Bab IV Perancangan Lingkungan Kolaborasi
Perancangan lingkungan kolaborasi dilakukan dalam rangka menjawab turunan research question yang kedua dari tesis ini yaitu “Bagaimana membangun lingkungan kolaborasi yang mendukung proses kolaborasi yang efektif dan dinamis?”. Pada bab ini akan dibahas perancangan lingkungan kolaborasi berdasarkan hasil analisis dan perancangan model kolaborasi yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Perancangan lingkungan kolaborasi dilakukan dengan memetakan model kolaborasi pada lingkungan yang dibangun berdasarkan framework kolaborasi dari DARPA IC&V. Dengan demikian lingkungan kolaborasi mengakomodasi setiap elemen dalam model kolaborasi. Lingkungan kolaborasi yang telah terbentuk harus mampu menangani perubahan atau dinamisme pada proses kolaborasi, untuk itu dirancang pula skenario manajemen perubahan. Manajemen perubahan dirancang dengan menggunakan konsep event yang dimunculkan pada perancangan model kolaborasi. Dalam mendukung terlaksananya proses kolaborasi yang efektif dilakukan pendefinisian Collaborative Critical Success Factors (CCSF) yang digunakan sebagai pemandu dan alat ukur kesuksesan lingkungan kolaborasi yang telah dibangun. Selain faktor kesuksesan, didefinisikan pula konsep error management sebagai usaha untuk identifikasi resiko dan penilaian rencana kontigensi. Skenario perancangan lingkungan kolaborasi diilustrasikan dalam Gambar IV.1.
65
66
Gambar IV.1 Skenario Perancangan Lingkungan Kolaborasi
IV.1 Identifikasi Model Kolaborasi Sebuah lingkungan kolaborasi harus mampu mengakomodasi kebutuhan dari aktivitas kolaborasi yang dilakukan oleh suatu komunitas. Untuk dapat mengakomodasi kebutuhan ini diperlukan identifikasi atas proses kolaborasi yang sesuai untuk diterapkan pada komunitas tersebut. Proses identifikasi dilakukan berdasarkan kriteria yang melekat pada setiap kelompok model kolaborasi, yang telah dideskripsikan pada bab III.1.2 Models of Collaboration. Gambar IV.2 menunjukkan klasifikasi dalam rangka identifikasi model kolaborasi.
67
a. Menyediakan akses timbal balik terhadap konten atau data bersama b. Konten yang khusus akan bertahan untuk jangka waktu yang lama c. Terdapat lebih banyak pengguna konten daripada pembuatnya d. Konten dikelola oleh sejumlah kecil orang e. Terdapat sedikit sekali atau bahkan tidak ada feedback terhadap pembuat konten f. Konten seringkali digunakan dalam kolaborasi asinkron (tetapi dapat juga digunakan dalam kolaborasi real time) g. Terdapat proses indexing yang handal dan mekanisme retrieval berdasarkan kata kunci, konteks atau metadata. h. Menyediakan version control dan pengurutan berdasarkan penulis, tanggal, atau topik.
Library
a. Lebih banyak responden dari pada requestor b. Respon seringkali disembunyikan dari responden lainnya c. Responden dapat mengajukan pertanyaan kepada requestor d. Permintaan dan respon seringkali dimoderasi e. Interaksi kolaborasi seringkali berlangsung secara asinkron, melalui email dan atau website f. Menyediakan notifikasi otomatis kepada partisipan dari permintaan dan respon yang baru
Solicitation
Model Kolaborasi
Team
Community
Process Support
a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Anggota memiliki tujuan bersama Anggota memiliki tanggung jawab bersama dalam mencapai kesuksesannya Anggota terikat oleh parameter proyek Anggota saling bergantung satu sama lain Keanggotaan dikendalikan dengan ketat Jumlah anggota relatif kecil (2-20) Hampir seluruh anggota membaca dan menulis konten. Terdapat interaksi yang lebih tinggi dari model sebelumnya. Akses dan keamanan sangat ketat, seringkali berdasarkan peran, grup, atau project j. Anggota baru dapat segera mengikuti alur kolaborasi dengan membaca history grup. k. Terdapat content management dan fitur manajemen proyek l. Terdapat co-editing, project dashboard dan atau executive overview m. Dapat dilakukan secara real-time dan asinkron a. Anggota memiliki kepentingan, ketertarikan, dan tujuan bersama b. Anggota komunitas seringkali terbentuk dalam suatu grup dengan sendirinya c. Anggota berusaha untuk berbagi informasi d. Anggota berusaha untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap praktek dari area kepentingan mereka. e. Keanggotaan dibebaskan f. Komunitas besar biasanya dimoderasi, difasilitasi atau diedit g. Seluruh anggota didorong untuk membaca dan menulis konten h. Hampir seluruh anggota mendapatkan nilai dengan hanya membaca i. Kontributor biasanya hanya sejumlah 10 persen dari populasi komunitas j. Hampir seluruh interaksi adalah asinkron k. Aturan perjanjian atau perilaku yang sesuai