VI.
STRUKTUR, PERILAKU, DAN SALURAN PEMASARAN
6.1 Struktur Pasar
Analisis struktur pasar dilakukan dengan ~nelihatbanyaknya jumlah pembeli dan penjuai yang terlibat, keadaan produk, syarat k e I w masuk pasar berupa modal pengetahuan, dan sumber informasi. Pada karakteristik pertama, jumlah petani buahb d a n lebih banyak dibandingkan jumlah pedagang (pengumpul, grosir, dan pengecerj. Karakteristik kedua, pemasaran buah-buahan pada tingkat petani tidak dilakukan standarisasi dan grading terlebih dahulu karena umumnya petani menjual secara borongan atau tebasan. Petani bertindak sebagai prlce taker, kecuali petani yang menjual buah secara eceran atau dijual langsung ke konsurnen. Pedagang pengurnpui atau pedagang pengecer melakukan standarisasi dan grading sehlngga buah-buahan yang dijual terdiferensiasi. Karakteristik ketiga dilihat dari kemudahan keluar masuk pasar yaitu &lihat dari besarnya modal yang hams dimiliki pedagang dan pengetahuan mengenai produk
yang aijuai. Modal yang dibutuhkan untuk menjad pedagang buah relatif besar. Berdasarkan informasi responden pedagang, modal yang dibutuhkan pedagang pengumpul berkisar antara Rp30.000,00-Rp50.000.000,00. membutuhkan modal antara Rp50.000.000,00-Rp150.000.000,OO. pengecer membutuhkan Rp35.000,00--Rp7.000.000,OO.
Pedagang grosir Dan pedagang
45
Pengeta'nuan mengenai kuaiitas buah-buahan yang bagus dan jelek juga merupakan ha1 yang penting untuk diketahui oleh seorang pedagang. Pengetahuan ini penting untuk meiaicukan siandarisasi, grading, dan penentuan harga buah. Pacia sistem borongan dan tebasan pedagang juga
perlu mengetahui kualitas
pohowtanaman buah dalam kaitannya dengan produksi per pohon. Karakteristik keempat, 63,52 persen responden petani mempunyai informasi mengenai harga yang berlaku sebelum melakukan transaksi penjualan buah. Sumber informasi harga berasal dm sesama petani atau melihat kecenderungan harga buah Q pasar. K e m u a a n inibrmasi berkaitan ciengan ietair daeran. Daerah yang letaknya strategis cian memiiiii akses ke kota cepat, tidak sulit memperoleh informasi harga yang berlaku. 6.2 Periiaku Pasar
Perilaku pasar damati dengan melihat praktek penjualan dan pembelian, sistem penentuan dan pembayaran harga, kerjasama antara Iembaga p e m w a n serta praktek-praktek pemasaran lainnya.
Penjualan buah dari petani ke pedagang
pengecer dan pedagang pengumpul dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Sistem eceran, yaitu penjualan dengan cara unit per kecil dengan harga per unit.. 2. Sistem borongan, yaitu penjualan secara keseluruhan produk berdasarkan harga
per unitnya. 3. Sistem tebasan, yaitu penjualan keseluruhan produk tanpa mengetahui harga
persatuan unitnya.
