BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE
5.1.
Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Sebelum menganalisis kinerja ekspor Indonesia di pasar ASEAN Plus
Three, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai kondisi aliran perdagangan dan kondisi tarif yang sedang berlaku antar negara ASEAN Plus Three sebelum diberlakukannya Free Trade Area (FTA). Dimana data aliran perdagangan dan tarif yang sedang berlaku tersebut keseluruhannya bersumber dari GTAP Data Base versi 7.0. 5.1.1. Aliran Perdagangan Antar Negara ASEAN Plus Three Gambaran mengenai aliran perdagangan antar negara ASEAN Plus Three sebelum diberlakukannya FTA dapat dijadikan tolak ukur untuk melihat sejauh mana kemampuan negara yang terlibat dalam kesepakatan ASEAN Plus Three FTA untuk mengekspor dan mengimpor berbagai macam sektor ke sesama negara ASEAN Plus Three. Dengan memahami kondisi awal (sebelum FTA) aliran perdagangan antar negara-negara tersebut, maka justifikasi terhadap dampak FTA yang akan ditimbulkan akan lebih objektif. Tabel 5.1 dan Tabel 5.2 menunjukkan aliran perdagangan antar negara ASEAN Plus Three. Tabel 5.1 adalah aliran ekspor antar sesama negara ASEAN Plus Three dan Tabel 5.2 adalah aliran impor antar sesama negara ASEAN Plus Three. Kedua tabel tersebut bersumber dari data base GTAP versi 7. Dari tabel tersebut terlihat bahwa negara Jepang adalah negara yang memiliki nilai ekspor dan impor tertinggi diantara sesama negara ASEAN Plus Three, dengan tujuan ekspor terbesar adalah ke Cina, sedangkan impor terbesar Jepang juga berasal dari Cina. Nilai ekspor dan impor negara-negara ASEAN secara keseluruhan relatif lebih kecil jika dibanding ketiga negara Asia Timur tersebut. Indonesia sendiri hanya menyumbang 5.60 persen dalam aliran ekspor ASEAN Plus Three dan sebesar 5.70 persen dalam aliran impornya.
64
Tabel 5.1. Aliran Ekspor Antar Negara ASEAN Plus Three (Juta dolar) Pengimpor (Partner) Indonesia
Filipina
Singapura
Thailand
Cina
Jepang
Korea
Total
Indonesia
0
3,366.5
1,185.2
6,877.9
2,211.5
8,124.0
14,088.9
4,742.6
40,596.7
Malaysia
2,574.4
0
1,805.0
15,699.1
5,768.4
22,587.8
13,953.0
4,396.5
66,784.2
395.8
2,544.5
0
3,067.2
1,383.7
5,417.9
8,596.9
2,447.2
23,853.1
Singapura
10,435.7
13,256.8
2,889.9
0
4,590.6
16,600.2
9,039.8
6,138.7
62,951.7
Thailand
2,854.1
5,587.3
1,790.9
4,944.4
0
14,437.2
14,546.3
2,673.9
46,834.0
Cina
8,277.2
9,546.4
5,364.8
13,184.7
7,514.8
0
89,210.3
28,902.3
162,000.4
Jepang
9,124.2
13,262.4
9,015.5
16,019.4
19,985.6
93,356.2
0
48,426.3
209,189.7
Korea
3,710.5
5,529.9
3,231.1
4,939.4
3,650.3
66,399.3
24,462.5
0
111,922.9
Total
37,371.9
53,093.7
25,282.5
64,732.0
45,104.9
226,922.6
173,897.8
97,727.4
724,132.6
Filipina Pengekspor (Reporter)
Malaysia
Sumber: GTAP Data Base Versi 7.0
65
Tabel5.2.AliranImporAntarNegaraASEANPlusThree(Jutadolar) Pengekspor (Partner) Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Cina Indonesia Malaysia
Pengimpor (Reporter)
Filipina
Jepang Korea Total
0.0 3,947.7 1,324.7 7,317.7 2,507.7 9,585.2 15,467.4 5,405.9 45,556.3 2,805.1
0.0 1,932.7 16,356.0 6,320.7 24,405.0 14,950.9 4,757.8 71,528.1
418.7 2,648.4
0.0 3,158.6 1,541.4 5,741.5 9,243.6 2,644.8 25,396.9
Singapura 11,162.5 14,063.4 3,037.2
0.0 4,987.6 17,943.9 9,338.2 6,369.6 66,902.5
Thailand
3,287.2 6,101.1 1,973.5 5,190.4
0.0 16,545.0 16,320.5 3,241.4 52,658.9
Cina
9,307.4 10,841.5 6,008.1 13,725.0 8,845.0
Jepang
