulillah sekarang Ibu sudah haji…” (TT, 48 tahun).
38
Adanya kesamaan bahasa/etnik dinyatakan oleh 6,06 persen responden. Responden yang memilih negara tujuan ke Malaysia dikarenakan bahasanya yang mudah dan hampir serupa dengan bahasa Indonesia. Dengan demikian faktorfaktor di daerah tujuan yang dinilai bisa menjadi faktor penarik bagi terjadinya mobilitas perempuan desa ke luar negeri memiliki kekuatan yang kuat. Selain faktor tersebut di atas, jenis pekerjaan TKW di sana juga ikut mempengaruhi responden untuk bekerja ke luar negeri. Seperti pekerjaan yang tidak terlalu menuntut keterampilan dan tingkat pendidikan yang tinggi, menjadi faktor penarik bagi migran untuk menjadi TKW. Jenis pekerjaan yang dilakukan TKW selama bekerja di luar negeri, ratarata bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Jumlah dan persentase TKW berdasarkan jenis pekerjaan dijelaskan dalam Tabel 7.
Tabel 7 Jumlah dan Persentase TKW Menurut Jenis Pekerjaan, Desa Pusakajaya Tahun 2011 Jenis Pekerjaan
Jumlah
Persentase (%)
Pembantu rumah tangga Merawat Jompo Garmen (menjahit)
25 7 1
75,8 21,2 3,0
Jumlah
33
100,0
Dari 33 responden, sebanyak 75,8 persen TKW bekerja sebagai pembantu rumah tangga di negara Timur Tengah, sebanyak 21,2 persen responden lainnya bekerja merawat jompo, dan 3,0 persen lainnya bekerja sebagai penjahit. Banyaknya TKW yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga tersebut disebabkan pekerjaan yang ditawarkan oleh negara tujuan adalah pembantu rumah tangga. Kemudian berdasarkan kemampuan TKW dan tingkat pendidikannya, menjadi pembantu rumah tangga adalah pilihan pekerjaan yang memang tidak banyak menuntut kemampuan, keterampilan dan tingkat pendidikan yang tinggi.
39
5.3
Karakteristik Responden dan Keluarga Karakteristik responden merupakan hal-hal spesifik dari responden yang
diteliti yang diduga berpengaruh terhadap tingkat mobilitas perempuan di Desa Pusakajaya. Karakteristik responden yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu: umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan status ekonomi keluarga. Penggambaran singkat mengenai karakteristik responden yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Karakteristik Pribadi Responden di Desa Pusakajaya Tahun 2011 Karakteristik Internal Umur (Pertama Menjadi TKW)
Umur (Sekarang)
Status Pernikahan (Pertama menjadi TKW)
Status Pernikahan (Sekarang)
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Persentase (%)
x ≤ 21 tahun x > 21 tahun
16 17
48,5 51,5
Total
33
100,0
x ≤ 36 tahun x > 36 tahun
17 16
51,5 48,5
Total
33
100,0
Menikah Janda Belum menikah
22 3 8
66,7 9,1 24,2
Total
33
100,0
Menikah Janda Belum menikah
30 3 0
90,9 9,1 0,0
Total
33
100,0
Rendah (tidak tamat SD) Sedang (tamat SD) Tinggi (tamat SMP dan tamat SMA)
5 17
15,2 51,5
11
33,3
Total
33
100,0
5.3.1 Umur Umur sangat menentukan bagi setiap individu untuk melakukan suatu pekerjaan serta menentukan kedewasaan dalam berpikir dan bertindak. Berkaitan
40
