Bab III Analisis dan Perancangan Model Proses Kolaborasi
Proses analisis dan perancangan model proses kolaborasi dilakukan dalam rangka menjawab turunan research question yang pertama dari tesis ini yaitu “Bagaimana membangun model kolaborasi yang mendukung proses kolaborasi yang dinamis dan efektif”. Proses analisis dan perancangan model proses kolaborasi dilakukan dengan mengelaborasi reference model yang didefinisikan dengan melakukan observasi dan analisis terhadap model kolaborasi yang pernah didefinisikan dalam suatu area. Reference model ini kemudian digunakan untuk menganalisis dan merancang model kolaborasi. Pada tahap akhir dilakukan evaluasi terhadap model kolaborasi berdasarkan requirement proses kolaborasi. Hasil dari evaluasi ini menyatakan posisi dari model kolaborasi yang telah dibangun. Skenario umum kegiatan analisis dan perancangan model proses kolaborasi dapat dilihat pada Gambar III.1. Analisis Paper terkait pemodelan proses kolaborasi
Pemetaan Model
Reference Model Definition
observasi
Peta Antar Model
abstract Pendefinisian Elemen
explain
Pendefinisian Relasi Relasi
Elemen
Sintesis Model Kolaborasi Collaboration Ontology (CO)
role
competition
play Is performed by
Group of interest
Penerapan Deduction Rules
Konsep Dasar Kolaborasi
Abstract service
provide
Supplier-customer
Relationship
central equal
has
power has
achieve
Common Goal
has
hierarchic
Topology
has
Collaborative Network
has
has
star
P2P
chain
has
out
membership
discontinuous
open closed
interaction
dashboard
Consist of
in
duration
continuous
has
change
has
Kind of
gateway event
asynchronous synchronous
has has Consist of
resource
Requirement (prasyarat Kolaborasi)
P1/P2
participant
perform
Rules
evaluasi
contain
Has input Has output
Coordination Service
MIS Service
Collaborative Process Ontology (CPO)
specific
Is coordinated by manage
Business Service
generic
Is a
to
from
from to
Dependency b/w service of participants (message flow)
manage
Dependency b/w CIS service (sequence flow)
One to many One to one
Models
Model Kolaborasi + Posisinya Perancangan
Gambar III.1 Skenario Analisis dan Perancangan Model Kolaborasi
30
31
III.1 Observasi Model Kolaborasi Bagian ini akan membahas observasi terhadap model kolaborasi yang berasal dari dua referensi berbeda. Proses observasi didasari pada protokol observasi Reference model. Observasi dilakukan terhadap dua model kolaborasi yaitu Collaborative Network Ontology dan Models of Collaboration. Perbandingan kedua model kolaborasi berdasarkan protokol kolaborasi dapat dilihat pada Tabel III.1. Tabel III.1 Perbandingan Model Kolaborasi Atribut Reusability Generality
Scope/views Abstraction level Simplicity
Availability
Guidelines
Examples Authority Author
Basis Reference User
Collaborative Network Ontology
Models of Collaboration
Digunakan dalam proses kolaborasi yang kompleks, namun dapat diterapkan di berbagai jenis organisasi atau bisnis. Enterprise collaboration Medium to low level abstraction
Digunakan dalam berbagai tingkatan kolaborasi, dan dapat diterapkan di berbagai jenis organisasi atau bisnis. Enterprise collaboration High level abstraction
Dibutuhkan pemahaman atas sejumlah konsep yang membangun model ini, terutama ontologi dan konsep dari MIT Process Handbook. Model ini dideskripsikan dengan jelas dan detail dalam sebuah disertasi dengan fokus kajian pada knowledge base dalam collaborative process modelling. Pedoman penggunaan model/metodologi disediakan dengan sangat jelas. Disediakan contoh penggunaan model.
Pengelompokannya sederhana dan jelas.
sangat
Sumber sangat minim, hanya didapat dari satu web page.
Tidak disediakan penggunaan model.
pedoman
Disediakan contoh penggunaan model.
Penulis berkecimpung dalam bidang Penulis merupakan praktisi yang kajian kolaborasi, khususnya bergerak dalam domain collaborative process collaboration strategy dan collaboration software. Collaborative Process Collaborative strategy dan Collaboration software. EBM WebSourcing dan MISE Sejumlah vendor (tidak
32
Tabel III.1 Perbandingan Model Kolaborasi Atribut Peer-review
Channels
Endorsing Societies Projects Logistic Tujuan
Bahasa Pemodelan Dimensi Struktural
Komponen
Fungsional
Perilaku
Collaborative Network Ontology project Konsep ini diuji dalam sebuah sidang doktoral di Universite de Toulouse III: Paul Sabatier.
Models of Collaboration disebutkan namanya) Konsep ini belum diujikan dalam suatu peer review/belum ditemukan keterangan akan adanya peer review. of Collaborative Stategies web sites
International Federation Information Processing (IFIP) Disertasi doktoral Universite de Toulouse III: Paul Sabatier Universite de Toulouse III: Paul Site Scape dan Collaborative Sabatier Strategy LLC. MISE Project Tidak ada keterangan Membangun knowledge based system yang menangani sebuah MIS (Mediated Information System) yang mendukung Enterprise Collaboration. Ontologi, Rules (SWRL-Semantic Web Rules Language)
Mengetahui requirement proses kolaborasi yang digunakan dalam rangka menganalisis dan merancang sebuah sistem kolaborasi Deskriptif
Didefinisikan struktur dan elemen Struktur dan elemen dari model dari model kolaborasi yang dibentuk kolaborasi yang dibentuk tidak didefinisikan dengan jelas Komponen model kolaborasi Komponen yang membentuk dijelaskan dengan menggunakan model kolaborasi tidak konsep ontology dideskripsikan dengan jelas. Terdapat fungsi, proses, prosedur, Tidak terdapat fungsi, proses, dan metodologi pengembangan prosedur, dan metodologi model pengembangan model Tidak terdapat elemen perilaku Terdapat deskripsi perilaku dan constraint yang menyertainya.
Deskripsi mengenai esensi dari Collaborative Network Ontology dan Models of Collaboration dapat dilihat pada sub-bab III.1.1 dan III.1.2. Tambahan keterangan mengenai kedua model tersebut dapat dilihat pada Lampiran B.
33
III.1.1 Collaborative Network Ontology Collaborative Network Ontology dikembangkan dalam rangka merancang Mediation Information System (MIS) yang mendukung enterprise collaboration. Mediation Information System (MIS) merupakan sistem informasi yang digunakan sebagai mediasi dalam suatu enterprise collaboration untuk memenuhi interoperabilitas sistem yang berinteraksi. Sistem ini memiliki 3 peran utama yaitu (Benaben, 2008) : 1. Conversion and delivery of data, 2. Management of applications (or services in a SOA context), 3. Orchestration of collaborative process. Framework yang digunakan dalam rangka mendefinisikan proses kolaborasi dapat dilihat pada Gambar III.2.