dalam komunitas biasanya didefinisikan dengan baik. a. Seringkali menunjukan/melaksanakan proses b. Proses melibatkan kompleksitas atau eksepsi c. Swalayan pemantauan status d. Biasanya digunakan bersama dengan model lainnya e. Proses organisasional yang kritis yang membutuhkan kolaborasi mencakup: pengembangan produk baru, penjualan/pemasaran, layanan konsumen, dan dukungan, pelatihan, dan manajemen rantai persediaan (supply chain management) f. Kemampuan untuk menghasilkan costumized forms yang mendukung proses. g. Seringkali memberikan overview kemajuan proses terhadap manajer proses. h. Terdapat sistem workflow yang mendasari dukungan terhadap otomasi transisi berbasiskan aktivitas atau waktu. i. Terdapat akses untuk mengendalikan transisi, pemantauan, dan modifikasi, yang memungkinkan pembentukan sistem terotomasi yang kompleks yang mampu mengakomodasi sejumlah besar aplikasi.
Gambar IV.2 Klasifikasi Model Kolaborasi
Identifikasi atas model kolaborasi yang dibutuhkan akan memudahkan sistem dalam menyediakan dukungan terhadap aktivitas kolaborasi yang dilakukan di dalam organisasi.
68
IV.2 Pemetaan Global Model Kolaborasi Dinamika dalam lingkungan kolaborasi didukung oleh model kolaborasi yang dibentuk di dalamnya. Untuk itu, berdasarkan model kolaborasi yang telah terbentuk pada bab III, maka elemen-elemen dalam model kolaborasi tersebut dipetakan ke dalam level komponen lingkungan kolaborasi yang bersesuaian. Ilustrasi pemetaan model kolaborasi (elemen lengkap) dapat dilihat pada Gambar IV.3. Collaboration Ontology (CO)
role
competition
play
Is performed by
participant
perform
Group of interest P1/P2
Supplier-customer
Relationship
central
Abstract service
provide
has has
rule achieve
equal
power
has Common Goal
hierarchic
has change
Topology
has
Collaborative Network
has
discontinuous continuous
has
star
Kind of P2P
chain
has
event
duration
has has
membership
closed
interaction
asynchronous synchronous
dashboard
history
open
has Consist of
resource
contain
Has input Has output
Coordination Service
MIS Service to
from to
Dependency b/w service of participants (message flow)
manage
Collaborative Process Ontology (CPO)
specific
Is coordinated by manage
Business Service
generic
Is a
from
Dependency b/w CIS service (sequence flow)
One to many One to one
Gambar IV.3 Pemetaan Model Kolaborasi pada Collaborative Environment Framework
69
Pemetaan elemen model kolaborasi terhadap level komponen lingkungan kolaborasi dapat dilihat pada Tabel IV.1. Tabel IV.1 Pemetaan Model Kolaborasi pada Lingkungan Kolaborasi
Level Komponen Requirement high level goals yang harus dicapai oleh suatu grup
Capability high level function yang mendukung user dalam melaksanakan suatu tasks kolaborasi
Elemen Model Kolaborasi Participant
Keterangan Tercakup dalam social protocol
Role
Tercakup dalam social protocol
Common goal
Tercakup dalam work task
Relationship
Tercakup dalam social protocol
Abstract service
Tercakup dalam work task
Topology
Tercakup dalam group characteristic dan social protocol Keseluruhan elemen merupakan bagian dari capability level
Business service Resource Coordination service Dependency b/w service of participants (message flow) Dependency b/w CIS service (sequence flow) MIS Service Dashboard
Service mendeskripsikan maksud yang dicapai suatu kapabilitas collaborative environment
-
Tidak ada elemen yang bersesuaian
Technology mendeskripsikan implementasi spesifik hardware dan atau software dari suatu layanan
-
Tidak ada elemen yang bersesuaian
70
Berdasarkan Tabel IV.1 dapat dilihat bahwa elemen model kolaborasi yang tergabung dalam Collaborative Ontology bersesuaian dengan Requirement Level pada Collaborative Environment yang merepresentasikan high level goals yang harus dicapai suatu grup. Sedangkan elemen model kolaborasi yang tergabung dalam Collaborative Process Ontology bersesuaian dengan Capability Level pada Collaborative Environment yang merepresentasikan high level function yang mendukung user dalam melakukan task kolaborasi. Tidak ada elemen model kolaborasi yang bersesuaian dengan Service level dan Technology level pada Collaborative Environment. IV.3 Perancangan Lingkungan Kolaborasi Pada bagian ini dilakukan perancangan terhadap setiap layer dalam lingkungan kolaborasi, yaitu requirement level, capability level, service level, dan technology level. IV.3.1 Requirement level Requirement level meliputi pendefinisian work task, transition task, social protocols, group characteristics serta posisinya terhadap elemen goal,abstract service, relationship,
participant, role, common
dan topology.