dengan program pengiriman TKW ke luar negeri, umur sangat penting mengingat tingginya tingkat kesulitan yang akan dialami TKW pada saat bekerja. Kesulitan tersebut terjadi misalnya dalam sosialisasi antara TKW dengan majikan dan sosialisasi dengan pekerjaan. Kesulitan-kesulitan inilah yang sering dialami oleh para TKW yang bekerja di luar negeri. Kesulitan tersebut terjadi karena adanya perbedaan budaya antara budaya yang ada di kampung halaman TKW sendiri dengan budaya di tempat mereka bekerja. Hubungan antara program pengiriman TKW ke luar negeri dan umur yaitu, pemerintah telah menetapkan persyaratan yaitu minimal berusia 18 tahun atau sesuai permintaan negara tujuan (pasal 39 ayat 2/MEN/2002), dimana umur yang sudah cukup dewasa dan matang dalam bersikap dan semangat kerja yang tinggi. Pada Tabel 8, dapat dilihat rataan pembagian umur responden, yang dibagi menjadi dua golongan umur yaitu umur ketika pertama kali responden melakukan migrasi internasional x ≤ 21 tahun dan x > 21 tahun serta umur saat responden saat penelitian ini dilaksanakan yaitu x ≤ 36 tahun dan x > 36 tahun. Saat pertama kali bekerja ke luar negeri, sebanyak 48,5 persen responden berada pada rentang umur x ≤ 21 tahun dan sebanyak 51,5 persen responden berada pada rentang umur x > 21 tahun. Berdasarkan pengakuan responden, terdapat umur responden yang kurang dari 18 tahun, yaitu termuda berumur 16 tahun ketika pertama kali berangkat menjadi TKW. Hal ini dikarenakan mereka tidak mengetahui secara pasti peraturan yang menetapkan bahwa calon TKW harus berumur 18 tahun ke atas atau sesuai dengan permintaan negara tujuan. Umur responden ketika penelitian ini berlangsung yaitu sebanyak 51,5 persen responden berada pada rentang umur x ≤ 36 tahun dan sebanyak 48,5 persen responden berada pada rentang umur x > 36 tahun. 5.3.2 Status Pernikahan Status pernikahan menentukan derajat kehidupan seseorang di dalam rumah tangga maupun masyarakat. Seorang wanita yang sudah menikah tentu akan berbeda dengan wanita yang belum menikah atau janda. Perbedaan yang sangat mencolok terlihat pada peranan mereka dalam rumah tangga. Seorang wanita yang sudah menikah mempunyai peranan yang komplek yaitu sebagai istri dan ibu rumah tangga. Wanita yang sudah menikah menjadi TKW untuk
41
membantu suaminya mencari nafkah, sedangkan wanita yang belum menikah atau janda, menjadi TKW untuk membantu perekonomian keluarganya. Dari sisi tanggung jawab, wanita yang sudah menikah memiliki tanggung jawab yang lebih besar dibanding wanita yang belum menikah, karena harus meninggalkan suami dan anaknya. Hal ini kemudian akan berdampak pada kehidupan rumah tangganya dan perkembangan anaknya, untuk itu status pernikahan berpengaruh pada keputusan migran untuk bekerja atau tidak. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 8 terlihat bahwa 66,7 persen responden berstatus menikah. Hal ini menunjukkan adanya suatu keterkaitan responden terhadap suami dan anaknya, namun di sisi lain pernikahan juga memungkinkan responden untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan membiayai pendidikan sekolah anak. Kebutuhan tersebut dirasakan lebih tinggi dibanding ketika belum menikah, sehingga hal tersebut mendorong responden untuk melakukan pemenuhan kebutuhan hidupnya, dengan membantu suami ataupun sebagai pencari nafkah utama karena suami tidak bekerja. Sebanyak 24,3 persen responden belum menikah ketika pertama kali melakukan migrasi internasional, hal ini dikarenakan keinginan responden untuk membantu perekonomian keluarga, mencari pasangan hidup, atau sekedar mencari pengalaman dan menabung untuk masa depan. Tingginya wanita berstatus menikah yang menjadi TKW menunjukkan tuntutan wanita untuk bekerja sebagai pencari nafkah membantu suami dan ketidakpuasan terhadap penghasilan suami. Ketika dilakukannya penelitian ini, sebanyak 90,9 persen responden sudah menikah dan sebanyak 9,1 persen responden yang berstatus janda. Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap responden, diketahui bahwa terjadi pergantian status pernikahan responden selama pengalamannya menjadi TKW. Sebanyak 2 orang responden yang menikah dengan orang di tempatnya bekerja, namun kemudian bercerai. Hal ini dialami oleh NH (31 tahun) dan EU (41 tahun). NH bekerja di Hongkong dan menikah dengan orang di tempatnya bekerja, namun mengalami perceraian, dan dari hasil pernikahannya ia mendapatkan seorang putra. Setelah mengalami perceraian, ia tetap bekerja sebagai TKW dan tidak menikah kembali. Lain halnya dengan EU, ia bekerja di Malaysia dan kemudian menikah dengan orang di tempatnya bekerja dan mendapatkan seorang putri dari
42
pernikahannya, namun mengalami perceraian. Sekembalinya ke daerah asal, ia menikah lagi dengan orang Indonesia dan saat ini masih menetap di daerah asal. Kisah perceraian juga dialami oleh AL (31 tahun). Sepulangnya menjadi TKW, ia menikah dengan orang Indonesia, namun tak berapa lama pernikahannya, ia bercerai. Beberapa bulan kemudian ia memutuskan untuk bekerja kembali menjadi TKW. Status pernikahan memang merupakan faktor yang berpengaruh terhadap keputusan responden untuk menjadi TKW kembali, namun hal ini juga dipengaruhi oleh individu itu sendiri. Ketika ia masih merasa mampu untuk membantu suaminya, maka ia memutuskan untuk pergi kembali, namun beberapa responden juga mengaku lelah bekerja sebagai TKW dan memutuskan untuk fokus mengurus keluarga. 5.3.3 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan suatu variabel yang berpengaruh dalam dunia kerja. Pendidikan TKW merupakan modal utama dalam menghadapi dunia pasar kerja, terutama dunia pasar internasional. Memasuki pasar kerja internasional diperlukan kemampuan berbahasa misalnya mampu menguasai bahasa Inggris, bahasa Arab, dan bahasa lain yang dibutuhkan di tempat kerja, untuk itu kemampuan membaca dan menulis bagi calon TKW sangat diperlukan. Pada Tabel 8, menunjukkan kualitas TKW di Desa Pusakajaya dilihat dari tingkat pendidikan formal TKW relatif masih rendah. Dari 33 responden, sebanyak 15,2 persen TKW yang tidak menamatkan pendidikan di tingkat dasar (tingkat pendidikan rendah), sebanyak 51,5 persen responden menamatkan pendidikan tingkat dasar (tingkat pendidikan sedang), kemudian sebanyak 30,3 persen responden berhasil menamatkan pendidikan tingkat SMP dan hanya sebanyak 3,03 persen responden berhasil menamatkan pendidikan di tingkat SMA (tingkat pendidikan tinggi). Beberapa responden mengaku belum lancar berbicara dalam bahasa asing ketika berangkat ke negara tujuan. Berikut pernyataan salah seorang responden:
43