Gambar III.2 Framework dalam mendefinisikan proses kolaborasi (Rajsiri, 2009)
Proses kolaborasi dimodelkan dengan menggunakan ontologi dan rules. Ontologi merupakan pendekatan yang paling tepat digunakan untuk merepresentasikan domain knowledge application, dibandingkan dengan pendekatan lain yang dapat digunakan untuk merepresentasikan knowledge yaitu semantic network, rules, dan logic. ((Grimm et. al. 2007) dalam (Rajsiri, 2009)). Ontologi mendukung penggunaan kembali pengetahuan (reuse of knowledge), dan knowledge base. Namun demikian ontologi kurang mampu mengakomodasi penyelesaian persoalan. Rules lebih mampu mengakomodasi penyelesaian persoalan dan perilaku dinamis dari knowledge-based
34
system. Untuk itu kedua pendekatan ini digunakan dalam merepresentasikan proses kolaborasi. Ontologi digunakan untuk mendeklarasikan struktur dari knowledge base. Knowledge base sendiri terdiri atas ontologi, instance, dan rules. Pemodelan proses kolaborasi dengan menggunakan ontologi (Collaborative Network Ontology(CNO)) dapat dilihat pada Gambar III.3. CNO dibangun dengan mengadaptasi sejumlah konsep dalam MIT Process Handbook Ontology (PH). PH dipilih karena memiliki konsep yang lebih generik dari konsep ontology lainnya (AIAI, TOVE, BPMO, PSL, CNO of ECOLEAD), dan juga mampu diaplikasikan pada berbagai domain industri dan bisnis.
Gambar III.3 Collaborative Network Ontology (Benaben, 2008)
Dari Collaboration Network Ontology didefinisikan 3 konsep yaitu: 1. Participant Concept, berfokus pada karakterisasi kriteria dari kolaborasi. Elemen yang tercakup dalam konsep ini adalah participant, role, dan abstract service. 2. Collaborative Concept, berfokus pada karakterisasi kriteria dari kolaborasi dan mengintegrasikan meta-model proses kolaborasi. Elemen yang tercakup
35
dalam konsep ini adalah collaborative network, topology, relationship, dan common goal. 3. Collaborative Process Concept, berfokus pada sudut pandang proses. Elemen yang tercakup dalam konsep ini adalah resource, business service, coordination service, dependency, dan MIS Service. III.1.2 Models of Collaboration Model kolaborasi yang didefinisikan oleh Timothy Butler dan David Coleman ini merepresentasikan aktivitas kolaborasi yang umum terjadi dalam sebuah organisasi. Di dalamnya didefinisikan bentuk kolaborasi paling sederhana yaitu interaksi orang dengan data/content, hingga ke interaksi yang kompleks misalnya supply chain management. Dalam suatu situasi mungkin saja digunakan lebih dari satu model kolaborasi, atau disebut dengan hybrid model. Fokus dari model ini adalah interaksi antar pihak yang melakukan proses kolaborasi. Klasifikasi model kolaborasi yang terdapat di dalamnya diperoleh berdasarkan pengalaman dalam menangani aktivitas kolaborasi pada berbagai jenis organisasi. Terdapat lima model utama yang didefinisikan dalam (Butler, 2003) yaitu : 1. Library Collaboration Model Library collaboration model merupakan model kolaborasi yang paling sederhana dan paling umum, yaitu interaksi antara orang dengan data khususnya suatu content. Contoh dari model ini adalah penggunaan katalog/brosur penjualan oleh bagian penjualan (sales) atau pemasaran (marketing). 2. Solicitation Collaboration Model Solicitation collaboration model melibatkan permintaan dari kumpulan kecil requestor data dan sejumlah tanggapan dari responden. Contoh dari model ini adalah penerbitan Request for Proposal (RFP) dan interaksi setelahnya. 3. Team Collaboration Model Team collaboration model digunakan untuk memfasilitasi aktivitas dari sebuah tim. Contoh dari model ini adalah proses pengembangan produk.
36
Level
interaksi
dari
model
library,
solicitation,
dan
team
model
direpresentasikan dalam Gambar III.4.
Gambar III.4 Level Interaksi antara Model Library, Solicitation, dan Team (Butler, 2003)
4. Community Collaboration Model Model kolaborasi yang kurang umum namun mapan. Digunakan untuk memfasilitasi aktivitas dalam sebuah komunitas seperti Community of Practice (CoP) atau Community of Interest (CoI). Ilustrasi keterkaitan antara Team model dan Community model dapat dilihat pada Gambar III.5. Project Manager Community Yasmin – Project Manager
Heidi – Project Manager
Dave – Project Manager
Team A
Team B
Team C
Matt - developer
Joy - Developer
Mary - Developer
Developer Community
Gambar III.5 Keterkaitan Model Team dan Community (Butler, 2003)
5. Process Support Collaboration Model Pemanfaatan teknologi kolaborasi dalam proses atau aliran kerja (workflow). Contoh
dari
model
ini
adalah
pengembangan
produk
baru,
penjualan/pemasaran, layanan konsumen, dan manajemen rantai pasok (supply chain management). Secara holistik kelima model dapat diilustrasikan dalam Gambar III.6.
37
Gambar III.6 Models of Collaboration (Butler, 2003)
Jika dilihat dari pendefinisian masing-masing model, pihak atau partisipan yang melakukan kolaborasi tidak hanya diidentikkan pada manusia, tetapi juga dapat berupa data, khususnya berupa content. Kekurangan dalam model ini adalah tidak adanya deskripsi secara detail mengenai elemen-elemen yang terlibat dalam setiap model, beserta relasinya. III.1.3 Kesimpulan Hasil Observasi Model Kolaborasi Model Kolaborasi Collaborative Network Ontology dibentuk dalam rangka membangun knowledge based system yang menangani sebuah MIS (Mediated Information
System)
yang
mendukung
Enterprise
Collaboration.
MIS
menghubungkan sistem informasi yang berbeda untuk mengatasi persoalan interoperability yang terjadi. Dengan demikian proses kolaborasi yang ditangani dalam model ini merupakan proses yang kompleks, yang menangani sejumlah besar elemen dan relasi yang berlainan (distinct relationship). Models of Collaboration menjelaskan proses kolaborasi berdasarkan interaksi yang terjadi di dalamnya. Klasifikasi proses kolaborasi dilakukan untuk menentukan jenis kolaborasi yang dilakukan oleh sekelompok partisipan (dapat berupa individu, organisasi, perusahaan, atau entitas lainnya). Penentuan jenis kolaborasi ini dibutuhkan untuk mengetahui requirement proses kolaborasi yang digunakan dalam rangka menganalisis dan merancang sebuah sistem kolaborasi dalam suatu organisasi.