IV.3.1.1 Work task Work Task atau aktivitas kolaborasi adalah apa yang dilakukan atau ingin dilakukan oleh sekelompok orang, secara bersama-sama, untuk mencapai suatu tujuan bersama. Task (work task) merupakan inti dari kolaborasi, memiliki aktivitas seperti penyelesaian
permasalahan,
pengembangan
rencana,
penyebaran
informasi,
negosiasi, dan pencapaian konsensus. Tipe task yang harus dikerjakan oleh suatu grup dapat mempengaruhi spesifikasi kerja dan transition task requirements (task yang dilakukan diantara work task). McGrath dalam penelitiannya, mendefinisikan task dalam satu rangkaian yang utuh, saling mempengaruhi satu sama lain. Deskripsi task oleh McGrath disarikan pada tabel IV.2.
71
Tabel IV.2 Mc Grath Work Tasks (DARPA, 1999)
Tipe 1
Task
Deskripsi
Perencanaan
Anggota grup merencanakan langkah yang akan diambil untuk
(Planning)
mencapai tujuan secara tertulis. Rencana yang dituliskan sudah meliputi langkah alternatif.
2
3
Curah
gagasan
Anggota group menyampaikan masing-masing gagasannya pada suatu
(Brainstorming)
topik tertentu
Intellective
Group memberikan solusi dalam rangka penyelesaian permasalahan, dengan menggunakan suatu konsep.
4
Pembuatan
Anggota grup membuat suatu kesepakatan bersama pada suatu
Keputusan
permasalahan.
(decision making) 5
6
6A
Cognitive
Anggota grup menyusun prioritas keputusan dari sejumlah sudut
conflict tasks
pandang berbeda, sesuai dengan informasi yang tersedia
Mixed
Anggota grup mengombinasikan sejumlah tasks dari tingkat pekerjaan
motive
tasks
yang berbeda.
Negotiation tasks
Anggota grup yang memiliki perbedaan pendapat melakukan negosiasi yang menghasilkan sejumlah pandangan
6B
Bargaining tasks
Anggota grup yang memiliki perbedaan pendapat memutuskan satu pandangan yang disepakati
6C
7
8
Winning
Sebagian anggota kelompok membuat suatu kesepakatan dan
coalition tasks
menempatkan resouces pada setiap anggota kelompok
Competitive
Anggota grup saling berkompetisi, tanpa berharap terjadinya resolusi
performance
atas konflik yang terjadi.
Non-competitive
Anggota grup menjalanlan suatu group tasks yang kompleks.
contest 9
Non-McGrath. Dissemination of information (Penyebaran informasi)
Anggota grup berbagi informasi satu sama lain.
72
IV.3.1.2 Transition task Transition task adalah pekerjaan yang dilakukan di antara work task. Task ini mencakup kesimpulan dari hasil task sebelumnya, penugasan terhadap anggota grup, dan penetapan waktu penyelesaian tugas. Awal mula dan akhir dari setiap kolaborasi grup melibatkan transition task contohnya permintaan perubahan agenda. Transition task dapat pula diaplikasikan pada kolaborasi asynchronous. Seorang anggota grup dapat memberikan saran untuk menyudahi suatu diskusi dalam email, dengan memberikan kesimpulan diskusi, dan mendistribusikannya pada anggota grup lainnya. Atau seseorang yang baru bergabung dalam diskusi, kemudian ia ingin mengikuti perkembangan dari awal. Sebuah transition task dapat terjadi baik secara formal maupun informal, bergantung pada social protocol yang digunakan oleh grup. Transition task terjadi secara formal apabila pemimpin grup memindahkan agenda pada agenda berikutnya, atau anggota grup mengusulkan untuk pindah ke agenda berikutnya. Transition task terjadi secara informal jika anggota grup mengalihkan diskusi atau memulai aktivitas grup lain secara alamiah. IV.3.1.3 Social Protocols Social Protocols mendefinisikan metoda pelaksanaan suatu kolaborasi. Bagian ini juga mendukung kesadaran (awareness) dari kehadiran (presence), aktivitas (actions), lokasi (locations), waktu (temporality), dan motivasi (motivation/intention) dari anggota grup lainnya. Terdapat tujuh cara untuk mengorganisasi komponen awareness. Pendekatan ini digunakan oleh Villegas dan Williams (1997) dalam (DARPA, 1999), selengkapnya dapat dilihat pada Tabel IV.3.
