BAB V ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
A. Dasar Pemikiran Hasil analisis struktur dan representasi ideologi gender dalam cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an ini ditindaklanjuti dengan menawarkan alternatif bahan ajar untuk bahan mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya kelas XII pada kompetensi inti 4 dan Kompetensi Dasar 1.4 yakni memahami dan mampu membuat tanggapan kritis (dalam bentuk tulisan) terhadap suatu karya (puisi, cerpen, novel, dan naskah drama) dengan mengaitkan antarunsur dalam karya sastra untuk menilai karya sastra. Alternatif bahan ajar yang ditawarkan kiranya dapat dipertimbangkan untuk dijadikan pedoman bagi para guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan memilih bahan ajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan tentunya sesuai dengan syarat pemilihan bahan pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Penyusunan alternatif bahan ajar dengan memanfaatkan cerpen yang telah dianalisis juga dimaksudkan untuk mempermudah para guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pada materi pelajaran sastra. Dalam menentukan bahan pembelajaran yang dapat membangun minat dan kesadaran peserta didik terhadap masalah gender sehingga diharapkan para siswa sebagai generasi penerus dapat memiliki kesadaran gender sejak dini.
B. Alternatif Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Berwawasan Gender di SMA (Modul) Pada bagian ini penulis akan membahas mengenai bahan ajar cetak yang telah disesuaikan dengan Kurikulum 2013. Dalam penulisan bahan ajar tersebut, penulis memilih model penulisan modul sebagai alternatif bahan ajar yang ditawarkan berdasarkan hasil analisis terhadap struktur dan ideologi gender dalam cerpen-cerpen Indonesia karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an. Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
259
Pembuatan alterntif bahan ajar berupa modul ini berdasarkan pada petunjuk pembuatan modul dalam Prastowo (2012, hlm. 103-164), modul pada dasarnya adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan usianya agar peserta didik dapat belajar sendiri dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik. Dengan modul, peserta didik juga dapat mengukur sendiri tingkat kemampuan mereka terhadap materi yang dibahas setiap satu satuan modul, sehingga apabila telah menguasainya, mereka dapat melanjutkannya pada satu satuan modul berikutnya. Dengan demikian, pembuatan modul juga telah mempertimbangkan bahasa, psikologi, dan latar budaya peserta didik. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diharapkan peserta didik lebih mudah memahami isi bacaan yang ditampilkan di dalam modul. Selanjutnya, pembuatan modul haruslah sesuai dengan panduan pembuatan modul yang kreatif dan inovatif. Oleh sebab itu, penulis mencoba berawal dari struktur pembuatan modul oleh Surahman (dalam Prastowo, 2012, hlm. 112) yang meliputi sebagai berikut. a. Judul modul Bagian ini berisi tentang nama modul dari suatu mata pelajaran tertentu. b. Petunjuk umum Bagian ini memuat menjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pembelajaran, meliputi: kompetensi dasar, pokok bahasan, indikator pencapaian, referensi, strategi pembelajaran, lembar kegiatan pembelajaran, dan evaluasi. c. Materi modul Bagian ini berisi penjelasan secara rinci tentang materi yang dikuliahkan pada setiap pertemuan. d. Evaluasi semester Evaluasi ini terdiri atas evaluasi tengah semester dan akhir semester dengan tujuan untuk mengukur kompetensi mahasiswa sesuai materi kuliah yang diberikan. Berdasarkan struktur pembuatan modul di atas, penulis mencoba untuk membuat sebuah modul yang inovatif berdasarkan hasil analisis terhadap sepuluh cerpen yang telah dianalisis pada bab sebelumnya. Pembuatan modul tersebut juga menyesuaikan format pembuatan modul yang mengandung berbagai unsur yang dapat melengkapi struktur modul. Adapun unsur-unsur yang dimaksud Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
260
adalah judul, kata pengantar, daftar isi, latar belakang, deskripsi singkat, uraian KI, KD, dan tujuan pembelajaran, uraian materi, latihan/tugas, rangkuman, tindak lanjut, glosarium, daftar pustaka, dan kunci jawaban.
C. Perencanaan dalam Pengajaran Cerpen Dalam pelaksanaan pengajaran, seorang guru terlebih dahulu harus menentukan model pengajaran yang akan ia pakai sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan ia capai. Model pembelajaran merupakan bagian penentu dalam proses belajar mengajar. Salah satu model pembelajaran yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar di kelas adalah Model Berpikir Induktif. Selain itu, guru juga dapat mempergunakan berbagai macam model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Pemanfaatan model ini dapat dilihat dalam model Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai berikut. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas Kelas/Semester : XII/satu Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Topik : Cerpen Alokasi Waktu : 4 x 45 menit a. Kompetensi Inti 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memaham, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
261
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. b. Kompetensi Dasar 4.4 Memahami dan mampu membuat tanggapan kritis (dalam bentuk tulisan) terhadap suatu karya sastra (puisi, cerpen, novel, dan naskah drama) dengan mengaitkan antarunsur dalam karya sastra untuk menilai karya sastra. c. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Memahami definisi cerpen 2. Memahami struktur intrinsik cerpen 3. Menentukan struktur intrinsik cerpen 4. Memahami definisi gender 5. Memahami perbedaan gender 6. Membuat tanggapan kritis terhadap cerpen yang dibaca. d. Tujuan Pembelajaran 1. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa mampu memahami definisi cerpen. 2. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa mampu memahami struktur intrinsik cerpen. 3. Setelah membaca contoh cerpen, siswa mampu menentukan struktur intrinsik cerpen. 4. Siswa mampu memahami definisi gender. 5. Siswa mampu memahami perbedaan gender, 6. Siswa mampu tanggapan kritis terhadap cerpen yang dibaca. e. Materi Pembelajaran 1. Definisi Cerpen 2. Stuktur Cerpen 2.1 Pengertian Tokoh 2.2 Pengertian Alur 2.3 Pengertian Latar 2.4 Tema 2.5 Sudut Pandang 2.6 Bahasa 3. Definisi Gender
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
262
f. Alokasi Waktu 4 x 45 Menit g. Metode Pembelajaran Metode problem based learning h. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan
Inti
Tabel 5.1 Kegiatan Pembelajaran Deskripsi Kegiatan
Alokasi Waktu 1. Siswa merespon salam dan pertanyaan 10 Menit dari guru berhubungan dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya. 2. Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan. 3. Siswa menerima informasi kompetensi, materi, tujuan dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan. 4. Siswa dibentuk ke dalam beberapa kelompok, satu kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa. 5. Siswa duduk berkelompok dengan kelompoknya masing-masing. a. Mengamati 40 Menit 1. Seluruh siswa membaca teks cerpen dan mencermati masalah dalam isi teks tersebut. 2. Siswa mencermati stuktur teks cerpen dan mencermati masalah yang terkandung dalam isi cerpen tersebut. b. Menanya 1. Siswa menanyakan definisi cerpen 2. Siswa menanyakan masalah (penyebab dan dampak) yang terkandung dalam isi teks cerpen. 3. Siswa menanyakan struktur teks cerpen itu
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
263
sendiri. 4. Siswa menanyakan struktur cerpen.
bagian-bagian
dari 10 Menit
c. Mengeksplorasi 1. Siswa menemukan struktur cerpen (tokoh, alur, latar, gaya bahasa, tema, amanat). 2. Siswa menemukan masalah pada cerpen mengenai gender.
Penutup
d. Mengasosiasi 1. Siswa mendiskusikan hasil temuan terkait dengan struktur cerpen (tokoh, alur, latar, 20 Menit gaya bahasa, tema, anamat). 2. Siswa menyimpulkan hasil temuan terkait masalah gender. 3. Siswa memberikan tanggapan kritis terhadap cerpen yang dibaca terkait dengan gender. 70 Menit e. Mengomunikasikan 1. Tiap kelompok, siswa membacakan hasil diskusinya mengenai struktur cerpen yang dibuatnya. 2. Siswa mempresentasikan bagian-bagian dalam struktur cerpen yang ditemui pada teks. 3. Siswa mempresentasikan masalah yang terkandung dalam isi teks cerpen mengenai 20 Menit perbedaan gender dan masalah terhadap gender. 4. Siswa lain menanggapi presentasi teman atau kelompok lain secara santun. 1. Siswa dan guru merefleksi simpulan tentang 10 Menit topik pembelajaran. 2. Siswa diberi kesempatan bertanya atau mengungkapkan pengalaman ketika proses kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
264
i. Penilaian 1. Penilaian Proses Tabel 5.2 Penilaian Proses No. 1.