38
Konsep dalam CNO dan Model of Collaboration dapat dipadukan untuk membentuk suatu model yang lebih generik, mencakup level abstraksi tingkat tinggi hingga rendah, sehingga dapat diterapkan pada berbagai bentuk kolaborasi dalam organisasi. Untuk memadukan kedua model ini diperlukan pemetaan karakteristik dari models of collaboration dan elemen dari Collaborative Network Ontology. Dengan demikian irisan keduanya dapat ditemukan. III.2 Analisis Model Kolaborasi Proses analisis model kolaborasi meliputi pemetaan model kolaborasi yang telah diobservasi pada tahap sebelumnya. Setelah dilakukan pemetaan model, didefinisikan elemen dan relasi yang akan digunakan dalam rangka perancangan model kolaborasi. III.2.1 Pemetaan Model Dalam proses analisis dilakukan pemetaan model kolaborasi satu (III.1.1) terhadap model kolaborasi dua (III.1.2). Pemetaan dilakukan dengan mengidentifikasi elemen dalam CNO yang bersesuaian atau mampu merepresentasikan karakteristik Model of Collaboration. Untuk karakteristik yang tidak memiliki elemen yang bersesuaian, diciptakan elemen baru yang melengkapi model kolaborasi. Skema pemetaan model kolaborasi dapat dilihat pada Gambar III.7.
Gambar III.7 Skema Pemetaan Model
Cuplikan hasil pemetaan (Team Collaboration Model) dapat dilihat pada tabel III.2. Posisi elemen yang diciptakan ditunjukan dengan shading (warna abu-abu). Pola
39
pemetaan antar model adalah sama, yang membedakan adalah representasi karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing model. Pemetaan model kolaborasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran C. Tabel III.2 Pemetaan Model Kolaborasi
Models of Collaboration [Karakteristik] Team Anggota memiliki tujuan bersama Anggota memiliki tanggung jawab bersama dalam mencapai kesuksesannya Anggota terikat oleh parameter proyek
Anggota saling bergantung satu sama lain
Keanggotaan dikendalikan dengan ketat
Jumlah anggota relatif kecil (2-20) Hampir seluruh anggota membaca dan menulis konten. Terdapat interaksi yang lebih tinggi dari model sebelumnya. Akses dan keamanan sangat ketat, seringkali berdasarkan peran, grup, atau project
Anggota baru dapat segera mengikuti alur kolaborasi dengan membaca riwayat aktivitas grup. Terdapat content management dan fitur manajemen proyek Terdapat co-editing, project dashboard dan atau executive overview Dapat dilakukan secara real-time dan asinkron
Collaborative Network Ontology [Elemen] Participant-common goal Participant-relationship
Collaborative network-common goal Common goal-abstract services Participant-relationship
Participant-role Role-abstract service Collaborative networktopology (membership{closed,open}) Participant-resource Participant-role Role-abstract service Participant-relationship Collaborative networkparticipant Collaborative networkhistory
Relasi yang Relevan Has {1-n} P1/P2 (group of interest) {11} Has {1-n} Has {1-n} P1/P2 (group of interest) {11} Has {1-n} Perform {1-n} Has {1-n}
Create, retrieve {1-n} Has {1-n} Perform {1-n} P1/P2(group of interest) {1-1} Manage {1-n} Has {1-n}
Collaborative networkresource
Manage {1-n}
Collaborative networkdashboard
Has {1-n}
Collaborative networktopology (interaction{ synchronous, asynchronous })
Has {1-n}
40
Berdasarkan pemetaan model kolaborasi, disimpulkan bahwa CNO dapat menjelaskan model-model yang terdapat dalam Models of Collaboration, dengan penambahan sejumlah elemen dan relasi. Elemen yang ditambahkan berdasarkan hasil pemetaan ini adalah dashboard, topology
yaitu
membership
history, rule, event
(open, closed), dan
dan karakteristik dari
interaction
(synchronous,
asynchronous). III.2.2 Pendefinisian Elemen Sebagian besar elemen pembentuk model kolaborasi telah didefinisikan dalam (Rajsiri, 2009). Elemen tersebut dijelaskan pada bab 0 dan III.2.2.2. Elemen yang ditambahkan berdasarkan hasil analisis model kolaborasi adalah elemen history, rule, event,
closed),
dan
dan karakteristik dari
interaction
(synchronous,
topology
yaitu
asynchronous).
dashboard,
membership
Elemen
(open,
tersebut
didefinisikan pada bagian III.2.2.3. Pendefinisian Elemen dikelompokan atas dua bagian yaitu elemen yang tergabung Collaborative Ontology yang melihat dari sudut pandang organisasi dan elemen yang tergabung dalam Collaborative Process Ontology yang melihat dari sudut pandang proses. III.2.2.1 Collaborative Ontology Collaborative Ontology (CO) berkenaan dengan konseptualisasi kolaborasi enterprise dan karakteristik dari collaborative network. CO dibagi ke dalam dua kategori yaitu participant
dan kolaborasi.
a. Kategori Participant Kategori
participant
mendeskripsikan individual dalam ruang lingkup
kolaborasi. Kategori ini memiliki tiga konsep sebagai berikut: 1.
Participant.
Elemen ini dapat merupakan seorang individu atau sebuah
enterprise yang tergabung dalam network dalam rangka mencapai sebuah common goal
secara kolaboratif dengan participant lainnya.
Participant
41
merupakan pihak yang memberikan kontribusi kreatif pada hasil dari kolaborasi (Elliot, 2006). 2.
Role
mendefinisikan tanggung jawab dari
participant
dalam network.
Misalnya penjual, pembeli, atau penghasil. 3.
Abstract
service
adalah layanan high-level yang menerangkan
kompetensi atau apa yang dikuasai oleh participant. Misalnya pemasaran dan penjualan, penyediaan barang, dan sebagainya. b. Kategori Kolaborasi Kategori kolaborasi menekankan pada kriteria karakterisasi dari kolaborasi yaitu
common goal, participant, relationship,
dan
topology.
Definisi
konsep tersebut dideskripsikan berikut ini: 1.
Collaborative network
adalah sekumpulan (minimal dua)
participant
yang ingin bekerja bersama dalam rangka mencapai satu atau sejumlah
2.
common goal
dan sebuah himpunan relationship antar participant.
Common goal
mendeskripsikan alasan mengapa sebuah network di bangun,
dalam istilah produk atau layanan yang diberikan kepada customer (Zaidat, 2005 dalam (Rajsiri, 2009)). Elemen ini memberikan arahan mengenai apa yang harus dilakukan dan dicapai. 3.
Relationship
mendefinisikan interaksi antar dua
participant.
Elemen
ini mendeskripsikan bagaimana partner berhubungan satu sama lain. Elemen Relationship diklasifikasikan ke dalam tiga tipe yaitu: i.
Competition.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kompetisi
merupakan bagian tak terpisahkan dari interaksi manusia. Kompetisi merupakan usaha yang dilakukan oleh dua orang pihak atau lebih untuk mencapai suatu tujuan yang tidak dapat dibagi pada yang lain. Kompetisi dapat memberikan kontribusi pada penumbuhan motivasi. Dinamika kreativitas kolektif yang didapat dari aktivitas ini memberikan manfaat kolektif yang memberikan suatu keuntungan bagi siapa saja yang berpartisipasi. Situasi ini
42
diformalkan sebagai perolehan ‘non-zero-sum’ dalam domain matematika yaitu game theory. (Elliot, 2006) ii.
Group
interest.
of
Relasi ini terbentuk atas kesamaan
kepentingan atau minat, untuk mencapai tujuan tertentu. iii.
Supplier-customer.