73
Tabel IV.3 Komponen Awareness dan Pertanyaan untuk Pengendalian Sosial (Social Control)
Komponen Awareness
Awareness
Presence : Who?
Siapa saja yang tergabung dalam workspace? Dapatkah user menjelaskan siapa saja yang mengikuti suatu sesi? Dapatkah user menjelaskan apakah ada orang lain yang bekerja dalam collaborative task? Dapatkah user menjelaskan identitas orang lain yang bekerja dalam collaborative task tersebut? Apa yang dilakukan partisipan lainnya? Dapatkah user menjelaskan perangkat atau objek yang digunakan atau dimanipulasi partisipan lainnya? Dapatkah user menjelaskan perubahan yang dilakukan oleh partisipan lain terhadap suatu objek dalam lingkup kerja yang sama? Dapatkah user menjelaskan perubahan yang boleh dilakukan oleh dirinya dan partisipan lain? Dapatkah user menjelaskan hubungan aktivitasnya dengan aktivitas partisipan lain? Dapatkah user menjelaskan apakah partisipan lain dapat disela/diganggu (interrupted)? Dimana partisipan lainnya bekerja? Dapatkah user menjelaskan dimana partisipan lainnya bekerja? Dapatkah user menjelaskan apa yang dapat dilihat oleh partisipan lainnya? Dapatkah user menjelaskan dimana fokus dari partisipan lain? Dimana perubahan yang dilakukan partisipan lain terjadi? Dapatkah user melihat perubahan yang dilakukan partisipan lain secara real time? Dapatkah elemen terdahulu diulang kembali? Dapatkah user menelusuri kapan suatu kejadian terjadi? Mengapa partisipan lain melakukan apa yang dilakukannya sekarang? Dapatkah user menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh partisipan lain? Dapatkah user menjelaskan apa tujuan atau sasaran dari partisipan lainnya?
Action : What?
Location : Where?
Time : When?
Motivation/Intention: Why?
74
IV.3.1.4 Group Characteristics Group Characteristics adalah atribut yang menentukan bagaimana suatu grup dapat bekerja sama. Suatu grup memiliki requirements yang berbeda bergantung bagaimana grup tersebut terbentuk, hubungan sosial, formalitas, lokasi dari anggota grup, dan waktu yang dibutuhkan untuk sesi kolaborasi. Contoh dari karakteristik ini dapat dilihat pada Tabel IV.4. Sebagai tambahan, sistem harus mampu mengantisipasi berbagai perubahan dimensi pada grup. Misalnya, seluruh anggota grup harus mengerjakan suatu task dalam tempat yang sama (collocated), tetapi dalam jangka waktu dua pekan sebagian anggota akan bekerja secara remote (remotely located). Group characteristic mempengaruhi bagaimana seluruh task dilaksanakan. Tabel IV.4 Group Characteristics (DARPA, 1999)
Kategori Tipe Grup
Karakteristik Jumlah anggota Lokasi grup Homogenitas
Tahapan pembangunan Motivasi anggota grup Batasan waktu grup Durasi sesi kolaborasi Sinkronisitas dari sesi kolaborasi Rentang waktu pelaksanaan kolaborasi Kebutuhan komputer Kebutuhan hardware, grup software Kebutuhan training Keahlian menggunakan komputer
Parameter Potensial Angka Seluruhnya sama, berbagai lokasi Perbedaan jenis kelamin, perbedaan pengalaman menggunakan komputer, perbedaan budaya. Grup baru dibentuk-sudah matang Sangat rendah – sangat tinggi Jumlah jam hingga jumlah hari Sikron atau asinkron Jumlah hari hingga tak terdefinisi Platform, software yang dibutuhkan Kelas berjalan atau formal Pemula - ahli
IV.3.1.5 Pemetaan Model Kolaborasi pada Requirement Level Berdasarkan detail pada requirement level dari lingkungan kolaborasi, dilakukan pemetaan model kolaborasi seperti yang dapat dilihat pada Gambar IV.4.. Elemen
75
abstract service, event
dan
common goal
diakomodasi dalam work task dan
transition task. Dalam hal ini, work task dan transition task merupakan turunan atau implementasi dari
common goal
dan
abstract service
yang ingin dicapai dalam
suatu collaborative network. Elemen
event
menandai adanya transisi dari suatu situasi atau kondisi ke situasi atau
kondisi selanjutnya. Elemen ini menyebabkan suatu work task dan transition task dilakukan. Elemen
participant,
role, relationship,
rule,
history
dan
dashboard
diakomodasi dalam social protocols. Awareness merupakan inti dari relasi yang terbentuk ketika
participant
menjalin suatu
relationship
lainnya, kemudian menjalankan perannya (role). Elemen
dengan
participant
dashboard
digunakan
untuk mendukung pembangunan awareness dengan mengetahui perkembangan penyelesaian task yang dilakukan oleh participant lain. Elemen history digunakan dalam rangka penelusuran terjadinya suatu aktivitas. Elemen
topology
merupakan bagian utama dalam group characteristics dari suatu
collaborative network. Dalam elemen ini terdapat karakteristik grup berupa kekuatan (power), durasi (duration), keanggotaan (membership), dan interaksi (interaction) yang terjadi.
