BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar Dalam suatu kegiatan eksplorasi minyak bumi perangkap merupakan suatu hal yang sangat penting. Perangkap berfungsi untuk menjebak minyak bumi sehingga berkumpul di suatu tempat dan tidak menyebar. Salah satu jenis perangkap dalam eksplorasi hidrokarbon adalah perangkap struktur. Perangkap struktur merupakan suatu perangkap yang di akibatkan oleh suatu struktur geologi tertentu misalnya sesar atau lipatan. Sesar adalah rekahan pada batuan yang mengalami pergerakan pada bidang sesarnya. Sesar terjadi karena adanya gaya (stress) yang bekerja pada pada batuan tersebut. Bila suatu stress di kenakan pada suatu material maka material tersebut akan mengalami regangan atau strain. Bila stress tersebut melewati batas elastisitas material tersebut maka material tersebut akan mengalami fracture atau rekahan. Suatu material yang selain mengalami rekahan juga mengalami pergerakan dinamakan sesar. Dalam klasifikasi sesar digunakan pergeseran relatif, karena tidak tahu blok mana yang bergerak. Pergeseran salah satu sisi melalui bidang sesar membuat salah satu blok relatif naik atau turun terhadap yang lainnya. Blok di atas bidang sesar disebut hanging wall sedangkan blok di bawah bidang sesar disebut footwall. Geometri sesar secara visual dapat dilihat pada Gambar 4.1 Berdasarkan atas dip bidang sesar dan arah gerak relatifnya, sesar dapat diklasifikasikan menjadi menjadi sesar normal, sesar naik (reverse fault atau thrust fault) dan sesar mendatar (strike slip fault). Sesar normal disebut juga sesar turun, disebabkan oleh stress tensional yang seolah-olah saling menolak atau memisahkan. Sesar normal di definisikan juga sebagai sesar yang hanging wall nya turun terhadap
footwall. Sesar naik
berkembang karena stress kompresional. Pada sesar naik, blok hangingwall relatif naik terhadap blok footwall. Sesar mendatar disebut juga sesar geser, dimana gerak utamanya adalah horizontal dan sejajar dengan bidang sesarnya. Hal ini diakibatkan oleh bekerjanya shear stress. Jenis-jenis sesar seperti yang telah dijelaskan di atas dilihat pada Gambar 4.2. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya sesar memiliki hubungan yang penting dalam eksplorasi hidrokarbon, yakni dapat berperan sebagai perangkap minyak bumi. Pada dasarnya sesar mengakibatkan salah satu dari lapisan batuan yang bergeser tersebut 31
menutup atau menyekat lapisan lain, yang dapat berperan nantinya sebagai reservoir minyak bumi. Pada Gambar 4.3 ditampilkan konsep terperangkapnya minyak dan gas bumi pada suatu struktur sesar.
Gambar 4.1: Geometri sesar
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.2: Jenis-jenis sesar (a) kondisi tak terdeformasi (b) sesar normal (c) sesar naik (d) sesar geser
Mengingat pentingnya perangkap struktur sesar, maka pada bab ini akan di lakukan simulasi penjalaran gelombang seismik pada model geologi sesar normal. Model geologi ini dipilih karena seringkali perangkap minyak bumi dibentuk oleh hadirnya sesar normal. Model geologi dalam simulasi penjalaran gelombang ini hanya terbatas pada struktur sesar, tanpa mempertimbangkan apakah lapisan pada model sesar tersebut diisi oleh hidrokarbon atau tidak. Pemahaman mengenai karakteristik penjalaran gelombang di dalam model sesar sedikit banyak dapat membantu kita dalam menginterpretasi data seismik untuk tujuan eksplorasi. Pada bab ini juga akan dilakukan rekontruksi model sesar dengan cara membuat penampang seismik ”brute stack” dari kumpulan sintetik seismogram hasil simulasi penjalaran gelombang seismik pada model sesar. Pembuatan 3232
penampang seismik ”brute stack” dilakukan dengan melakukan pengolahan standar data seismik terhadap kumpulan sintetik seismogram hasil pemodelan gelombang seismik melalui model sesar.