Relasi ini terbentuk jika antar participant
terjadi hubungan kebergantungan atas layanan yang disediakan, antara penyedia resources dan pengguna resources. iv.
Exchange/sharing.
umum antar
Relasi ini merupakan bentuk yang paling
participant
yaitu pertukaran
resources
yang
dimiliki masing-masing participant yang menguntungkan semua pihak yang terlibat. 4.
Topology
merupakan ilmu yang mempelajari tentang pengaturan atau
pemetaan elemen-elemen (links, nodes, dan sebagainya) dari sebuah jaringan (network), khususnya keterkaitan fisik dan logis antar nodes. Dalam konteks ini topology mendeskripsikan relationship antar-partner pada level atas, dan struktur keseluruhan dari network. Terdapat tiga bentuk dasar (kind
of) topology
sirkulasinya yaitu
peer to peer.
chain, star,
dan
berdasarkan aliran Bentuk
topology
dapat dibedakan dari orientasi kekuatan (power) pengambilan keputusan, durasi
(duration)
keanggotaan
pelaksanaan
(membership),
kolaborasi
dan
dalam
network,
keberlangsungan
sifat
interaksinya
(interaction). a.
topologi
yang digunakan oleh
participant dari collaborative network, yaitu
Topologi P2P (Peer to
Kind
of,
mendefinisikan jenis
Peer), Star
dan Chain (Gambar III.8).
Gambar III.8 Jenis Topology dalam Collaborative Network
43
i.
Star,
menggambarkan bahwa setiap nodes dalam network
terhubung dengan node utama (pusat) dengan hubungan to Peer.
Dalam
topology
ini terdapat
participant
Peer
dominan
yang berperan sebagai central hub atau stategic center. Topology
ini biasa diterapkan pada industri konstruksi atau
otomotif. ii.
Chain,
menggambarkan bahwa setiap nodes dalam network
terhubung dengan dua nodes lainnya. Interaksi antarparticipant
terjadi mengikuti suatu value chain.
Topology
ini
biasa diterapkan pada supply chain dalam industri manufaktur. iii. P2P (Peer to Peer), berorientasi pada proyek. Topology ini
memerlukan hubungan saling menguntungkan antara semua participant
secara
yang terlibat. Setiap
langsung
dengan
berinteraksi
participant
participant
lainnya.
Sistem
pengelolaannya berdasarkan self-organization. Kompetensi manajemen didistribusikan pada member dan kekuatan pengambilan keputusan adalah setara.
Topology
ini sesuai
diterapkan pada industri yang memiliki fokus utama pada pengetahuan dan keahlian. Dalam membangun jaringan tipe ini dibutuhkan penyeleksian atas member, pengembangan dan pelaksanaan
etika
perilaku
dalam
rangka
membangun
kepercayaan satu sama lain. b.
Duration
mendeskripsikan frekuensi interaksi yang terjadi selama
proses kolaborasi dalam network (Zaidat, 2005 dalam (Rajsiri, 2009)). i.
Continuous
, dapat pula disebut sebagai long time network.
Tipe ini umumnya terjadi dalam aliansi strategis misalnya supply chain.
44
ii.
Discontinuous,
dapat pula disebut sebagai short time network.
Tipe ini umumnya dipicu dengan adanya peluang kolaborasi, misalnya pada virtual enterprise. c.
Power,
mendeskripsikan perilaku dan orientasi pengambilan keputusan
dalam network. i.
Central,
yang terlibat dalam collaborative
participant
network terbagi atas dua jenis, yaitu participant utama (hub), dan
participant
cabang (spoke). Setiap
participant
cabang
terkoordinasi oleh participant utama. ii.
Equal,
iii.
posisi antar participant setara.
Hierarchic,
menunjukkan adanya pembagian kekuasaan antar
participant,
untuk mengoordinasikan sejumlah participant
lainnya. Gambaran umum keterhubungan tiga karakteristik (kind duration)
of, power,
dan
dapat dilihat pada Tabel III.3.
Tabel III.3 Karakteristik Utama Topologi
Topologies
Decision-making power
Duration
Stability
Chain
Hierarchic (Chain of command)
Continuous (long term)
Static
Star
Central (one dominant actor)
Continuous (long term)
Static
Peer-to-peer
Equal (no dominant actor)
Discontinuous (short time)
Dynamic
III.2.2.2 Collaborative Process Ontology Collaborative Process Ontology (CPO) terdiri atas
business
service,
aliran
resource
antar-service, pengelolaan aliran. Di dalamnya tercakup konsep dari
business
service, resource,
service.
Konsep
MIS service
dependency,
coordination
service,
dan
MIS
berasal dari meta-model of collaborative, sedangkan
konsep lainnya terinspirasi dari skema OWL (Web Ontology Language) dan MIT Process Handbook (PH) (Rajsiri, 2009). Faktanya, konsep
dependency
dari skema
PH dapat dikonsiderasi sebagai aliran pesan (message) dan rangkaian (sequence) dari meta-model of collaborative process. Konsep
Coordination service
merupakan hal
45
penting dalam menghubungkan skema PH ke skema MIS Service dari collaboration process metamodel. Definisi dari konsep-konsep tersebut dideskripsikan sebagai berikut: 1.
Business service service
menjelaskan task pada level fungsional. Sebuah
terbentuk atas sejumlah
business service.
abstract
Sebagai contoh: merakit
komponen komputer, memenuhi pesanan. Konsep ini terinspirasi dari functional level activity yang dideskripsikan dalam konsep BAM dari MIT Process Handbook. 2.
Resource,
dapat berupa data, mesin, perangkat lunak, alat, atau material yang
digunakan atau dihasilkan oleh business
service.
Misalnya: pesan, pesanan,
mesin, wadah, teknologi. 3.
Coordination
service
(dependency) atas
bertugas
resource.
untuk
mengelola
kebergantungan
Misalnya: mengelola aliran material, mengelola
aksesibilitas dokumen. Konsep ini berasal dari model konsep proses kolaborasi dalam MIT Process Handbook. 4.
MIS Service
didefinisikan sebagai meta-model dari proses kolaborasi yang
mendeskripsikan elemen model yang dibutuhkan dalam membangun collaborative process model. MIS merupakan platform kolaborasi yang mengelola pertukaran data, dan aplikasi. MIS menghubungan sistem informasi yang berbeda untuk mengatasi persoalan interoperability. Konsep dari MIS dapat dilihat pada Gambar III.9.
46
Gambar III.9 Konsep dari MIS (Benaben et. al dalam (Rajsiri, 2009))
5.
Dependency between MIS service (sequence flow)
satu
MIS service
ke
MIS service
adalah aliran dari
lainnya yang memiliki
sama. Hal ini dapat dilihat sebagai pergerakan
resource
yang
antar
MIS
resource
service.
III.2.2.3 Elemen yang Ditambahkan Selain tiga karakteristik Topology yaitu kind of, power, dan duration , didefinisikan dua karakteristik tambahan yaitu membership dan interaction. Penambahan karakteristik ini dilakukan untuk memenuhi requirement sesuai dengan hasil pemetaan pada tabel III.2.
a.
