BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Skripsi ini membahas tentang pematuhan dan pelanggaran maksim-maksim prinsip kesantunan tuturan tokoh-tokoh dalam drama serial Korea God’s Quiz. Setelah melakukan analisis dapat disimpulkan beberapa hal yang menjawab rumusan masalah dari penelitian. Pertama, pada tuturan tokoh-tokoh dalam serial drama God’s Quiz ini ditemukan banyak pematuhan prinsip kesantunan. Maksim-maksim yang dipatuhi melingkupi seluruh maksim kesantunan Leech, yaitu maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kedermawanan, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan dan maksim kesimpatian. Pematuhan maksim kebijaksanaan terjadi saat salah satu tokoh dalam drama melindungi rekan kerjanya dari amarah atasannya dengan mengorbankan dirinya untuk melakukan pekerjaan yang bukan menjadi tanggung jawabnya. Pematuhan maksim penerimaan banyak terjadi dalam drama ini dengan banyaknya pujian-pujian yang dilontarkan oleh Yeong-sil maupun Jin-woo kepada rekan kerja mereka. Kemudian untuk pematuhan maksim kedermawanan jumlahnya tidak banyak, pematuhan hanya terjadi saat Jin-woo memberikan pengobatan cuma-cuma kepada pasiennya di desa Chungnam. Pematuhan maksim kerendahan hati hanya ada satu yaitu ketika Jin-woo mendapatkan pujian dari atasan maupun teman-temannya. Kurangnya kuantitas pematuhan maksim kerendahan hati dikarenakan dokter Han Jin-woo lebih sering
76
77
menyombongkan dirinya daripada bersikap rendah hati saat dipuji. Maksim kesepakatan dan maksim kesimpatian merupakan maksim yang paling banyak dipatuhi oleh tokoh-tokoh dalam serial drama God’s Quiz. Dalam setiap episode dapat ditemukan satu pematuhan maksim kesepakatan ini yaitu saat tim forensik berdiskusi maupun saat mengadakan pertemuan dengan pihak kepolisian. Maksim kesimpatian sering dipatuhi oleh tokoh-tokoh dalam serial drama saat berhadapan dengan pihak korban pembunuhan untuk mengungkapkan perasaan bela sungkawa mereka. Kedua, pelanggaran maksim prinsip kesantunan juga banyak ditemukan dalam tuturan tokoh-tokoh dalam serial drama God’s Quiz. Pelanggaran maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kedermawanan, maksim kesepakatan, maksim kesimpatian dan maksim kerendahan hati dapat ditemukan dalam tuturan setiap tokohnya. Dari keenam maksim kesantunan Leech, maksim kerendahan hati adalah maksim yang sering dilanggar oleh tokoh utama serial drama God’s Quiz, dokter Han Jin-woo. Kesombongan Jin-woo membuatnya sering melanggar prinsip maksim kerendahan hati yang meminta penuturnya untuk memuji diri sedikit mungkin dan mengecam diri sebanyak mungkin. Namun yang Jin-woo lakukan adalah semakin memuji dirinya setiap ada tokoh yang memuji kerja keras dan
pemikiran
geniusnya.
