BAB IV SUMBER DAN SALURAN KOMUNIKASI PEMASARAN A. Sumber Pesan Para ahli psikologi banyak mengamati perubahan respon individu sebagai akibat exposure terhadap stimuli. Mereka antara lain mengembangkan teori pembelajaran classical conditioning, yang memandang perilaku sebagai asosiasi yang erat antara stimulus primer (misalnya, sukses sosial) dan stimulus sekunder (merek pasta gigi, deodorant, atau sabun). Stimulus sekunder dipasangkan dengan stimulus primer yang menimbulkan respon tertentu. Sebagai akibat pemasangan ini, terbentuklah sebuah asosiasi. Stimulus sekunder bisa memicu reaksi yang sama seperti stimulus pertama. Iklan efektif umumnya mengaitkan dengan stimulus yang mampu menciptakan perasaan positif. Contoh kampanye iklan paling sukses sekaligus paling lama ditayangkan dalam sejarah: kampanye koboi Marlboro. Meskipun banyak yang mungkin langsung menolak iklan rokok itu, namun tidak akan ada yang membantah efektifitas kampanye itu. Asumsinya banyak orang menganggap koboi bisa mencerminkan daya kekuatan, kejantanan, dan rasa aman. Koboi berfungsi sebagai stimulus primer atau unconditioned stimulus. Perasaan positif yang dipicu oleh citra koboi adalah unconditioned response. Selain koboi, pengiklan kerap memakai pemain film, penyanyi, pembalap, atau bintang olah raga sebagai endorser. Apa peran penting endorser ? Menurut Rhenald Kasali, ketika banyak ditanya mengapa bersedia menjadi endorser pada dasarnya berhubungan dengan konsep brand persona, yaitu pemberian makna pada merek. Endorser terpercaya merupakan syarat mutlak dalam mengkomunikasikan produk dan proses yang terpercaya juga. Tugas pemasaran adalah mengangkat produk atau nama korporat dari sekedar komoditas –nonmerek, berharga murah, massal, bermargin tipis, harga bergantung hanya pada permintaan dan penawaran- menjadi sebuah merek. Merek pada dasarnya adalah kepercayaan. Dengan kepercayaan itu, konsumen berani membayar harga premium, memberi referensi, bahkan bisa lebih memaafkan kalau melakukan kesalahan. Pesan yang dibawakan oleh sumber yang terkenal dan menarik umumnya menjaring perhatian dan recall yang lebih tinggi. Karena itu banyak selebriti menjadi bintang iklan. Dari rangkuman berbagai penelitian yang dilakukan Angela van der Lee dan Bass van den Putte, ternyata merek yang memakai selebriti sebagai endorser lebih tinggi daya bujuknya ketimbang merek yang memakai model iklan (cantik atau ganteng tetapi tidak terkenal), pakar, atau orang biasa sebagai endorser. Paling tidak, keyakinan ini sejalan dengan temuan survey perusahaan produsen kondom Durex. Dari 50.000 partisipan dari berbagai negara, separohnya lebih mengaku pernah berfantasi ingin berhubungan seks dengan selebriti. Selain itu, selebriti umumnya mampu menjadi magnet untuk menyedot pemirsa televisi, hal yang tentunya menarik bagi pemasar yang ingin memasang iklan. Selebriti akan lebih efektif bila mereka merupakan personifikasi atribut produk utama. Sayangnya, selebriti memiliki kredibilitas rendah bila dipaksa meng-endorse produk yang tidak terkait dengan profesinya. Demikian pula, selebriti tidak cocok untuk semua tipe pemirsa. Bagi pemirsa yang kritis atau memiliki keterlibatan tinggi dengan
Bab 4 – Sumber dan Saluran Komunikasi Pemasaran
26