Gambar 4.3: Perangkap struktur sesar
Secara ringkasnya tahapan yang akan dikerjakan pada bab ini terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah simulasi penjalaran gelombang melalui model sesar beserta analisis snapshot gelombang seismik dan sintetik seismogramnya. Sementara tahapan kedua adalah
pembuatan dan pengolahan sintetik seismogram hingga penampang
seismik ”brute stack” dapat dihasilkan. Pada
tahapan pertama
simulasi penjalaran
gelombang dilakukan pada model sesar medium akustik isotropik maupun elastik isotropik. Pada tahapan kedua, data yang digunakan untuk membuat penampang ”brute stack” adalah sintetik seismogram hasil simulasi gelombang seismik pada medium elastik isotropik saja. IV.1 Persiapan Pembuatan Model Sesar Pada dasarnya, tahapan dalam melakukan simulasi penjalaran gelombang sama seperti yang telah dilakukan pada studi kasus I (pada BAB III). Yang berbeda disini hanya modelnya saja, dimana model yang dipilih adalah model geologi sesar normal. Pembuatan model dilakukan dengan memanfaatkan perangkat lunak “Seismic Unix” yaitu program yang bernama ”unif2”. Keluarannya adalah model bawah permukaan bumi yang terdiri atas empat lapisan dengan stuktur geologi sesar normal. Model tesebut dapat dilihat pada Gambar 4.4. Model tersebut
berukuran 10000 m x 5000 m. dengan
menggunakan spasi grid sebesar 10 m. Dengan demikian jumlah grid dalam model tersebut adalah 2001 x 1501 buah atau sekitar 3.000.000 buah grid. 3333
Gambar 4.4: Parameter fisik model sesar
Jumlah grid di atas dipilih karena menunjukkan hasil yang optimum pada snapshot penjalaran gelombangnya. Jumlah grid pada model di atas tentunya jauh lebih banyak daripada yang dimiliki oleh model pada studi kasus 1 (BAB III). Hal ini dilakukan agar pada bidang miring sesar tidak terjadi difraksi artefak akibat grid yang tidak halus. Parameter-parameter model tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.1: Parameter fisik tiap lapisan model sesar
Lapisan 1
Lapisan 2
Lapisan 3
Lapisan 4
Merah
Hijau
Biru
Biru
Kecepatan Gel P ( Vp )
1500 m/s
2500 m/s
3500 m/s
4500 m/s
Kecepatan Gel S ( Vs)
866 m/s
1443 m/s
2020 m/s
2596 m/s
Densitas
2300 gr/cc
2400 gr/cc
2500 gr/cc
2600 m/s
Tebal Lapisan
1000 m s/d
500 s/d
500 m s/d
1500 m s/d
1500 m
1500 m
1000 m
2200 m
Ciri Warna
Nilai kecepatan gelombang P yang dipakai dalam lapisan pertama sebesar 1500 m/s, yang mengasumsikan bahwa lapisan tersebut merupakan lapisan sedimen lunak yang belum terkompaksi dengan baik. Sedangkan kecepatan gelombang P lapisan kedua sebesar 2500 m/s , mengasumsikan bahwa lapisan tersebut merupakan lapisan batu pasir. Lapisan yang ketiga mempunyai litologi yang sama dengan lapisan ke dua yaitu lapisan batu pasir, tetapi nilai kecepatan gelombang P nya berbeda yaitu sebesar 3500 m/s. Nilai kecepatan gelombang P pada lapisan batu pasir tersebut lebih tinggi dari pada lapisan batu pasir pada lapisan yang kedua karena lapisan yang ketiga tersebut diasumsikan telah 3434
mengalami proses kompaksi yang lebih besar dibandingkan dengan lapisan ke dua. Lapisan yang terakhir merupakan basement berupa batuan granit. Granit tersebut memiliki nilai kecepatan dan densitas yang paling tinggi diantara lapisan yang lainnya yaitu sebesar 4500 m/s. Batuan granit memiliki kecepatan yang tinggi selain karena mineral pembentuknya berbeda dengan lapisan sedimen juga karena memiliki batuan ini sangat kompak dan keras. Nilai kecepatan gelombang S dalam model tersebut mengikuti hubungan gelombang P dan S yang formulasinya tertulis pada persamaan 2.8. Model kecepatan lapisan gelombang P tersebut dijadikan sebagai input pada program “Aku2D” sedangkan pada program “Ela2D” inputnya terdiri dari kecepatan lapisan gelombang P, gelombang S, dan densitas. IV.2 Penentuan Parameter Simulasi Gelombang Seismik Semua informasi mengenai parameter simulasi gelombang seismik diinputkan kedalam file bernama ”aku2d.in” untuk simulasi gelombang akustik isotropik dan ”ela2d.in” untuk simulasi gelombang elastik isotropik. Parameter yang digunakan dalam simulasi gelombang akustik dan elastik isotropik dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2: Parameter simulasi gelombang seismik model sesar
No
Parameter
Nilai Parameter
1
Sampling rate ( dt )
0.02 s
2
Waktu Simulasi (tmaks)
4.2 s
3
Frekuensi tengah (fcent)
5 Hz
4
Tipe Wavelet
Ricker
5
Jenis sumber
Explosive point source
6
Posisi sumber tembakan
7
Jumlah geophone
8
Jarak antar geophone
7040 m (sb x) & 30 m (sb z) 124 buah 50 m
Nilai sampling waktu yang digunakan pada model 3 ini adalah 0.002 s, dimana nilai ini sudah sesuai dengan kriteria kestabilan sistem yaitu tidak boleh melebihi nilai maksimumnya yang bernilai 0.00552 s.
Sedangkan untuk nilai frekuensi haruslah
memenuhi kriteria dispersi yang ditentukan sesuai dengan persamaan 2.10. Nilai 3535
frekuensi maksimum pada model ini adalah 12 Hz. Nilai frekuensi yang di pilih haruslah kurang dari nilai maksimum tersebut.