Membership,
membership menjelaskan sifat kepesertaan
participant
dalam
collaborative network.
i. Closed, menunjukkan bahwa collaborative network
participant
yang diikutsertakan dalam
ditentukan oleh pengelola network.
ii. Open, menunjukkan bahwa
participant
dapat bergabung dalam suatu
network tanpa harus memenuhi kriteria tertentu. b.
Interaction,
menjelaskan cara setiap
participant lainnya.
participant
berkomunikasi dengan
47
i.
Synchronous,
terjadi jika masing-masing participant berkomunikasi secara
langsung dengan participant lainnya, artinya tidak ada (atau minimal) jeda antara serangkaian aksi-reaksi (same-time). ii.
Asynchronous,
terjadi jika masing-masing
secara tidak langsung dengan
participant
participant
berkomunikasi
lainnya, artinya terdapat
sejumlah waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan reaksi dari suatu aksi (different-time). Didefinisikan pula empat elemen yang mendukung efektivitas dan dinamika proses kolaborasi. Elemen tersebut adalah Dashboard, 1.
Dashboard,
Rule,
dan
Event.
elemen ini memberikan gambaran umum perkembangan
proses/pekerjaan
yang
dilaksanakan
setiap
participant
dalam
collaborative network.
2.
Rule,
berisi sejumlah aturan yang harus dipatuhi oleh setiap
yang terlibat dalam
collaborative network. Participant
participant
yang melanggar
aturan yang ditetapkan (dalam batas tertentu) akan tidak disertakan dalam collaborative network.
3.
Event
adalah suatu kejadian penting yang terjadi di dalam atau di luar
enterprise (Michelson, 2006 dalam (Rajsiri, 2009)).
Event
juga dapat
didefinisikan sebagai perubahan signifikan atas suatu kondisi dalam sistem atau environment (Mani Chandy, 2006 dalam (Rajsiri, 2009)). Konsep penciptaan
event
resources,
kondisi atau
event.
event
Pola
didasarkan pada aliran (flow), bukan kondisi dari event
pemicu yang merupakan pola penting pada
dideskripsikan dalam rule: event-condition-action (ECA).
Misalnya: -
Event
: Permintaan pembeli untuk mengirimkan sejumlah material
-
Condition
-
Action
: Pesanan pembelian telah diterima dan belum diproses
: Kirimkan pesanan pembelian ke delivery service.
Rule ECA dapat diekspresikan sebagai berikut: “when event is produced, if condition is satisfied, then action will be performed” (Bouslimi et al., 2008 dalam (Rajsiri, 2009)).
48
Implementasi pendekatan berbasis
event
(event-based) akan membuat model
proses kolaborasi menjadi semakin dinamis, lengkap, dan nyata. Ketika event terjadi atau berubah, definisi proses kolaborasi pun akan berubah. Dengan demikian pendekatan ini akan memberikan fleksibilitas pelaksanaan solusi. III.2.3 Pendefinisian Relasi Berdasarkan hasil analisis didefinisikan sejumlah relasi yang menghubungkan dua elemen. Relasi yang didefinisikan adalah sebagai berikut : 1. Has Relasi has mengandung makna memiliki. Dalam hal ini setiap aktivitas yang berkaitan dengan penciptaan (create) dan penggunaan/pengambilan (retrieve) dimasukan dalam relasi ini. 2. Achieve Relasi achieve mengandung makna mencapai. Elemen yang dikenakan oleh relasi ini memiliki pasangan elemen yang merupakan capaian/sasaran/tujuan yang diinginkan. 3. Play Relasi play mengandung makna memainkan (peran). Elemen yang dikenakan oleh relasi ini memiliki pasangan elemen yang merupakan peran atau tanggung jawab yang harus dijalankan/dilaksanakan. 4. Provide Relasi provide mengandung makna menyediakan. Elemen yang dikenakan oleh relasi ini memiliki pasangan elemen yang merupakan layanan/service yang dapat disediakan dari usaha yang dilakukan olehnya. 5. Perform-is perform by Relasi perform mengandung makna melaksanakan. Elemen yang dikenakan oleh relasi ini memiliki pasangan elemen yang merupakan layanan/service yang dapat dilaksanakan oleh suatu peran/role tertentu.
49
6. Consist of Relasi consist of mengandung makna terdiri atas. Elemen yang dikenakan oleh relasi ini memiliki pasangan elemen yang merupakan bagian dari dirinya. Tidak ada elemen atau objek lain yang menjadi bagian pembentuk. 7. Manage-is coordinate by Relasi manage mengandung makna mengelola. Elemen yang dikenakan oleh relasi ini memiliki pasangan elemen yang dikelolanya. 8. Contain Relasi contain mengandung makna berisi. Elemen yang dikenakan oleh relasi ini memiliki pasangan elemen yang merupakan bagian dari dirinya. Mungkin saja ada elemen atau objek lain yang menjadi bagian pembentuk. 9. From-to Relasi From-to menunjukkan arah suatu aliran berlangsung. 10. Has input-has output Relasi has input (has output) mengandung makna bahwa elemen yang dikenai relasi
ini
memiliki
pasangan
elemen
yang
merupakan
masukan
(keluaran/hasil) dari proses yang dilakukan didalamnya. 11. P1/P2 (Participant1/Participant2) Relasi P1/P2 menunjukkan adanya hubungan antara participant yang berkolaborasi. III.3 Perancangan Model Proses Kolaborasi Berdasarkan hasil analisis model kolaborasi didapat bahwa kedua model yang telah diobservasi dapat dipetakan dan dipadukan menjadi model yang saling mendukung. Pada bagian ini dilakukan perancangan model proses kolaborasi berdasarkan level interaksi dalam Models of Collaboration, dengan menggunakan konsep ontologi. Konsep ontologi digunakan untuk mendeduksi relasi antar elemen dalam Collaboration Process. Perancangan model proses kolaborasi diawali dengan pembentukan elemen dan relasi dasar. Pembentukan elemen dan relasi dasar secara lengkap dapat dilihat pada
50
Lampiran D. Relasi dasar ini kemudian digunakan dalam membentuk model kolaborasi library, solicitation, team, community, dan process support. III.3.1 Library Collaboration Model Elemen yang terlibat dalam model Library adalah relationship, abstract service,
dan
topology.
participant,
resource,
Dalam model ini didefinisikan
memiliki sejumlah
participant.
Setiap
bahwa suatu
collaborative
participant
memiliki sejumlah resource (dalam hal ini informasi), dan
menyediakan abstract Relationship
antara
network
service
yang terbatas pada pengelolaan resource/informasi.
participant
adalah dalam rangka pertukaran informasi
(exchange/sharing). Topology interaksi antar partisipan bisa terjadi secara synchronous
maupun asynchronous.