“…sewaktu diberangkatkan sama PT itu, saya belum terlalu lancar ngomongnya, kan nanti juga lama-lama di sana bisa. Kayak majikan ngomong sambil nunjuk itu apa, kan nanti lama-lama kita belajar dari situ. Saya satu bulan di PT kan tetep belajar juga…” (ME, 31 tahun). Sekembalinya menjadi TKW, tidak ada satu pun TKW yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka lebih memilih menginvestasikan uangnya dalam bentuk lain atau menyekolahkan anak atau adik mereka. Secara tidak langsung, bekerja menjadi TKW membawa pengalaman yang berbeda bagi mereka. Dengan belajar sedikit demi sedikit mereka mampu menguasai bahasa asing di tempat mereka bekerja. Hal ini seperti yang dituturkan oleh seorang responden: “…di tempat saya bekerja di Taiwan itu ada bahasa lokalnya, kalau mereka berbicara dengan keluarganya, mereka menggunakan bahasa lokal yang tidak saya mengerti, tapi karena sering mendengar, lama-lama saya belajar dan menjadi tau… (LN, 29 tahun)”. 5.3.4 Jenis Pekerjaan Suami/Kepala Keluarga Jenis pekerjaan kepala keluarga adalah pekerjaan yang dilakukan kepala keluarga dalam upaya menghasilkan uang atau barang guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rata-rata pekerjaan kepala keluarga adalah sebagai buruh tani. Data mengenai pekerjaan kepala keluarga TKW dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Jumlah dan Persentase Keluarga TKW Menurut Pekerjaan Kepala Keluarga, Desa Pusakajaya Tahun 2011 Pekerjaan Kepala Keluarga Formal (satpam, pegawai koperasi, guru) Buruh tani/bangunan Pedagang/Wiraswasta Jasa (Ojeg/becak) Supir Petani Lain-lain Jumlah
Jumlah
Persentase (%)
4 9 6 5 4 3 2
12,1 27,3 18,2 15,2 12,1 9,1 6,1
33
100,0
44
Dari 33 responden, sebanyak 27,3 persen kepala keluarga TKW bekerja sebagai buruh tani/buruh bangunan, 18,2 persen sebagai pedagang/wiraswasta, 12,1 persen sebagai supir, 12,1 persen lainnya bekerja dengan upah tetap sebagai satpam, guru, dan pegawai koperasi, dan 9,1 persen bekerja sebagai petani. Selain pekerjaan pokok ada beberapa kepala keluarga TKW yang mempunyai pekerjaan sampingan atau pekerjaan ganda yaitu di bidang jasa dan buruh bangunan. 5.3.5 Status Ekonomi Keluarga Status ekonomi keluarga dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh keluarga dalam waktu satu bulan. Tabel 10 menunjukkan bahwa rumah tangga responden yang memiliki penghasilan tinggi yaitu Rp 2.375.000 – Rp 3.250.000 sebesar 15,2 persen responden, sedangkan yang rumah tangga responden yang memiliki penghasilan sedang yaitu Rp 1.500.000<x
Tabel 10 Pendapatan Sekarang Rumah tangga Migran Desa Pusakajaya Tahun 2011 Pendapatan Rumah tangga
Jumlah
Persentase (%)
Rendah Sedang Tinggi
12 16 5
36,4 48,5 15,2
Total
33
100,0
5.3.6 Jumlah Tanggungan Ekonomi Keluarga Jumlah tanggungan ekonomi keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang secara ekonomis masih menjadi tanggungan keluarga. Dalam penelitian ini, jumlah tanggungan ekonomi keluarga dilihat dari banyaknya jumlah anak yang masih sekolah dan memerlukan biaya pendidikan. Rata-rata jumlah tanggungan ekonomi keluarga TKW berdasar jumlah anak yang masih sekolah adalah dua
45
orang. Pada Tabel 11 terlihat bahwa 63,6 persen keluarga TKW mempunyai jumlah tanggungan ekonomi keluarga kurang dari dua orang dan 36,4 persen lainnya mempunyai jumlah tanggungan ekonomi keluarga lebih dari sama dengan dua.