produk, pemakaian selebriti bisa membuat mereka bersikap negatif terhadap produk. Apalagi bagi produk yang resiko kerugiannya besar, penggunaan selebriti bisa berpotensi merugikan konsumen. Faktor-faktor apakah yang menentukan kredibilitas sumber ? Terdapat tiga hal yang paling sering disinggung adalah faktor keahlian, bisa dipercaya, dan likability. Keahlian adalah pengetahuan komunikator dalam bidang tertentu sehingga dapat mendukung klaimnya. Kejujuran menyangkut seberapa jauh si sumber dipersepsikan obyektif dan jujur. Teman biasanya lebih dipercaya ketimbang orang asing atau wiraniaga, dan orang yang tidak dibayar namun mendukung suatu produk umumnya lebih dipercaya ketimbang orang yang memang dibayar untuk itu. Likability mengacu pada seberapa menarik si sumber di mata audiens. Sifat-sifat seperti keterusterangan, humoris, dan apa adanya membuat orang lebih disukai. Sumber yang paling tinggi kredibilitasnya adalah seseorang yang skornya tinggi dalam tiga hal tersebut. Pada umumnya pendapat pakar mendukung penggunaan endorser selebritis, asalkan mempertimbangkan overshadowing effect. Jangan sampai bintang tersebut mendominasi, sehingga ujung-ujungnya yang lebih diingat malah si bintang iklan. Endorser sendiri mungkin sudah memiliki merek tersendiri, sehingga recall iklan justru tertuju pada bintang iklan bukan pada benefit atau product proposition. Apabila pengiklan berkeinginan menggunakan konsep classical conditioning untuk mempengaruhi konsumen, maka beberapa persyaratan harus dipenuhi. McSweeney dan Bierly menyebutkan empat kondisi: 1. Tidak boleh ada stimuli lain yang mungkin menghalangi unconditioned stimulus. Misalnya, anggap si koboi Marlboro selalu digambarkan bersama kuda putih. Kuda putih akan menghalangi koboi sebagai stimulus, alhasil bisa melemahkan asosiasi antara koboi dengan produk. Overshadowing effect ini justru dipakai di iklan rokok Marlboro Hongkong, di mana si koboi selalu memakai topi putih dan kuda putih untuk menciptakan asosiasi dengan makna warna putih yang positif dalam budaya Asia Timur Jauh. 2. Unconditioned stimulus tersebut belum pernah diasosiasikan dengan merek atau kategori produk lain. Anggap saja produsen minuman berenergi memakai koboi dalam iklannya untuk menyampaikan citra macho kepada kelompok sasarannya. Kampanye tersebut tidak akan efektif karena sebelumnya asosiasi sejenis telah ditancapkan oleh koboi Marlboro. Hal ini dikenal sebagai efek pemblokiran (Blocking Effect). 3. Unconditioned stimulus itu jangan terlalu familier dan mesti disajikan secara tunggal. Konsumen menjadi jenuh dengan stimuli tertentu yang sering muncul dalam mass media (disebut sebagai Preexposure Effect). Stimuli demikian tidak akan efektif sebagai unconditioned stimulus. 4. Classical conditioning lebih efektif apabila conditioned stimulusnya baru. Konsumen telah mematok asosiasi untuk produk-produk tenar. Ketika Philip Moris melansir koboi Marlboro, mereka mereposisikannya sebagai produk baru. Awalnya waktu diluncurkan sebagai rokok elite untuk wanita tahun 1920an, Marlboro memiliki ujung merah agar
Bab 4 – Sumber dan Saluran Komunikasi Pemasaran
27
lipstick wanita tidak menempel. Merek tersebut kurang laku. Dalam mereposisi mereknya, Philip Moris betul-betul memutuskan asosiasi dengan produk masa lalunya. Classical conditioning juga dapat diterapkan dalam pemasaran untuk membuat asosiasi antara sebuah produk dengan stimulus positif. Misalnya, Miller Lite Beer sering diiklankan selama even-even olah raga yang menggugah semangat. Berkat pemasangan terus-menerus antara produk dengan even oleh raga, akhirnya semangat yang dipicu oleh even oleh raga akhirnya terbawa pada Miller Lite. Asosiasi ini mempengaruhi orang untuk membeli merek itu setiap saat mereka berolah raga atau menonton even-even olah raga. B. Memilih Saluran Komunikasi Komunikator memilih saluran komunikasi yang efisien untuk menyampaikan pesannya. Misalnya, umumnya detailer perusahaan farmasi jarang dapat meminta waktu lebih dari sepuluh menit dari seorang dokter yang sibuk. Presentasi mereka harus singkat, tajam, mengena dan meyakinkan. Hal ini membuat kunjungan detailer menjadi sangat mahal. Industri farmasi mau tak mau mesti memperluas saluran komunikasinya dengan memasang iklan di jurnal kedokteran, mengirim direct-mail (berisi kaset audio dan