76
Collaboration Ontology (CO)
role
competition
play
Is performed by
participant
perform
Group of interest P1/P2
Relationship
Supplier-customer central
Abstract service
provide
has has
rule achieve
power
has Common Goal
hierarchic
Topology
has
Collaborative Network
has change
has
duration
has
has has
discontinuous continuous
star
Kind of P2P
chain
membership
has
event
equal
closed
interaction history
dashboard
open asynchronous synchronous
Gambar IV.4 Pemetaan Collaboration Ontology pada Requirement Level
IV.3.2 Capability Level Collaborative capability menghubungkan atau memasangkan task pada requirement level dengan services. Proses pemasangan ini sangat penting untuk memastikan seberapa baik service mendukung capability dan apakah dukungan tersebut memenuhi requirement yang telah didefinisikan. Level capability dapat dibagi berdasarkan dukungannya terhadap requirement drivers (work task, transition task, dan social protocols). Dengan memahami tipe task yang akan didukung, user dapat menentukan sistem yang paling dapat mendukung task mereka. Sejumlah contoh capability yang mendukung work task dan transition task dapat dilihat pada tabel IV-5.
77
Tabel IV.5 Contoh Capability (DARPA, 1999)
Task Work
Transition
Contoh Capability / sub-Capability Shared workspace - Full access to all objects - Restricted access - Anonymous contributions Communication – Anonymous communication – Side chats and private communication – Message passing – Message leaving – N way communication – 1 way communication – Gesturing, pointing, agreeing, disagreeing – Feedback channel – Private communication – Secure communication – Private workspace Support for object types – Object visualization – Object manipulation – Object management Collaboration coordination capabilities – Summarization capabilities – Playback facility – Distribution of objects – Translation of objects between modalities Collaboration planning capabilities – Agenda support – Calendar support – Meeting notification – Voting Locator capabilities – Locate possible collaborators – Locate group members – Locate objects
Posisi elemen yang terdefinisi pada Collaborative Process Ontology dalam model kolaborasi dapat dilihat pada gambar IV.5. Collaborative process ontology pada prinsipnya mengelola komunikasi antar bersama.
participant
dalam menggunakan
resource
78
Collaborative Model
Collaboration Ontology (CO)
role
competition
play
Is performed by
participant
perform Abstract service
Group of interest P1/P2
provide
central
has
equal
power
has
rule achieve
Supplier-customer
Relationship
has Common Goal
hierarchic
Topology
has
Collaborative Network
has
continuous
has change
has
star
Kind of P2P
membership
chain
has
Work Task
interaction
Transition Task
asynchronous synchronous
dashboard
history
has
open closed
has
event
discontinuous
duration
Social Protocol
Group Characteristics Requirement Level – Collaborative Environment
Shared workspace
Support for Object Types
Collaboration Coordination Capabilities
Communication
Locator Capabilities
Meeting Conduct
Awareness Indicators
Collaboration Planning Capabilities Capability Level – Collaborative Environment
Consist of
resource
contain
Has input Has output
Coordination Service
MIS Service to
from to
Dependency b/w service of participants (message flow)
manage
Collaborative Process Ontology (CPO)
specific
Is coordinated by manage
Business Service
generic
Is a
from
Dependency b/w CIS service (sequence flow)
Collaborative Model
Gambar IV.5 Pemetaan Collaboratice Process Ontology pada Capability Level
IV.3.3 Service Level Service level menyediakan mekanisme yang dapat memenuhi kebutuhan user atas suatu capabilities. Pada level ini dapat didefinisikan sejumlah service berbeda yang digunakan dalam membangun sistem kolaborasi. Ilustrasi keterkaitan antara requirement level, capability level, dan service level dapat dilihat pada gambar IV.6.