Tabel 11 Jumlah dan Persentase Keluarga TKW Menurut Jumlah Tanggungan Ekonomi Keluarga, Desa Pusakajaya Tahun 2011 Tanggungan Ekonomi Keluarga
Jumlah
Persentase (%)
<2 ≥2
21 12
63,6 36,4
Jumlah
33
100,0
5.4
Lama
Waktu
Bekerja
Menjadi
TKW
dan
Negara
Tujuan
Berdasarkan Karakteristik Responden Karakteristik responden akan menentukan kecenderungan negara tujuan yang dipilih migran. Tabel 12 menjelaskan pengalaman negara tujuan migran berdasarkan karakteritik responden saat pertama kali menjadi TKW. Responden yang berangkat pertama kali menjadi TKW dengan umur x ≤ 21 cenderung memiliki pengalaman bernegara yang lebih banyak, yaitu mereka pernah menjadi TKW di negara Timur Tengah (Arab Saudi, Bahrein, Qatar), Asia Timur (Hongkong, Taiwan), atau Malaysia. Sebanyak 100 persen responden dari 3 orang yang pernah mempunyai pengalaman bernegara ke Timur Tengah dan Asia Timur, semuanya berusia x ≤ 21. Di usia yang tergolong muda ini pula yaitu x ≤ 21, responden cenderung memilih negara tujuan Asia Timur yaitu sebanyak 60 persen responden. Dibandingkan responden yang berusia x > 21 tahun, mereka cenderung memilih negara Timur Tengah sebanyak 60 persen dan Asia Timur sebanyak 40 persen. Responden yang memilih negara Timur Tengah sebagai negara tujuannya, sebanyak 72 persen berstatus menikah, 4 persen berstatus janda, dan 24 persen belum menikah. Responden yang memiliki pengalaman bernegara ke Timur Tengah dan Asia Timur, sebanyak 66,7 persen berstatus menikah pula, sedangkan untuk responden yang memilih negara tujuan Asia Timur, sebanyak 40 persen berstatus menikah, 40 persen
46
janda, dan 20 persen belum menikah. Hal ini membuktikan bahwa wanita yang bekerja sebagai TKW di luar negeri, didominasi oleh wanita yang berstatus menikah. Responden yang memilih negara tujuan Timur Tengah, sebanyak 16 persen memiliki tingkat pendidikan rendah (tidak tamat SD), sebanyak 64 persen memiliki tingkat pendidikan sedang (tamat SD), dan sebanyak 20 persen memiliki tingkat pendidikan tinggi (tamat SMP dan tamat SMA). Sedangkan responden yang memilih negara tujuan Asia Timur dan Campuran, didominasi oleh responden yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yaitu sebanyak 80 persen responden dengan tingkat pendidikan tinggi (tamat SMP dan tamat SMA), memilih negara tujuan ke Asia Timur dan sebanyak 66,7 persen responden dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki pengalaman bernegara ke negara Timur Tengah dan Asia Timur.
Tabel 12 Pengalaman Negara Tujuan Migran Berdasarkan Karakteristik Responden Saat Pertama Kali Menjadi TKW, Desa Pusakajaya, Recall Tahun 2011 Karakteristik Responden
40,0 60,0
Total
25
100,0
5
Menikah Janda Belum Menikah
18 1
72,0 4,0
Status Pernikahan
6
Total Tingkat Pendidikan
Total
%
Campuran 3 0
100,0 0
16 17
48,5 51,5
100,0
3
100,0
33
100,0
2 2
40,0 40,0
2 0
66,7 0
22 3
66,7 9,1
24,0
1
20,0
1
33,3
8
24,2
25
100,0
5
100,0
3
100,0
33
100,0
Rendah Sedang Tinggi
4 16 5
16,0 64,0 20,0
0 1 4
0 20,0 80,0
1 0 2
33,3 0 66,7
5 17 11
15,2 51,5 33,3
Total
25
100,0
5
100,0
3
100,0
33
100,0
x ≤ 21 x > 21
Umur
Negara Tujuan Asia % Timur 3 60,0 2 40,0
Timur Tengah 10 15
%
%