10,151.3 15,256.3 9,634.7 16,576.7 23,598.1 104,406.6
Korea
4,149.4 6,313.0 3,454.8 5,076.3 4,291.3 74,732.9 25,995.4
Total
41,281.5 59,171.3 27,365.7 67,400.6 52,091.7 253,360.0 190,124.6 108,396.2 799,191.6
0.0 98,808.6 33,305.1 180,840.6 0.0 52,671.6 232,295.2 0.0 124,013.0
Sumber:GTAPDataBaseVersi7.0
65
66
Ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN Plus Three ditunjukkan pada Tabel 5.3. Data tersebut merupakan salah satu data dasar yang akan digunakan untuk melakukan simulasi dampak FTA. Dari tabel tersebut terlihat bahwa ekspor Indonesia cukup didominasi oleh sektor-sektor primer dari pertambangan dan penggalian seperti gas alam dan minyak mentah. Selain itu ternyata Indonesia juga cukup banyak dalam mengekspor produk kimia, karet dan plastik, peralatan elektronik serta industri manufaktur lainnya. Berdasarkan data dasar GTAP versi 7.0 sektor industri pengolahan (manufaktur) yang memiliki kontribusi ekspor paling besar adalah berasal dari sektor peralatan elektronik serta sektor kimia, karet dan plastik. Sementara yang sektor primer yang memiliki kontribusi ekspor paling besar adalah sektor gas alam, minyak mentah dan batu bara. Sedangkan sektor pertanian justru tidak terlalu memberikan kontribusi ekspor yang besar ke ASEAN Plus Three. Dalam konteks ASEAN Plus Three, Jepang merupakan negara tujuan ekspor terbesar Indonesia, diikuti oleh Cina dan Singapura. Nilai ekspor Indonesia ke Jepang berdasarkan data dasar GTAP versi 7.0 adalah sebesar US$ 14,088.9 juta, sementara ke Cina sebesar US$ 8,124 juta dan ke Singapura sebesar US$ 6,877.9 juta. Sektor andalan ekspor Indonesia ke Jepang adalah sektor gas alam. Dilain hal ekspor ke Cina lebih banyak didominasi oleh sektor kimia, karet dan plastik, sedangkan ekspor terbesar ke Singapura ternyata lebih benyak dari sektor peralatan elektronik. Berdasarkan data perkembangan ekspor Indonesia yang ditampilkan pada Bab IV juga memperlihatkan kondisi yang sama, bahkan untuk tahun-tahun berikutnya nilai ekspor Indonesia pada sektor gas alam, produk kimia, karet dan plastik, peralatan elektronik serta industri manufaktur lainnya mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut memang menjadi andalan ekspor Indonesia. Pemberlakuan kesepakatan ASEAN Plus Three FTA tentunya akan memberikan dampak terhadap sektor-sektor yang selama ini menjadi unggulan ekspor Indonesia. Pada bab berikutnya akan lebih dibahas mengenai dampak pembelakuan FTA tersebut terhadap ekonomi makro dan sektoral Indonesia.
67
Tabel 5.3. Ekspor Indonesia Ke Negara-negara ASEAN Plus Three (Juta dolar) Sektor Tanaman pangan Peternakan, kehutanan dan perikanan Batu bara Minyak Mentah Gas alam Mineral Makanan Olahan Minyak nabati dan hewani Tekstil Kilang minyak Kimia, Karet dan plastic Logam besi Logam non besi Kendaraan bermotor dan suku cadang Peralatan transportasi Peralatan elektronik Mesin dan peralatannya Industri Manufaktur lain Listrik, gas, air bersih dan bangunan Transportasi dan Komunikasi Jasa lainnya Total