Aspek yang Dinilai Religius
2. 3. 4. 5.
Tanggung Jawab Jujur Disiplin Santun
Teknik Penilaian Pengamatan
Waktu Instrumen Keterangan Penilaian Penilaian Proses Lembar Hasil pengamatan penilaian nomor 1 dan 2 untuk masukan pembinaan dan informasi bagi Guru Agama dan Guru PKn
2. Penilaian Hasil Tabel 5.3 Penilaian Hasil Indikator Pencapaian Teknik Kompetensi Penilaian Mengetahui defenisi Tes tertulis cerpen Mengetahui stuktur Tes tertulis cerpen Memberikan Tes tertulis tanggapan kritis terhadap teks cerpen yang telah dibaca
Bentuk Instrumen Penilaian Isian 1. Jelaskan pengertian cerpen! Isian
1. Jelaskan struktur cerpen!
Isian
1. Berikan tanggapan kritis terhadap cerpen yang telah dibaca!
3. Format Isian Tabel 5.4 Format Isian Analisis Cerpen No
1 2 3 4 5 6
Unsur yang Diamati
Hasil Pengamatan/Pembuktian
Alur Tokoh dan Penokohan Latar (Tempat dan Waktu) Tema Gaya Bahasa Sudut Pandang
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
265
7
Memberikan tanggapan kritis terkait ideologi gender
Simpulan tentang ideologi gender yang terkandung dalam cerpen : .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... 4. Evaluasi untuk Tugas Kelompok Setelah pengisian format selesai, secara acak guru menugasi beberapa kelompok untuk
melaporkan hasil pengisian format. Jadi pembelajaran
dikembangkan menjadi melaporkan secara lisan (berbicara). Guru mengumpulkan format yang telah diisi siswa setiap kelompok. Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran tentang cerpen, terutama yang berkaitan dengan ideologi gender yang terdapat dalam cerpen. 5. Evaluasi untuk Tugas Individu Bacalah cerpen-cerpen yang telah disediakan , kemudian analisislah unsur intrinsik dan ideologi gender yang terkandung dalam cerpen tersebut. Tabel 5.5 Rubrik Penilaian Analisis Cerita Pendek No
Aspek
1
Alur
2
3
4
Tokoh dan Penokohan
Latar
Tema
Indikator Menemukan alur cerita disertai bukti. Menemukan alur cerita tidak disertai bukti/bukti salah. Menemukan alur cerita tetapi salah. Menemukan tokoh dan penokohan disertai bukti. Menemukan tokoh dan penokohan tetapi tidak disertai bukti. Penokohan tidak sesuai dengan tokoh dalam cerpen yang dibaca. Menguraikan latar secara jelas dan logis disertai bukti. Menguraikan latar secara jelas dan logis tidak disertai bukti. Latar yang diuraikan tidak sesuai dengan latar yang terdapat dalam cerpen yang dibaca. Menemukan tema yang sesuai dengan bukti
Skor 5 3 1 5 3 1
5 3 1 5
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
266
5
Gaya Bahasa
6
Sudut Pandang
7
Ideologi Gender
yang jelas. Menemukan tema yang sesuai tetapi tidak disertai bukti. Menemukan tema tetapi tidak sesuai dengan isi cerpen yang dibaca. Menemukan gaya bahasa yang sesuai disertai bukti yang jelas. Menemukan gaya bahasa yang sesuai tetapi tidak sertai bukti. Gaya bahasa yang ditemukan tidak sesuai dengan gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen yang dibaca. Menemukan sudut pandang yang sesuai dengan bukti yang jelas. Menemukan sudut pandang yang sesuai tanpa disertai bukti. Menemukan sudut pandang tetapi tidak sesuai dengan isi cerpen yang dibaca. Menemukan ideologi gender disertai bukti yang benar. Menemukan ideologi gender tetapi tidak disertai bukti yang benar. Menemukan ideologi gender tetapi tidak sesuai dengan cerpen yang dibaca.
3 1 5 3 1
5 3 1 5 3 1
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
267
Modul Bahasa Indonesia SEKOLAH MENENGAH ATAS KELAS XII SEMESTER 1
Oleh Avini Martini Avini Martini, 2015 Mahasiswa Universitas Pendidikan STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG Indonesia BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
268
BAHASA INDONESIA WACANA PENGETAHUAN A. Kata Pengantar Modul ini dipersiapkan untuk mendukung kebijakan kurikulum 2013 yang mempertahankan mata pelajaran Bahasa Indonesia masih berada dalam daftar mata pelajaran di sekolah. Di dalam buku ini ditegaskan pentingnya keberadaan mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai pembawa pengetahuan (carrier of knowledge). Sesuai dengan kurikulum 2013, dalam subbab modul ini akan dipelajari hal-hal sebagai berikut: (a) pengertian dan karakteristik cerpen, (b) struktur pembangun cerpen, (c) ideologi gender yang terkandung dalam cerpen, (d) cerpen karya pengarang perempuan dekade 1970-2000-an. Setelah mempelajari modul ini, peserta didik diharapkan memperoleh pemahaman mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan ideologi gender yang
terkandung
dalam
cerpen
serta
implikasinya
dalam
kehidupan
bermasyarakat. Kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, memecahkan masalah, rasa keingintahuan, dan mampu menerapkan keterampilan dalam kehidupan sosial masyarakat. Selain itu, peserta didik diharapkan memiliki kemampuan berkomunikasi, berkompetensi, dan bekerjasama dalam masyarakat baik dalam lingkungannya sendiri maupun secara global. Dalam penulisan modul ini, penulis mengakui masih banyak kekurangannya maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis tunggu.
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
269
MARI BELAJAR CERITA PENDEK YUK!!!! 1. Kompetensi Inti 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. 2. Kompetensi Dasar 4.4 Mengevaluasi hasil analisis puisi dan atau cerpen, baik dari media cetak maupun elektronik. 3. Tujuan Pembelajaran 1. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa diarahkan untuk dapat mengetahui definisi cerpen serta dapat memahami struktur cerpen. Selain itu siswa dapat menentukan perbedaan gender setelah menganalisis cerpen. 2. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa memiliki dan menunjukan sikap jujur, peduli, santun, dan tanggung jawab. 3. Setelah membaca contoh cerpen, siswa dapat menentukan tokoh, alur, tema, latar, serta amanat dalam cerpen. 4. Setelah siswa mengetahui struktur cerpen, siswa dapat menganalisis nilai gender yang terkandung dalam cerpen. 4. Petunjuk a. Bacalah dengan cermat sebelum Anda mengerjakan tugas. b. Bacalah literatur lain untuk memperkuat pemahaman Anda. c. Kerjakanlah setiap langkah sesuai dengan perintah pengerjaan. d. Konsultasikan dengan guru jika menemui kesulitan dalam mengerjakan tugas 5. Materi Pembelajaran 4. Definisi Cerpen 5. Stuktur Cerpen 5.1 Pengertian Tokoh 5.2 Pengertian Alur 5.3 Pengertian Latar 5.4 Tema 5.5 Sudut Pandang 5.6 Bahasa 6. Definisi Gender
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
270
Uraian Materi a. Pengertian dan Karakteristik Cerpen Edgar Allan Poe (Nurgiyantoro, 1995, hlm.10), mengemukakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar anatara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan untuk membaca sebuah novel. Cerpen yang panjang yang terdiri dari puluhan ribu kata dapat disebut novelet. Cerpen juga menuntut penceritaan yang ringkas, tidak sampai pada detail-detail khusus yang “kurang penting” yang lebih bersifat memperpanjang cerita. Mengenai ukuran pendek ini, Nurgiyantoro (1995, hlm. 10) menjelaskan bahwa ada cerpen yang pendek (short-short story), bahkan mungkin pendek sekali hanya berkisar 500-an kata; ada cerpen yang panjangnya cukupan (midle short story), serta ada yang panjang (long short story) yang terdiri atas puluhan atau bahkan beberapa puluh ribu kata. Kosasih (2012, hlm. 34) mengatakan bahwa cerpen merupakan cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita tersebut relatif. Namun pada umumnya cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh menit atau setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500-5.000 kata. Oleh karena itu, para ahli menyebut cerita pendek sebagai cerita yang dapat dibaca dalam sekali duduk. Cerita pendek pada umumnya bertema sederhana. Jumlah tokohnya terbatas. Jalan ceritanya juga sederhana dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa cerpen memiliki ciriciri sebagai berikut. 1. Alur lebih sederhana. 2. Tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang. 3. Latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkup relatif terbatas. Dalam penelitian ini, yang dimaksud cerpen adalah cerita atau narasi yang fiktif (tidak benar-benar terjadi tetapi mungkin dapat terjadi di mana dan kapan saja) serta panjangnya cukupan, atau termasuk midle short story. Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
271