Dalam model kolaborasi ini masing-masing service
participant
melakukan
abstract
sesuai dengan kebutuhannya. Tidak ada pembagian peran yang mewajibkan
participant untuk menyediakan
abstract
service
tertentu. Gambar III.10
menunjukan relasi antar elemen pada Library Collaboration Model. Abstract service
resource has
provide
participant
has
has
Collaborative Network has
topology has
asynchronous
P1/P2
relationship One to many One to one
Exchange/ sharing
Gambar III.10 Library Collaboration Model
synchronous
51
III.3.2 Solicitation Collaboration Model Elemen yang terlibat dalam model Solicitation adalah relationship,
role,
collaborative
network
memiliki
Role
abstract
yang
melaksanakan perannya, Participant
berbentuk
service,
dan
memiliki sejumlah melaksanakan participant
yang terlibat dalam
participant, resource,
topology.
participant.
sejumlah
resource
collaborative network
exchange/sharing. Topology
Setiap
abstract
didukung oleh
Dalam model ini, participant
service.
Dalam
yang dimilikinya.
memiliki
Relationship
interaksi dapat terjadi secara
synchronous
maupun asynchronous. Perbedaan utama dengan Library Collaboration Model adalah adanya elemen yang
memberikan nilai lebih pada efektivitas yang terjadi dalam
network.
role
collaborative
Gambar III.11 menunjukan relasi antar elemen pada Solicitation
Collaboration Model.
Is performed by
Abstract service
perform
Role
resource has
provide
play
participant
has
has
Collaborative Network
topology has
asynchronous
has P1/P2 One to many One to one
relationship
Exchange/ sharing
Gambar III.11 Solicitation Collaboration Model
synchronous
52
III.3.3 Team Collaboration Model Elemen yang terlibat dalam model Team adalah
participant, role, abstract
service, common goal, resource, relationship, dashboard,
yang memiliki sub-elemen yaitu
topology
interaction,
dan kind
power,
duration,
history,
dan
membership,
of.
Dalam model kolaborasi ini setiap participant memiliki role dengan melaksanakan sejumlah
service,
abstract
network.
collaborative
Setiap
terhubung karena memiliki interest),
dan
untuk mencapai participant
relationship
kebutuhan
common
untuk
goal
yang dimiliki oleh
yang terlibat dalam network ini
atas kesamaan kepentingan (group
berkoordinasi
dan
bertukar
of
pendapat
(exchange/sharing). Dalam melakukan kolaborasi, terdapat topology relasi antar participant yang dapat berupa
star, P2P,
atau
chain. Topology
relasi tersebut dapat terjadi dalam ragam
power (central, equal, hierarchic) ,duration (discontinuous, continuous).
Keanggotaan (membership) dari model kolaborasi ini adalah tertutup (closed), hanya yang orang-orang yang terlibat dalam project saja yang diikutsertakan. Bentuk interaksi
(interaction)
asynchronous,
Elemen
yang
terjadi
dapat
secara
synchronous
maupun
disesuaikan dengan kebutuhan.
dashboard
berperan dalam memberikan informasi umum mengenai progress
pekerjaan. Dengan demikian proses evaluasi pencapaian target dapat lebih mudah dilakukan. Elemen
history
berisi informasi mengenai aktivitas apa yang telah dilakukan dalam
collaborative network. Sehingga participant yang baru terlibat dapat segera mengikuti alur pekerjaan dari awal. Gambar III.12 menunjukan relasi antar elemen pada Team Collaboration Model.
53
Gambar III.12 Team Collaboration Model
III.3.4 Community Collaboration Model Elemen yang terlibat dalam model Community adalah
participant, resource,
role, abstract service, common goal, relationship, rules,
dan
topologi
yang meliputi sub-elemen membership dan interaction. Dalam model community, keanggotaan (membership) bersifat terbuka (open) dan tidak mengikat. Tidak ada role khusus yang harus dijalankan oleh setiap participant. Tetapi mereka memiliki common goal yang terbentuk dalam relationship group of interest. Tidak setiap participant memiliki resource yang digunakan untuk menyediakan abstract service. Tidak ada
topology
yang ditetapkan secara khusus
dalam proses kolaborasi ini, karena keanggotaan terbentuk dengan sendirinya (sukarela). Aktivitas dalam
collaborative network
participant. Participant
diatur oleh
rules
yang mengikat setiap
yang tidak mematuhi rules yang berlaku akan dikeluarkan
dari network. Gambar III.13 menunjukan relasi antar elemen pada Community Collaboration Model
54
play
role Is performed by
participant
has
resource
P1/P2
perform provide
Abstract service achieve
has
exchange/sharing
Relationship
Group of interest
has has
Common Goal
Collaborative Network has
membership rules
One to many
Topology
open
has
interaction
One to one
asynchronous
Gambar III.13 Community Collaboration Model
III.3.5 Process Support Collaboration Model Model Process Support melibatkan seluruh elemen dalam Collaborative Network Ontology (CNO), baik dalam lingkup Collaboration Ontology (CO) maupun lingkup collaboration Process Ontology (CPO), dilengkapi dengan tambahan sejumlah elemen. Elemen yang termasuk Collaboration Ontology adalah
participant,
role,
abstract service, common goal, relationship, gateway(in, out), event, dashboard,
dan topology yang meliputi sub-elemen power,
duration, membership,
dan interaction. Elemen yang termasuk dalam Collaborative Process Ontology (CPO) adalah resource, coordination service, dependency b/w service of participants (message
flow),
dependency
b/w
CIS
service
(sequence
flow)
dan
MIS
Service.
Dalam model kolaborasi ini setiap participant memiliki role dengan melaksanakan sejumlah
abstract
collaborative
service,
network.
terhubung dengan jenis supplier-customer.
untuk mencapai
Setiap
participant
common
goal
yang dimiliki oleh
yang terlibat dalam network ini
relationship competition, group
of
interest
atau
55
Dalam melakukan kolaborasi, terdapat topology relasi antar participant yang dapat berupa
star, P2P,
atau
chain. Topology
relasi tersebut dapat terjadi dalam ragam
power (central, equal, hierarchic) ,duration (discontinuous, continuous).
Keanggotaan (membership) dari model kolaborasi ini dapat bersifat tertutup (closed) atau terbuka (open), bergantung pada
event
yang menyebabkan terbentuknya
collaborative network.
Bentuk interaksi (interaction) yang terjadi dapat secara asynchronous,
Elemen
maupun
synchronous
disesuaikan dengan kebutuhan.
dashboard
berperan dalam memberikan informasi umum mengenai progress
proses yang sedang dilaksanakan. Dengan demikian proses evaluasi pencapaian target dapat lebih mudah dilakukan. Gambar III.14 menunjukan relasi antar elemen pada Process Support Collaboration Model. Collaboration Ontology (CO)
role
competition
play
Is performed by
Group of interest P1/P2
participant
perform Abstract service
Supplier-customer
Relationship
central has
provide
equal
power
has
achieve
Common Goal
hierarchic
Collaborative Network
has
change has
Topology
has
has
duration
discontinuous continuous
has
has
star
Kind of P2P
membership
chain
open closed
interaction
dashboard
asynchronous synchronous
event has has Consist of
resource
contain
Has input Has output
Business Service
manage
Coordination Service
MIS Service
Is coordinated by
Dependency b/w service of participants (message flow)
Collaborative Process Ontology (CPO)
specific to from
from to
generic
Is a
manage
Dependency b/w CIS service (sequence flow)
One to many One to one
Gambar III.14 Process Support Collaboration Model
III.3.6 Deduction Rules Keterkaitan antara collaboration ontology dan collaboration process ontology pada Process Support Collaboration dapat diidentifikasi menggunakan deduction rules.