Malaysia Filipina Singapura Thailand Cina Jepang Rep. Korea Total 286.0 26.3 134.2 26.5 37.5 89.5 17.6 617.6 44.7 5.6 130.2 9.5 96.7 133.1 5.2 424.9 163.0 127.8 0.1 176.9 76.5 995.1 495.4 2,034.7 41.6 9.6 218.7 320.0 1,070.1 340.9 1,071.4 3,072.1 0.6 0.0 0.0 0.0 0.0 3,182.8 1,021.9 4,205.4 22.1 339.6 92.9 3.3 135.2 699.8 195.0 1,487.9 145.7 68.2 155.2 57.0 85.3 721.6 63.6 1,296.5 364.5 10.0 141.1 0.8 792.9 4.7 47.1 1,361.1 146.4 64.2 105.3 90.2 317.1 370.4 189.8 1,283.3 42.0 4.8 81.3 7.3 171.0 484.7 110.5 901.6 473.7 169.4 510.9 446.2 1,557.3 1,042.2 384.5 4,584.3 52.8 3.3 85.7 14.6 23.6 43.8 30.2 253.9 292.0 56.9 766.3 272.9 219.0 1,541.2 56.4 3,204.8 87.8 68.0 21.9 170.3 34.5 179.3 1.3 563.1 49.9 12.6 110.2 32.1 3.9 14.9 4.0 227.5 422.4 70.3 2,591.7 162.6 1,399.8 1,073.9 171.8 5,892.4 236.2 57.2 1,027.9 197.8 329.5 873.2 105.1 2,826.9 457.1 80.6 634.1 187.8 1,623.6 1,967.0 681.2 5,631.4 4.9 0.5 7.0 4.5 14.7 60.4 0.5 92.5 23.1 7.9 44.2 23.2 98.9 189.0 67.3 453.7 10.2 2.6 19.2 7.9 37.0 81.5 22.8 181.2 3,366.5 1,185.2 6,877.9 2,211.5 8,124.0 14,088.9 4,742.6 40,596.7
Sumber: GTAP Data Base Versi 7.0
67
68
Aliran impor Indonesia dari negara-negara ASEAN Plus Three lainnya ditunjukkan pada Tabel 5.4. Pada tabel tersebut terlihat bahwa impor Indonesia cukup didominasi oleh sektor-sektor manufaktur seperti peralatan elektronik yang nilainya mencapai US$ 6,211.3 juta, kemudian diikuti oleh sektor kimia, karet dan plastik sebesar US$ 5,558.4 juta. Berdasarkan data dasar GTAP versi 7.0, selain mengimpor sektor-sektor dari industri pengolahan ternyata Indonesia juga cukup banyak mengimpor gas alam dari Jepang dan Korea. Impor terbesar Indonesia berasal dari Jepang, Cina dan Singapura. Dimana nilai impor dari Jepang mencapai US$ 15,467.4 juta, sementara impor dari Cina dan Singapura masing-masing mencapai US$ 9,585.2 juta dan US$ 7,317.7 juta. Sektor yang paling banyak diimpor ternyata juga merupakan sektor andalan ekspor Indonesia, seperti sektor kimia, karet dan plastik serta peralatan elektronik. Hal ini mengindikasikan bahwa antara Indonesia dengan negara-negara tersebut memiliki perdagangan dua arah (two way trade). Dengan kata lain Indonesia memiliki tingkat integrasi yang tinggi dengan negara-negara tersebut. Berdasarkan data pada Tabel 5.3 dan 5.4 yang bersumber dari data dasar GTAP versi 7, menunjukkan bahwa Indonesia lebih banyak mengimpor daripada mengekspor. Dimana nilai total ekspor Indonesia ke ASEAN Plus Three mencapai US$ 40,596.7 juta sedangkan nilai impornya mencapai US$ 45,556.3 juta. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum pemberlakuan FTA ASEAN Plus Three Indonesia telah mengalami defisit neraca perdagangan sebesar US$ 4,959.60. Hal ini sejalan dengan data perkembangan impor Indonesia pada bab IV, dimana menunjukkan bahwa impor sektor-sektor manufaktur seperti peralatan elektronik, produk kimia, karet dan plastik serta manufaktur lainnya cenderung meningkat pada tahun 2005-2009. Perlu diingat bahwa hal ini terjadi sebelum FTA diberlakukan. Diperkirakan ketika ASEAN Plus Three FTA diberlakukan maka tidak hanya impor pada sektor-sektor tersebut saja yang besar, melainkan impor pada seluruh sektor akan mengalami lonjakan.
69
Tabel 5.4. Impor Indonesia Dari Negara-negara ASEAN Plus Three (Juta dolar) Sektor Tanaman pangan Peternakan, kehutanan dan perikanan Batu bara Minyak Mentah Gas alam Mineral Makanan Olahan Minyak nabati dan hewani Tekstil Kilang minyak Kimia, Karet dan plastik Logam besi Logam non besi Kendaraan bermotor dan suku cadang Peralatan transportasi Peralatan elektronik Mesin dan peralatannya Industri Manufaktur lain Listrik, gas, air bersih dan bangunan Transportasi dan Komunikasi Jasa lainnya Total