b. Struktur Cerita Pendek Pengkajian karya sastra merupakan usaha yang dilakukan untuk memahami dan menginterpretasikan karya sastra tersebut. Karya sastra dibangun oleh struktur yang tidak sederhana. Menurut Hawkes (Pradopo, 1987, hlm. 119-120), strukturalisme pada dasarnya dapat dipandang sebagai cara berpikir tentang dunia yang lebih, merupakan susunan hubungan daripada susunan benda. Dengan demikian, kodrat setiap unsur dalam bagian sistem struktur itu baru mempunyai makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur lain yang terkandung didalamnya. Ada empat pendekatan yang digunakan untuk mengkaji karya sastra, seperti yang dikemukakan Abrams (Pradopo, 2007, hlm. 140), yaitu (1) pendekatan mimetik yang menganggap karya sastra sebagai tiruan alam (kehidupan); (2) pendekatan pragmatik yang menganggap karya sastra itu adalah alat untuk mencapai tujuan tertentu; (3) pendekatan ekspresif, yang menganggap karya sastra sebagai ekspresi perasaan, pikiran, dan pengalaman penyair; (4) pendekatan objektif menganggap karya sastra sebagai sesuatu yang otonom, terlepas dari alam sekitarnya, pembaca, dan pengarang. Jadi yang ditekankan dalam pengkajian menggunakan pendekatan tersebut adalah karya sastra itu sendiri dengan struktur intrinsiknya sebagai tujuan analisis. Sumardjo & Saini K.M (1994, hlm. 37) mengemukakan bahwa penceritaan atau narasi dalam sebuah cerpen dilakukan secara hemat dan ekonomis. Inilah sebabnya dalam sebuah cerpen biasanya hanya ada dua atau tiga tokoh saja, hanya ada satu peristiwa dan hanya ada satu efek saja bagi pembacanya. Semuanya harus serba ekonimis sehingga hanya ada satu kesan saja pada pembacanya. Namun begitu, sebuah cerpen harus merupakan satu kesatuan bentuk yang betul-betul utuh dan lengkap. Ketutuhan dan kelengkapan sebuah cerpen dilihat dari segi-segi unsur yang membentuknya. Adapun unsur-unsur itu adalah peristiwa cerita (alur atau plot), tokoh cerita (karakter), tema cerita, suasana cerita (mood dan atmosfir cerita), latar cerita (setting), sudut pandang (point of view), dan gaya bahasa (style). Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
272
Nurgiyantoro (1995, hlm. 23) lebih luas lagi dari pendapat di atas menyatakan bahwa unsur-unsur pembangun sebuah karya fiksi, termasuk didalamnya cerpen, secara garis besar dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu unsur intrinsik (unsur-unsur yang membangun karya itu sendiri), dan unsur ekstrinsik (unsur-unsur di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra). Unsur intrinsik menurut Nurgiyantoro (1995, hlm. 23), diantaranya adalah: tema, plot, perwatakan (penokohan), latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Sedangkan unsur ekstrinsik, seperti yang dijelaskan Wellek dan Waren (1995, hlm. 29) antara lain biografi pengarang atau keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Unsur ekstrinsik berikutnya adalah psikologi, baik berupa psikologi pengarang, maupun psikologi pembaca. Keadaan lingkungan masyarakat juga, seperti ekonomi, politik, dan sosial, dan juga pandangan hidup suatu bangsa termasuk dalam unsur ekstrinsik karena dianggap berpengaruh terhadap karya sastra. Pada pelajaran ini, kalian akan belajar memahami unsur-unsur pembangun cerpen. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut. 1) Tema Tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tetapi mau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya, tentang kehidupan atau komentar terhadap kehidupan (Sumardjo & Saini K.M, 1991, hlm. 56). Tema dalam pengertian di atas dapat pula dikatakan sebagai makna sebuah cerita. Hal ini sejalan dengan pendapat Stanton (2012, hlm. 36) yang mengatakan tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna. Sumardjo dan Saini K.M mensejajarkan istilah tema dengan ide, sedangkan Stanton mengistilahkannya dengan makna, Hartoko dan Rahmanto menggunakan istilah gagasan dasar umum. Lebih lengkapnya menurut Hartoko dan Rahmanto Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
273
(1986, hlm. 142) tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis. 2) Tokoh (Penokohan) a) Pengertian Membahas mengenai tokoh dalam sebuah karya sastra terutama karya fiksi sering dihubungkan dengan istilah-istilah lainnya seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi. Sering istilah tersebut digunakan secara bergantian dan dianggap memiliki pengertian yang sama. Padahal sebetulnya, istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Nurgiyantoro (1995, hlm. 165) mengemukakan, istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya atau pelaku cerita. Watak/karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca. Dengan kata lain, watak/karakter lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Adapun penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan perwatakan yang menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu sebuah cerita. Berdasarkan uraian di atas, maka sedikitnya dapat tergambar perbedaaan tokoh-penokohan, watak-perwatakan, karakter-karakterisasi. Akan tetapi agar lebih jelas dan tegas maksud dari pengertian tokoh dan penokohan, di sini peneliti akan mengemukakan definisinya. Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995, hlm. 165). Adapun penokohan memiliki pengertian yang lebih luas daripada tokoh sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro, 1995, hlm. 165). b) Pembedaan Tokoh Pengertian tokoh sudah peneliti jelaskan di atas. Selanjutnya peneliti akan mengemukakan mengenai pembedaan tokoh. Pembedaan tokoh ini perlu Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
274
dikemukakan karena ketika kita membaca sebuah karya fiksi (dalam hal ini cerpen) maka kita akan dihadapkan pada sejumlah tokoh yang dihadirkan di dalam cerita tersebut. Mengetahui penggolongan tokoh dapat memudahkan kita memahami hal-hal yang bersangkutan dengan permasalahan tokoh tersebut. Tokoh-tokoh dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, maka tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh utama (center character, main character) dan tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita. Tokoh tersebut merupakan tokoh yang sering diceritakan, baik segi pelaku, kejadian/peristiwa maupun yang dikenai kejadian. Peranan tokoh ini tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagaian besar cerita (Nurgiyantoro, 1995, hlm. 176). Adapun tokoh tambahan, seperti halnya dijelaskan Nurgiyantoro (1995, hlm. 177), adalah tokoh yang pemunculannya dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, dan ia hadir dalam keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tidak langsung. Analisis terhadap unsur tokoh dan penokohan ini akan meliputi pembedaan tokoh di atas dan penokohan. Untuk mengetahui penokohan dalam cerpen, peneliti mengacu pada cara yang dilakukan Yus Rusyana dalam penelitiannya yang berjudul Novel Sunda Sebelum Perang. Dalam penelitian tersebut, penokohan dilihat dari cara penamaan, pemerian, pernyataan atau tindakan tokoh lain, percakapan dialog atau monolog, dan tingkah laku (Rusyana, 1979). 3) Alur (Plot) Menurut Stanton (2007, hlm. 26) mengemukakan bahwa secara umum mengenai alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal yang fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter, kilasan-kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya, dan segala yang menjadi Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
275
variabel pengubah dalam dirinya. Adapun Aminuddin (2013, hlm. 83) mengungkapkan bahwa alur dalam cerpen, drama atau dalam karya fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Sumardjo dan Saini (1994, hlm. 48) mengemukakan bahwa plot dengan jalan cerita memang tidak terpisahkan, tetapi harus dibedakan. Orang sering mengacaukan kedua pengertian tersebut. Jalan cerita memuat kejadian, tetapi suatu kejadian ada karena ada sebabnya dan ada alasannya. Dan yang menggerakkan cerita tersebut adalah plot, yaitu segi rohaniah dari kejadian. Suatu kejadian baru dapat disebut cerita kalau didalamnya ada perkembangan kejadian. Dan suatu kejadian berkembang kalau ada yang menyebabkan terjadinya perkembangan, dalam hal ini konflik. Intisari dari plot adalah konflik. Tetapi biasanya konflik dalam cerpen tidak bisa tiba-tiba dipaparkan begitu saja, melainkan harus ada dasarnya, seperti unsur-unsur pengenalan, timbulnya konflik, konflik memuncak, klimaks, dan pemecahan soal. Hal
yang
senada
dikemukakan
Nurgiyantoro
(1995,
hlm.
