BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, karakteristik dan kadar realisme magis dalam puisi Gendhing Pulebahasan karya Badruddin Emce dapat dilihat dengan menggunakan lima karakteristik karya Wendy B. Faris, yaitu the irreducible element, the phenomenal world, the unsettling doubts, merging realms, dan disruption of time, space, and identity. Karakteristik pertama (the irreducible element) di dalam puisi Gendhing Pulebahasan dapat dilihat dari keberadaan tokoh magis dan peristiwa magis. Terdapat empat tokoh magis, satu di antaranya memiliki ciri-ciri irreducible (Pulebahas), dan sisanya reducible (Kresna Triwikrama, Ciptarasa, dan Kamandaka). Selain itu terdapat empat peristiwa magis, tiga di antaranya memiliki ciri-ciri irreducible (mempersembahkan lukisan pada Pulebahas, Pulebahas menjadi biji buah pahit, dan pohon gemetar memerlukan pendamping), dan sisanya reducible (mempertemukan celeng dan harimau dalam satu lubang). Masing-masing irreducible element ini menggarisbawahi isu tertentu berkaitan dengan konteks sosial-budaya di Cilacap. Karakteristik kedua (the phenomenal world) dalam puisi Gendhing Pulebahasan dapat dilihat dari keberadaan benda-benda, tokoh-tokoh, tempattempat, dan peristiwa-peristiwa yang menyerupai dunia fenomenal. Benda-benda riil dalam puisi ini antara lain besi bekas, kayu tabuh, lukisan, tas sekolah, buku,
89
sepeda, kanvas, dan payung. Tokohnya adalah putri tokoh kedua. Tempattempatnya antara lain ruang tamu, Gombong-Ambal, Tritih Kulon, dan Nusakambangan. Peristiwa-peristiwanya antara lain menagih hutang, memegang kayu tabuh, melukis, menggantung lukisan, memiliki lukisan (membeli), naik kelas, menyanyikan syair dan berangkat sekolah. Di antara elemen-elemen riil tersebut, elemen riil yang dirembesi the magic adalah lukisan, ruang tamu, peristiwa melukis, dan peristiwa menggantung lukisan. Segala elemen riil dalam dunia fenomenal ini menjadikan elemen-elemen magis tetap berada dalam jangkauan dunia yang kita tempati. Karakteristik ketiga (the unsettling doubts) dalam puisi Gendhing Pulebahasan dapat dilihat dari keberadaan tokoh dan peristiwa yang meragukan antara riil dan magis. Dalam puisi ini ditemukan dua tokoh yang menimbulkan keraguan yakni tokoh kedua dan tokoh Pulebahas yang sebelumnya irreducible, serta peristiwa surutnya jago lain dan peristiwa melukis yang dilakukan dengan begadang selama dua bulan. Tokoh kedua meragukan karena kekuatannya yang menimbulkan pertanyaan apakah kekuatan biasa atau kekuatan magis, sehingga statusnya menimbulkan keraguan antara manusia biasa atau manusia magis. Berbeda dengan tokoh kedua, tokoh Pulebahas yang semula bercirikan the irreducible element berubah menjadi unsettling doubts setelah dikaitkan dengan dua peristiwa riil dalam the phenomenal world. Status tokoh Pulebahas meragukan di antara makhluk magis yang konkret atau makhluk magis yang hanya berada dalam bait-bait syair tokoh kedua. Peristiwa surutnya jago lain juga menimbulkan keraguan apakah hanya sekadar metafor atau peristiwa konkret
90
mengingat kekuatan tokoh kedua yang mungkin magis. Selanjutnya peristiwa melukis merging realms dengan begadang selama dua bulan juga menimbulkan keraguan apakah merupakan proses kreatif biasa atau proses kreatif yang disertai ritual magis mengingat objek lukisan adalah tokoh sakral (wingit). Karakteristik
keempat
(merging
realms)
dalam
puisi
Gendhing