video), membagi sample gratis, dan juga telemarketing. Pemasar juga dapat mensponsori makan malam bersama kelompok spesialis. Kesemua saluran ini dimanfaatkan dengan harapan dapat membangun preferensi dokter pada merek obat tertentu. B.1. Saluran Komunikasi Personal Saluran komunikasi dapat dibagi dua, personal dan non-personal. Masing-masing saluran masih ada cabang-cabangnya lagi. Saluran komunikasi personal meliputi dua orang atau lebih yang berkomunikasi langsung secara tatap muka, pembicara dengan audiensnya, menggunakan telepon, atau e-mail. Komunikasi personal bisa lebih efektif karena adanya peluang untuk mengindividualisasikan penyampaian pesan dan umpan baliknya. Pembedaan lebih lanjut dapat diterapkan pada saluran komunikasi pendukung, pakar, dan sosial. Saluran pendukung terdiri dari wiraniaga yang menghubungi pembeli pada pasar yang dibidik. Saluran pakar mencakup para ahli independen yang membuat pernyataan yang ditujukan kepada calon pembeli. Saluran sosial meliputi tetangga, teman, anggota keluarga dan kenalan yang bicara dengan pembeli sasaran. Banyak orang bersedia mencoba produk baru karena faktor keluarga atau teman. Pengaruh personal sangat menentukan khususnya bila produknya sangat mahal, jarang dibeli, dan beresiko. Pembeli cenderung menjadi pencari informasi yang sangat aktif. Situasi lainnya yaitu kalau produknya berkaitan erat dengan masalah selera atau status pemakai. Dalam hal ini pembeli akan berkonsultasi terlebih dahulu agar nantinya terhindar dari rasa malu.
Bab 4 – Sumber dan Saluran Komunikasi Pemasaran
28
Perusahaan dapat mengambil langkah-langkah tertentu agar memancing pengaruh pribadi dapat bekerja sesuai keinginan mereka, dengan cara: • Mengidentifikasikan tokoh dan perusahaan berpengaruh dan memusatkan upaya pada mereka. Khususnya pada pembelian barang industri, kebanyakan perusahaan dalam industri cenderung mengikuti pemimpin pasar dalam mengadopsi inovasi. • Menciptakan pembentuk opini dengan cara memasok produk pada orang-orang tertentu dengan kemudahan-kemudahan khusus: Raket tenis baru mungkin awalnya ditawarkan dulu pada anggota tim tenis sekolah dengan harga khusus. Atau Toyota bisa saja menawarkan hadiah pada pelanggannya yang lebih puas jika mereka bersedia menyarankan produk Toyota pada pembeli prospektif. • Memanfaatkan tokoh masyarakat pemberi pengaruh seperti ketua organisasi wanita, ketua kelas atau disc jockey setempat. • Memanfaatkan orang berpengaruh atau dapat dipercaya dalam iklan testimonial: Sebuah produsen susu mahal, Pedia Sure membayar penyanyi anak-anak Sherina puluhan juta untuk membintangi iklannya agar produknya diminati anak-anak kelas menengah. • Membuat iklan yang memiliki “conversation value“ tinggi: Iklan yang memiliki conversation value sering memiliki slogan yang menjadi buah bibir masyarakat. Pada tahun 1990-an, kampanye HM. Sampoerna “How Low Can You Go“ mampu menciptakan conversation value yang tinggi. Seruan Mandra “Makanya Beli Honda” juga sukses mendorong calon pembeli yang masih ragu-ragu memutuskan atau bertindak lantaran banyaknya tawaran sepeda motor Cina dan Korea yang lebih murah. Juga daya bujuk tagline dan lagu “Don’t Worry Be Happy” asuransi Garda Oto sukses melambungkan Asuransi Astra Buana ke puncak dominasi pasar asuransi kendaraan bermotor di Indonesia. • Mengembangkan saluran getok tular referral untuk membangun bisnis: Kalangan professional kerap mendorong kliennya untuk merekomendasikan jasanya. Dokter gigi misalnya bisa saja minta para pasien yang puas untuk merekomendasikan pada teman dan kenalan mereka dan selanjutnya mengirimkan ucapan terimakasih atas rekomendasi mereka. • Membuat forum elektronik: Pemilik Harley Davidson misalnya, menggunakan jasa on-line agar dapat berdiskusi dan berbagi pengalaman di internet.