116)
mengemukakan bahwa peristiwa, konflik dan klimaks merupakan tiga unsur yang amat esensial dalam pengembangan sebuah plot cerita. Peristiwa adalah kejadian dalam cerita tetapi peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam sebuah karya sastra pastilah banyak sekali, namun tidak semua peristiwa tersebut berfungsi sebagai pendukung plot, itulah sebabnya untuk menentukan peristiwa-peristiwa fungsional dengan yang bukan, diperlukan penyeleksian atau tepatnya analisis peristiwa. 4) Latar (Setting) Latar merupakan salah satu unsur pokok dalam sebuah karya fiksi. Latar (setting) menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995, hlm. 216). Berdasarkan definisi tersebut, latar dapat dibedakan ke dalam 3 jenis yaitu, latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 1995, hlm. 27). Unsur tempat yang Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
276
dipergunakan misalnya nama kota, desa, jalan, hotel, penginapan, kamar, dan lainlain. Tempat-tempat tersebut bisa bernama ataupun hanya menggunakan inisial. Namun, latar ini cenderung bersifat fisik sehingga disebut sebagai latar fisik (Nurgiyantoro, 1995, hlm. 218). Sedangkan latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 1995, hlm. 230). Adapun latar sosial, masih manurut Nurgiyantoro (1995, hlm. 233) menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Perilaku atau tata cara kehidupan sosial masyarakat tersebut dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Latar sosial ini juga berhubungan dengan status sosial tokoh, misalnya rendah, menengah, atau atas. Berdasarkan karakteristik yang diuraikan tersebut, maka latar sosial dapat digolongkan sebagai latar spiritual. Meskipun unsur latar dibeda-bedakan seperti di atas, namun kehadirannya dalam suatu karya fiksi biasanya merupakan satu kesatuan. Namun demikian, perlu juga dipahami bahwa tidak semua karya fiksi menghadirkan ketiga latar di atas. Banyak karya fiksi yang hanya menonjolkan satu latar tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis latar yang meliputi 3 jenis latar di atas. 5) Sudut Pandang Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan dan dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Dengan demikian pemilihan bentuk persona yang dipergunakan, di samping mempengaruhi perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan, juga kebebasan dan keterbatasan, ketajaman, ketelitian, dan keobjektifan terhadap hal-hal yang diceritakan (Nurgiyantoro, 1995, hlm. 247). Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik atau siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
277
gagasan dan ceritanya, termasuk didalamnya pandangan hidup dan tafsirannya kepada kehidupan, penawaran nilai-nilai, sikap, kritik, dan lain-lain. Menurut Nurgiyantoro (1995, hlm. 256-268) mengemukakan, bahwa macam-macam sudut pandang adalah sebagai berikut: 1.
Sudut pandang persona ketiga “dia”. Pada sudut pandang ini, narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Sudut pandang “dia” dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu “dia” mahatahu yaitu jika narator dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “dia”, dan “dia” sebagai pengamat, ialah jika narator terikat mempunyai keterbatasan pengertian terhadap tokoh “dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas.
2.
Sudut pandang persona pertama “aku”. Dalam sudut pandang ini narator adalah seoarng yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si “aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Sudut pandang ini terbagi dua, yakni “aku” menduduki peran utama (jadi tokoh utama protagonis), dan “aku” menduduki peran tambahan jadi tokoh tambahan protagonis. Dalam mengidentifikasi sudut pandang, ada beberapa pertanyaan yang
jawabannya dapat dipergunakan untuk membedakan sudut pandang, yaitu: 1. Siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam persona ketiga atau pertama, salah satu pelaku dengan “aku”, atau seperti tak seorang pun)? 2.
Dari posisi mana cerita itu dikisahkan?
3.
Saluran informasi apa yang dipergunakan narator untuk menyampaikan ceritanya kepada pembaca (kata-kata, pikiran, atau persepsi pengarang, kata-kata, tindakan, pikiran, perasaan atau persepsi tokoh)?
4.
Sejauh mana narator menempatkan pembaca dari ceritanya (dekat, jauh, berganti-ganti)?
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
278
Analisis sudut pandang dalam penelitian ini mengacu pada pengertian, prinsip-prinsip, dan jenis sudut pandang di atas. 6) Bahasa Bahasa merupakan sarana komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa juga dapat digunakan sebagai sarana pengungkapan sastra. Untuk menyampaikan dan mengungkapkan gagasan dalam karyanya kepada pembaca, pengarang mengolah segala potensi bahasa. Potensi bahasa dikembangkan dan digunakan pengarang dalam karya berbentuk prosa (dalam hal ini cerpen) adalah unsur style (gaya bahasa) dan bentuk penuturan yang berupa narasi dan dilaog. Oleh karena itu, pengkajian bahasa dalam karya berbentuk prosa (cerpen) meliputi pengkajian terhadap style dan bentuk penuturan yang berupa narasi dan dialogyang digunakan pengarang. Untuk dapat melakukan pengkajian tersebut, tentunya kita harus terlebih dahulu memahami maksud dari style itu sendiri dan maksud dari narasi dan dialog tersebut. c. Ideologi Gender Kata gender berasal dari bahasa Inggris, yaitu gender yang berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s News Dictionary (Echols dan Shadily, 1983, hlm. 265), gender adalah diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Dalam berbagai kamus bahasa, pengertian jenis kelamin (seks) dengan gender tidak dibedakan secara jelas. Padahal untuk memahami konsep gender terlebih dahulu harus dapat membedakan antara kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Jenis kelamin adalah penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang mengacu pada ciri-ciri biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya seseorang yang berjenis kelamin laki-laki adalah manusia yang memiliki atau bersifat seperti halnya seorang laki-laki, yakni manusia yang memiliki penis, memiliki jakar, dan memproduksi sperma. Adapun perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim, dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan memiliki alat untuk menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis perempuan dan laki-laki selamanya, sehingga alat-alat tersebut tidak dapat dipertukarkan. Alat-alat biologis ini tidak dapat dipertukarkan antara jenis Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
279
kelamin yang satu dengan yang lainnya. Alat-alat biologis tersebut melekat pada manusia jenis perempuan dan laki-laki selamanya. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan Tuhan atau kodrat (Fakih, 2012, hlm. 8). Masih menurut Fakih (2012, hlm. 7-8), mengemukakan bahwa gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Gender adalah perbedaan perilaku
(behavioral
differences) antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan kodrat/ketentuan Tuhan, melainkan diciptakan oleh manusia (laki-laki dan perempuan) melalui proses sosial dan kultural yang cukup panjang. Misalnya dalam masyarakat, perempuan dikenal memiliki sifat lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, jantan, rasional, dan perkasa. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan sifatsifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu, dari satu tempat ke tempat yang lain. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki yang bisa berubah dari waktu ke waktu, berbeda dari tenpat ke tempat lainnya, ataupun dari satu kelas ke kelas lainnya itulah yang dikenal dengan konsep gender (Fakih, 2012, hlm. 9). Dalam konsep ini jelas dibedakan antara yang bersifat alami, yakni perbedaan biologis yang dapat juga disebut kodrat, dengan yang bersifat sosial. Salah satu contoh, misalnya perempuan memiliki rahim, alat memproduksi telur dan laki-laki memiliki penis, alat reproduksi sperma. Contoh tersebut merupakan suatu kenyataan biologis/kodrat Tuhan, tetapi perempuan harus memakai rok, berdandan, dan menghabiskan waktunya di dapur (ranah domestik) sedangkan laki-laki memakai celana, dan menyukai kegiatan-kegiatan di luar rumah (ranah publik) adalah suatu norma sosial yang terbentuk oleh kondisi budaya dan masyarakat tertentu. Kenyataan dalam masyarakat sering terjadi kerancuan dan pemutarbalikan makna mengenai apa yang dimaksud dengan jenis kelamin (seks) dan gender. Seringkali yang terjadi di masyarakat yang sesungguhkan hal tersebut merupakan Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
280
gender, karena merupakan konstruksi sosial tetapi dinyatakan sebagai ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat yang berarti kodrat. Misalnya, peran gender yang diberikan pada perempuan untuk mendidik anak, merawat dan memelihara kebersihan rumah tangga sering disebut sebagai kodrat perempuan, padahal peran tersebut bisa dilakukan oleh laki-laki. Artinya jenis pekerjaan tersebut dapat dipertukarkan dan tidak bersifat universal. Dengan demikian, apa yang sering disebut dengan “kodrat” atau takdir Tuhan atas perempuan” dalam kasus mendidik anak dan mengatur rumah tangga, sesungguhnya adalah gender. Begitu pula halnya penyifatan terhadap perempuan sebagai mahluk lemah lembut, emosional sementara laki-laki kuat, perkasa, rasional adalah konstruksi sosial. Sifat-sifat dan ciri-ciri tersebut merupakan sifatsifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, dan lemah lembut sementara ada juga perempuan yang kuat dan rasional. Berdasarkan uraian di atas, cukup jelas apa sesungguhnya ideologi gender. Ideologi gender adalah sistem nilai, gagasan atau pandangan yang dimiliki dan dianut
suatu
masyarakat
serta
proses-proses
yang
membedakan
dan
memperlakukan laki-laki dan perempuan berdasarkan sifat-sifat yang dikonstruksi secara sosial dan kultural, bukan berdasarkan perbedaan biologis. Nah, pada bab ini kalian akan diajak memahami sebuah teks cerita pendek. Namun, sebelum mengerjakan tugas tersebut, lakukan kegiatan di bawah ini.