46 Hasii peneiitian ini menunjukn bahwa pedagang pengurnpul memainkan peran yang penting pada pemasaran buah-buahan. Responden umurnnya menjual buah-buahan ice pedagang pengumpul dengan sistem borongan ahu tebasan. Pada sistem ini pemanenan dilakukan oleh pedagang pengurnpul yang selanjutnya dlsebut penebas. Penebas m e i w a n perkiraan jumlah produksi buah per pohon sebelum melakukan transaksi. Transaksi dilakukan berdasarkan jumlah prediksi penebas. Setelah terjadi kesepakatan bardah pemanenan dapat diiakukan. Penebas dapat mengefisiensikan upah tenaga kerja pada saat pemanenan dan biaya transportasi. Sehingga penebas memiiiki posisi yang iebih baik untuk menentukan harga dan waktu pemanenan yang tepat. Pemilihan cara penjualan dilakukan berdasarkan kebiasaan petani atau * b e r M ~ ajumiah n produicsi buah pa& saat itu. Pa& dasarnya petani menjual buahbuahannya ke pedagang tanpa memillh apakah pedagang tersebut merupakan pedagang pengecer atau pehgang pengumpui. Jika produksi buah melimpah, petani biasanya menjual produk buah-buahannya secara borongan ataupun tebasan. Petani disarankan untuk menjual produksi buahnya tidak dengan sistem tebasan tetapi dengan sistem eceran atau borongan. Karena pada sistem tebasan, petani akan memperoleh harga yang sangat rendah. 77,460/0 dari total responden petani melakukan penjualan buah dengan
menunggu pedagang datang ke rumah atau kebun petani dan sisanya petani yang datang ice pedagang. Buah-bua'nan dari petani yang dijual ke konsumen akhir dilakukan dengan cara membawa buah-buahan ke pasar. Penjualan secara langsung
ice konsumen akhir ciiiakuican beberapa petani di desa-desa yang memiliki sarana jalan dan transportasi yang baik dan lancar menuju pasar. Harga jual diperoleh dari hasil tawar-menawar petani dengan konsumen a h r . Sistem pembayaran yang dilakukan konsumen akhir dengan petani Qlakukan secara tunai. Sistem tam-menawar digunakan dalam penentuan harga buah-buahan berdasarkan informasi harga yang dimiliki oleh petani dan pedagang. Informasi harga diperoleh petani maupun pedagang dari pasar, tetangga, teman sesama petani atau pedagang.
Namun seringkali petani tidak memiliki informasi harga sebelum
melakukan transaksi dengan pedagang dan sehingga melemahkan posisi tawar petani. Berdasarkan has11 survei, 72,45 persen petani tidak puas terhadap harga yang diterima untuk penjualan buahnya. Harga yang diterima petani masih sangat rendah dan berfluktuasi. Bahkan pada saat panen raya, harga sangat rendah sehingga buahbuahan terkaciang ti&
iaku cian ciibiariran r0nt0k tanpa dipanen. Hal ini sering
terjacb pada komoditi rambutan. Sistem pembayaran yang digunh.$leh pedagang pengecer dan pedagang pengumpul adalah secara tunai pada saat transaksi jual beli atau dengan pembayaran dimuica dengan tunai atau sepanin narga. Pembayaran dimuica baik secara tunai maupun sepanih harga umumnya terjadi pacia sistem penjuaian borongan maupun tebasan. Hampir semua penjualan buah (kecuali jeruk) hlakukan oleh pedagang lokal. Pedagang pengumpul jeruk di Desa Moris Jaya dan Tanjung Sari sebagian besar berasal dari Daerah Jawa Timur. Hanya satu pedagang pengumpul pada masing-
48
masing desa tersebut yang berasai dari desa itu sendiri dan seiebihnya pedagang dari
luar desa. Pedagang pengumpul dan luar desa menggunakan penghubung sebagai pemberi informasi tentang icondisi panen jeruic di desadesa tersebut.
Sistem
pembayaran yang lgunakan pedagang pengumpul jeruk dengan sistem tebasan
addah pembayaran dimuka tunai atau sepasuh harga jual yang telah disepakati. Jika sudah ada kesepakatan harga maka pedagang pengumpul langsung membayarnya.
Buah jenrk yang ada di pohon setelah dibayar menjadi milik pedagang pengumpul. Berbeda dengan komoditi durian, jika terjadi sesuatu dengan pohon dan buah jeruk maka akan menjadi tanggungan pedagang pengumpui bukan petani.
Petani hanya
bertanggungjawab mengamankan agar tidak dicuri orang.