Setelah dilakukan trial dan error dipilihlah
frekuensi sebesar 5 Hz sebagai frekuensi dominan supaya sintetik seismogram dan snapshot yang dihasilkan cukup baik. Waktu perekaman simulasi ini 4.2 s karena di anggap sudah cukup menghasilkan event-event gelombang yang penting. Tipe sumber yang dipilih pada simulasi model ini adalah “explosive point source”. Jumlah penembakan pada simulasi penjalaran gelombang ini dilakukan sebanyak satu kali. Titik lokasi penembakan berada pada jarak (X) 7020 m dan kedalaman (Z) 30 m Titik lokasi sumber tersebut dipilih karena pada posisi ini fenomena gelombang dari model sesar di atas dapat terlihat dengan jelas, baik pada sintetik seismogram maupun pada snapshot penjalaran gelombang seismik. Tipe wavelet yang digunakan adalah Ricker seperti dapat dilihat pada Gambar 4.6. Wavelet tersebut dipilih karena sudah optimum dalam mensimulasikan gelombang
terutama ketika muka gelombang tersebut mengenai batas-batas lapisan. Pada sintetik seismogram wavelet tersebut dapat dengan jelas menunjukkan batas-batas antar lapisan sehingga wavelet tersebut ideal untuk dipilih. Batas lapisan dalam sintetik seismogram ditunjukkan oleh bagian trough dalam gambar wavelet tersebut. Pada gambar 4.7 dapat dilihat bahwa frekuensi yang dominannya sekitar 5 Hz. Hal ini sudah sesuai dengan nilai kriteria dispersi yang digunakan dalam pemodelan ini.
Gambar 4.5: Tipe wavelet pada model sesar medium akustik dan elastik isotropik
3636
Gambar 4.6: Spektrum frekuensi sumber model sesar
IV.3 Hasil Keluaran Simulasi Gelombang Seismik melalui Model Sesar
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, solusi dari persamaan 2.5 berubah dari waktu ke waktu. Untuk setiap waktu tertentu solusi tersebut berupa snapshot penjalaran gelombang seismik seperti yang terlihat dalam Gambar 4.7 dan 4.8. Gambar 4.7 a dan d memperlihatkan snapshot penjalaran gelombang seismik melalui medium akustik setelah waktu 1,44 s (Gambar a) dan 1,92 s (Gambar d). Sedangkan Gambar 4.7 b,c,e dan f memperlihatkan penjalaran gelombang seismik melalui medium elastik isotropik setelah waktu 1,44 s dan 1,92 s . Gambar 4.7 b dan e merupakan penjalaran gelombang seismik medium elastik isotropik untuk komponen Z (vertikal) sedangkan gambar 4.7 c dan f menunjukkan penjalaran gelombang seismik elastik isotropik untuk komponen X (horizontal). Gambar 4.8 memiliki penjelasan yang sama dengan gambar 4.7 hanya saja gambar-gambar tersebut memperlihatkan snapshot pada waktu 2,64 s (Gambar 4.8 a,b,c) dan 2,85 s (Gambar 4.8 d,e,f). Batas-batas lapisan pada seluruh snapshot yang tertera pada Gambar 4.7 dan 4.8 ditunjukkan oleh garis-garis berwarna merah.
Sumber yang digunakan pada simulasi penjalaran gelombang ini berada di koordinat X=7040 m dan Z=30 m. Jenis sumber yang digunakan adalah tipe ”exsplosive point source”. Jenis sumber ini hanya menghasilkan gelombang P saja. Setelah sumber dibangkitkan, gelombang P
tersebut mulai menjalar melalui model. Pada snapshot
dengan medium akustik isotropik, saat t=1,44 s (Gambar 4.7 a), gelombang seismik (ditandai oleh A) sudah mengenai batas lapisan 1 dan 2 dan menghasilkan dua fasa gelombang yaitu gelombang P refleksi (fasa P-R-P di tandai oleh B) dan gelombang P. 37
(a)
(b)
(d)
(e)
(c)
(f)
Gambar 4.7: Snapshot gelombang pada model sesar (a) akustik saat t=1.44 s (b) elastik komponen Z saat t=1,44 s (c) elastik komponen X saat t=1,44 s (d) akustik saat t=1,92 s (e) elastik komponen Z saat t=1,92 s (f) elastik komponen X saat t=1,92 s
38
(a)
(d)
(b)
(e)
(c)
(f)
Gambar 4.8: Snapshot gelombang pada model sesar (a) akustik saat t=2,64 s (b) elastik komponen Z saat t=2,64 s (c) elastik komponen X saat t=2,64 s (d) akustik saat t=2,85 s (e) elastik komponen Z saat t=2,85 s (f) elastik komponen X saat t=2,85 s
39
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.9: Sintetik seismogram model sesar (a) akustik (b) elastik komponen Z (c) elastik komponen X
40