Pelanggaran
maksim
kebijaksanaan
dengan
menggunakan kalimat perintah terjadi saat penugasan detektif Kyunghee dan Chief Yeong-sil oleh Asisten Komisaris yang memberatkan dan tidak beralasan. Pelanggaran maksim kemurahan dan maksim penerimaan dilakukan dengan cara implisit yaitu melalui sarkasme. Maksim kesimpatian dilanggar oleh beberapa
78
tokoh saat mereka tidak menunjukkan rasa simpati terhadap korban pembunuhan maupun lawan tuturnya yang sedang mengalami kesulitan atau kesedihan. Tokohtokoh dalam serial drama ini melanggar maksim kecocokan dengan menggunakan kalimat-kalimat negatif yang menyatakan ketidaksetujuan dan kalimat positif yang menjelaskan mengenai ketidaksetujuannya dengan lawan bicara. Ketika melakukan suatu percakapan dengan seseorang, aspek-aspek sosial penutur dan lawan tuturnya sangat berpengaruh terhadap pemilihan kata seorang penutur. Ketika berbicara dengan seseorang yang lebih tua, seseorang tentunya akan menggunakan gaya bahasa yang berbeda dari seseorang yang seusia atau yang lebih muda darinya. Ketika ia berbicara dengan kelas sosial yang lebih tinggi, maka gaya bahasa yang dipilihnya akan menunjukkan rasa hormat, jika berbicara dengan orang yang setingkat atau lebih rendah kelas sosialnya maka ia akan berbicara secara kasual. Seperti yang dikatakan Pranowo (melalui Chaer, 2010: 69) menyatakan bahwa ada beberapa faktor atau hal yang menyebabkan sebuah pertuturan itu menjadi tidak santun. Dalam serial drama ini diketahui bahwa pelanggaran tersebut terjadi karena dorongan rasa emosi penutur, protektif terhadap pendapat, sengaja memojokkan mitra tutur. Dorongan rasa emosi penutur terjadi saat Ji-yool mengecam Jin-woo yang tidak berhati-hati dalam melontarkan pernyataan saat konferensi pers. Jin-woo mengancam si pembunuh dengan lugas sehingga membuat Ji-yool takut dan akhirnya marah-marah pada Jin-woo. Chaer (2010: 70) mengungkapkan, kadang kala ketika bertutur dorongan rasa emosi penutur begitu berlebihan sehingga ada
79
kesan bahwa penutur marah kepada lawan tuturnya. Tuturan yang diungkapkan dengan rasa emosi oleh penuturnya akan dianggap menjadi tuturan yang tidak santun. Protektif terhadap pendapat terlihat saat Jin-woo yang selalu memuji dirinya dan mengatakan bahwa pendapatnya yang genius yang memecahkan segala kasusu rumit. Menurut Chaer (2010: 71), seringkali ketika bertutur seorang penutur bersifat protektif terhadap pendapatnya. Hal ini dilakukan agar tuturan lawan tutur tidak dipercaya oleh pihak lain. Penutur ingin memperlihatkan pada orang lain bahwa pendapatnya benar, sedangkan pendapat mitra tutur salah. Dengan tuturan seperti itu akan dianggap tidak santun. Sengaja memojokkan mitra tutur terjadi saat Jin-woo bertemu dengan Jiyool dan merasa Ji-yool adalah orang yang sok pintar. Jin-woo lalu meminta Jiyool menjelaskan mengenai pengertian Wrist-cut Syndrome namun sebelum Jiyool sempat menjawab Jin-woo mengabaikannya, membuat Ji-yool diam kaku. Chaer (2010: 72) mengungkapkan bahwa adakalanya pertuturan menjadi tidak santun karena penutur dengan sengaja ingin memojokkan lawan tutur dan membuat lawan tutur tidak berdaya. Dengan ini, tuturan yang disampaikan penutur menjadikan lawan tutur tidak dapat melakukan pembelaan.
4.2 Saran Berdasarkan hasil analisis data dan simpulan yang telah penulis kemukakan di atas, pada bagian ini penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut.
80
Pertama, penulis berharap ada penelitian lanjutan yang lebih spesifik terhadap realisasi kesantunan berbahasa masyarakat Korea, dengan kajian yang menarik, sample yang lebih besar, dan teknik analisis yang lebih mendalam untuk mendapatkan hasil kajian yang sempurna. Kedua, seiring dengan masih jarangnya penelitian
mengenai
kesantunan
berbahasa,
maka
penelitian
ini
perlu
mendapatkan perhatian dari para ahli bahasa. Terutama pihak yang berwenang dalam bidang ini mampu memberikan bantuan demi melancarkan penelitian. Ketiga, agar dalam melakukan penelitian secara langsung ke lapangan penulis diberikan kemudahan dalam mendapatkan data dari sumber yang dituju. Penulis juga berharap jika ada penelitian lanjutan, peneliti selanjutnya lebih berani mengungkapkan fakta-fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan, tidak terpaku pada apa yang ditonton dan dilihat melalui media elektronik saja.