Petani lebih menyukai pembayaran di muka karena uang tunai akan lebih cepat diperoleh. Namun ada juga pedagang pengumpul yang melakukan pembayaran & belakang, setelah panen Bahkan ada beberapa petani yang menerima pembayamn setelah jeruk terjual oleh pedagang pengumpul, biasanya ini terjadi pada sistem pembayaran separuh harga di muka dengan sistem kepercayaan antara pedagang pengumpul dengan petani. Sistem pembayaran yang hpilih petani, tergantung pada kesepakatan antara petani dengan peciagang pengumpui. Jika pedagang pengumpd tersebut memiliki uang tunai maka biasanya mereka membayar di depan tunai. Pedagang pengumpul
akan menanggung resiko jeruk di jual ke pedagang lain jika pembayaran di belakang, terutama jika petani sedang terdesak kebutuhan uang tunai.
Umumnya setiap
49
pedagang pengumpui sucian memiiiki petani peianggan dan daeran-daerah pembeiian buah tersendiri. Pedagang pengumpul membawa buah-buahannya ke pasar dan menawarkannya pada pedagangan pengecer. Penentuan harga pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer dilakukan dengan sistem tawar menawar. Setelah ada kesepakatan harga pembayaran dilakukan secara tunai. Begitu pula dengan petam yang menjual buahbuahannya ke pedagang pengecer. Penjualan buah-buahan ke pedagang grosir dilakukan oleh pedagang pengumpul dengan cara menawarkan buah-buahannya pada pedagang grosir. Transaksi dilakukan dengan cara tawar menawar, setelah &peroleh kesepakatan harga pedagang pengumpul kemudian membawa buah-buahannya ke pedagang grosir. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Pedagang pengecer yang akan membeli buah-buahan mendatangi pedagang grosir dan melakukan transaksi jual-beli di toko, tempat penjualan buah-buahan pedagang grosir. 6.3 Saluran Pemasaran Distribusi buah-buahan dari petani ke konsumen melibatkan beberapa lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Tiap-tiap saIuran terdiri dari lembaga pemasaran yang berbeda. Lembaga-lembaga tersebut melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran sehingga komoditas buah-buahan yang disalurkan memiliki kegunaan tempat, waktu, dan bentuk.
Secara umurn kegiatan yang dilakukan oieh lembaga-lembaga pemasaran adalah produksi, pembelian, pengumpulan, transportasi, standarisasi, grading, penyimpanan, dan penjualan. Proses penyaiuran buah-buahan dari produsen ke konsurnen membutuhkan input-input seperti tenaga kerja, informasi, pengetahuan, keterampilan, dan modal. Saluran pemasaran buah-buahan dan komponen utamanya secara umum di Propinsi Lampung, ditunjukkan oleh Gambar 2.
::........................................................................**...........................*...*........................* ...................................................................................................................................... ...-
... .-. Penjualan .. Penyimpana Penjualan ...Penjualan ...................................................................................................................................... . ....................................................................................................................................... Input* i..il. Tenaga Keja, Informasi, Pengetahuan, Keterampilan, dan Modal *I
1
.