79
Work Task
Transition Task
Social Protocols
Requirement Level
Capability Level
Service Level
Gambar IV.6 Keterkaitan antara Requirement, Capibility, dan Service Level
Penentuan service pendukung suatu capability akan sangat bergantung pada fasilitas teknologi yang ada. Semakin lengkap teknologi yang tersedia, maka akan semakin banyak alternatif service yang dapat dipilih. Dengan demikian perlu ditentukan service apa yang paling optimal dalam mendukung suatu capability. Sejumlah contoh service yang mendukung capability dapat dilihat pada Tabel IV.6. Tabel IV.6 Contoh Service yang Mendukung Capability (DARPA, 1999)
Kategori Capability Workspace
Object Manipulation/Management
Planning/Coordinating
Communication
Service Internet access Integrasi workspace Collaborative space management Collaborative space navigation Whiteboard Shared text editor Object sharing Object repository Import/export Version control Sumultaneous sessions Recording Replay History mechanism Paging Email Audio Conferencing
80
Tabel IV.6 Contoh Service yang Mendukung Capability (DARPA, 1999)
Kategori Capability
Awareness
Service Text chat facility Encryption Multicast video Telephone conversation List of participants List of objects Attention getter
IV.3.4 Technology Level Technology level merupakan implementasi spesifik dari sistem. Yang tercakup dalam level ini adalah komponen user interface dan elemen yang digunakan untuk mengintegrasikan sejumlah teknologi yang membangun sistem. Untuk menguji level ini dapat dilakukan evaluasi usability dari group work tasks. Contoh dari level ini misalnya pengaturan sistem email yang berbeda-beda, algoritma untuk mengendalikan penguncian dan permintaan dokumen, dan sejumlah layanan jaringan. Implementasi spesifik dapat dibandingkan dengan memperhatikan performansi, biaya, fungsionalitas, dan usability. IV.4 Manajemen Perubahan Konsep manajemen perubahan digunakan dalam rangka mengakomodasi proses kolaborasi yang dinamis, dimana perubahan akan seringkali terjadi. Konsep ini diterapkan pada tataran elementer, yaitu elemen dari proses kolaborasinya itu sendiri. Sesuai dengan hasil perancangan model kolaborasi, perubahan dalam proses kolaborasi ditangani menggunakan konsep event. Pola umum perubahan dapat dilihat pada Gambar IV.7.
81
Event
Kondisi Awal
Identifikasi Kondisi
Kondisi teridentifikasi
Kondisi terpenuhi
tidak
Elemen dalam proses kolaborasi dan dukungan lingkungan kolaborasi tidak berubah
ya
Identifikasi perubahan dukungan oleh lingkungan kolaborasi
Identifikasi Elemen yang akan mengalami perubahan
Daftar dukungan yang akan berubah beserta target perubahannya
Daftar elemen yang akan berubah beserta target perubahannya
Perubahan dukungan lingkungan kolaborasi
Propagasi Perubahan Elemen dalam proses kolaborasi
Input Proses Decision State
Elemen dalam proses kolaborasi dan dukungan lingkungan kolaborasi sudah berubah
Gambar IV.7 Pola Umum Manajemen Perubahan
Dari Gambar IV.7 dapat dilihat bahwa perubahan dalam proses kolaborasi terjadi karena adanya suatu event (pada model kolaborasi direpresentasikan dalam elemen event).