Berdasarkan karakteristik pribadi responden dan dibandingkan dengan lama waktu bekerja menjadi TKW, terlihat bahwa responden dengan usia x ≤ 21 sebanyak 44,4 persen bekerja dengan lama waktu x ≤ 5 dan sebanyak 53,3 persen responden bekerja dengan lama waktu x > 5. Responden dengan usia x > 21 sebanyak 55,6 persen bekerja dengan lama waktu x ≤ 5 dan sebanyak 46,7 persen responden
47
bekerja dengan lama waktu x > 5. Hal ini berarti semakin tua umur responden, tidak menentukan bahwa semakin lama pengalaman waktu ia bekerja. Status pernikahan, menikah atau tidak menikah juga tidak menentukan bahwa seseorang akan lebih lama dalam pengalaman waktu bekerjanya. Responden yang menjadi TKW mayoritas berstatus menikah sebesar 72,2 persen dengan lama waktu bekerja x ≤ 5 tahun dan sebesar 60,0 persen responden berstatus menikah dengan lama waktu bekerja x > 5 tahun. Responden yang bekerja dengan lama waktu x ≤ 5 tahun sebesar 50,0 persen memiliki tingkat pendidikan sedang (tamat SD) dan sebesar 38,9 persen responden berpendidikan tinggi (tamat SMP dan tamat SMA). Responden yang bekerja dengan lama waktu x > 5 tahun sebesar 53,3 persen memiliki tingkat pendidikan sedang (tamat SD) dan sebesar 26,7 persen responden memiliki pendidikan tinggi. Lama waktu bekerja migran berdasarkan karakteristik responden saat pertama kali menjadi TKW dijelakan dalam Tabel 13.
Tabel 13 Lama Waktu Bekerja Migran Berdasarkan Karakteristik Responden Saat Pertama Kali Menjadi TKW, Desa Pusakajaya, Recall Tahun 2011 Karakteristik Responden x ≤ 21 x > 21
Umur
Status Pernikahan
Tingkat Pendidikan
% 53,3 46,7
Total
%
16 17
48,5 51,5
Total
18
100,0
15
100,0
33
100,0
Menikah Janda Belum Menikah
13 2
72,2 11,1
9 1
60,0 6,7
22 3
66,7 9,1
3
16,7
5
33,3
8
24,2
Total
18
100,0
15
100,0
33
100,0
2 9 7
11,1 50,0 38,9
3 8 4
20,0 53,3 26,7
5 17 11
15,2 51,5 33,3
18
100,0
15
100,0
33
100,0
Rendah Sedang Tinggi Total
5.5
x≤5 8 10
Lama Waktu % x>5 44,4 8 55,6 7
Ikhtisar Bab V Faktor- faktor di daerah asal, daerah tujuan, karakteristik individu, dan
karakteristik keluarga merupakan hal-hal yang dipertimbangkan perempuan di Desa Pusakajaya dalam melakukan migrasi internasional tenaga kerja. Faktorfaktor di daerah asal yang ditemukan di Desa Pusakajaya adalah faktor
48
kemiskinan yang disebabkan rendahnya ketersediaan lapangan pekerjaan bagi perempuan maupun laki-laki di Desa Pusakajaya, rendahnya upah bekerja, dan semakin sempitnya lahan pertanian. Terjadi perubahan sumber penghidupan di Desa Pusakajaya, masyarakat yang awal mulanya bertani kini mulai beralih pada sektor di luar pertanian yang dinilai lebih menghasilkan. Adapun faktor di daerah tujuan yang menjadi alasan perempuan menjadi TKW adalah tersedianya lapangan pekerjaan dengan upah yang tinggi dan dapat melaksanakan ibadah haji/umroh. Responden dalam penelitian ini kebanyakan adalah wanita yang berstatus menikah dengan pendidikan sedang (tamat SD) yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Responden yang berumur lebih muda yaitu x ≤ 21 cenderung memilih negara tujuan Asia Timur dan memiliki lama waktu bekerja lebih lama dari pada responden yang berumur x > 21 tahun ketika pertama kali berangkat menjadi TKW.