B.2. Saluran Komunikasi Non-Personal Media terdiri dari media cetak (Koran, majalah, direct mail), media siaran (radio, televise), media elektronik (kaset audio, video, CD-ROM, halaman web) dan media display (baliho, papan iklan, poster, sign). Kebanyakan pesan non-personal berasal dari media yang harus dibayar perusahaan (paid media). Masing-masing media memiliki keunggulan dan kelemahan, diantaranya: Kapabilitas persuasif dari media cetak (Surat Kabar) • Mampu menjangkau audiens yang luas • Efektif untuk menjangkau wilayah lokal
Bab 4 – Sumber dan Saluran Komunikasi Pemasaran
29
• Fleksibel • Cepat • Kemungkinan mendapat umpan balik lebih cepat, dan sebagainya. Keterbatasan media cetak (Surat Kabar) • Tidak selektif • Pesan hanya jangka pendek • Clutter • Biaya bervariasi tergantung ukuran iklan dan sirkulasi Kapabilitas persuasif media cetak (Majalah) • Sangat selektif • Sangat mungkin ditujukan untuk kelompok tertentu • Produksi berkualitas tinggi • Kredibilitas tinggi • Pesan berjangka panjang • High pass along rate Keterbatasan media cetak (Majalah) • Perputaran cukup lama • High clutter • Umpan balik tidak langsung dan cukup lama • Harga bervariasi tergantung sirkulasi dan selektifitas Kapabilitas persuasive media siaran (Televisi) • Kemungkinan menjangkau audiens yang luas • Appeals to many senses • Kemungkinan menarik dan menggugah emosi cukup tinggi • Kemungkinan mendemonstrasikan • Secara keseluruhan biaya tinggi • Biaya per kontak rendah Keterbatasan media siaran (Televisi) • Jangka panjang • High clutter • Pesan jangka pendek • Pemirsa dapat menolak eksposur menggunakan zapping • Day-after recall tests for feedback Kapabilitas persuasive media siaran (Radio) • Selektifitas geografis dan demografis • Short lead time • Relatif murah • Sangat baik untuk lokal Keterbatasan media siaran (Radio) • Eksposur jangka pendek • Hanya Audio/suara • High clutter • Zapping possible • Delayed feedback through day-after recall tests Kapabilitas persuasif media elektronik (Internet)
Bab 4 – Sumber dan Saluran Komunikasi Pemasaran
30
• Berpotensi untuk menseleksi audiens • Customized tracking possible and other feedback tools possible • Bermanfaat untuk menguatkan merek dan pesan Keterbatasan media elektronik (Internet) • Demographic skew to audience • Very high clutter • Zapping possible • Harga sangat bervariasi • Konsern terhadap privasi Kapabilitas persuasif media Direct Mail • Sangat selektif • Kemungkinan Personalisasi sangat besar • Novel, interesting stimuli possible • Low clutter Keterbatasan media Direct Mail • Dipersepsikan sebagai surat-surat yang tidak berguna • Feedback possible through response • Biaya tinggi per kontak Kapabilitas persuasif media Direct Marketing • Pengembangan database • Audiens-nya sangat selektif • Relatively free of clutter Keterbatasan media Direct Marketing • Sangat privasi • Respon dapat diukur • Biaya per inquiry, biaya per sale, revenue per iklan dapat dihitung Atmosfir adalah “lingkungan yang dikemas” yang dapat menciptakan atau memperkuat kecenderungan pembeli untuk membeli produk. Kantor-kantor hukum terkenal didekor dengan permadani oriental dan mebel kayu jati untuk mengkomunikasikan “kesuksesan“ dan “stabilitas”. Even merupakan peristiwa-peristiwa yang dirancang untuk mengkomunikasikan pesan tertentu pada audiens sasaran. Bagian humas mengatur konferensi pers, peluncuran produk, grand opening, dan pensponsoran olah raga untuk merengkuh efek komunikasi khusus pada audiens sasaran. Walau komunikasi personal sering lebih efektif daripada