Pada setiap event yang terjadi dilakukan identifikasi kondisi untuk
mengetahui apakah perlu dilakukan perubahan terhadap elemen dalam proses
82
kolaborasi. Suatu kondisi dikatakan terpenuhi jika event yang muncul memerlukan penanganan berupa perubahan terhadap elemen dalam proses kolaborasi atau perubahan terhadap dukungan lingkungan kolaborasi. Suatu kondisi dikatakan tidak terpenuhi apabila suatu event tidak memerlukan penanganan khusus berupa perubahan elemen dalam proses kolaborasi ataupun perubahan dukungan dari lingkungan kolaborasi. Apabila suatu kondisi terpenuhi maka akan dilakukan proses berikutnya yaitu identifikasi elemen yang akan mengalami perubahan akibat event yang terjadi. Proses identifikasi dilakukan terhadap seluruh elemen yang membentuk proses kolaborasi. Hasil dari proses ini adalah daftar elemen yang akan mengalami perubahan beserta target perubahannya. Setelah seluruh elemen dan target perubahannya teridentifikasi, maka akan dilakukan propagasi perubahan terhadap seluruh elemen pendukung proses kolaborasi. Dengan demikian elemen-elemen sudah disesuaikan dengan kebutuhan proses kolaborasi. Proses berikutnya adalah identifikasi perubahan pada lingkungan kolaborasi. Proses ini dilakukan dengan menelusuri dukungan lingkungan kolaborasi apa yang dibutuhkan agar proses kolaborasi dapat tetap berjalan. Penelusuran dilakukan pada seluruh level dari lingkungan kolaborasi. Setelah seluruh dukungan teridentifikasi, maka akan dilakukan perubahan dalam dukungan lingkungan kolaborasi. Dengan demikian lingkungan kolaborasi telah siap mendukung proses kolaborasi yang berjalan. Konsep manajemen perubahan ini dapat dijelaskan dengan contoh pada Lampiran F.
83
IV.5 Kriteria Kesuksesan Lingkungan Kolaborasi (Collaborative Critical Success Factors) Dalam sebuah sistem diperlukan adanya penentuan kriteria kesuksesan atau Critical Success Factors (CSFs) yang diharapkan dapat memandu elemen organisasi dalam mencapai kesuksesan sistem. Dalam lingkungan kolaborasi, kriteria kesuksesan dapat didefinisikan pada setiap level, yaitu requirement level, capability level, service level, dan technology level. Kriteria kesuksesan ini dirumuskan berdasarkan aspek-aspek yang dikelola di masing-masing level. Daftar CCSF dapat dilihat pada Tabel IV.7. Tabel IV.7 Collaborative Critical Success Factors
Level 1. Requirement 1.1 Work Task
CSFs
Kode
Participant mengetahui tujuan bersama (common
CCSF01
goal) dari collaborative network yang diikuti.
Participant mengetahui perannya (role) dan
CCSF02
peran participant lain yang terlibat dalam collaborative network. Participant menjalankan task utamanya sesuai
CCSF03
role yang dimainkan.
1.2 Transition Task 1.3 Social Protocols 1.3.1 Presence
transition task sesuai CCSF04 kebutuhan aktivitas kolaborasi yang dijalankan. (bagian ini berkaitan dengan participant awareness) Participant dapat menjelaskan siapa saja yang CCSF05 mengikuti suatu sesi kolaborasi. Participant dapat menjelaskan apakah ada orang CCSF06 lain yang bekerja dalam collaborative task. Participant dapat menjelaskan identitas orang CCSF07 Participant menjalankan
lain yang bekerja dalam collaborative task tersebut. 1.3.2 Action
dapat menjelaskan perangkat atau CCSF08 objek yang digunakan atau dimanipulasi participant lainnya. Participant dapat menjelaskan perubahan yang CCSF09 dilakukan oleh partisipan lain terhadap suatu objek dalam lingkup kerja yang sama. Participant dapat menjelaskan perubahan yang CCSF10 boleh dilakukan oleh dirinya dan partisipan lain. Participant
84
Tabel IV.7 Collaborative Critical Success Factors
Level
1.3.3 Location
CSFs
Kode Participant dapat menjelaskan hubungan CCSF11 aktivitasnya dengan aktivitas partisipan lain. Participant dapat menjelaskan apakah partisipan CCSF12 lain dapat disela/diganggu (interrupted) Participant dapat menjelaskan dimana CCSF13 participant lainnya bekerja. Participant dapat menjelaskan apa yang dapat
CCSF14
dilihat oleh participant lainnya? Participant dapat menjelaskan dimana fokus dari
CCSF15
partisipan lain. 1.3.4 Time
Participant
yang CCSF16
Participant
kapan
CCSF17 suatu CCSF18
apa
yang CCSF19
dapat melihat perubahan dilakukan partisipan lain secara real time. Elemen terdahulu dapat diulang kembali. dapat
menelusuri
kejadian terjadi. 1.3.5 Motivation/Intention
Participant dapat menjelaskan dimaksudkan oleh partisipan lain.