Tahukah kamu? Sebuah karya sastra tidak terlepas dari pengarangnya. Sastra lahir dari seorang penulis, dan penulis itu hidup dalam sistem sosial masyarakat yang menjadi kajian mengenai gender. Dalam konteks ini, karya sastra pada hakikatnya adalah sebuah bentuk refleksi keadaan, nilai, dan kehidupan masyarakat yang menghidupi penulisnya, atau paling tidak pernah mempengaruhi penulisnya. Oleh sebab itu, dalam karya sastra seperti halnya cerita pendek juga terkandung nilai-
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
281
nilai ideologi gender yang dikonstruksi hasil dari sosial dan kultural dalam suatau masyarakat. Dalam kamus sosiologi, ideologi diartikan sebagai: (1) perangkat kepercayaan yang ditentukan secara sosial; (2) sistem kepercayaan yang melindungi kepentingan golongan elit; dan (3) sistem kepercayaan (Sukanto, 1985: 230). Selanjutnya, dalam kamus antropologi, ideologi diartikan sebagai rangkaian konsep suatu cita-cita yang diemban dan diidam-idamkan oleh sekelompok golongan, gerakan, atau negara tertentu (Ariyono, 1985: 155). Raymond Williams (Aisyah, 2003: 31) mengemukakan batasan ideologi sebagai berikut: (1) sistem nilai atau gagasan yang dimiliki oleh suatu kelompok atau lapisan masyarakat tertentu; (2) kesadaran atau gagasan yang keliru tentang sesuatu; dan (3) proses-proses yang bersifat umum dalam produksi makna dan gagasan.
Berikut ini adalah nama-nama pengarang perempuan yang mewakili dekade 1970-2000-an beserta asal daerah dan salah satu judul cerpennya. Pengarang perempuan yang mewakili dekade 1970-2000-an ini berasal dari berbagai daerah, misalnya Jawa, Bali, Buton Nama Pengarang
Asal Daerah
Judul Cerpen
Dorothea Rosa Herliany
Magelang
Bunga Dalam Gelas
Leila S. Chudori
Jakarta
Air Suci Sita
Nenden Lilis Aisyah
Jawa Barat
Lais
Waode Wulan Ratna
Buton
La Runduma
Ratna Indraswari
Malang
Bajunya Sini
La Rose
Pekalongan
Bukan jalan Terbaik
Titis Basino
Magelang
Cerita di Malam Pertama
Naning Pranoto
Yogyakarta
Perempuan dari Sorento
Oka Rusmini
Bali
Sagra
Titi said
Bojonegoro
Selubung Hitam
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
282
Setelah mengetahui nama-nama pengarang perempuan yang mewakili dekade 1970-2000-an tersebut, berikut ini akan diberikan sebuah teks cerita pendek yang ditulis oleh salah seorang pengarang di atas. Dalam tahap ini, kalian diminta untuk dapat menganalisis unsur-unsur pembangun cerpen tersebut serta ideologi gender yang terkandung dalam cerpen tersebut, kemudian kaitkanlah ideologi gender tersebut dengan kehidupan sehari-hari.
KEGIATAN PEMBELAJARAN
CERPEN Cerita pendek seperti karya sastra lainnya terdapat struktur pembentuknya yang meliputi tokoh, alur, latar, gaya bahasa, tema, sudut pandang, dan amanat.
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
283
Tokoh
.
Gaya bahasa
Aku payah dan terus gelagapan. Tapi … Bukan. Aku bukan tenggelam di sungai kampungku. Saat ini aku sedang membenamkan kepalaku ke bak air di kamar mandi rumah majikanku. Aku tadi merasa malu dan salah karena telah ceroboh
Latar
membuat laptop majikan laki-laki jatuh hingga tak menyala lagi. Ia tidak marah, dan telah memaafkanku, tapi rasa malu dan bersalah tetap tak mau pergi. Aku membenamkan kepalaku ke air untuk mengatasi dan mengusir perasaan itu meski sulit. Setelah merasa sia-sia, kuangkat kepalaku yang berat dan basah. Air menetesnetes dari rambut ke bajuku yang kering. Air yang bersih dan bening, bukan air sungi di kampungku yang mengalirkan segala kotoran dan kejorokan dan kejorokan. Bukan air yang membawa
Tokoh adalah orang atau pemeran yang mempunyai watak dan karakter dalam cerpen
limbah-limbah penyakit buangan rumah sakit yang berada tidak jauh tempatku ngontrak kamar sempit di bantaran sungai itu. Juga limbah bermacam pabrik yang membuat air sungai warnawarni. Aku tidak sedang berada di sana. Aku berada di kamar mandi pembantu, di rumah majikanku di mana jiga aku mandi,
Gaya Bahasa adalah kata atau ungkapan menurut arti harfiahnya dan menurut arti majasnya (bukan kenyataan/ kiasan)
tubuhku yang tidak akan dilihat orang. Tidak seperti aku mandi diatas batu di tepi kali kampungku, tepatnya kampung Emakku, karena aku di sana mengikuti Emak. (Penggalan Cerpen Lais: Nenden Lilis A)
Latar dibagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat latar Latar tempat adalah tempat atau lokasi kejadian pada cerita Latar waktu adalah waktu terjadinya La Rundumaa peristiwa pada Avini Martini, 2015 cerita
Alur adalah peristiwa yang jalin-menjalin berdasar atas urutan dan hubungan tertentu. Sudaut pandang merupakan strategi atau siasat yang sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang melalui cerpen untuk pembacanya.
STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
284
Wa Ode Wulan Ratna Aku masih perawan. Sungguh. Aku masih perawan! Tapi mengapa gendang itu bisa pecah, Ayah? Lelaki itu ayahku. Namanya Maulidun. Sudah hampir 20 tahun ia menjadi pawang penabuh gendang pilihan pada tiap posuo. Aku membencinya, sebab ia tak menyukai La Runduma, lelaki yang tak bisa pergi dari hatiku. La Runduma bukanlah lelaki rupawan, dan hanya pekerja serabutan. Sebab itu ayahku tak suka padanya. Sebab lainnya, ia menginginkan aku menikah dengan laki-laki yang sederajat. Untuk itulah aku ikut ritual adat ini. Semua orang Buton percaya, termasuk aku, putri Buton sejati, bahwa posuo adalah ritual bagi anak gadis untuk menjadikannya dewasa dan mampu mengurus rumah tangga. Acara pingitan yang menyeramkan ini menempatkanku dan tujuh gadis lainnya dalam suo yang pengap dan lembab tanpa penerangan cahaya apapun. Sungguh suatu pingitan yang aneh dan aku melakukannya karena ayah. Usai berjalan jauh dari Keraton Buton, tibalah kami di Gunung Nona. Tempat itu tampak sepi dinaungi perkebunan langsat dan kecapi. Aku tahu, di sinilah aku akan memulai dahagaku. Ah Run, ke manakah ruh usai ia luruh? Aku mencabik-cabik sepi dengan meremas-remas ujung jemari kedua tanganku. Sungguh menyedihkan, pada malam-malam nanti segala kelam menjadi begitu panjang seperti tanpa ujung dan kesunyian pingsan di tengah hutan. Aku hanya bisa menunggu kapan nasib berbalik arah dan menempatkanku pada posisi yang kuinginkan. Kami berjalan berarak, diiringi gendang dan mauludan. Di sana, pada salah satu penabuh gendang itu, mata ayah berkilat memberi isyarat agar aku tidak macam-macam. Kami pun masuk ke tengah perkebunan rimbun dan menemukan sebuah rumah. Rumah tempat kami akan menghuninya dengan kengerian selama delapan hari. Run, jangan lupa jemput aku sebelum aku dimandikan air cempaka. Asap dupa menyapu seluruh tubuhku. Itulah sesi pauncura, sesi pertama untuk mengukuhkanku menjadi peserta posuo. Parika berdecap-decap melafalkan doa. Dan, ayahku, bergerak lamban menyentuh gelas. Mereguk isinya yang menuntaskan dahaga. Matanya pijar menyalibku. Apakah kau ingat pertengkaran kita pada hari-hari sebelumnya, Ayah? "La Runduma itu bajingan, Johra. Percayalah pada bapakmu yang tua ini. Aku ini orang pintar. Banyak ilmu telah kupelajari. Dan La Runduma hanyalah bajingan sejati." Ah, hatiku, Run, betapa merahnya terbakar oleh kata-kata ayah. Malam kasip. Gendang itu masih ditabuh di kejauhan membuat bunyi-bunyi berlindung di belakang pukulannya. Usai kami menangis dan mendapat sesuap nasi putih kutemukan mata yang lain bersinar seperti lentera di dalam kamarku. Mata seorang gadis. "Kau tak suka ikut posuo?" katanya berbisik. "Aku tak suka menangis dengan cara dicubiti oleh bhisa." "Sssttt...." Seru suara yang lain. Kami berdiaman cukup lama. Dalam Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
285
suo itu hanya ada empat gadis. Empat gadis lainnya berada di suo yang lain. "Kau mau menikah?" tanya Riwa kembali. "Sebenarnya aku tak mau. Tapi ayahku mau aku menikah." "Kau anak baik." "Tidak, Riwa. Aku hanya pura-pura menjadi anak baik, sebab ritual ini membuatku bertambah menjadi kanak-kanak dibanding menjadi dewasa." "Sssttt..., diamlah! Kalian tahu, telinga bhisa ada di mana-mana." Akhirnya kami diam. Waktu seakan tak berputar. Aku tak dapat menebak dunia luar. Betapa dunia kini menjadi begitu kelam dan aku seakan berada di alam yang tidak kupahami dan mengasingkan diri dariku. Letak tidur kami dengan kepala di utara dan kaki di selatan membuat aku tak dapat melihat ke arah jendela. Hanya tembok tebal yang menghalangi kebebasan kami meski imaji kami tetap saja berkeliaran seperti binatang buas di luar. Ia menembus malam yang pekat, berlari-lari menyusuri hutan. Run, tak ada kertas. Tapi aku menulisimu di setiap jengkal langkahku. Sudah lima hari aku bersama sepi. Telah kuketahui dari bisu semua temantemanku yang ikut terjerat pada upacara ini. Dan, Riwa adalah seorang gadis jelita yang dengan sepenuh hati mencintai adat ini. Run, hatiku gelisah. Apakah kau akan datang memenuhi janjimu? Malam ini aku akan tidur menghadap matahari terbit, sebab hari ini adalah hari keenam. Aku akan dapat melirik jendela. Adakah bayangmu di sana? Malam lindap. Siapakah di antara kami yang keluar malam-malam berjingkrak dengan hati-hati menembusi sunyi? Mataku menatap keluar jendela. Tak ada bulan yang membiaskan bayangan. Gelap itu gulita. Tapi di sana, aku dengar, selain tabuhan gendang-gendang itu, ada nafas dan bau perempuan dan lelaki memadu cinta karena rindu dan cemburu. Aku bangkit perlahan dari tapaku. Berharap tak ada mata yang terjaga. Kuraba-raba malam mencari pegangan. Pada satu sisi di balik kamar mandi. Bau mesum berhembus seperti bau pesing. Bau itu sungguh menyengat sehingga membuat kepalaku pening. Aku mafhum pada zaman ini. Tapi siapakah dua orang muda yang berkasih-kasih itu? Mungkin aku cemburu, sebab kau belum datang dan membawaku pergi dari acara yang akan membuatku menyesal seumur hidupku. Aku menangis dibalik jeruji kamar itu. Berbalik ke suo dan membenamkan segukku. Hutan di luar begitu rindang dibuai angin malam. Mungkin saja ada halimun yang melamun di pucuk pohon atau babi hutan mengais-ngais mencari sisa rezeki. Di selangkangan malam itu aku menganga. Malam putih bagi para perawan yang dikunci. Ayah, titahmu koyak. Besok pagi kutahu kau diam-diam membisikkan suatu rahasia kepada kepala keluarga yang menitipkan anaknya dalam ritual ini, "Gendangku pecah semalam. Di antara mereka pasti ada yang sudah tak perawan." Riwa memakan nasi putih itu. Ia tersenyum menatapku yang sedang menatapnya. Matanya seperti kejora, begitu bersinar. Dan ia bergairah dalam sarungnya, mengikuti setiap ritual dengan syahdu. Para bhisa Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
286
bernyanyi, melantunkan tembang tentang pembinaan fisik dan mental spiritual. Mereka melontarkan petuah-petuah etika dan keindahan, serta profil-profil pribadi gadis dewasa yang masyhur. Mereka mengajari cara pebhaho dengan air khusus yang berasal dari delapan sumber air khusus dan diambil secara khusus pula. Mereka juga mengajari cara pukundel dengan santan serta mengajari cara melulur tubuh dengan kunyit dicampur tepung beras. Menurutku posuo juga seperti sekolah kepribadian. Mungkin itu satu nilai yang aku suka selain nilai tanpa mengeluarkan dana yang banyak serta tak perlu bertahun-tahun kursus kepribadian. Aku belajar bagaimana cara duduk perempuan, gaya berjalan, bahkan sampai pakole. Aku perhatikan Riwa. Gadis itu begitu lugu dan menurut. Ia senang semua acara posuo. Apakah semalam aku bermimpi, Run. Ada seorang gadis bersama kekasihnya di kamar mandi, memendam rasa dan suara? Hatiku berdegupan dengan gilanya. Siapakah di antara kami yang berbuat? Ya, tentunya selain aku dan Riwa. Apakah Nila? Apakah Endah? Aku jarang bercakap dengan mereka, sebab mereka terlalu dewasa dan terlalu serius dengan upacara. Aku tak mau tahu, tapi sore itu parika, para bhisa, dan para penabuh gendang berkumpul di halaman. Aku tahu, gendang ayah memang pecah semalam. Dan, sekarang mereka sedang bermusyawarah. Menerka-nerka siapa gerangan yang menodai malam. Mungkin semua kepala keluarga telah bersumpah kalau anak gadisnya masih perawan. Apakah ayah juga bersumpah? Ia tidak mempercayaiku. Aku mangkat. Mengangkat kaki diam-diam. Menempelkan telingaku pada dinding tebal dan dingin. Namun, yang terdengar hanya suara angin. "Psst, apa yang kau lakukan?" bisik Nila. "Aku Johra. Mengapa mereka ada di luar?" "Jangan Johra, tidurlah! Nanti mereka mendengarmu dan kau akan dihukum." Riwa memberi saran. "Apakah kau tahu kalau gendang ayahku pecah?" "Masa? Kapan pecah? Sudah berapa kali?" Nila tampak sedikit terkejut. Ia hampir terlonjak dalam baringannya. "Aku tak tahu pasti. Mungkin semalam pecah dan pecah lagi malam ini." "Sssttt...." "Sudah, diamlah. Biarkan mereka berembuk." Ujar Riwa lagi. Dengan ragu, aku pun kembali ke samping Riwa. Membaringkan tubuhku dan berusaha mengatupkan mata. "Riwa, apakah kau sudah tidur?" lama ia baru menjawab, "Belum." "Semalam aku..., ah... sudahlah." "Ya, sudahlah. Itu bukan urusan kita. Jangan rusak pingitan yang tinggal sehari lagi." Usai ia ucapkan itu aku tak pernah mendengar kata apa-apa lagi dari bibirnya. Mataku terpancang tajam menerawang menerobosi rindu dan hati yang Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