transmisi (fasa P-T-P ditandai oleh C). Terjadinya dua jenis gelombang ini disebabkan oleh adanya kontras akustik impedansi pada kedua lapisan tersebut. Pada snapshot dengan medium elastik isotropik, selain muncul gelombang P refleksi dan transmisi seperti yang terdapat dalam medium akustik juga muncul gelombang S. Gelombang S tersebut berasal dari gelombang P yang terkonversikan pada batas lapisan yang memiliki kontras impedansi elastik. Pada snapshot elastik komponen Z saat t=1,44 s (Gambar 4.7 b), gelombang P yang dibangkitkan oleh sumber (ditandai oleh A) sudah mengenai batas lapisan 1 dan 2 dan menghasilkan empat fasa gelombang yaitu gelombang P refleksi (fasa P-R-P di tandai oleh B), gelombang S refleksi konversi (fasa P-RC-S ditandai oleh L), gelombang P transmisi (fasa P-T-P ditandai oleh C), dan gelombang S transmisi konversi (fasa P-TC-S ditandai oleh M). Pada snapshot komponen X (Gambar 4.7 c), fasa gelombang S konversi dapat dilihat secara lebih jelas. Gelombang P transmisi akibat batas lapisan 1 dan 2 (ditandai oleh C ) kemudian terus menjalar pada lapisan dua sampai akhirnya mengenai batas lapisan 2 dan 3. Pada t=1,92 s (Gambar 4.7 e), muka gelombang P transmisi (ditandai oleh C)
tadi
sudah mengenai batas lapisan 2 dan 3 dan menghasilkan empat fasa gelombang yaitu Gelombang P refleksi (fasa P-T-P-R-P ditandai oleh D), gelombang S refleksi konversi (fasa P-T-RC-S ditandai oleh N), gelombang P transmisi (fasa P-T-P-T-P ditandai oleh G), dan gelombang S transmisi konversi (fasa P-T-P-TC-S ditandai oleh M). Pada medium elastik isotropik (Gambar 4.7 b), selain terdapat penjalaran gelombang transmisi P (ditunjukkan oleh C) pada lapisan 2 terdapat juga penjalaran gelombang S transmisi konversi (ditunjukkan oleh M). Gelombang S transmisi konversi tersebut menjalar sampai akhirnya mengenai batas lapisan 2 dan 3. Pada t=1,92 s (Gambar 4.7 e) gelombang S transmisi konversi sudah mengenai batas lapisan 2 dan 3 dan menghasilkan dua fasa gelombang yaitu gelombang S refleksi konversi (fasa P-TC-S-R-S) dan gelombang S transmisi konversi (fasa P-TC-S-T-S ditunjukkan oleh P ). Fasa gelombang S refleksi konversi memiliki amplitudo yang sangat kecil sehingga kurang terlihat jelas pada snapshot.
4141
Pada t=1,92 s juga telah terjadi suatu fenomena gelombang. Fenomena gelombang tersebut berupa pola ”bow tie”. Pola tersebut dihasilkan oleh bentuk bidang sesar dan bidang horizontal lapisan yang menyerupai geometri sinklin pada lipatan. Pada snapshot medium akustik (Gambar 4.7 d) dan medium elastik (Gambar 4.7 e,f) pola ”bow tie” ditunjukkan oleh E dan F. E merupakan pola ”bow tie” gelombang P akibat bidang sesar dan batas lapisan horizontal 1 dan 2 sedangkan F merupakan pola ”bow tie” gelombang P akibat bidang sesar dan batas lapisan horizontal 2 dan 3. Pada medium akustik isotropik saat t=1,92 s (Gambar 4.7 d), terdapat satu gelombang yang menjalar pada lapisan 3 yaitu gelombang G. G merupakan gelombang P transmisi akibat batas lapisan 2 dan 3. Gelombang tersebut terus menjalar pada lapisan 3 sampai akhirnya mengenai batas lapisan 3 dan 4. Setelah mengenai batas lapisan, gelombang P transmisi tadi berpisah menjadi gelombang P refleksi (fasa P-T-P-T-P-R-P ditunjukkan oleh H) dan P transmisi (P-T-P-T-P-T-P ditunjukkan oleh I) seperti yang terlihat pada Gambar 4.7 a. Berbeda dengan medium akustik isotropik, pada medium elastik isotropik (Gambar 4.7 e,f ) terdapat tiga gelombang yang menjalar pada lapisan 3 yaitu G, O, dan P. Ketiga gelombang tersebut menjalar pada lapisan 3 sampai mengenai batas lapisan 3 dan 4. Pada snapshot elastik komponen Z saat t=2,64 s (Gambar 4.8 b) gelombang G sudah mengenai batas lapisan 3 dan 4 sehingga menghasilkan gelombang P refleksi dan P transmisi. Pada snapshot akustik saat t=2,85 s (Gambar 4.8 d), gelombang P refleksi akibat batas lapisan 3 dan 4 (ditunjukkan oleh H) menjalar ke atas permukaan dan memantul pada reflektor 1 dan 2. Reflektor 1 adalah batas antara lapisan 1 dan 2 sedangkan reflektor 2 adalah batas antara lapisan 2 dan 3. Pada batas lapisan 2 dan 3 dihasilkan gelombang P pantulan yang ditunjukkan oleh K sedangkan pada batas lapisan 1 dan 2 dihasilkan gelombang P pantulan yang ditunjukkan oleh J. Pada snapshot elastik X dan Z saat t=2,85 s (Gambar 4.8 e,f) , didapatkan juga gelombang J dan K seperti pada medium akustik isotropik. Gelombang O dan P yang menjalar pada lapisan 3 sudah mengenai batas lapisan 3 dan 4 sehingga masing-masing gelombangnya terpisahkan menjadi gelombang pantul dan transmisi. Energi gelombang pantul lebih kecil daripada energi gelombang sehingga gelombangnya kurang terlihat pada snapshot. Energi gelombang transmisi cukup besar sehingga dapat terlihat pada snapshot (Gambar 4.8 e,f). Gelombang 4242