'
I
*Input untuk semua komponen sahran
Garnbar 2. Saluran pemasaran buah-buahan dan komponen utamanya secara umurn di Propinsi Larnpung, 200 1 Foia saluran pemasaran yang digunakan pada masing-masing jenis buahbuahan yang dianalisis adalah pisang (saluran 1, 2, 3, dan 6j, rambutan (saluran 2, 3, dan 5), mangga (saluran 2 , 3 , dan 4), durian (saluran 2, 3, dan 5), duku (saluran 2, 3, 4, dan 5), dan jeruk (saluran 3,4, dan 5). Persentase tiap saluran pemasaran diperoleh
dengan menghitung banyaknya petani yang terlibat dalam penjualan buah-buahan
terhadap seluruh petani responden dan seluruh jenis buah-buahan yang diamati (pisang, rambutan, mangga, durian, duku, dan jeruk). Pola saluran pemasaran buahbuahan di Propinsi Lampung dapat digambarkan sebagai berikut:
v Pedagang Pengumpul
Pedagang Grosir
Pedagang Grosir di Luar Lampung
J
Pedagang Pengecer
Pedagang Pengecer di Luar Lampung
A Konsumen Akhir
4
rvr Konsumen Akhir
I I I
4, I
di Lampung
Gambar 3. Pola Saluran Pemasaran Buah-Buahan di Propinsi Lampung, 200 1 Keterangan:
- .- .-
: Saluran pemasaran 1 (Petani-Konsumen
..-.-.--
: Saluran pemasaran 2 (Petani-P@g (3 1,91%))
Pengecer-Konsumen
: Saluran pemasaran 3 (Petani-Pedagang
Pengumpul-Pedagang
Pengecer-Konsumen
-
Grosir-Pedagang *-
Akhir (4,04%)) Akhir
Akhir (50,ll))
: Saluran pemasaran 4 (Petani-Pedagang
Pengecer-Konsumen
Pengumpul-Pedagang Akhir (5,39))
: Saluran pemasaran 5 (Petani-Pedagang
Pengumpul-Pedagang Grosir (di Luar Larnpung)-Pedagang Pengecer (di Luar Lampung)-Konsumen Akhir (di Luar Lampung) (8,3 1))
: Saluran pemasaran 6 (Petani-Industri
Akhir (0,22))
Pengolahan-Konsumen
I I I' I
52
Saluran pemasaran yang digunakan oleh petani 86,18 persen tidak tetap. Petani menjual buahnya pada pedagang yang berbeda-beda, hanya 13,82 persen petani yang menjual buahnya pada pedagang atau saluran yang sama. Saluran 1 hanya dgunakan oleh petani pisang sebanyak 12,994 dari total petani pisang responden yang terdapat di tiga desa yaitu Tanjung Sari, Karang Sakti, dan Sidodadi. Petani tersebut bertindak sekaligus sebagai pedagang pengecer yang menjual langsung pisangnya ke konsumen akhir di pasar desa atau kecamatan. Petani lebih suka melakukan dengan cara ini karena mereka bisa menentukan harga yang lebih tinggi kendati harus mengeluarkan biaya untuk membawanya ke pasar. Namun biaya yang dikeluarkan petani dapat tertutupi oleh harga jualnya. Pada saluran pemasaran 2 petani menjual b d - b d a n n y a ke pedagang pengecer. Petani melakukan penjualan ke pedagang pengecer karena produksi buahbuahannya tidak terlalu melimpah.
Namun pada dasarnya petani menjual buah-
buahannya ke pedagang tanpa memilih apakah peda&g
tersebut nantinya akan
menjual buahnya langsung ke konsumen atau ke pedagang pengecer lagi. Hal terpenting bagi petani adalah harga yang ditawarkan oleh pedagang tersebut sesuai atau merupakan tawaran harga yang terbaik. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran berupa pembelian dari pedagang pemborong atau membeli langsung dm petani. Pembelian dari petani dapat dilakukan dl rumah petani, di kebun, ataupun di rumah pedagang itu sendlri. Sedangkan fungsi fasilitas terdiri dari standarisasi dan grading serta penanggungan
53
resiko.
Standarisasi dan grading dilakukan dengan memilah buah-buahan
berdasarkan ukuran dan kualitas buah untuk menentukan harganya. Penanggungan resiko pedagang pengecer adalah kerugian akibat penurunan kualitas sejalan dengan lamanya waktu penjualan yang berakibat pada penurunan harga jual buah atau pun resiko buah ti& laku. Saluran pemasaran 3 merupakan saluran yang paling banyak digunakan oleh
petani buah-buahan di Propinsi Lampung. Pada saluran 3 pedagang pengumpul dapat menarnpung atau membeli buah-buahan dari petani dalarn jumlah besar. Sehingga petani tidak perlu menanggung resiko yang lebih besar jika buah-buahan tidak laku terjual terutama pada saat produksi buah-buahan melimpah. Pedagang pengumpul biasanya membeli buah
dengan cara satuan
(kilo/butir/sisir), borongan ataupun tebasan. Pembelian dengan cara tebasan adalah pembelian buah yang dilakukan dengan cara memperkirakan jumlah produksi buah yang ada di pohon pada saat buah setengah tua atau belum waktunya &panen, kemudian diprediksi jumlah buah per pohon atau per kebun baru ditentukan harga keseluruhan buah per pohon atau per kebun. Pedagang pengumpul yang melakukan pembelian dengan cara tebasan ini disebut penebas. Pada sistem tebasan pemanenan buah dilakukan oleh penebas. Sistem pembelian dengan cara tebasan ini paling banyak dilakukan oleh petani jeruk. Hanya petani jeruk responden atau 18,64% yang melakukan penjualan jeruk dengan cara kiloan. Pembelian dengan sistem tebasan ini banyak merugikan petani. Umumnya pada sistem tebasan ini jumlah buah yang diprediksi jauh lebih kecil dibandingkan
54
dengan jumlah yang dipanen oleh penebas. Sehingga penebas memperoleh banyak keuntungan dari sistem ini. Petani jeruk di desa Moris Jaya dan Tanjung Sari 96% melakukan penjualan jeruknya dengan sistem tebasan. Sarana jalan dan jembatan yang buruk dan lokasi desa yang jauh dari pusat konsumsi menyebabkan petani tidak merniliki pilihan untuk menjual produksinya selain ke pedagang pengumpul yang datang dari luar dengan sistem tebasan ini. Sistem tebasan juga dilakukan pada komoditi buah lainnya (rambutan, mangga, durian, dan duku). Penjualan dengan sistem tebasan dan borongan pada komoditi selain jeruk dilakukan umumnya pada saat produksi buah melimpah. Sistem ini dilakukan untuk menghindari resiko tidak terjualnya buah akibat melimpahnya buah dipasaran terutama pada saat musim raya. Saluran pemasaran 4 dan 5 merupalm saluran pemasaran terpanjang, terdiri
dari petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir, &dagang pengecer, dan konsumen akhir.
Pada saluran ini petani menjual buah-buahannya juga pada
pedagang pengumpul seperti pada saluran 3. Pedagang pengumpul melakukan fungsi pemasaraan seperti fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran berupa pembelian dari petani buah, dan penjualan ke pedagang grosir atau pedagang pengecer. Fungsi fisik yang dilakukan pedagang pengurnpul berupa pengangkutan buah dari rumah atau kebun petani ke rumah pedagang pengumpul atau langsung dibawa ke pasar. Sedangkan
55
fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang pengumpul berupa fungsi standansasi dan grading serta penanggungan resiko. Standarisasi adalah penentuan mutu berdasarkan ukuran atau patokan tertentu. Grading adalah klasifikasi produk baik barang atau atau jasa ke dalarn kelompok tertentu seperti rasa manis, kematangan, dan ukuran.
Pedagang pengumpul
melakukan standarisasi dan grading dalam memasarkan buah ke pedagang grosir atau pedagang pengumpul. Resiko pemasaran buah yang ditanggung oleh pedagang pengumpul tidak terlalu besar.
Umumnya buah tidak terlalu lama berada di tangan pedagang
pengumpul, sehingga resiko penurunan harga akibat penurunan kualitas dan resiko buah tidak habis terjual sangat kecil bahkan hampir ti&
ada, jika dibandingkan
dengan resiko pada pedagang pengecer. Resiko gagal panen akibat perubahan iklim dan cuaca pada sistem borongan ataupun tebasan tidak ditanggung oleh pedagang
pengumpul.
Seperti yang terjadi pada petani durian di Desa Batu Putu yang
mengalami gagal panen akibat terjadinya angin kencang yang merontokkan buah duriannya tdhun 2000. Uang yang telah diterima petani durian di desa tersebut sebagai uang pangkal pembelian durian dengan cara borongan yang dihitung berdasarkan jumlah buah durian yang ada di pohon terpaksa dikembalikan.