Malaysia Filipina Singapura Thailand Cina Jepang Korea Total 353.7 31.0 149.8 37.9 49.3 98.4 69.7 789.6 56.8 6.2 151.8 10.3 117.0 155.7 6.4 504.3 210.8 156.2 0.1 203.7 90.0 1,144.3 581.2 2,386.3 45.0 10.3 230.7 337.6 1,128.8 359.6 1,186.8 3,298.7 0.7 0 0 0 0 3,391.6 1,099.9 4,492.1 24.7 391.5 118.9 4.1 173.5 739.4 207.1 1,659.2 288.2 75.4 169.5 68.5 111.3 827.1 83.8 1,623.7 418.9 10.9 159.5 1.4 892.2 5.0 62.6 1,550.5 166.9 70.7 113.3 109.2 379.5 416.5 223.0 1,479.2 46.1 5.1 86.7 7.9 200.8 531.5 123.7 1,001.8 533.0 183.2 560.2 524.4 2,139.6 1,159.3 458.8 5,558.4 60.3 3.6 94.3 16.9 27.5 47.9 33.0 283.5 309.4 59.5 788.4 292.5 235.7 1,614.1 61.3 3,360.9 99.8 72.5 23.3 187.9 41.4 189.4 1.4 615.7 53.8 13.5 115.3 33.7 4.3 15.4 4.0 240.0 446.0 73.2 2,688.3 173.3 1,531.4 1,112.6 186.5 6,211.3 257.8 61.5 1,094.2 218.7 383.8 937.1 118.2 3,071.2 537.8 89.6 703.1 244.4 1,928.4 2,391.8 807.8 6,702.8 4.9 0.5 7.0 4.5 14.7 60.4 0.5 92.5 23.1 7.9 44.2 23.2 98.9 189.0 67.3 453.7 10.2 2.6 19.2 7.9 37.0 81.5 22.8 181.2 3,947.7 1,324.8 7,317.7 2,507.7 9,585.2 15,467.4 5,405.8 45,556.3
Sumber: GTAP Data Base Versi 7.0
69
70
5.1.2. Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Free Trade Area (FTA) dengan negara tertentu pada dasarnya memberikan perlakuan khusus kepada negara mitra dagang tertentu dan mendiskriminasikan mitra yang lain. FTA dapat berupa akses pasar yang lebih baik, tarif dan non tarif yang lebih rendah atau bahkan tidak ada sama sekali. Dengan demikian, FTA dengan negara tertentu dapat meningkatkan volume perdagangan antara kedua negara, tetapi dilain pihak dapat berdampak negatif terhadap perdagangan dengan mitra lain. Dalam mewujudkan liberalisasi perdagangan barang dan dalam rangka kerjasama perdagangan ASEAN Plus Three, Indonesia dan negara-negara yang terlibat diharuskan menurunkan tingkat tarif impor yang ada menjadi lebih rendah atau bahkan tidak ada sama sekali (0 persen). Bagian ini akan memberikan gambaran mengenai kondisi tarif yang sedang berlaku berdasarkan data dasar GTAP versi 7.0. Tarif impor yang berlaku antar sesama negara ASEAN Plus Three ditunjukkan pada Tabel 5.5. Data tersebut diambil dari data dasar GTAP versi 7.0. Dari data tersebut terlihat bahwa tarif di Malaysia, Thailand dan Rep Korea masih relatif lebih besar dari pada di negara lain. Indonesia terkena tarif impor paling besar adalah di negara Rep. Korea, Thailand dan Malaysia, sedangkan Indonesia mengenakan tarif paling besar adalah dari negara Rep. Korea, Jepang dan Cina. Secara umum tingkat tarif di negara-negara Asia Timur lebih besar dari tingkat tarif di sesama negara ASEAN, khususnya Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura. Berdasarkan data dasar GTAP versi 7.0, tingkat tarif pada sektor-sektor yang menjadi andalan ekspor Indonesia ternyata relatif kecil, seperti pada sektor gas alam dan minyak mentah dan batu bara (Lampiran 2). Sedangkan pada sektor manufaktur yang kurang menjadi andalan ekspor Indonesia memiliki tingkat tarif yang relatif lebih tinggi, seperti pada sektor makanan olahan dan kendaraan bermotor.
71
Tabel 5.5. Tarif Impor Antar Negara ASEAN Plus Three (Persen) Negara Indonesia Malaysia Filipina Singapura
Thailand
Cina
Jepang
Rep. Korea
Indonesia
0
6.62
2.43
0
8.47
6.50
1.37
17.67
Malaysia
2.30
0
2.01
0
9.10
6.81
1.75
6.91
Filipina
1.79
14.96
0
0
6.38
7.13
2.17
7.79
Singapura
3.01
4.14
1.80
0
6.86
7.23
1.73
8.85
Thailand
3.97
2.37
2.91
0
0
7.62
3.22
13.35
Cina
5.37
8.73
6.14
0.04
13.16
0
2.94
11.98
Jepang
5.56
10.61
4.83
0
14.72
8.61
0
8.13
Rep. Korea
6.08
11.66
5.18
0
15.78
8.32
3.14
0
Sumber: GTAP Data Base Versi 7.0
71
72
5.2.