transmisinya ditunjukkan oleh S dan Q. S merupakan gelombang S pantul konversi akibat lapisan 3 dan 4 oleh gelombang O. Q merupakan gelombang S pantul konversi akibat lapisan 3 dan 4 oleh gelombang P. Hal yang menarik untuk dikaji dari snapshot simulasi gelombang elastik adalah gelombang M. M merupakan gelombang S transmisi konversi dari gelombang langsung akibat batas lapisan 1 dan 2 (fasa P-TC-S). Gelombang M dapat dilihat pada snapshot elastik pada Gambar 4.7 b,c,e,f dan 4.8 b,c,e,f. Seperti yang kita ketahui bila gelombang P mengenai suatu batas lapisan yang memiliki kontras akustik impedansi dengan sudut lebih besar dari 0 º, maka gelombang P tersebut akan membangkitkan empat macam fase gelombang yaitu gelombang P refleksi, gelombang S refleksi konversi, gelombang P transmisi, dan gelombang S transmisi konversi. Tetapi apa yang terjadi bila gelombang S mengenai batas lapisan yang memiliki akustik impedansi yang berbeda. Perilaku mengenai gelombang S tersebut dapat kita amati pada gelombang M. Pada Gambar 4.7 e (snapshot elastik Z saat t=1,92 s) M mengenai batas lapisan 2 dan 3 sehingga menghasilkan gelombang transmisi yang ditandai oleh huruf P. Menurut analisis, gelombang tersebut merupakan gelombang S karena memiliki karakteristik penjalaran gelombang dalam snapshot elastik yang sama seperti gelombang S. Pada snapshot elastik Z, karakteristik gelombang S ditandai oleh bentuk muka gelombang yang tidak utuh berbentuk lingkaran tetapi amplitudo di tengah muka gelombangnya nol. Selain itu juga, bila dibandingkan dengan gelombang transmisi S lain pada lapisan yang sama, P memiliki kecepatan gelombang yang hampir sama. Hal itu dapat dibandingkan antara kecepatan P dengan O pada lapisan 3 (Gambar 4.7 e). O merupakan gelombang S transmisi konversi dari C akibat batas lapisan 2 dan 3. Bila terus diperhatikan maka P tersebut tetap menjalar pada lapisan tiga (Gambar 4.8 b) sampai akhirnya mengenai batas lapisan 3 dan 4. Pada Gambar 4.8 e (snapshot elastik Z saat t=2,85 s), P sudah mengenai batas lapisan dan membangkitan fasa gelombang baru yaitu gelombang transmisi dan refleksi. Jenis gelombang yang dihasilkan tetap merupakan gelombang S. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa simulasi penjalaran gelombang elastik pada program ini, tidak
4343
memodelkan gelombang S konversi menjadi gelombang P refleksi ataupun transmisi pada batas lapisan yang memiliki kontras akustik impedansi yang berbeda. Gambar 4.9 menunjukkan sintetik seismogram yang merupakan produk samping (by product) dari simulasi penjalaran gelombang model geologi sesar. Titik lokasi sumber berada pada koordinat yang sama dengan titik sumber pada simulasi penjalaran gelombang di atas. Geophone yang digunakan sebanyak 124 buah dengan spasi antar geophone 50 m. Geophone tersebut ditempatkan pada model dengan kedalaman 30 m dari permukaan.
Dari geophone-geophone tersebut dihasilkan trace berjumlah 124.
Gambar 4.9 terdiri atas tiga gambar. Gambar pertama (Gambar 4.9 a) merupakan sintetik seismogram pada simulasi gelombang pada medium akustik isotropik. Sintetik seismogram pada gambar tersebut memperlihatkan respon geophone pada komponen radial. Sintetik seismogram pada Gambar 4.9 b dan c merupakan sintetik seismogram pada simulasi gelombang medium elastik. Gambar 4.9 b merupakan sintetik seismogram yang memperlihatkan respon geophone pada komponen vertikal (Z) saja sedangkan gambar 4.9 c merupakan respon dalam komponen horizontal (X). Pada sintetik seismogram dapat dilihat even-even gelombang seperti even yang terlihat di dalam snapshot simulasi gelombangnya. Tetapi tidak semua even gelombang dapat dilihat pada sintetik seismogram Hanya even gelombang yang melewati geophone saja yang dapat dilihat. Pada Gambar 4.9 a dapat dilihat even-even yang muncul pada sintetik seismogram medium akustik isotropik. Even-even tersebut adalah gelombang langsung (A), gelombang P pantulan akibat batas lapisan 1 dan 2 (fasa P-R-P ditunjukkan oleh B), gelombang P pantulan