287
meradang. Aku bergulat pada malam-malam tanpa ujung. Aku mati kutu dipites waktu. Kutelanjangi segala kenangan, raut wajah ayah dan La Runduma. Kisahku dengan La Runduma adalah kisahku yang berlari-lari di tengah padang. Cinta birawa yang sedap dalam penciuman ingatan. Betapa pemuda itu begitu bersahaja, menyentuh pipiku seperti menyentuh satin yang halus. "Johra, aku cinta padamu. Suatu malam di akhir posuo kan kularikan engkau bak pengantin baru." Saat itu aku tersenyum malu-malu. Hatiku miris. Ayahku adalah satu-satunya orangtua yang kupunya, yang kucinta. Tapi aku terlampau mencintai La Runduma. "Kau mengajakku kawin lari?" tanyaku saat itu. "Kau marah kalau kita melakukan pinola suako?" Run, semalam temanku sudah memenuhi hasratnya. Aku tahu ia juga merasakan hal yang sama dan terjerat dengan masalah yang sama denganku. Bagaimana? Jadi besok kau datang? Saya sudah tahu. Hatinya untuk yang lain. Apalah artinya perawan, Tuhan? Di balik cinta memang ada pengorbanan meski itu haram karena dilarang agama. Tapi Tuhan, saya akan menikah dengan lain pria. Sebab pria yang semalam menancapkan cintanya di hatiku butuh kekasihnya selalu perawan. "Malam sekali kau datang, Run. Hampir subuh." "Ya, aku tunggu bintang-bintang tidur." "Tuhan sudah tidur?" "Aku harap begitu." "Seperti cinta, Tuhan selalu terjaga, Run." "Mmm...." "Aku cinta padamu, Run." "Aku tidak. Maafkan aku." "Kalau begitu kenapa kau datang?" "Sebab aku kasihan padamu." "Lalu?" "Aku ingin menghormati dan menghargai cintamu seperti yang kau inginkan." "Ah, kau batu! Hatimu hanya lapuk olehnya." "Dia sudah tidur?" "Ya. Sudah, jangan bicarakan dia lagi!" Perempuan-perempuan yang telah dibabtis menjadi dewasa itu mulai mengantri untuk dimandikan. Wadah air berupa buyung yang terbuat dari tanah liat itu ada yang berisi bunga cempaka. Suatu wadah yang lain yang dikhususkan bagi mereka yang akan menikah. Aku menemu, berbaris diantrian yang paling belakang. Para bhisa mendoa-doa, tabuhan gendang tampak berat sebab ada satu gendang yang pecah. Para gadis yang telah dimandikan akan didandani dan akan menggunakan busana eja kolembe. Tiba-tiba kulihat mata Riwa dengan binar kebahagiaannya. Betapa ia menjalankan adat ini sepenuh hati. Aku ingat, suatu saat ia pernah berbisik padaku saat aku sedang melamun, "Apa yang kau pikirkan, Johra?" Aku tak menyahut. "Apakah kau merasa terkurung di sini dan ingin melarikan diri?" Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
288
"Ya, aku ingin melarikan diri." "Harusnya ada yang menjemputmu." "Akan ada, Riwa. Tapi aku takut." "Aku tahu, akan ada. Dan kau tak usah takut. Terbanglah sebelum sayapmu lemah dan mati." Riwa, mengapa matamu selalu bahagia? Apakah kau tak mengenal takut ketika membuat pelanggaran atas hidup? Ah, cempaka itu, Run, andai untuk kita. Diam-diam aku pamit tanpa menyelesaikan adegan terakhir. "La Rundumaaa... bajingan tengik kau!!!" "Tenang, Pak. Tenang!" "Apa dia kesurupan?" "Aku tak tahu." "Anaknya melarikan diri." "Pak Maulidun kan punya ilmu, pasti ia dapat menebak siapa yang sudah tidak perawan." "Tidak perawan?" "Ya, ada satu gadis yang tidak perawan. Gendangnya pecah berkali-kali." "Astaga! Anaknyakah?" "Sialan kau La Runduma! Dunia akhirat tak akan kurestui." "Pegangi dia. Dia syok. Bagaimana ini, apa acara masih dilanjutkan?" "Lanjutkan saja, istri Moji sudah datang." "Tapi jumlahnya ganjil. Kalau ia tanya bagaimana?" "Bilang saja yang satu sakit." Aku seperti hewan yang lepas dari sangkar. Begitu terpesona melihat alam melintang. Aku berhamburan seperti daun-daun kering, sambil meneriaki namamu. Dalam rindang itu aku lihat matahari mengiris-ngiris pepohonan langsat dan kecapi. Kau tampak bersinar ditimpa cahayanya. "Lama sekali kau baru datang." "Masa? Aku ingin mereka semua terjaga dulu dalam resah." "Mau ke mana kita?" "Ke tempat yang jauh." Ah Run, ke manakah ruh usai ia luruh? Kami beranjak tanpa meninggalkan jejak. Tapak-tapak itu begitu ringan. Melangkahi dan meninggalkan segala rahasia yang tak perlu lagi diketahui. Oalah Ayah..., mengapa kau menuduhku tidak perawan? Diam-diam di sana kisruh. Ada hati yang tidak setuju, ada hati yang cemburu.
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
289
Latihan/Tugas Setelah membaca cerpen di atas jawablah pertanyaan berikut ini! 1. Analisis unsur intrinsik pada cerpen di atas? 2. Nilai gender apa yang terdapat dalam cerpen di atas? 3. Suasana sosial budaya masyarakat manakan yang melatarbelakangi cerita di atas? ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………… Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG ……………………………………………………………………………………………………………………………… PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA ……………………………………………………………………………………………………………………………… INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA ……………………………………………………………………………………………………………………………… Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ……………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………………………
290
TES FORMATIF Pilihlah Jawaban yang paling benar! 1. Bacalah cuplikan cerpen berikut
Ia akan mengumpamakan cintanya seperti lautan tak bertepi, langit tak berbingkai, dan seterusnya dan seterusnya. Tapi, kemudian, seperti halnya seseorang yang datang dari lingkungan yang dianggap oleh masyarakat adalah sakral (tuanangannya datang dari sebuah lingkungan yang sangat religius di mata masyarakat ). Ia akan berkata, “Namun, sayangku, bagaimanapun demi formalitas dan pandangan sakral masyarakat terhadapku, adalah sesuatu yang wajar jika aku mempertanyakan tentang kesetiaan, kesucian dan keteguhanku sebagai wanita.
(Penggalan cerpen Air Suci Sita, Leila S. Chudori)
“Ia mengumpamakan cintanya seperti lautan tak bertepi” kalimat pada penggalan cerpen di atas termasuk pada majas? a. Majas Personifikasi b. Ironi c. Metafora d. Simile
2. Amanat apa yang terkandung dalam cerpen di atas adalah … a. Manusia harus taat pada agama b. Setiap orang harus mempunyai pendirian c. Manusia adalah makhluk sakral d. Harus menjaga tunangan Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
291
3. “Pergilah kedokter. Periksalah kandunganmu. Jika perempuan, tak usah ada dia aku dan keluargaku hanya butuh anak laki-laki penerus garis keturunan. Punya wibawa, harga, bermartabat, tinggi. Ini baru na mertua sesungguhnya” suamiku meninggalkanku dengan kalimat mengunci sambil melengos. (Perempuan dari Sorrento, Naning Pranoto) Nilai gender pada penggalan cerpen di atas terdapat pada kalimat… a. Pergilah ke dokter. Periksalah kandunganmu b. Suamiku meninggalkanku dengan kalimat mengunci c. Jika perempuan, tak usah ada dia aku dan keluarga hanya butuh anak laki-laki penerus garis keturunan d. Ini baru na mertua sesungguhnya
4. “Dia lebih cocok jadi anakmu, Sagra” goda Ida Ayu Cemeti, ketika Sagra ingin mencium pipi Yoga yang montok dan berwarna kemerahan. (Sagra, oka Rusmini) Unsur intrinsik apa yang dominan pada kutipan cerpen di atas … a. Latar b. Sudut pandang c. Tokoh d. Amanat
5. Tiba-tiba beberapa teman masuk ke kamarnya. Ada yang memperhatikan Sini mecah model, dan ada yang memindahkan gelombang radio yang sedan menggumandangkan lagu-lagu kesayangannya. (Bajunya Sini, Ratna Indraswari Ibrahim) Di mana latar pada cerpen di atas? a. Di jalan raya b. Di Diskotik c. Di Kamar d. Di kantor Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
292
6.