Analisis Kinerja Ekspor Indonesia di Pasar ASEAN Plus Three Analisis kinerja perdagangan Indonesia dilakukan untuk mengidentifikasi
dayasaing produk-produk Indonesia dalam rangka menghadapi ASEAN Plus Three Free Trade Area (APT FTA). Kinerja ekspor Indonesia di pasar ASEAN Plus Three dapat dilihat dari berbagai macam indikator. Antara lain dapat dilihat melalui keunggulan komparatif suatu komoditi, produk ekspor dinamis dan dapat dilihat pula dengan mengukur tingkat integrasi perdagangan di suatu kawasan yang melakukan kegiatan perdagangan. Indikator yang dibahas dalam penelitian ini antara lain dengan cara melihat keunggulan komparatif komoditi Indonesia di pasar tujuan ekspor dengan mengukur posisi pasar dari produk Indonesia untuk tujuan pasar tertentu. Nilai ekspor yang tinggi belum cukup untuk menjustifikasi apakah komoditi tersebut memiliki performa yang baik di pasar tujuan. Oleh sebab itu penelitian ini menggunakan beberapa alat analisis untuk mengukur performa ekspor Indonesia di pasar tujuan yaitu Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, Jepang, Rep. Korea dan Cina (ASEAN Plus Three). 5.2.1. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) Performa ekspor produk Indonesia di pasar ASEAN Plus Three dapat dilihat dari tingkat keunggulan komparatifnya, dimana hal ini dapat diketahui dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA menggambarkan daya saing secara komparatif untuk masing-masing komoditi di pasar ASEAN Plus Three. Tabel 5.6 menunjukkan beberapa komoditi yang diperdagangkan dan memiliki nilai ekspor dan impor terbesar dalam pasar tujuan yaitu ASEAN Plus Three. Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai RCA (Revalead Comparatif Advantage) terbesar Indonesia ke negara-negara tersebut didominasi oleh sektor dari pertambangan dan penggalian. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi ekspor sektor pertambangan dan penggalian Indonesia cukup besar terhadap total ekspor komoditi tersebut dari seluruh dunia. Selain itu kontribusi ekspor komoditi dari sektor pertambangan dan penggalian Indonesia sangat besar terhadap total ekspor seluruh komoditi Indoensia ke pasar ASEAN Plus Three. Dengan kata lain
73
komoditi pada sektor tersebut memiliki dayasaing yang tinggi di pasar ASEAN Plus Three. Dari Tabel 5.6, komoditi gas memiliki nilai RCA tertinggi selama tahun 2005-2009 yaitu dengan rata-rata 12.7, komoditi minyak lemak juga konsisten diurutan ke dua dengan nilai RCA sebesar 6.93. Kemudian diikuti oleh komoditi batu bara (5.51), metal (1.98), minyak mentah (1.88), mineral (1.77) dan kilang minyak (1.21). Komoditi dengan nilai RCA di atas 1 tersebut ternyata memilki nilai ekspor yang relatif tinggi dan memberikan kontribusi yang besar terhadap total ekspor Indonesia ke pasar ASEAN Plus Three (Tabel 4.1 dan Tabel 4.2). Sedangkan untuk komoditi seperti barang-barang kimia, karet dan plastik walaupun memiliki nilai ekspor dan kontribusi yang besar terhadap total ekspor Indonesia namun tidak cukup memiliki daya saing secara komparatif. Hal ini dikarenakan ekspor barang-barang kimia, karet dan plastik dari seluruh dunia memiliki nilai yang jauh lebih besar. Dengan kata lain produk-produk tersebut kurang memilki kontribusi yang besar terhadap total ekspor dunia untuk komoditi yang sama, walaupun komoditi tersebut merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia. Komoditi yang memiliki nilai RCA dibawah angka 1 menunjukkan komoditi tersebut tidak memiliki daya saing secara komparatif di pasar ASEAN Plus Three. Dari Tabel 5.6, terlihat bahwa komoditi-komoditi yang tergolong industri manufaktur seperti tekstil, elektronik, mesin dan peralatannya kurang memiliki dayasaing secara komparatif. Terlihat dari nilai RCA nya yang berada dibawah kisaran angka 1. Seperti tekstil yang memiliki nilai RCA sebesar 0.85, mesin dan peralatannya sebesar 0.33 serta elektronik dan peralatannya sebesar 0.28. Komoditi yang memiliki nilai RCA rendah tersebut pada umunnya adalah komoditi yang nilai impornya cukup besar dan berkontribusi signifikan terhadap total impor Indonesia dari pasar ASEAN Plus Three (Bab IV). Seperti komoditi mesin dan peralatannya yang memiliki pangsa impor sebesar 17.27 persen, nilai RCA komoditi tersebut hanya sebesar 0.33.
73
74
Tabel 5.6. Nilai RCA (Revealed Comparatif Advantage) Beberapa Komoditi Indonesia Tahun 2005-2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Sektor Gas alam Minyak nabati dan hewani Batu bara Logam Minyak mentah Mineral Kilang minyak dan produk batu bara Tekstil Produk kimia, karet dan plastik Kendaraan bermotor dan suku cadang Barang-barang dari logam Peralatan transportasi Mesin dan peralatannya Logam besi Peralatan elektronik
2005 14.98 6.09 4.29 2.1 1.48 1.88
2006 12.27 7.35 5.44 1.87 1.33 2.19
2007 12.65 6.97 6.48 2.25 1.4 1.73
2008 10.14 6.91 4.55 1.87 2.01 1.3
2009 13.48 7.3 6.78 1.81 3.16 1.74
Ratarata 12.7 6.93 5.51 1.98 1.88 1.77
1.38 0.90
1.32 0.84
1.25 0.88
1.06 0.84
1.05 0.82
1.21 0.85
0.77
0.87
0.93
0.81
0.7
0.81
0.61 0.52 0.31 0.34 0.26 0.41
0.55 0.47 0.40 0.36 0.40 0.27
0.53 0.53 0.34 0.34 0.34 0.26
0.58 0.55 0.48 0.31 0.31 0.24
0.51 0.49 0.78 0.32 0.30 0.22
0.56 0.51 0.46 0.33 0.32 0.28
5.2.2. Analisis Export Product Dynamics (EPD) Indikator lain yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat daya saing suatu produk adalah Export Product Dynamics (EPD). Indikator ini mengukur posisi pasar dari produk suatu negara untuk tujuan pasar tertentu. Dengan menggunakan EPD dinamis atau tidaknya performa suatu produk dapat diketahui. Hasil perhitungan EPD dapat dilihat melalui Tabel 5.7. Berdasarkan perhitungan EPD tersebut, sektor-sektor Indonesia hanya berada pada dua posisi pasar yang berbeda di pasar ASEAN Plus Three, yaitu berada di posisi Rising Star dan Lost Opportunity. Dari sektor-sektor yang memiliki pengaruh terhadap neraca perdagangan Indonesia dengan ASEAN Plus Three. Hanya empat sektor yang berada pada posisi Lost Opportunity, yaitu pada sektor logam dasar, kilang minyak dan produk batu bara, kendaraan dan suku cadangnya serta sektor industri peralatan elektronik. Posisi Lost Opportunity adalah posisi yang paling tidak diinginkan karena hilangnya kesempatan akibat semakin menurunnya pangsa
75
pasar sektor-sektor Indonesia di ASEAN Plus Three. Hilangnya pangsa pasar untuk sektor-sektor ini dikhawatirkan akan terus berlanjut bahkan menular ke sektor-sektor lainnya apabila ASEAN Plus Three FTA benar-benar telah diberlakukan. Salah satu cara untuk menghindari hal tersebut adalah dengan meningkatkan kembali pangsa pasar sektor-sektor ekspor Indonesia di ASEAN Plus Three. Posisi sektor pertambangan gas alam Indonesia selama tahun 2005 hingga 2009 di pasar ASEAN Plus Three adalah Rising Star, dimana posisi ini merupakan posisi yang paling tinggi karena komoditi tersebut kompetitif dan memiliki dinamika perdagangan yang positif. Indonesia memperoleh tambahan pangsa pasar pada sektor tersebut yang tumbuh cepat. Demikian pula dengan sektor industri minyak nabati dan hewani, batu bara, minyak mentah, mineral dan sektor lainnya (Tabel 5.7). Sebuah sektor dikatakan “kompetitif” jika terjadi peningkatan maket share untuk sektor-sektor Indonesia yang lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan market share sektor-sektor di ASEAN Plus Three. Suatu sektor ekspor dikatakan sebagai sektor yang “dinamik” dari sisi perdagangan apabila perkembangan rata-rata market share lebih cepat dibandingkan dengan rata-rata market share dari seluruh sektor yang diperdagangkan di ASEAN Plus Three. Jika dibandingkan dengan hasil analisis RCA, maka sebagian besar sectorsektor Indonesia yang memiliki nilai RCA lebih dari 1 (satu) atau dengan kata lain yang memiliki keunggulan komparatif adalah sektor-sektor yang berada pada posisi Rising Star pada analisis EPD. Nilai RCA yang relatif besar dan cenderung meningkat dari tahun 2005 hingga 2009 ternyata dari hasil analisis EPD memang mengalami peningkatan pangsa pasar di ASEAN Plus Three. Terkecuali untuk sektor logam dasar yang memiliki rata-rata nilai RCA lebih dari 1 (satu) namun berada pada posisi Lost Opportunity. Hal ini dikarenakan sektor logam dasar mengalami penurunan nilai RCA dari tahun 2007 hingga 2009. Maka hasil analisis EPD cukup tepat jika menilai sektor logam dasar mengalami kehilangan pangsa pasarnya. Dari berbagai pernyataan tersebut maka dapat dikatakan hasil analisis EPD dan RCA cukup sejalan dan saling mendukung satu sama lain.
75
76
Tabel 5.7. Analisis Export Product Dynamics (EPD) Beberapa Komoditi Indonesia Di Pasar ASEAN Plus Three Tahun 2005-2009 Nilai
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Sektor
Rata-rata Pertumbuhan (X)
Gas alam Minyak nabati dan hewani Batu bara
Rata-rata Pertumbuhan (Y)
Posisi Pasar
2.12
2.97
Rising Star
8.20
2.97
Rising Star
19.02
2.97
-0.21
2.97
Rising Star Lost Opportunity
27.99
2.97
Rising Star
3.78
2.97
Rising Star
-3.87
2.97
Lost Opportunity
Tekstil
0.49
2.97
Rising Star
Produk kimia, karet dan plastic
1.08
2.97
Kendaraan bermotor dan suku cadang
-0.58
2.97
Lost Opportunity
Barang-barang dari logam
2.17
2.97
Rising Star
34.17
2.97
Rising Star
Mesin dan peralatannya
0.92
2.97
Rising Star
Logam besi
9.94
2.97
-10.40
2.97
Rising Star Lost Opportunity
Logam Minyak mentah Mineral Kilang minyak dan produk batu bara
Peralatan transportasi
Peralatan elektronik
Rising Star
5.2.3. Analisis Intra Industry Trade (IIT) Mengukur tingkat integrasi perdagangan di suatu kawasan yang melakukan kegiatan perdagangan dapat juga dijadikan alat untuk melihat kinerja perdagangan Indonesia. Tingkat integrasi diukur melalui aliran dan keterkaitan perdagangan. Aliran perdagangan suatu negara dapat diketahui dari nilai ekspor dan impor antara negara tersebut dengan negara lain. Berdasarkan data nilai aliran perdagangan tersebut dapat dikalkulasikan nilai dari IIT (Intra-Industry Trade) masing-masing komoditi yang diperdagangkan. Nilai dari IIT masing-masing komoditi digunakan untuk menganalisis tingkat integrasi dan keterkaitan perdagangan antara Indonesia dengan ASEAN Plus Three. Integrasi yang tinggi menunjukkan keterkaitan yang erat diantara negaranegara tersebut. Nilai IIT yang tinggi menunjukkan adanya keterkaitan yang bersifat dua arah (two-way trade) dimana Indonesia melakukan ekspor dan impor ke negara ASEAN Plus Three. Sementara itu, nilai IIT yang kecil menunjukkan
77
adanya keterkaitan yang bersifat satu arah (one-way trade) dimana Indonesia hanya berperan sebagai negara eksportir atau importir ke negara ASEAN Plus Three. Aliran perdagangan (ekspor dan impor) serta nilai Intra-Industry Trade (IIT) antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN Plus Three tercantum dalam Tabel 5.8. Berdasarkan Tabel 5.8, terlihat bahwa komoditi kimia, karet dan plastik merupakan komoditi yang memiliki nilai IIT sangat besar yaitu dengan rata-rata tahun 2005-2009 sebesar 90.80. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi perdagangan yang bersifat dua arah antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN Plus Three. Jika melihat kembali data pada Tabel 4.2 dan 4.3, terlihat jelas bahwa kelompok komoditi kimia, karet dan plastik memiliki kontribusi ekspor dan impor yang besar terhadap total ekspor dan impor Indonesia, khususnya ke pasar ASEAN Plus Three. Komoditi-komoditi lain seperti peralatan transportasi, tekstil, mesin dan peralatannya, barang-barang dari logam, peralatan elektronik, kendaraan bermotor dan suku cadang serta kilang minyak dan produk batu bara juga memiliki nilai IIT yang cukup tinggi selama tahun 2005 hingga 2009. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.8, rata-rata nilai IIT untuk peralatan transportasi adalah sebesar 67.09, tekstil sebesar 66.64, mesin dan peralatannya sebesar 66.09, barang-barang dari logam sebesar 56.56, peralatan elektronik sebesar 54.59, kendaraan bermotor dan suku cadang serta kilang minyak dan produk batu bara masing-masing sebesar 52.61 dan 42.37. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi-komoditi tersebut juga mengalami perdagangan yang bersifat dua arah. Komoditi yang bernilai IIT rendah seperti gas alam dan batu bara yaitu menunjukkan perdagangan yang terjadi hanya bersifat satu arah. Untuk komoditi tersebut, Indonesia lebih unggul dalam mengekspor dan sangat sedikit dalam mengimpor.
77
78
Tabel 5.8. Nilai IIT (Intra-Industry Trade) Beberapa Komoditi Indonesia Ke Pasar ASEAN Plus Three No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
5.3.
Komoditi Produk kimia, karet dan plastik Peralatan transportasi Tekstil Mesin dan peralatannya Barang-barang dari logam Peralatan elektronik Kendaraan bermotor dan suku cadang Kilang minyak dan produk batu bara Logam besi Minyak mentah Logam Mineral Minyak nabati dan hewani Batu bara Gas alam
2005
2006
2007
2008
2009
Ratarata
92.07 76.02 62.31 69.11 59.35 35.73
98.72 51.81 60.70 85.61 72.30 46.40
95.48 82.73 66.93 77.16 71.14 71.13
83.69 64.70 72.36 48.33 43.29 57.51
84.06 60.19 70.92 50.23 36.74 62.17
90.80 67.09 66.64 66.09 56.56 54.59
50.62
63.91
57.07
40.70
50.75
52.61
42.63 33.21 40.09 20.39 10.09 5.28 0.58 0.00
49.83 54.84 43.55 21.80 7.51 4.44 0.49 0.00
43.24 44.14 33.19 23.07 8.79 4.19 0.25 0.00
34.57 32.24 27.08 40.43 21.26 4.39 0.32 0.03
41.58 32.69 44.14 34.06 8.70 5.83 0.37 0.05
42.37 39.42 37.61 27.95 11.27 4.83 0.40 0.02
Kemampuan Industri dalam Menghadapi Persaingan Global Pemaparan akan gambaran aliran perdagangan antara Indonesia dengan
ASEAN Plus Three disertai dengan penghitungan RCA dan Intra-Industry Trade (IIT) dari masing-masing komoditi, dapat menjelaskan bagaimana kemampuan sektor-sektor tersebut di negara Indonesia dalam menghadapi persaingan global. Secara umum, dari beberapa kelompok komoditi, dapat disimpulkan bahwa komoditi manufaktur telah terjadi integrasi yang tinggi antara ASEAN dengan negara Cina, Jepang dan Rep. Korea. Komoditi pada sektor pertambangan dan penggalian terutama untuk negara Indonesia lebih banyak terjadi one way trade atau nilai IIT bernilai 0. Kenyataan lain menunjukkan bahwa secara umum, pola perdagangan diantara negara-negara anggota ASEAN menunjukkan keterkaitan yang lemah satu dengan lainnya (Oktaviani et al, 2006). Lemahnya keterkaitan ini bukan disebabkan oleh tingginya tingkat tarif diantara anggota ASEAN, namun oleh
79
karena tingkat tarif rata-rata barang dari luar ASEAN yang menikmati status MFN (most favoured nation). Pada kelompok industri lainnya, yaitu kelompok komoditi pertanian primer secara umum belum mampu bersaing menghadapi pasar bebas. Nilai IIT yang relatif rendah dari angka maksimal 100 yang menunjukkan integrasi yang tinggi antar kedua wilayah dan menunjukkan ketidakmampuan dayasaing produk pertanian primer Indonesia tersebut. Beberapa sub sektor kemungkinan dapat dikembangkan mengingat memiliki nilai IIT yang cukup. Integrasi yang tinggi menunjukkan kedekatan perdagangan diantara negara-negara di kawasan tersebut. Jika dilihat fokus pada sektor pengolahan pertanian, maka komoditi minyak nabati dan hewani terutama produk minyak nabati yang merupakan turunan dari komoditi Crude Palm Oil (CPO) merupakan produk andalan Indonesia. Malaysia dan Indonesia menempati urutan pertama dan kedua di dunia untuk ekspor CPO dan turunannya. Cina sebagai negara yang pesat perkembangannya merupakan salah satu tujuan ekspor CPO terbesar bagi kedua negara tersebut. Untuk Indonesia, ekspor minyak nabati dan hewani Indonesia ke ASEAN Plus Three merupakan 5.94 persen dari total ekspor Indonesia ke ASEAN Plus Three pada tahun 2009. Kemampuan industri ini dalam pasar ASEAN Plus Three dapat dikatakan memiliki potensi yang lebih baik lagi, terlihat dari nilai IIT Indonesia untuk minyak nabati dan hewani yang selalu meningkat dari tahun 2007 hingga tahun 2009. Meski demikian, Indonesia masih mampu memanfaatkan peluang yang ada. Hasil penelitian Kurniawan (2007) menunjukkan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki keunggulan komparatif atau daya saing yang kuat pada kelompok-kelompok komoditi agribisnis, seperti: komoditi perikanan, kelompok komoditi kopi, teh, dan rempah-rempah, kelompok komoditi minyak dan lemak hewani dan nabati, kelompok komoditi kimia, karet dan plastik, serta kelompok komoditi kayu dan barang dari kayu. Kelima kelompok komoditi agribisnis Indonesia tersebut memiliki rataan nilai RCA (Revealed Comparative Advantage) tertinggi (diatas satu) selama periode 2000-2005 dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya dan Cina.
79
80
Halaman ini sengaja dikosongkan