akibat batas lapisan 2 dan 3 (fasa P-T-P-R-P ditunjukkan oleh D), dan gelombang P pantulan akibat lapisan 3 dan 4 (fasa P-T-P-T-P-R-P ditunjukkan oleh H). Kemudian selain itu, pola ”bow tie” pun dapat dilihat pada sintetik seismogram seperti di tunjukkan oleh E dan F. E merupakan pola ”bow tie” pada gelombang B sedangkan F merupakan pola ”bow tie” pada gelombang D. Pada sintetik seismogram elastik (Gambar 4.9 b), tidak hanya terdapat gelombang refleksi P saja tetapi terdapat juga even gelombang S konversi yang ditunjukkan oleh L. L merupakan gelombang S pantulan konversi akibat batas lapisan 1 dan 2 (fasa P-RC-S). Pada sintetik seismogram elastik X (Gambar 4.9 c) kita dapat melihat even gelombang konversi S secara lebih lengkap dan jelas. Gelombang
tersebut ditunjukkan oleh
L dan N. Pada sintetik 4444
seismogram Z, N tidak dapat terlihat tetapi pada sintetik seismogram X dapat terlihat dengan jelas. N adalah gelombang S refleksi konversi akibat batas lapisan 2 dan 3. Pada sintetik seismogram elastik X pola ”bow tie” dapat terlihat seperti ditunjukkan oleh E , F dan W. IV.4
Pembuatan Penampang “Brute Stack” dengan Input Sintetik Seismogram Hasil Simulasi Gelombang
Pada sub bab ini akan dipaparkan proses pembentukan penampang seismik ”brute stack” dengan inputnya berupa sintetik seismogram hasil pemodelan gelombang seismik melalui model sesar. Simulasi penjalaran gelombang ini terbatas hanya pada gelombang elastik komponen Z saja dengan mengunakan parameter elastik yang sama dengan simulasi model di atas. Simulasi tersebut dilakukan dengan menempatkan beberapa titik sumber, yang posisinya berbeda beda. Pengambilan data dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan dengan jarak antar sumber 800 m sedangkan tahap ke dua dilakukan dengan jarak sumber yang lebih rapat yaitu 480 m. Tahap pertama menghasilkan 12 sintetik shot gather sedangkan tahap ke dua menghasilkan 19 sintetik shot gather. Parameter akusisi model sesar dapat dilihat pada Tabel 4.3. Percobaan dilakukan dua tahap dengan jarak sumber yang berbeda untuk mendapatkan cdp full coverage yang lebih banyak (lebih dari satu). Pada eksplorasi hidrokarbon jumlah cdp di satu titik (full coverage) menjadi sangat penting karena dapat meningkatkan nilai sinyal terhadap ganguan (noise) sehingga data seismik yang akan di olah menjadi semakin optimum. Tabel 4.3: Parameter pembuatan penampang “Brute Stack” model sesar (akusisi data)
Akusisi 1
Akusisi 2
Jumlah tembakan
12
19
Jarak antar sumber
800 m
480 m
Titik sumber (sb x )
- 60 m s/d 8760 m
- 60 m s/d 8600 m
Titik sumber (sb z)
30 m
30 m
Jumlah geophone
124
124
Jarak antar geophone
80 m
80 m
Titik geophone (sb x)
40 m s/d 9960 m
40 m s/d 9960 m
Titik geophone (sb y)
30 m
30 m 4545
Sampling rate ( dt )
0.02 s
0.02 s
Waktu Simulasi (tmaks)
4.2 s
4.2 s
Frekuensi tengah (fcent)
5 Hz
5 Hz
Tipe Wavelet
Ricker
Ricker
Jenis source
Explosive point source
Explosive point source
Split spread
Split spread
Metode Akusisi
Semakin rapat jarak antar sumber, maka semakin banyak jumlah cdp pada satu titik tersebut. Sedangkan semakin rapat jarak antar geophone berarti semakin detailnya rekontruksi lapisan bawah permukaan. Namun demikian, pada proses pembuatan penampang ”brute stack” dengan data sintetik, hal tersebut tidak begitu penting karena mediumnya dianggap bebas gangguan (noise). Hasil pembuatan penampang ”Brute Stack” dengan data sintetik dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4: Hasil pembuatan penampang ”Brute Stack” (akusisi 1 dan 2 )
Hasil Pembuatan Penampang ”Brute Stack” (akusisi 1 dan 2) Jumlah sintetik shot gather
27
Jumlah trace
3348
Jumlah trace dalam satu shot gather
124
Jumlah cdp
234
Jumlah cdp full coverage Offset
3 -8720 m s/d 9920 m
Geometri akusisi pembuatan penampang ”brute stack” model sesar, secara visual dapat dilihat pada Gambar 4.10. Jumlah sumber dan geophone pada Gambar 4.10 tersebut hanya sebagai ilustrasi saja tidak menunjukkan jumlah yang sebenarnya. Sumber dan geophone pada pembuatan penampang ”brute stack” berada pada kedalaman yang sama yakni kedalaman 30 m. Posisi geophone-geophone pada pembuatan penampang ”brute stack” akusisi tahap pertama sama dengan posisi geophone-geophone pada akusisi tahap kedua.