komunikasi massa, media massa tetaplah saran utama yang dapat menggerakkan komunikasi personal. Komunikasi massa mempengaruhi sikap dan perilaku pribadi melalui proses komunikasi dua tahap. Aliran dua tahap ini punya beberapa implikasi. Pertama, pengaruh media massa pada opini masyarakat tidak terjadi secara langsung, kuat dan otomatis sebagaimana selama ini diasumsikan, karena ternyata dimediasi pendapat oleh pembentuk opini, orang yang biasanya dimintai pendapat atau yang selalu menyebarkan opininya pada orang lain. Kedua, teori ini juga menentang asumsi yang mengatakan bahwa gaya konsumsi dipengaruhi khususnya oleh efek “trickle-down” atau “trickle-up”
Bab 4 – Sumber dan Saluran Komunikasi Pemasaran
31
dari media massa. Ketiga, komunikasi dua-tahap menyarankan agar komunikator massa sebaiknya mengarahkan pesan secara khusus pada pembentuk opini dan membiarkan mereka menyebarkannya pada orang lain. Para pakar komunikasi melihat masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok kecil yang anggotanya kerap berinteraksi. Tantangannya adalah harus menciptakan sistem yang lebih terbuka sehingga terjalin pertukaran informasi dalam masyarakat. Keterbukaan ini dibantu oleh orang yang berfungsi sebagai liaison dan bridge. Seorang liaison adalah orang yang menghubungkan dua kelompok atau lebih tanpa harus bergabung dalam salah satu kelompok. Sedangkan bridge adalah orang yang tergabung dalam satu kelompok dan terkait dengan orang lain dari kelompok lain. C. Kesimpulan Dalam menentukan sumber pesan yang akan digunakan harus memperhatikan perubahan respon individu sebagai akibat exposure terhadap stimuli. Dan dapat juga dikembangkan teori pembelajaran classical conditioning, yang memandang perilaku sebagai akibat asosiasi yang erat antara stimulus primer (misalnya: sukses social) dan stimulus sekunder (misalnya: merek pasta gigi, deodoran, atau sabun mandi). Penggunaan konsep classical conditioning untuk mempengaruhi konsumen, harus memperhatikan persyaratan berikut: (1) tidak boleh ada stimuli lain yang mungkin menghalangi unconditioned stimulus, (2) unconditioned stimulus tersebut belum pernah diasosiasikan dengan merek atau kategori produk lain, (3) unconditioned stimulus tidak boleh terlalu familier dan mesti disajikan secara tunggal untuk menghindari preexposure effect, (4) classical conditioning lebih efektif apabila conditioned stimulus-nya baru. Pemilihan saluran komunikasi personal harus memperhatikan hal-hal berikut: (1) identifikasi tokoh dan perusahaan berpengaruh dan memusatkan upaya pada mereka, (2) menciptakan pembentuk opini dengan cara memasok produk pada orang-orang tertentu dengan kemudahan khusus, (3) memanfaatkan tokoh masyarakat pemberi pengaruh, (4) memanfaatkan orang berpengaruh dan dapat dipercaya dalam iklan testimonial, (5) membuat iklan yang memiliki “conversation value” yang tinggi, (6) mengembangkan saluran getok tular referral, (7) membangun forum elektronik. Sedangkan saluran non-personal yang dapat dipilih adalah media yang terdiri dari media elektronik (kaset audio, video, CD-ROM, halaman web), media cetak (koran, majalah, direct mail), media display (baliho, papan iklan, poster sign). Selain itu dapat dibuat suatu atmosfir (lingkungan yang dikemas) yang dapat menciptakan atau memperkuat kecenderungan pembeli untuk membeli produk. Dapat juga komunikator merancang suatu even untuk mengkomunikasikan pesan tertentu pada audiens sasaran, seperti konferensi pers, peluncuran produk, grand opening.
Bab 4 – Sumber dan Saluran Komunikasi Pemasaran
32