Participant dapat menjelaskan apa tujuan atau
1.4 Group Characteristics 2. CapabilityLevel
sasaran dari partisipan lainnya. Sistem mampu mengakomodasi aktivitas grup, baik yang berjumlah kecil maupun besar (scalability) Pelaksanaan koordinasi dalam proses kolaborasi didukung oleh sistem. Proses pertukaran informasi (baik secara synchronous maupun asynchronous) antar participant berlangsung tanpa hambatan. Sistem menyediakan dukungan pelaksanaan transition task, seperti startup, summarization, play back, archiving, dll. Participant mampu berkonsentrasi melaksanakan
3. Service Level 4. Technology Level
CCSF20 CCSF21 CCSF22 CCSF23
CCSF24
CCSF25
dan menyelesaikan tugasnya. Perangkat yang digunakan dapat secara optimal CCSF26 mendukung task yang dilakukan oleh participant. Teknologi yang disediakan mudah digunakan, CCSF27 mudah diakses (accessability), mudah dipelajari (learnability), sesuai dengan konsep usability.
85
IV.6 Error Management Error management merupakan sebuah konsep yang mencoba mengklasifikasikan jenis error, mendefinisikan error, dan mengelola error. Konsep Error Management diadaptasi dalam tataran strategis, dalam rangka mengidentifikasi resiko dan menilai rencana kontigensi dari pelaksanaan proses kolaborasi dalam lingkungan kolaborasi. Pemanfaatan konsep ini terinspirasi dari mata kuliah Rekayasa Interaksi (Interaction Engineering). Dalam konsep Error Management dikenal sejumlah istilah seperti fault, error, failure, detector, dan exception. Fault merupakan kelemahan yang dimiliki oleh sistem. Berada pada tataran design (software bugs), hardware (hardware fault), supporting level, atau spesifikasi yang tidak lengkap. Error merupakan efek dari aksi user yang tidak memberikan dampak kerusakan pada sistem. Failure merupakan penurunan kualitas software (system). Detector bertugas untuk mendeteksi setiap error yang dilakukan oleh user dan failure yang terjadi pada sistem, kemudian memunculkan exception untuk ditindaklanjuti oleh user dan sistem (Sastramihardja, 2006). Definisi kelima konsep tersebut dalam lingkungan kolaborasi dapat dilihat dalam Gambar IV.8, sedangkan detail konsep dapat dilihat pada Lampiran E.
86
User/participant tidak aware terhadap perkembangan proses kolaborasi (awareness rendah). Tidak terpenuhinya kriteria kesuksesan lingkungan kolaborasi pada level requirement
Tidak terpenuhinya kriteria kesuksesan lingkungan kolaborasi pada level capability, service, dan technology
Fault
causes
dete
Error
causes
detects
cts
de
Detector
Evaluasi CCSF (Collaborative Critical Success Factors)
raises
Sistem tidak mampu mendukung proses kolaborasi yang berjalan
Failure
ts tec
Exception
Sistem memberikan panduan kepada participant untuk menjaga konsensus dalam rangka kebersamaan kelompok (berupa Pertanyaan untuk Pengendalian Sosial) Modifikasi sistem agar tetap mampu mengakomodasi proses kolaborasi yang sedang dan akan berjalan
Gambar IV.8 Konsep Error Management dalam Lingkungan Kolaborasi (diadaptasi dari (Sastramihardja, 2006))
IV.7 Kesimpulan Hasil Perancangan Lingkungan Kolaborasi Lingkungan kolaborasi dibangun berdasarkan Framework kolaborasi DARPA IC&V. Dalam menggunakan framework ini terlebih dahulu dilakukan identifikasi atas model kolaborasi yang akan diterapkan dalam organisasi. Penentuan ini penting dalam rangka mengetahui kebutuhan organisasi atas aktivitas kolaborasi. Lingkungan kolaborasi mewadahi elemen-elemen yang tercakup dalam model kolaborasi, baik Collaborative Ontology (CO) maupun Collaborative Process Ontology (CPO). Dengan demikian lingkungan kolaborasi mengakomodasi seluruh elemen dalam model proses kolaborasi.
87
Perancangan konsep manajemen perubahan yang menggunakan konsep event (dimunculkan pada perancangan model kolaborasi) diharapkan mampu mengatasi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi selama proses kolaborasi berjalan. Hal tersebut mendukung proses kolaborasi yang dinamis. Pendefinisian Collaborative Critical Success Factors (CCSF) diharapkan mampu menjadi pemandu dan alat ukur kesuksesan lingkungan kolaborasi yang dibangun. Sedangkan konsep error management digunakan sebagai perangkat untuk mengidentifikasi resiko dan menilai rencana kontigensi. Konsep CCSF dan error management tersebut diharapkan mampu mendukung terlaksananya proses kolaborasi yang efektif.