4646
: titik lokasi geophone : titik lokasi sumber akusisi 1 : titik lokasi sumber akusisi 2
Gambar 4.10: Geometri akusisi pembuatan penampang ”Brute Stack”model sesar
IV. 5 Pengolahan Data Hasil Pembuatan Penampang “Brute Stack” Simulasi gelombang seismik menghasilkan produk samping (by product) berupa sintetik seismogram. Data seismik pada pembuatan penampang “brute stack” model sesar didapat dari sintetik seismogram hasil simulasi gelombang seismik dengan menempatkan titik sumber pada posisi yang berbeda-beda sesuai dengan parameter akusisi pada Tabel 4.3. Setelah simulasi selesai dilakukan, dihasilkan kumpulan data sintetik seismogram. Data tersebut kemudian diolah sesuai prosedur pengolahan standar data seismik sehingga dihasilkan penampang “brute stack” yang merekontruksikan model sesar. Adapun diagram alir dari pengolahan data seismik tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.6. Penjelasan dari tiap tahapan tersebut adalah sebagai berikut : Seting Header Data seismik terdiri dari sekumpulan trace. Trace merupakan sinyal seismik yang di rekam pada tiap geophone. Sinyal seismik tersebut merupakan fungsi dari waktu dan amplitudo. Tiap trace haruslah di berikan informasi identitas mengenai trace tersebut atau yang lebih di kenal dengan header. Header tersebut antara lain berisi nomor trace, nomor tembakan, nomor trace di dalam suatu tembakan, posisi geophone, posisi sumber, nomor CDP, dan nomor offset. Header diatas merupakan informasi yang harus ada di dalam tiap trace sintetik seismogram agar kita dapat melakukan pengolahan data 4747
Gambar 4.12: Diagram alur pengolahan data penampang ”Brute Stack” model sesar
Pengaturan nilai header dilakukan dengan program “sushw” dan “suchw” di dalam “Seismic Unix”. Setelah dilakukan pemberian header pada tiap-tiap trace maka kita dapat melihat gambaran model sesar yang kita buat dengan menampilkan trace-trace yang memiliki offset yang sama. Gambar 4.13 menunjukkan gabungan dari beberapa trace yang memiliki offset yang bernilai sama. Offset pada gambar 4.13 merupakan trace near offset yaitu trace yang memiliki jarak antara sumber dengan geophone terdekat. Dari gambar tersebut dapat dilihat bentuk model yang telah kita buat walaupun secara kasar. Gambar 4.14 merupakan gambar stacking chart yang memplot nomor cdp terhadap titik lokasi sumber dalam sumbu X. Pada gambar tersebut kita dapat melihat bahwa nomor cdp meningkat seiring dengan pertambahan posisi sumber. Dari gambar tesebut kita juga dapat melihat bahwa pengambilan data dilakukan secara split spread. 4848
Gambar 4.13: Near common offset model sesar
Gambar 4.14: Stacking chart model sesar
Muting & Sorting trace Muting adalah proses menghilangkan gelombang yang tidak diperlukan
di dalam
rekaman seismik. Gelombang yang dihilangkan di dalam rekaman seismik hasil pemodelan di atas berupa gelombang langsung. (Gambar 4.15). Muting tersebut di lakukan dengan program ”sumute” di dalam Seismic Unix. Setelah gelombang langsung dalam trace tersebut dihilangkan selanjutnya di pilih trace-trace dengan jarak yang tidak jauh terhadap sumbernya agar data seismik yang dihasilkan optimum (Gambar 4.16). Sorting trace menurut cdp dan offset Sorting trace adalah proses mengurutkan trace-trace dalam data seismik menurut header yang dikehendaki. Data seismik hasil pemodelan di atas di urut menurut nilai cdp dan offset. Sorting trace tersebut dilakukan dengan program “susort” di dalam Seismic Unix. Setelah trace di urutkan, maka proses selanjutnya adalah analisis kecepatan. 4949
(a)
(b)
Gambar 4.15: Sintetik seismogram model sesar komponen Z (sumber X= 7360 m Z=30 m) (a) Sebelum proses mute (b) Setelah proses mute
Gambar 4.16: Sintetik seismogram model sesar komponen Z hasil sorting (sumber X= 7360 m Z=30 m)
Analisis Kecepatan Analsis kecepatan adalah proses menganalisis nilai kecepatan terhadap kedalaman. Nilai kecepatan tersebut dipakai dalam proses NMO sehingga pengaruh perbedaan offset antara sumber dan geophone “seolah-olah” tidak ada. Analisis kecepatan tersebut dilakukan dengan program “suvelan” di dalam Seismic Unix.
Data seismik hasil pemodelan berjumlah 234 cdp. Nomor cdp dimulai dari 125 sampai dengan 358. Analisis kecepatan dilakukan pada cdp no 125, 150, 175, 200, 225, 250, 275, 300, 325, 350. Semakin banyak analisis kecepatan yang dilakukan pada cdp maka hasilnya semakin baik tetapi waktu yang dibutuhkan semakin lama. Oleh karena itu banyaknya analisis kecepatan disesuaikan dengan kondisi lapisan. 50
(a)
(b)
Gambar 4.17: Analisis Kecepatan (a) CMP 175 (b) CMP 200
Nilai kecepatan yang dipilih pada analisis kecepatan tersebut adalah titik yang memperlihatkan nilai semblance yang tinggi dengan nilai kecepatan yang meningkat seiring kedalaman Koreksi NMO (Normal Move Out) Suatu koreksi untuk memindahkan pengaruh perbedaan letak antara shot dan receiver pada CDP gather. Hasil dari proses ini adalah “seolah-olah” shot dan receiver terletak pada offset 0.
(a)
(b)
Gambar 4.18: CMP 175 (a) sebelum NMO (b) setelah NMO
5151
(a)
(b)
Gambar 4.19: CMP 200 (a) sebelum NMO (b) setelah NMO
Stacking Tahapan yang terakhir adalah Stacking. Stacking adalah proses menumpuk trace-trace dalam cdp gather sehingga menjadi satu trace. Tujuan stacking untuk meningkatkan nilai signal to noise rasio nya sehingga data seimik menjadi optimum untuk diinterpretasi. Hasil stack dapat dilihat pada Gambar 4.20. IV.6 Analisis Penampang ”Brute Stack” Gambar 4.20 merupakan gambar penampang seismik “brute stack” hasil pengolahan data seismik pada model sesar. Data dalam pembuatan penampang ”brute stack” model sesar berasal dari sintetik seismogram hasil simulasi gelombang seismik pada medium elastik isotropik sehingga direkam gelombang refleksi P dan gelombang S konversi refleksi. Akibatnya pada penampang ”brute stack” didapatkan dua jenis reflektor yaitu reflektor P dan S. Dari gambar tesebut secara umum dapat dilihat bahwa reflektor yang ditampilkan pada penampang “brute stack” sudah cukup memperlihatkan kondisi reflektor pada model sesar. Batas-batas lapisan pada model sesar sangat jelas sekali ditunjukkan oleh reflektor pada penampang ”brute stack”. Pada Gambar 4.20 reflektor gelombang P ditunjukkan oleh reflektor dengan amplitudo yang kuat yaitu pada waktu 1,5 s, 2,4 s, dan 3,5 s. Reflektor gelombang P merupakan reflektor dengan amplitudo yang kuat karena data yang diolah berasal dari sintetik seismogram komponen Z yang sensitif dalam merespon gelombang kompresi (gelombang P). Pada gambar penampang tersebut juga 5252
Reflektor 1 gelombang S Reflektor 1 gelombang P Reflektor 2 gelombang P
Pola “Bow Tie”
Reflektor 3 gelombang P
Gambar 4.20: Penampang seismik “Brute Stack” model sesar
53
kita masih dapat melihat reflektor gelombang S hanya saja amplitudo pada reflektor tersebut tidak sebesar reflektor gelombang P. Reflektor gelombang S tersebut dapat dilihat pada waktu 2 s. Reflektor tersebut merupakan reflektor S untuk batas lapisan 1 dan 2. Reflektor gelombang S pada batas-batas lapisan selanjutnya tidak ditemukan. Itu dimungkinkan karena energi gelombang S refleksi konversi sangat kecil sehingga tidak dapat dideteksi oleh geophone. Pada gambar 4.20 reflektor satu merupakan gelombang pantul yang diakibatkan oleh batas lapisan 1 dan 2 pada model sesar. Reflektor dua merupakan gelombang pantul yang diakibatkan batas lapisan 2 dan 3 sedangkan reflektor tiga merupakan gelombang pantul akibat batas lapisan 3 dan 4. Bila dibandingkan antara bentuk reflektor lapisan penampang seismik “brute stack” (Gambar 4.20) dengan reflektor lapisan model sesar (Gambar 4.4) maka terdapat perbedaan. Perbedaaan bentuk reflektor tersebut terjadi pada reflektor tiga dan dua gelombang P pada penampang seismik “brute stack”. Perbedaan bentuk reflektor tiga gelombang P pada penampang ”brute stack” dan model sesar sangat jelas terlihat. Pada penampang ”brute stack” bentuk reflektor tiga gelombang P tidak terlalu simetris membentuk lengkungan seperti pada model sesar. Perbedaan tersebut dapat diamati seara jelas dengan membandingkan bentuk lengkungan pada reflektor tiga gelombang P bagian sebelah kiri dan kanan pada penampang ”brute stack”. Berdasarkan analisis snapshot gelombang, hal ini dikarenakan muka gelombang hasil pantulan dari reflektor tiga gelombang P tersebut menjalar dengan kecepatan yang berbeda pada sebelah kiri dan kanan model sesar. Penjalaran gelombang pantulan tersebut lebih cepat pada bagian kiri karena lapisan ke satu pada model sesar (kecepatan lapisan paling rendah) relatif lebih tipis dari pada lapisan satu pada bagian kanannya. Hal inilah yang mengakibatkan bentuk reflektor tiga gelombang P pada bagian sebelah kiri berbeda dengan sebelah kanan pada penampang ”brute stack”. Reflektor tiga pada bagian kiri lebih terangkat ke atas karena gelombang pantulannya merambat lebih cepat dibandingkan perambatan gelombang pantulan di sebelah kanannya. Bentuk reflektor dua gelombang P pada penampang ”brute stack” juga berbeda dengan model sesar yang dibuat. Ini diakibatkan oleh hal yang sama yang terjadi pada reflektor 3 gelombang P tadi yaitu akibat penjalaran gelombang P yang lebih cepat pada sebelah kiri
54
model sesar yang diakibatkan lapisan satu (kecepatan lapisan paling rendah) relatif lebih tipis dibandingkan sebelah kanannya. Pada Gambar 4.20 juga dapat dilihat fenomena gelombang yang terjadi pada model sesar yakni berupa pola ”bow tie”. Pola “bow tie” tersebut terdapat pada reflektor satu dan dua gelombang P. Pola ”bow tie” tersebut terjadi karena gelombang mengenai suatu bentuk reflektor yang menyerupai bentuk sinklin seperti pada kasus model geologi lipatan. Pola ”bow tie” tersebut muncul pada penampang ”brute stack” akibat geometri sinkiln yang dibentuk reflektor bidang sesar dan reflektor bidang horizontal sebelah bawahnya sehingga seolah-olah membentuk sinklin seperti pada kasus lipatan. Bila diperhatikan Pola ”bow tie ” pada penampang ”brute stack” hampir mirip dengan pola ”bow tie” pada sintetik seismogram model lipatan pada bab sebelumnya. Untuk menghilangkan pola ”bow tie” dan mengembalikan bentuk reflektor (seperti pada reflektor tiga) kepada posisi sebenarnya maka diperlukan teknik pengolahan data seismik yang lebih lanjut yaitu teknik migrasi. Teknik migrasi sangat di perlukan untuk mendapatkan rekontruksi sesar yang mendekati model sebenarn
55