Aku seperti hewan yang lepas dari sangkar. Begitu terpesona melihat alam melintang. Aku berhamburan seperti daun-daun kering, sambil meneriaki namamu. Dalam rindang itu aku lihat matahari mengiris-ngiris pepohonan langsat dan kecapi. Kau tampak bersinar ditimpa cahayanya. "Lama sekali kau baru datang." "Masa? Aku ingin mereka semua terjaga dulu dalam resah." "Mau ke mana kita?" "Ke tempat yang jauh." Ah Run, ke manakah ruh usai ia luruh? Kami beranjak tanpa meninggalkan jejak. Tapak-tapak itu begitu ringan. Melangkahi dan meninggalkan segala rahasia yang tak perlu lagi diketahui. Oalah Ayah..., mengapa kau menuduhku tidak perawan? Diam-diam di sana kisruh. Ada hati yang tidak setuju, ada hati yang cemburu. (La Runduma, Wa Ode Wulan Ratna) tema apa yang diangkat pada kutipan cerpen di atas … a. b. c. d.
Kebebasan tokoh setelah lama dikekang Kesedihan tokoh jauh dengan orang tuanya Kebahagiaan Kebencian terhadap ayah
7. Majas simile terdapat pada kalimat … a. b. c. d.
Aku ingin mereka terjaga dulu dalam resah Tapak-tapak itu begitu ringan Ada hati yang tidak setuju, ada hati yang cemburu Aku berhamburan seperti daun-daun kering
8. Majas metafora terdapat pada kalimat … a. Kau tampak bersinar ditimpa cahaya b. Tapak-tapak itu begitu ringan c. Ada hati yang tidak setuju, ada hati yang cemburu d. Aku berhamburan seperti daun-daun kering 9. Nana aku minta maaf. Aku … telah menebus kesalahanku. Aku Cuma kawin setengah tahun dengan Tinto. Lalu kami bercerai. Aku tahu dia tidak mencintaiku, dan rumah tangga tanpa cinta, uh, amat menyiksa. Aku minta maaf. Kita tutup masa lalu ya? Bukankah kau sudah kawin dan punya anak. (Selubung Hitam, Titie Said) Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
293
Amanat apa yang disampaikan dalam kutipan cerpen di atas … a. b. c. d.
Kesalahan harus dimaafkan Tidak baik mengingat masa lalu Arti kenangan begitu berharga Menikah tanpa dilandaskan dengan cinta mengakibatkan rumah tangga yang tidak baik
10. Sudut padang orang keberapa yang dipakai oleh penulis cerpen di atas … a. b. c. d.
Orang pertama pelaku utama Orang pertama pelaku sampingan Orang ketiga pelaku sampingan Orang ketiga pelaku utama
Essai 1. Apa pengertian dari cerpen ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………. ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………. 2. Sebutkan minimal 4 unsur intrinsik cerpen ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………. ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………...................................
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
294
3. Buatlah cerpen sebanyak empat paragraf dengan tema ibu ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………….................................... ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………................................... ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………….................................... ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………….................................... ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………...................................
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
295
FORMAT ISIAN DALAM MENGANALISIS CERPEN Tanggal Pengerjaan Tugas Judul Cerpen Pengarang/Sumber Nama Siswa No 1
: ................................................................ : ................................................................ : ................................................................ : ................................................................
Unsur yang diamati Alur
2
Tokoh dan Penokohan
3
Latar (Tempat dan Waktu)
4
Tema
5
Amanat
6
Sudut Pandang
Hasil Pengamatan dan Pembuktian
Simpulan tentang struktur cerpen yang dianalisis: ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. .................................................................................................................................
Simpulan tentang ideologi gender yang terkandung dalam cerpen: ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ Rangkuman A. Cerita Pendek atau cerpen adalah salah satu jenis karya sastra. Cerpen dibangun oleh unsur-unsur yang disebut dengan istilah unsur intrinsik (alur, penokohan, latar, tema, sudut pandang, gaya bahasa) dan unsur ekstrinsik (unsur yang berada di luar karya sastra; nilai-nilai, latar belakang kehidupan pengarang, dan situasi sosial ketika cerita itu diciptakan). a. Alur/plot, merupakan rangkaian jalan cerita dari awal sampai akhir cerita. Secra keseluruhan dan alur dibagi menjadi tiga bagian yaitu, alur progresif atau maju, regresif atau mundur, dan flashback atau maju-mundur. Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
296
b. Tokoh dan Penokohan Tokoh menunjuk kepada orangnya atau pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh yang ditafsirkan oleh pembaca. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas mengenai seseorang yang dihadirkan dalam sebuah cerita. c. Latar, terbagi menjadi beberapa bagian yakni, lingkungan tempat, waktu, maupun situasi tertentu yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita. d. Tema, merupakan pokok persoalan yang diungkapkan pengarang dalam sebuah karya sastra baik prosa, puisi, atau drama. e. Sudut Pandang, merupakan cara pengarang menampilkan cerita. Sudut pandang dibagi menjadi tiga yakni, pertama, sudut pandang persona ketiga: “Dia”. Pengisahan cerita menganggap narator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau nama gantinya; ia, dia, mereka. Kedua, sudut pandang persona pertama: “Aku”. Narator adalah seseorang yang ikut terlibat di dalam cerita. Si “Aku” merupakan tokoh yang berkisah atau yang mengisahkan dirinya sendiri, peristiwa serta sikapnya terhadap tokoh lain kepada pembaca. Ketiga,
sudut
pandang
campuran,
merupakan
penggabungan
dari
penggunaan sudut pandang persona ketiga dan sudut pandang persona pertama secara bergantian.
B. Cerita pendek juga dapat memberi pengarahan dan pendidikan kepada peserta didik mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen tersebut, misalnya nilai moral, nilai religius, nilai didaktis, dan cerpen juga dapat berisi keindahan serta ideologi gender yang dapat dijadikan pengetahuan bagi para penikmatnya atau pembacanya.
Tindak Lanjut Setelah menganalisis dan memahami teks cerita pendek tersebut, bagi yang telah menguasi materi, disarankan untuk mengembangkan pengetahuan yang telah Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
297
diperoleh sedangkan bagi peserta didik yang belum tuntas, disarankan untuk mengulangi bagian yang masih dianggap sulit. Semoga modul ini dapat menyajikan materi pelajaran yang menarik dan menyenangkan sehingga proses kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Selain itu, peserta didik diharapkan memiliki perilaku percaya diri dan tanggung jawab dalam membuat tanggapan pribadi atas karya budaya masyarakat Indonesia yang penuh makna, serta memahami, membedakan, mengklasifikasi, mengidentifikasi, dan memberikan tanggapan kritis terhadap teks cerpen secara lisan maupun tulisan.
Glosarium Eksplanasi
: prosedur membuat masalah menjadi jelas
Faktual
: berdasarkan kenyataan; mengandung kebenaran
Fenomena
: hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindera dan dapat di terangkan serta dinilai secara ilmiah
Hakikat
: intisari atau darar
Humaniora
: ilmu pengetahuan yang meliputi filsafat, hukum, sejarah, bahasa, sastra, seni, dsb.
Kompleks
: himpunan kesatuan
Konseptual
: berhubungan dengan (berciri seperti) konsep
Makna
: pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan
Metakognitif : kemampuan untuk mengontrol ranah atau aspek kognitif Struktur
: pengaturan unsur atau bagian suatu benda
Prosedural
: sesuai dengan prosedur
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
298
Daftar Pustaka
Abrams, M.H. (1981). A glossary of literary terms. New York: Holt, Rinehart and Winston. Aminuddin. (2013). Pengantar apresiasi karya sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Echols and Shadily. (1983). Kamus inggris indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Fakih, M. (2007). Analisis gender dan transformasi sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kosasih. (2012). Dasar-dasar keterampilan bersastra. Bandung: Yrama Widia Nurgiyantoro, B. (1995). Teori pengkajian fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pradopo, R.D. (2005). Beberapa teori sastra: metode, kritik, dan penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Rusyana, Y. (1979). Novel sunda sebelum perang. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. Stanton, R. (2012). Teori fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sumardjo, Jakob & Saini K. M. (2000). Apresiasi kesusasteraan. Jakarta: Gramedia Teeuw, A. (2003). Membaca dan menilai sastra. Jakarta: Gramedia. Wellek, Rene dan Austin Warren. (1995) Teori Kesusastraan (Edisi Terjemahan). Jakarta: Gramedia
Avini Martini, 2015 STRUKTUR INTRINSIK DAN IDEOLOGI GENDER DALAM CERPEN INDONESIA PENGARANG PEREMPUAN DEKADE 1970-2000-AN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERWAWASAN GENDER DI SMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu