SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA
BAB IX PEMELIHARAAN TERNAK RIMINANSIA
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017
9
PEMELIHARAAN TERNAK RUMINANSIA
A. Kompetensi Inti
:
B. Kompetensi Dasar C. Uraian Materi
: :
9.1 Deskripsi
Menguasai materi, stuktur konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran Agribisnis Ternak Ruminansia Mengelola Pemeliharaan Ternak Ruminansia
:
Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging didunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Berdasarkan produk akhir yang dihasilkan, ternak sapi dibagi menjadi dua yaitu sapi potong yang menghasilkan daging dan sapi perah yang menghasilkan susu. Sistem Pemeliharaan Sapi Potong sedikit berbeda dengan pemeliharaan sapi perah. Keberhasilan tahap pemeliharaan sebelumnya merupakan pangkal pemeliharaan berikutnya. Jadi usaha pemeliharaan pada umumnya selalu disesuaikan dengan fase hidup sapi yang bersangkutan, mulai dari pedet, sapi muda dan sapi dewasa (finishing ).
9.2 Sistem Penggemukan Sapi Potong Usaha penggemukan sapi potong merupakan upaya untuk meningkatkan bobot badan sapi bakalan, biasanya dilakukan dalam waktu yang singkat (90 -120 hari). Di luar negeri penggemukan ternak sapi dikenal dengan sistem pasture fattening, dry lot fattening dan kombinasi keduanya. Di Indonenesia dikenal dengan sistem kereman atau paron (Timor).
9.2.1 Sistem Pasture Fattening Pada sistem ini sapi-sapi bakalan hanya mendapat pakan yang berasal dari padang penggembalaan hingga sapi tersebut layak dijual. 9.2.1.1 Karakteristik Sistem Pasture Fattening 1
1. Sapi digembalakan di padangpenggembalaan sepanjang hari. 2. Ada sapi yang dikandangkan dan ada juga yang tidak dikandangkan pada malam hari atau pada saat matahari bersinar terik. 3. Padang penggembalaan yang baik adalah padang penggembalaan yang ditumbuhi hijauan berupa rumput dan leguminosa dengan perbandingan 60 % rumput dan 40% leguminosa. Leguminosa (kacang-kacangan ) sebagai sumber protein bagi ternak. 9.2.1.2 Kelebihan Sistem Pasture Fattening 1. Tidak membutuhkan modal untuk membeli hijauan, konsentrat dan kandang individu atau kandang khusus. 2. Sapi hanya memerlukan beberapa bangunan sebagai tempat berteduh dari hujan atau panas matahari 3. Tidak membutuhkan banyak tenaga kerja 9.2.1.3 Kekurangan Sistem Pasture Fattening 1. Pertumbuhan sapi relatif lambat karena hanya memdapat pakan hijauan 2. Membutuhkan lahan luas untuk penanaman hijauan atau padang penggembalaan 3. Hanya baik diterapkan di lokasi yang curah hujannya tinggi dan merata sepanjang tahun untuk menjamin ketersediaan hijauan
9.2.2 Dry Lot fattening Dry Lot fattening adalah sistem penggemukan sapi dengan pemberian ransum/pakan yang mengutamakan biji-bijian seperti jagung, cantel atau kacang-kacangan atau dikenal denga pakan konsentrat. Pemberian hijauan relatif sedikit sehingga efisiensi penggunaan pakan lebih tinggi. Perbandingan hijauan dan konsentrat 40 : 60 sampai 20 : 80 berdasarkan bobot bahan kering pakan. Penggemukan dilakukan didalam kandang.
9.2.3 Sistem kombinasi Dry Lot fattening dan Pasture fattening Sistem ini membutuhkan waktu yang lebih lama dari sistem Dry Lot Fattening tapi lebih singkat dari Pasture Fattening. Penggemukan model ini biasanya dilakukan di negara tropis dan sub-tropis. Pada saat ketersediaan hijauan terjamin, sapi digembalakan di padang penggembalaan, tetapi pada musim dingin sapi digemukkan dengan sistem Dry Lot fattening. Saat di padang rumput sapi juga diberi konsentrat dalam jumlah yang mencukupi. 2
9.2.4 Sistem Kereman Penggemukan sistem Dry Lot fattening mengalami penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi setempat, antara lain disebut dengan kereman. Sistem kereman dilakukan dengan menerapkan teknologi sebagai berikut : 1. Spi dipelihara dalam kandang terus-menerus,dikeluarkan hanya saat pembersihan kandang dan memandikan sapi 2. Pakan, Air minumdan vitamin disediakan ad libitum 3. Prioritas pakan berupa campuran rumput, leguminosa dan konsentrat. Pada musim hujan sapi lebih banyak diberi hijauan sebaliknya musim kemarau lebih banyak konsentrat. 4. Pada awal penggemukan , sapi diberi obat cacing 5. Lama penggemukan berkisar antara 4 – 10 bulan, tergantung kondisi awal dan bobot sapi. 6. Lebih banyak dilakukan oleh peternak tradisional. Sistem penggemukan sapi secara modern dilakukan menggunakan prinsip Feedlot, yaitu pemberian pakan terdiri atas hijauan dan konsentrat yang berkualitas dan dipelihara dalam kandang.
9.3 Manajemen Pemeliharaan ternak Sapi 9.3.1 Penandaan/identifikasi ternak ruminansia Identifikasi ternak merupakan suatu bentuk recording yang harus dilakukan pada setiap ternak. Identifikasi ternak dapat dilakukan dalam bentuk ear tag, tato dan papan nama. Identifikasi ternak sangat membantu dalam setiap penanganan terhadap ternak tersebut, misalnya dalam hal penampungan semen. Adanya ear tag dapat membantu petugas handle untuk memeriksa pejantan apakah sesuai dengan jadwal penampungan atau tidak. Metode identifikasi ternak dapat terbagi dalam 2 kategori, yaitu permanen dan temporer. Identifikasi permanen meliputi menusuk telinga dan pemakaian tattoo, Sketsa, foto, merek (pemberian nama) dan elektrik. Tipe nonpermanen yaitu memakaikan kalung di leher, pemberian tanda di telinga, pemberian gelang kaki, penandaan pada punggung, rantai leher dengan tanda, pemberian tanda di panggul, pemberian tanda pada ekor, menandai dengan cat dan crayon, dan sebagainya. Metode ini sangat ideal untuk semua kondisi. Proses penaandaan pada ternak sangat penting karena agar mempermudah dalam pengidentifikasian. Dimana indentifikasi ternak akan membantu 3
proses rekording. Selain itu juga pemberian tanda pada ternak akan mempermudah dalam pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Selain itu, pemberian tanda ini juga memudahkan untuk melakukan identifikasi tiap-tiap sapi yang dipelihara baik dalam mengetahui siklus birahi, dan jenis ternak yang dipelihara.
9.3.2 Pemotongan kuku Pemotongan kuku pada setiap ternak umumnya dilakukan secara rutin yaitu setiap 6 bulan sekali. Tetapi apabila ditemukan masalah seperti ternak yang kukunya sudah panjang atau antara kuku luar dan dalam panjangnya tidak seimbang maka pemotongan kuku dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai kondisi ternak tersebut. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembalikan posisi normal kuku, membersihkan kotoran pada celah kuku, menghindari pincang, mempermudah pada saat penampungan dan deteksi dini terhadap laminitis dan kemungkinan terjadinya infeksi pada kuku. Kuku harus mendapat perhatian terutama pada ternak yang selalu berada di dalam kandang. Hal ini dapat menyebabkan kuku menjadi lebih lunak karena sering terkena feses dan urine serta luka akibat terperosok dalam selokan pembuang kotoran yang menyebabkan infeksi busuk kuku. Biasanya ternak yang berada di kandang dengan lantai karpet pertumbuhan kukunya lebih cepat dibandingkan dengan ternak yang berada di kandang berlantai semen. Hal ini karena setiap hari ternak berpijak pada permukaan lantai yang kasar, sehingga kuku sedikit demi sedikit akan terkikis dengan sendirinya. Kuku tidak terpelihara akan sangat mengganggu karena dapat mengakibatkan kedudukan tulang teracak menjadi salah, sehingga titik berat badan jatuh pada teracak bagian belakang, bentuk punggung menjadi seperti busur, mudah terjangkit penyakit kuku, dan mengakibatkan kepincangan pada ternak. Kuku yang tumbuh panjang dapat menghambat aktivitas ternak, seperti naik turun kandang, berjalan untuk mendapatkan makanan dan minum, atau berdiri dengan baik sewaktu melakukan perkawinan. Di samping itu menyebabkan ternak sulit berjalan dan timpang, sehingga mudah terjatuh dan mengalami cedera. Kalau ternak itu sedang mengalami kebuntingan, maka dapat mengakibatkan keguguran. Alat-alat yang digunakan adalah mesin potong kuku, kama gata teito (pisau pemotong kuku), rennet, gerinda, mistar ukur, dan tali hirauci. Bahan dan obat-obatan 4
yang diperlukan adalah perban, kapas, Providon iodine, Gusanex, antibiotik, antiinflamasi, dan salep. Langkah-langkah dalam pemotongan kuku yaitu sebagai berikut : a. Siapkan peralatan untuk memotong kuku kemudian atur tali pada mesin potong kuku. b. Keluarkan ternak dari kandang, pastikan ternak sudah dimandikan dan diberi pakan. c. Ternak dimasukkan kedalam mesin potong kuku yang bentuknya seperti kandang jepit kemudian ternak di restrain dengan tali penompang tubuh sapi dibagian tengah, depan dan belakang tubuh sapi yang sudah dikaitkan pada mesin potong kuku dengan cara melingkarkan tali pada bagian perut dan dada kemudian dikencangkan. d. Kemudian tekan tombol hidrolik untuk mengangkat sapi ke atas meja dan dibaringkan terlebih dahulu. Proses pengangkatan tubuh sapi menggunakan sistem hidrolik dengan 2 buah silinder sehingga proses pengangkatan lebih halus dan lebih bertenaga. e. Setelah itu ikat kaki ternak dengan tali pada tiang mesin potong kuku yang terangkat tadi. Perlu diperhatikan bahwa pada saat pemotongan kuku sebaiknya ternak ditali dengan model Halter (tali kepala) yang ditambat kuat, sedangkan tali nose ring ditambat sedikit longgar. Tujuannya supaya apabila ternak berontak maka hidungnya tidak terluka atau bahkan terputus (Gambar 9.1 ). f. Ukur panjang kuku ternak dengan mistar ukur, setelah dicatat kemudian bersihkan kotoran-kotoran atau batu pada kuku. Setelah itu kuku diberi desinfektan dan dibersihkan lagi menggunakan sikat. g. Selanjutnya Buatlah pola dengan gerinda. h. Gerakan tangan memotong kuku ternak adalah mengiris, yaitu kama ditarik vertikal dari atas ke bawah, bukan mencabik. Lakukan pemotongan menurut garis pola yang sudah dibuat secara rata sampai kedua belah kuku betul-betul simetris dan rata. i. Apabila ada cekungan pada kuku, bersihkan menggunakan rennet. j. Bila dinding kuku masih terlihat tebal, gunakan gerinda atau alat kikir hingga 0,5 cm dari batas garis putih. 5
Gambar 9.1 Mesin Pemotong Kuku k. Setelah selesai, panjang kuku diukur dengan mistar dan dicatat kembali, kemudian tali pengikat dilepas. l. Terakhir, kaki direndam (dipping) pada cairan desinfektan yang tersedia di depan tempat potong kuku (Gambar 9.2), kemudian ternak dibawa kembali ke kandang.
Gambar 9.2 Tempat dipping setelah potong kuku m.
Mesin potong kuku yang telah selesai dipakai kemudian di sanitasi agar
mesin tetap terawat dan terjaga kebersihannya
9.3.3 Pemberian vitamin dan obat cacing Selama proses pemeliharaan pemberian vitamin danobat cacing harus dilakukan secara periodik. Vitamin B merupakan jenis vitamin yang paling banyak dibutuhkan dalam 6
tubuh sapi. Vitamin B adalah jenis vitamin yang larut dalam air dan memainkan peran penting dalam metabolisme sel. Ternak ruminansia lebih rentan terpapar cacing bila dibanding dengan jenis ternak lainnya. Ternak dimaksud seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Namun, untuk jenis ternak lainnya, kasus cacingan tetap bisa dijumpai. Pada peternakan rakyat dengan sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional yakni dengan membiarkan ternaknya mencari pakan sendiri meskipun pada lingkungan yang disinyalir telah terkontaminasi dengan cacing akan lebih memudahkan ternak terinfestasi cacing ketimbang sapi yang dipelihara dengan sentuhan pemeliharaan modern. Manifestasi klinik Fasioliasis tergantung dari jumlah metaserkaria yang termakan oleh penderita Dalam jumlah besar metaserkaria menyebabkan kerusakan hati, obstruksi saluran empedu, kerusakan jaringan hati disertai fibrosis dan anemia.
Frekuensi invasi metaserkaria sangat
menentukan beratnya Fasioliasis. Kerusakan saluran empedu oleh migrasi metaserkaria menghambat migrasi cacing hati muda selanjutnya. Penyakit pencernaan yang disebabkan oleh cacing yang menyebabkan sapi menjadi kurus akibat kekurangan nutrisi atau gizi, sehingga daya tahan terhadap penyakit akan menurun dan mudah terserang penyakit khususnya penyakit insfeksius. Gejala bila ternak itu cacingan antara lain: sapi kurus dan lemah, nafsu makan bisa kurang, kurang darah (anaemia), lendir berwarna pucat dan sering mencret. Siklus hidup cacing adalah cacing ditularkan pada waktu ternak memakan rumput atau meminum air yang terkontaminasi atau tercemar oleh ternak lain dengan telur cacing. Bisa juga cacing disebarkan dari induk ke anaknya. Cacing hidup di usus ternak dan memproduksi banyak telur. Masalah ini biasa terjadi pada musim hujan. Cacing memang memerlukan kondisi lingkungan yang basah, artinya cacing tersebut bisa tumbuh dan berkembang biak dengan baik bila tempat hidupnya berada pada kondisi yang basah atau lembab. Pada kondisi lingkungan yang basah atau lembab, perlu juga diwaspadai kehadiran siput air tawar yang menjadi inang perantara cacing sebelum masuk ke tubuh ternak. Penggunaan obat anti parasit internal (cacing) dalam pemeliharaan sapi adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh peternak, karena infestasi cacing adalah suatu fenomena yang akan terus berulang secara periodik dalam siklus pemeliharaan.” Menurut sumber SPFS FAO untuk Asia Indonesia, beberapa tehnik sederhana dalam melakukan 7
kontrol terhadap infestasi cacing pada ternak sapi dapat dilakukan dengan cara mengatur pemberian pakan dan mengatur waktu pemotongan rumput, suatu hal yang tentunya tidak dapat dilakukan bila sapi dibiarkan mencari pakan sendiri di padang rumput. Diagnosa yang tepat pada hewan yang sudah terserang penyakit cacing, akan memberikan jalan untuk pengobatan yang tepat pula. 9.3.4 Kontrol kesehatan Gangguan dan penyakit dapat mengenai ternak sehingga untuk membatasi kerugian ekonomi diperlukan kontrol untuk menjaga kesehatan sapi menjadi sangat penting. Manjememen kesehatan yang baik sangat mempengaruhi kesehatan sapi perah. Gangguan kesehatan pada sapi perah terutama berupa gangguan klinis dan reproduksi. Gangguan reproduksi dapat berupa hipofungsi, retensi plasenta, kawin berulang, endometritis dan mastitis baik kilnis dan subklinis. Sedangkan gangguan klinis yang sering terjadi adalah gangguan metabolisme (ketosis, bloot, milk fever dan hipocalcemia), panaritium, enteritis, displasia abomasum dan pneumonia. Adanya gangguan penyakit pada sapi perah yang disertai dengan penurunan produksi dapat menyebabkan sapi dikeluarkan dari kandang atau culling. Culling pada suatu peternakan tidak boleh lebih dari 25, 3%. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk pemeliharaan sapi dengan melihat body condition scoring, nilai BCS yang ideal adalah 3,5 (skala 1-5). Jika BCS lebih dari 4 dapat menyebabkan gangguan setelah melahirkan seperti mastitis, retensi plasenta, distokia, ketosis dan panaritium. Sedangkan kondisi tubuh yang kurus menyebabkan produksi susu menurun dengan kadar lemak yang rendah. Selain itu faktorfaktor yang perlu diperhatikan didalam kesehatan sapi perah adalah lingkungan yang baik, pemerahan yang rutin dan peralatan pemerahan yang baik 9.3.5 Pemberin pakan dan air minum Air merupakan zat yang penting bagi kehidupan, dan diperlukan oleh setiap makluk hidup. Dalam sebuah usaha peternakan, air merupakan unsur yang penting, salah satunya digunakan sebagai air minum untuk ternak. Sapi perah sebaiknya diberikan air minum yang bersih dan segar, dan air minum disediakan ad libitum. Pengisian air dilakukan secara manual oleh petugas kandang. Menurut Wattiaux (2003), pemberian air bersih yang segar harus tersedia secepat mungkin pada saat pakan diberikan, konsumsi dari bahan kering ditingkatkan oleh konsumsi air yang diberikan. Pemberian air minum 8
untuk sapi dewasa disediakan dump tank system di dalam kandang, dilengkapi dengan pelampung sistem yang berfungsi menjaga air dalam dump tank agar selalu dalam keadaan penuh. Manajemen pemberian pakan akan dibahas secara khusus pada Bab 10.
9.4 Pemeliharaan Sapi Perah 9.4.1 Pemeliharaan Pedet Dalam usaha peternakan sapi perah pemeliharaan pedet memerlukan perhatian dan ketelitian yang tinggi dibanding dengan pemeliharaan sapi dewasa. Hal ini disebabkan karena kondisi pedet yang masih lemah sehingga bisa menimbulkan angka kematian (mortalitas) yang tinggi. Kesalahan dalam pemeliharaan pedet bisa menyebabkan pertumbuhan pedet terhambat dan tidak maksimal. Penanganan pedet mulai dari lahir sangat diperlukan agar nantinya bisa mendapatkan sapi yang mempunyai produktivitas tinggi untuk menggantikan sapi yang sudah tidak berproduksi lagi (Syarief dan Sumoprastowo,1985). Pedet sapi perah umumnya sudah mulai disapih pada umur 3 bulan. Meski adakalanya dijumpai penyapihan yang dilakukan pada umur yang lebih atau kurang dari 3 bulan. Apabila dilakukan penyapihan dini pedet harus dalam kondisi sehat dan sudah mengkonsumsi konsentrat formula pedet (calf starter) sebanyak 0,5 kg/hari atau lebih. Pedet yang sudah mengkonsumsi konsentrat berkualitas tinggi dan disapih secara dini, akan mengalami masa transisi menjadi hewan ruminansia sejati yang lebih cepat. Masa depan suatu peternakan sapi perah tergantung pada program pembesaran pedet maupun dara sebagai replacement stock untuk dapat meningkatkan produksi susu. Pemeliharaan pedet yang baru lahir, pemberian pakan dan minum, perkandangan serta penanganan kesehatan perlu diperhatikan dengan baik, mengingat angka kematian pedet yang cukup tinggi pada empat bulan pertama setelah pedet lahir. Di daerah tropis rata– rata persentase kematian pedet dibawah umur tiga bulan mencapai 20% bahkan bisa mencapai 50% (Reksohadiprojo, 1984).
9.4.2 Pemeliharaan sapi dara heifer Pedet betina sapi perah setelah disapih sampai dengan bunting dan melahirkan anak
pertama
disebut
sebagai
sapi
perah
dara
(heifers)
(Sotarno,
2003).
Setelah berumur 3 bulan sapi dara sebaiknya ditempatkan di dalam kandang kelompok 9
yang berjumlah antara 3-4 ekor, dengan jenis kelamin, umur dan berat badan yang seragam (Soetarno, 2003). Pemberian pakan untuk dara harus diperhatikan supaya sapi dara tidak terlalu gemuk atau terlalu kurus. Heifers yang terlalu gemuk menyimpan lemak di ambingnya, dimana nantinya akan meng hambat pembentukan sel-sel yang mensekresi susu. Jika heifers terlalu gemuk, mungkin akan terjadi akumulasi lemak pada saluran reproduksi mereka sehingga bisa mengakibatkan berkurangnya fertilitas dan dapat menimbulkan distochia. Heifers yang lebih tua dan terlalu gemuk akan lebih mudah mengalami gangguan metabolisme seperti sapi laktasi pada saat calving. Heifers yang terlalu kurus juga akan mengalami penurunan fertilitas serta dikhawatirkan akan menimbukan masalah kesehatan yang lain dibandingkan dengan heifers yang bobot badannya berukuran ideal dan tumbuh secara baik.
9.4.2.1 Tujuan Pembesaran Sapi Perah Dara Mengingat tujuan utamanya sebagai calon induk maka perlu sekali diperhatikan kriteria-kriteria sebagai calon induk, antara lain : a. Berasal dari turunan yang mempunyai produksi susu yang tinggi b. Menunjukan pretumbuhan yang baik dan normal c. Bebas dari cacat tubuh dan penyakit
Pembesaran sapi perah dara untuk dijadikan calon induk ditujukan terhadap dua kepentingan, yaitu: 1) Pengganti Induk Pada suatu usaha sapi perah sangat sering terjadi adanya pengeluaran (culling) sapi perah induk dalam setiap tahunnya yang mencapai prosentase 25%. Oleh karena itu, jumlah sapi dara yang akan dijadikan seagai induk pengganti (replacement stock) seharusnya disesuaikan dengan jumlah induk yang akan diculling dan ditambah dengan jumlah mortalitas yang mungkin terjadi pada sapi dara tersebut. 2) Pengembangan Usaha Pengembangan usaha dengan cara menambah populasi induk dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: 10
a) Membesarkan sapi perah dara yang berasal dari turunan sapi perah sendiri (self replacement). b) Membeli dari luar (new comer replacement). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sapi perah dara (heifers) : a. Bangsa sapi (sudah dijelaskan pada BAB 8) b. Besar waktu lahir, mempunyai daya lebih besar untuk tumbuh pada waktu dewasa c. Pertumbuhan pada periode pedet sampai umur 6 bulan d. Pengaruh pakan e. Pengaruh kebuntingan pada waktu pertumbuhan
9.4.2.2 Manajemen Pemeberian Pakan Sapi Dara Pakan sapi terdiri dari hijauan sebanyak 60% (Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja, daun jagung, daun ubi dan daun kacang-kacangan) dan konsentrat (40%). Umumnya pakan diberikan dua kali per hari pada pagi dan sore hari. Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu system penggembalaan, system perkandangan atau intensif dan system kombinasi keduanya. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum). Untuk sapi dara lepas sapih (umur 3 bulan-6 bulan), pemberian pakan starter (calf starter) mulai digantikan dengan formula pakan konsentrat dengan komposisi pakan protein kasar lebih dari 16 % dan TDN lebih dari 70 %. Adapun pemberian konsentrat ini dilakukan dengan cara bertahap dan di batasi maksimum 2 kg/ekor/hari. Sapi dara berumur 6 bulan keatas sudah mampu mencerna bahan makanan yang serat kasarnya tinggi karena daya cernanya sudah sempurna. Makanan terdiri dari hijauan rumput 20 kg/hari/ekor yang mengandung 12 % atau 13 % protein kasar. Apabila dalam pemeliharaanya berada pada kondisi tropis, makan perlu di tambahkan makanan penguat sebanyak 1-1,5 kg/ekor/hari, dan apabila hijauan jelek makan cukup sekali di beri konsentrat 2-3 kg/ekor/hari. Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil 11
kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan perhari.Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara intensif dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya. Hal - hal yang perlu diperhatikan apabila ternak dilepas di padang rumput : a. Apakah sapi tersebut sudah terbiasa makan makanan yang mengandung serat kasar b. Harus diperhatikan apakah tubuhnya sudah terkenan parasit luar berupa caplak ataupun tidak dan tubuhnya terkena jamur (Ring Worm). Pelepasan di padang rumput merupakan cara yang baik selain ekonomis juga karena terdiri dari leguminose yang banyak mengandung protein. Pemberian pakan di padang rumput yang baik sering di sebut “ Pasture Feeding”, bila padang rumput yang biasa di sebut “field”. Dua bulan menjelang melahirkan sapi di beri konsentrat 2,72 – 4,54 kg/ hari. Elanco Animal Health memperkenalkan / mempublikasikan sebuah booklet ”BCS For Replacement Heifers” yang menunjukkan heifers pada berbagai BCS. Pada umunya heifers akan memiliki BCS yang lebih kecil dibandingkan heifers dengan usia 6 bulan yang memiliki BCS antara 2-3. Biasanya BCS heifers tidak lebih dari 3,5. Disarankan untuk mengatur pola makan heifers agar memiliki BCS 3,5. Heifers dari usia 6 bulan sampai kawin, diharapkan memiliki BCS antara 2,5-3. Setelah itu, pada saat kawin BCS mereka akan naik berangsur-angsur dari 3 menjadi 5. Pakan yang diberikan kepada sapi dalam keadaan fresh feed, keunggulan dari pemberian pakan secara fresh feed dari keadaan pakan yang segar dan aroma yang harum, dapat meningkatkan palatabilitas makan sapi sehingga kebutuhan untuk mencukupi kebutuhan pokok dan kebutuhan produksi dapat segera tersedia kembali. Pakan diberikan sesuai kebutuhan nutrisi sapi perah dalam keadaan fresh feed bertujuan agar kualitas pakan yang diberikan tetap baik kandungan nutrisinya. Tujuan pemberian pakan fresh ini yaitu untuk meningkatkan palatabilitas makan sapi, sehingga pada saat 12
sapi selesai diperah dan balik lagi ke kandang, bisa langsung makan dengan kondisi pakan yang diberikan fresh. Hal ini dapat menarik perhatian sapi agar tidak langsung tidur diatas bedding pada saat selesai diperah, dan dapat memberikan kesempatan kepada otot puting (spincter) yang terbuka pada saat diperah sehingga pada saat sapi makan otot tersebut dapat tertutup kembali dengan sempurna, dan dapat mencegah bakteri untuk masuk kedalam ambing yang dapat menyebabkan penyakit mastitis.
9.4.2.3 Reproduksi dan Managemen Perawatan Sapi Dara Perkawinan adalah suatu usaha untuk memasukan sperma ke dalam alat kelamin betina. Perkawinan pertama seekor sapi perah dara tergantung pada 2 faktor utama yaitu umur dan berat badan. Apabila perkawinan sapi perah dara terlalu cepat dengan kondisi tubuh yang terlalu kecil, maka akibat yang terjadi adalah : a. Kesulitan melahirkan b. Keadaan tubuhnya yang tetap kecil nantinya setelah menjadi induk sehingga dapat berakibat kemandulan dan rendahnya produksi susu Sapi perah dara sudah siap dikawinkan setelah mencapai umur 15 - 18 bulan dengan berat rata-rata 300 kg, Hal tersebut disebabkan karena sapi yang bersangkutan telah mendapatkan pakan yang cukup dan mencapai berat badan yang di kehendaki serta agar pada kisaran umur 28-30 bulan dapat beranak. Perkawinan sapi perah dara di Indonesia tidak disarankan menggunakan IB, sebab dapat dikhawatirkan pada waktu pertama kali beranak dan masih dalam fase pertumbuhan tersebut akan mengalami kesulitan sewaktu melahirkan karena besar pedet hasil IB yang dilahirkan. IB baru dianjurkan pada induk-induk sapi PFH yang beranak untuk kedua kalinya sampai seterusnya. Sapi perah dara FH dan Brown Swiss memerlukan berat badan 350 kg - 375 kg untuk perkawinan yang pertama, PFH pada berat 275 kg. Sedangkan Guernsey dan Aryshire pada berat badan 250 - 275 kg dan Jersey pada berat badan lebih kurang 225 kg.
9.4.2.4 Manajemen Perkawinan Sapi Perah Dara Sistem perkawinan merupakan sebuah gambaran dari beberapa metode perkawinan untuk program pengembakbiakan sapi. Masa berahi seekor sapi cukup singkat, maka perlu pengamatan secara teliti terhadap tanda - tanda berahi seekor ternak 13
agar program perkawinan dapat berjalan sesuai rencana. Sistem perkawinan ternak dapat dilakukan dengan dua cara: 1. Perkawinan Alami Perkawinan alami dilakukan oleh seekor pejantan yang langsung memancarkan sperma kedalam alat reproduksi betina dengan cara kopulasi. Terlebih dahulu pejantan mendeteksi kondisi berahi betina dengan menjilati atau membau di sekitar organ reproduksi
betina
bagian
luar
setelah
itu
pejantan
melakukan
penetrasi.
2. Perkawinan Buatan Perkawinan buatan sering dikenal dengan Inseminasi Buatan (IB) atau Artificial Insemination (AI) yaitu dengan cara memasukkan sperma kedalam saluran reproduksi betina dengan menggunakan peralatan khusus (Blakely dan Bade, 1988). Melalui inseminasi buatan (IB), sapi tersebut menunjukkan gejala-gejala berahi dan mencocokkan data yang ada dalam satu siklus. Keuntungan IB, seekor jantan dapat melayani 500010.000 ekor sapi betina per tahun dan memperoleh keuntungan lain yaitu keturunan lebih baik dari induknya. Sapi dara dapat di kawinkan bila menunjukan tanda-tanda birahi. Siklus birahi rata-rata pada sapi perah berkisar 21 hari, tetapi ada juga yang bervariasidari 17 - 36 hari.
Perkawinan pertama sapi PFH dara di Indonesia tidak disarankan
menggunakan IB, sebab dikuatirkan sapi yang baru pertama kali beranak dan masih dalam fase pertumbuhan tersebut akan mengalami kesulitan sewaktu melahirkan, karena besarnya pedet hasil IB yang dilahirkannya. IB baru dianjurkan pada induk-induk PFH yang beranak untuk kedua kali dan seterusnya. Tanda-tanda birahi umum pada sapi dara sudah dijelaskan pada BAB 6.
9.4.3 Pemeliharaan induk 9.4.3.1 Pemeliharaan Sapi Perah Masa Kering Sebelum Melahirkan Masa kering sapi perah mulai dilaksanakan kira-kira delapan minggu sebelum ternak tersebut melahirkan. Pada kondisi ini ternak perlu mendapatkan perhatian yang ekstra agar ternak tetap sehat sehingga untuk produksi yang akan datang menjadi lebih baik. Tujuan di laksanakannya masa kering pada sapi ternak yang bunting ini adalah untuk mengembalikan kondisi tubuh atau memberi istirahat sapi dan mengisi kembali kebutuhan vitamin serta mineral dan menjamin pertumbuhan foetus di dalam kandang. 14
Menurut Siregar dalam Adika Putra (2009), masa kering sapi perah yang terlalu pendek menyebabkan produksi susu turun. Masa kering sapi perah secara normal adalah 80 hari dan pakan terus dijaga mutunya, terutama 2-3 bulan terakhir sebelum masa kering kandang. Dalam pelaksanaan masa kering sapi perah dilakukan dengan dua sistem, yaitu secara fisiologis dan secara mekanis. Secara fisiologis dilakukan dengan cara memperhatikan kebutuhan konsumsi pakan serta keadaan kandang yang baik untuk sapi masa kering. Sedangkan secara mekanis adalah adanya variasi pemerahan mulai dari pemerahan secara berselang, pemerahan secara tidak lengkap, dan pemerahan secara tiba-tiba. 9.4.3.2 Kebutuhan Konsumsi Pakan Sapi Perah Masa Kering Pada saat sapi perah dalam kondisi kering, kebutuhan akan konsumsi pakan penting untuk di perhatikan. Hal ini di maksudkan untuk menjaga kesehatan sapi itu sendiri serta untuk menjaga kesehatan kandungan ternak tersebut. Pada kondisi ini komposisi ransum perlu dilakukan perhitungan secara optimal guna untuk meminimalkan problem metabolik pada atau setelah beranak serta untuk meningkatkan produksi susu pada masa laktasi berikutnya. Secara umum pada konsisi kering ini, ternak diberikan sedikit hijauan dan pengurangan bahkan penghentian pemberian konsentrat pada masa awal kering, sedangkan pada akhir masa kering hijauan diberikan dalam jumlah seperti biasa dan diikuti dengan penambahan konsentrat. Ransum harus diformulasikan untuk memenuhi kebutuhannya yang spesifik: maintenance, pertumbuhan foetus, pertambahan bobot badan. Panda kondisi ini konsumsi BK ransum harian yang diberikan pada ternak tidak boleh melebihi dari 2% berat badan, konsumsi hijauan minimal 1% berat badan. Setengah dari 1% BB (konsentrat) per hari biasanya cukup untuk program pemberian pakan sapi kering. Pada masa kering, sapi perah harus di tekan jangan sampai terlalu gemuk atau BCS nya melebihi standar untuk sapi bunting (2,5 – 3). Hal ini dimaksudkan agar sapi tersebut tidak ada kendala dalam proses kelahiran nantinya. Komposisi hijauan kualitas rendah, seperti grass hay, baik diberikan pada kondisi ini dengan tujuan untuk membatasi konsumsi hijauan. Pada kondisi kering kebutuhan protein yang dikonsumsi sapi perah sebesar 12 % sudah cukup untuk menjaga kesehatan ternak tersebut. Kebutuhan Ca dan P 15
sapi kering harus dipenuhi, tetapi perlu dihindari pemberian yang berlebihan; kadangkadang ransum yang mengandung lebih dari 0,6% Ca dan 0,4% P meningkatkan kejadian milk fever. Trace mineral, termasuk Se, harus disediakan dalam ransum sapi kering. Juga, jumlah vitamin A, D. dan E yang cukup dalam ransum untuk mengurangi kejadian milk fever, mengurangi retained plasenta, dan meningkatkan daya tahan pedet. Sedikit konsentrat perlu diberikan dalam ransum sapi kering dimulai 2 minggu sebelum beranak, bertujuan: - Mengubah bakteri rumen dari populasi pencerna hijauan seluruhnya menjadi populasi campuran pencerna hijauan dan konsentrat; - Meminimalkan stress terhadap perubahan ransum setelah beranak.
9.4.3.3 Kebutuhan Kondisi Kandang Sapi Perah Masa Kering Keberadaan kandang untuk sapi yang akan beranak atau kandang kering kandang sangat penting. Hal ini disebabkan sapi yang akan beranak memerlukan exercise atau latihan persiapan melahirkan (bisa berupa jalan-jalan di dalam kandang) untuk merangsang kelahiran normal. Di kandang ini, sapi tidak diperah susunya selama sekitar 80 hari . Dengan demikian, pakan yang di makan hanya untuk kebutuhan anak yang berada didalam
kandungannya
dan
kebutuhan
hidupnya
dalam
mempersiapkan
kelahiran. Kandang sapi kering dapat dibuat secara koloni untuk 3 – 4 ekor sapi tanpa disekat satu sama lain. Ukuran ideal kandang sapi kering per ekor adalah 2-2,5 x 7 x 1 m (lebar 2-2,5 m , panjang 7 m dan tinggi 1 m). Ukuran tempat pakan sama dengan ukuran tempat pakan di kandang sapi masa produksi , tempat pakan ini bias ditempatkan di tengah kandang. Untuk sapi bunting masa kering kemiringan kandang tidak boleh melebihi dari 50 hal ini bertujuan agar ternak tersebut tidak tergelincir yang bisa menyebabkan gangguan pada janin yang di kandung.
9.4.3.4 Proses Pengeringan Dengan Cara Pengaturan Pemerahan Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1990) dalam proses pengeringan atau menuju masa kering sapi perah dapat dilakukan dengan cara pengaturan pemerahan, proses pemerahan tersebut dapat di lakukan dengan 3 cara yaitu sebagai berikut :
16
a)
Pemerahan berselang yaitu
pengeringan yang menggunakan cara sapi hanya
diperah sekali sehari selama beberapa hari. Selanjutnya satu hari diperah dan hari berikutnya tidak diperah. Kemudian induk diperah 3 hari sekali hingga akhirnya tidak diperah sama sekali. b)
Pemerahan tidak lengkap yaitu pemerahan tetap dilakukan setiap hari, tetapi setiap
kali pemerahan tidak sekali puting atau keempat puting itu diperah, jadi keempat puting itu diperah secara bergantian. Setiap kali memerah hanya 2 puting saja, dan hari berikutnya bergantian puting lainnya. Hal ini dilakukan beberapa hari hingga akhirnya tidak diperah sama sekali. Cara ini dilakukan pada sapi yang mempunyai kemampuan produksi tinggi c)
Pemerahan yang dihentikan secara mendadak yaitu pengeringan ini dilakukan
dengan tiba-tiba. Cara pengeringan semacam ini didahului dengan tidak memberikan makanan penguat 3 hari sebelumnya, dan makanan kasar berupa hijauan pun dikurangi tinggal seperempat bagian saja. Cara ini lebih efektif dan memperkecil gangguan kesehatan pada ambing, bila kombinasikan dengan cara pemerahan berselang. Didalam persiapan laktasi mendatang, yang penting diperhatikan adalah menjaga makanan tetap baik, terutama 2-3 bulan terakhir sebelum masa kering. Periode kering sangat diperlukan bagi sapi perah yang sedang laktasi agar sapi dapat menyimpan energi yang cukup untuk laktasi berikutnya Periode kering yang ideal (6-8) minggu sebelum partus, pengeringan lebih lama akan lebih baik dibandingkan pengeringan yang pendek Periode kering lebih dari 60 hari memberikan produksi susu pada masa laktasi berikutnya realatif kecil, tapi untuk laktasi yang sedang berjalan cukup berpengaruh Pada saat periode pengeringan perlu diberikan perlakuan steaming-up (2-4) minggu sebelum partus untuk persiapan kelahiran.
9.4.3.4 Pemeliharaan Sapi Perah Masa Kering Setelah Melahirkan Setelah melahirkan (partus) sapi perah tidak boleh langsung diambil susunya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan kecukupan gizi anak sapi yang baru dilahirkan. Karena pada masa sapi setelah melahirkan, susu yang di produksi berupa colostrum yang berguna bagi anak sapi untuk menambah kekebalan tubuh atau sebagai 17
anti bodi pada pedet yang baru lahir. Colostrum di produksi oleh induk sapi sekitar 7 – 10 hari . Konsumsi pakan yang di butuhkan pada sapi induk setelah melahirkan dengan kebutuhan hijauan dan konsentrat yang seimbang dan diberikan secara id libitum sehingga kebutuhan nutrisi yang di butuhkan oleh ternak tersebut dapat terpenuhi. Kebutuhan air minum pada sapi setelah melahirkan akan meningkat dibanding dengan kondisi biasa. Hal ini di karenakan air membantu mencerna makanan yang dikonsumsi oleh ternak tersebut untuk memproduksi susu guna untuk mencukupi kebutuhan gizi pada anak yang baru dilahirkannya. Pada sapi setelah melahirkan kebutuhan mineral dan vitamin juga perlu diperhatikan karena ini akan berpengaruh terhadap kualitas susu yang di hasilkan.
18