56
Rules ditulis dalam SWRL (Semantic Web Rule Language), antecedentconsequent pair. Terdapat lima kelompok rules yaitu (1) business service, common goal,
(3)
dan
role
abstract service
dependency, coordination service
dan
CIS service,
(2) (4)
dan (5) topology (Benaben, 2008).
1. Role dan abstract service Maksud pembentukan rule ini adalah untuk mendapatkan
abstract service
ketika suatu role dilaksanakan, ataupun sebaliknya, mendapatkan role ketika suatu
abstract service
diadakan. Rule pada
role
dan
abstract service
dapat dilihat pada Rule III-1. participant(?x) ∧ playRole(?x,?y) ∧ performAService(?y,?z) provideAService(?x,?z) Rule III-1 Role dan Abstract Service
Rule III-1 dapat dijelaskan dengan contoh: if “seller” then the
participant
participant
“A” provides
abstract
“A” plays
role
services
“sell
service”, “sell product”, “sell items from stock” etc. Contoh dari Rule III-1 diilustrasikan dalam Gambar III.15.
Gambar III.15 Contoh Rule III-1 : Role dan Abstract Service
Bagian gambar yang berbentuk oval merupakan instance dari elemen. Garis dash-dot menunjukkan relasi yang didefinisikan. Garis dash menunjukkan
57
sesuatu yang sudah didefinisikan dalam knowledge base. Garis penuh menghubungkan elemen dan instance-nya. Garis dot menunjukkan relasi yang dideduksi oleh rule. Rule ini hanya akan berjalan apabila setiap
role
yang berada dalam
knowledge base telah didefinisikan terlebih dahulu dengan abstract
service
yang berkaitan. 2. Business service Maksud pembentukan rule ini adalah untuk mendeduksi ketika suatu
abstract service
business services
disediakan. Rule pada
business service
dapat dilihat pada Rule III-2. participant(?x) ∧ provideAService(?x,?y) ∧ hasBusinessService(?y,?a) • provideBusinessService(?x,?a) Rule III-2 Business Service
Rule III-2 dapat dijelaskan dengan contoh : if abstract services
the
business
“sell product” then the
services
participant
participant
“A” provides
“A” provides also
“obtain order”, “prepare products to deliver”,
“transfer invoice”, etc. Contoh dari Rule III-2 diilustrasikan dalam Gambar III.16
Gambar III.16 Contoh Rule III-2 : Business Service
58
Keterangan gambar sama dengan bagian sebelumnya. Rule ini hanya akan berjalan apabila setiap abstract
service
yang berada dalam knowledge base
telah didefinisikan terlebih dahulu dengan business
service
yang berkaitan.
3. Dependency, coordination service, CIS service Maksud pembentukan rule ini adalah untuk mendeduksi kebergantungan (dependencies) antara dua
business services
yang sama. Rule pada dependency,
yang memiliki
coordination service,
resources
dan CIS
service
dapat dilihat pada Rule III-3. CNetwork(?a) ∧ hasRelationship(?a,?z) ∧ P1(?z,?y) ∧ P2(?z,?x) ∧ provideBusinessService(?x,?b) ∧ hasInput(?b,?d) ∧ provideBusinessService(?y,?c) ∧ hasOutput(?c,?d) ∧ manageResource(?f,?d) ∧ Dependency_between_BusinessServices_of_Participants(?e) • fromBusinessService(?e,?c) ∧ toBusinessService(?e,?b) ∧ containResource(?e,?d) ∧ isCoordinatedBy(?e,?f) ∧ hasMISservice(?a,?f) ∧ MISservice(?f) Rule III-3 Dependency, Coordination Service, CIS Service
Rule III-3 dapat dijelaskan dengan contoh: if the “place order” service
business
of a buyer produces a “purchase order” as output and the “obtain
order” business service of a seller uses a “purchase order” as input then a dependency
Apabila
between these two services is established.
dependencies
dideduksi dari resource
telah diketahui,
dependencies.
coordination
Contohnya : if the
services
dependency
“purchase order”, then the coordination
service
dapat
refers to the
which manages
that resource is “manage flow of document” and is added into the MIS. Untuk lebih jelasnya dapat disimak contoh berikut: we have kept only the “obtain order”
business service
we add another dealing with the
participant,
provided by
participant
“A”. However,
namely “B”, into the network since we are
dependency between business services
belonging to
59
different
in the same
participants
participants
network,
“CN 01”. We assume that the
“A” and “B” are related with a “RL 001”
From the second rule, we obtained that the provide “obtain order” and “place order” The “place order”
service
while the “obtain order”
service
has the same
dependency
services.
business
“A” and “B”
business services
has a “purchase order”
current rule deduces a “MF 001” these two
participants
relationship.
respectively.
resource
resource
as output,
as input. The
of “purchase order” between
The “manage flow of document”
coordination service
can manipulate the “purchase order” resource. This
coordination service
is also created as the MIS service.
Contoh dari Rule III-3 diilustrasikan dalam Gambar III.17.
Gambar III.17 Contoh Rule III-3 : Dependency, Coordination Services, CIS Services
4. Common goal Maksud pembentukan rule ini adalah untuk mendeduksi sejumlah service
dari
dan abstract
goal,
untuk dilibatkan dalam network. Rule pada
service
dapat dilihat pada Rule III-4.
abstract
common goal
60
CommonGoal(?x) ∧ description(?x, ?a) ∧ swrlb:substringBefore(?y, ?a, " ") ∧ AbstractService(?b) ∧ name(?b, ?c) ∧ swrlb:containsIgnoreCase(?c, ?y) → achievesAService(?x, ?b) Rule III-4 Common Goal
Maksud dari Rule III-4 adalah untuk mengambil kata pertama dari kalimat goal.
Kata tersebut kemudian dicari dalam knowledge base untuk elemen
abstract service. Abstract
service
yang ditemukan adalah service yang harus
disediakan oleh seluruh participant dalam network. Rule ini diberlakukan sesuai dengan konsep goal dari (Tawbi, 2002 dalam (Rajsiri, 2009)) bahwa goal terdiri dari verb dan parameter. Rule III-4 dapat dijelaskan dengan contoh: Sebuah network memiliki goal
“buy 100 pcs of bolts”, kemudian rule mendeduksi
“buy”, “buy over internet”, dan “buy in a store”. Seluruh mengandung kata pertama dari deskripsi common
common
abstract service: abstract service
goal.
Contoh dari Rule III-4 diilustrasikan dalam gambar III.18.
Gambar III.18 Contoh Rule III-4 : Common Goal
5. Topology Maksud pembentukan rule ini adalah untuk mendeduksi
topology
ketika
diketahui orientasi decision-making power dan durasi komunikasi (duration). Rule pada topology dapat dilihat pada Rule III-5.
61
Topology(?x) ∧ hasPower(?x, central) ∧ hasDuration(?x, continuous)
→ hasType(?x,
star)
Topology(?x) ∧ hasPower(?x, equal) ∧ hasDuration(?x, discontinuous)
→ hasType(?x,
P2P)
Topology(?x) ∧ hasPower(?x, hierarchic) ∧ hasDuration(?x, continuous)
→ hasType(?x,
chain)
Rule III-5 Topology
Rule ini ditetapkan sesuai dengan karakteristik dasar Topology
topology.
Ketiga rule
dapat diilustrasikan dalam gambar III.19.
Gambar III.19 Contoh Rule III-5 : Topology
III.4 Evaluasi Model Kolaborasi Untuk menilai keterpenuhan prasyarat kolaborasi dan menentukan posisi model kolaborasi yang telah dibangun, keseluruhan prasyarat kolaborasi direpresentasikan dalam elemen kolaborasi. Tabel III.4 menunjukkan representasi elemen kolaborasi beserta rule-nya dalam memenuhi prasyarat kolaborasi. Tabel III.4 Representasi Elemen Kolaborasi
No. 1
Prasyarat
2
Masing-masing pihak yang terlibat sepakat untuk berkolaborasi Masing-masing pihak mengetahui kapabilitas satu sama lain
Kolaborasi harus memiliki maksud
Elemen Common goal
Penjelasan Sesuai dengan Rule III-4: Common Goal
3
Participant, Relationship Participant, Role,
Sesuai dengan Rule III-1 : Role dan Abstract Service
62
Tabel III.4 Representasi Elemen Kolaborasi
No.
Prasyarat
4
Masing-masing pihak berbagi suatu tujuan dan menjaga visi bersama selama proses kolaborasi menuju tercapainya tujuan bersama Masing-masing pihak memelihara pemahaman bersama atas suatu persoalan yang dihadapi. Identifikasi pihak-pihak yang terkait dan pelibatan mereka bersama Definisi dari ruang lingkup kolaborasi dan hasil yang diharapkan Definisi struktur kolaborasi, meliputi kepemimpinan, peran, tanggung jawab, kepemilikan dari aset yang dihasilkan Identifikasi resiko dan pengukuran atas rencana kontigensi Membangun komitmen untuk berkolaborasi
5
6 7 8
9 10
Elemen Abstract Services Participant, abstract service, Common Goal
Penjelasan
Sesuai dengan Rule III-4: Common Goal
Relationship (Group of interest) Participant Abstract service
Sesuai dengan Rule III-4.
Topology
Sesuai dengan Rule III-5:
Common Goal Topology
-
Tidak direpresentasikan
Relationship
Selain prasyarat, adapula kesulitan yang harus dikelola dalam lingkungan kolaborasi. Tabel III.5 menunjukkan representasi elemen kolaborasi dalam mengelola kesulitan dalam lingkungan kolaborasi.
Tabel III.5 Representasi Elemen Kolaborasi dalam Persoalan Lingkungan Kolaborasi
No. 1
2 3
Kesulitan
Kepemilikan dan sharing sumberdaya
Menentukan kontribusi individual Menjaga komitmen
Elemen Resources, business service, coordination service, dependency b/w service of participants, MIS Service Participant, Role, Abstract service
Penjelasan Sesuai dengan Rule III-3 Dependency, Coordination Service, CIS Service
Sesuai dengan Rule III-1 Role dan Abstract Service
Relationship
Sesuai dengan Rule III-4
Participant, Role, Abstract service
Sesuai dengan Rule III-1
Common Goal
4
Ketidakjelasan Tanggung jawab
Role dan Abstract Service
63
Dari Tabel III.4 dan Tabel III.5 didapat bahwa model kolaborasi yang telah terbentuk hampir memenuhi keseluruhan prasyarat kolaborasi dan juga mampu menangani persoalan lingkungan kolaborasi. Satu hal yang tidak terpenuhi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi resiko dan menilai rencana kontigensi. III.5 Kesimpulan Hasil Analisis dan Perancangan Model Kolaborasi Kegiatan analisis dan perancangan model kolaborasi diawali dengan melakukan observasi terhadap dua model kolaborasi yang memiliki perspektif berbeda. Model pertama merupakan Collaborative Network Ontology yang memodelkan proses kolaborasi dengan menggunakan konsep ontologi dan rules. Sedangkan model kedua, yaitu models of collaboration, menggambarkan proses kolaborasi secara deskriptif, dengan mengelompokan aktivitas kolaborasi ke dalam lima kelompok berdasarkan interaksi yang terjadi di dalamnya, yaitu library, solicitation, team, community, dan process support. Perpaduan dua model kolaborasi ini menghasilkan lima collaborative network ontology,
masing-masing
merepresentasikan
kelompok
dalam
models
of
collaboration. Dengan demikian konsep ontologi dapat diterapkan pada situasi kolaborasi yang sederhana hingga situasi yang kompleks. Konsep ontologi digunakan karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya memberikan kesepahaman atas struktur informasi antar pihak, dan memungkinkan penggunaan kembali (reuse) dari domain knowledge. Konsep tersebut membentuk knowledge base yang mendukung proses kolaborasi yang efektif dan dinamis. Berdasarkan hasil perancangan model kolaborasi didapat kesimpulan bahwa suatu proses kolaborasi akan efektif apabila setiap elemen dan relasi pembangunnya teridentifikasi dan dapat didefinisikan dengan jelas. Sehingga tidak ada duplikasi peran, pekerjaan, dan sebagainya. Setiap partisipan pun mengetahui apa tujuan mereka, dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian pencapaian tujuan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan terarah.
64
Dinamika proses kolaborasi dapat ditangani dengan keberadaan elemen event. Elemen ini mengakomodasi setiap kondisi yang harus dihadapi dan ditangani melalui proses kolaborasi. Perubahan pada elemen event akan menyebabkan perubahan pada elemen-elemen lain yang berkaitan sedemikian sehingga tujuan proses kolaborasi akan tetap tercapai. Dengan demikian model kolaborasi dapat menangani proses kolaborasi yang dinamis. Kedua paragraf terakhir menjawab research question yang pertama yaitu bagaimana membangun proses kolaborasi yang efektif dan dinamis. Berdasarkan hasil evaluasi pada sub bab III.4 diperoleh kesimpulan bahwa model kolaborasi yang telah terbentuk memenuhi hampir seluruh prasyarat kolaborasi. Satu hal yang tidak terakomodasi adalah kemampuan dalam mengidentifikasi resiko dan pengukuran atas rencana kontigensi. Hal tersebut sebenarnya merupakan hal yang penting dalam proses kolaborasi. Karena bagaimanapun setiap aktivitas pasti memiliki resiko, dan resiko tersebut harus dapat diidentifikasi untuk menjaga keberjalanan aktivitas, dan memastikan bahwa tujuan aktivitas tersebut dapat tercapai. Namun dalam kajian model kolaborasi, hal tersebut tidak diakomodasi. Untuk itu poin identifikasi resiko dan pengukuran rencana kontigensi akan menjadi salah satu requirement (prasyarat) yang diakomodasi dalam pengembangan lingkungan kolaborasi pada tahap selanjutnya. Konsep ini tercakup dalam Bab IV.6 Error Management.