Pulebahasan dapat dilihat dari bercampurnya dunia magis dan dunia riil, serta dunia tradisional dan dunia modern. Bercampurnya dunia magis dan dunia riil dapat dilihat dari tokoh kedua, benda lukisan, perisitiwa mempersembahkan lukisan pada Pulebahas, dan ruang tamu. Sementara itu, bercampurnya dunia tradisional dan dunia modern dapat dilihat dari tokoh kedua, peristiwa melukis, ruang tamu, dan hubungan antara tokoh kedua dengan putrinya. Kesemua elemen dalam karakter ini berada dalam dunia antara (the in-between). Karakteristik kelima (disruption of time, space, and identity) dalam puisi Gendhing Pulebahasan dapat dilihat dari (1) gangguan waktu yang terjadi ketika masa lalu dikatakan sebagai ‘kini’ sehingga konsep waktu linear (modern) terganggu, (2) gangguan ruang terjadi akibat bercampurnya dialog tokoh kedua dengan tokoh pertama, narasi tentang Pulebahas, dan dialog tokoh kedua dengan Pulebahas sehingga ruang fakta dan fiksi dalam konsep modern terganggu, (3) gangguan identitas terjadi pada Pulebahas yang digambarkan sebagai pohon tetapi tetap memiliki sifat-sifat manusia sehingga konsep modern mengenai pohon terganggu. Setelah dianalisis satu per satu, elemen-elemen tersebut dihubungkan satu sampai lain sehingga menghasilkan tujuh relasi antarelemen yang berbeda. Dari
91
relasi-relasi tersebut terlihat bahwa setiap elemen saling mempengaruhi dalam membentuk narasi realisme magis. Elemen the phenomenal world dapat mempengaruhi the irreducible element dengan cara mengaburkannya sehingga mengakibatkan terjadinya the unsettling doubts seperti terjadi pada tokoh Pulebahas. Elemen the irreducible element dapat bercampur dengan elemen the phenomenal world dalam satu ruang sehingga menciptakan merging realms seperti terjadi pada ruang tamu yang menjadi tempat terjadinya peristiwa mempersembahkan lukisan pada Pulebahas (peristiwa magis) dan menggantung lukisan (peristiwa riil). Demikian juga relasi the irreducible element dengan the phenomenal world yang dapat menimbulkan disruption of space seperti terjadi pada ruang fakta dan ruang fiksi dimana terjadi peristiwa tokoh kedua berdialog dengan Pulebahas (peristiwa magis), peristiwa tokoh kedua berdialog dengan tokoh
pertama
(peristiwa
riil),
peristiwa
menarasikan
Pulebahas
atau
menyanyikan syair (peristiwa riil) dalam satu waktu sekaligus. Dari analisis karakteristik realisme magis baik pada tiap elemen maupun relasi antarelemen, puisi ini memenuhi kriteria sebagai karya realisme magis sebab mempunyai kelima elemen karakterikstik realisme magis, baik dalam dirinya sendiri maupun dalam relasinya dengan yang lain. Sebagai karya realisme magis puisi Gendhing Pulebahasan memiliki kadar yang masih cukup kuat ditunjukkan oleh struktur naratif dari keseluruhan tokoh riil dan tokoh magis serta peristiwa riil dan peristiwa magis yang terbukti berimbang. Sebagai puisi realisme magis, puisi Gendhing Pulebahasan ini mengangkat sejumlah isu yang berkaitan dengan konteks sosial dan budaya
92
tempat puisi berasal, yakni Cilacap. Puisi ini bersifat kritis pada sejumlah fenomena umum di daerah asalnya, dengan menghadirkan cara pandang alternatif. Ia menggarisbawahi isu penolakan Pulebahas yang diduga menimbulkan rasa inferior dalam diri orang Cilacap untuk kemudian memberi alternatif baru terhadapnya. Posisi puisi ini memihak pada yang selama ini terpinggirkan. Tidak sekadar memihak, puisi ini bahkan mengemukakan kritik terhadap yang dibelanya dengan cara menolak keharusan memiliki Ciptarasa. Puisi ini senantiasa bersikap kritis baik di depan yang riil maupun yang magis. Dengan demikian lewat puisi realisme magisnya, penyair berhasil mengemukakan pandangan pribadinya yang berbeda dengan perspektif kolektif. Di hadapan modernisasi sebagai konteks global, puisi ini juga memilih sikap yang di satu sisi berseberangan tetapi di sisi lain sejalan. Lewat tokoh kedua yang bertahan mempersembahkan lukisannya pada Pulebahas, ia menolak menjual lukisannya pada juragan pemilik modal. Ia mempertahankan tradisi dan menolak tunduk pada sistem kapitalistik dalam dunia modern. Namun perlu diingat bahwa putri tokoh kedua tetap berangkat sekolah dan hubungan mereka tidak mengalami konflik. Hal ini menunjukkan bahwa di sisi lain, sebagai orang yang mempertahankan tradisi, tokoh kedua juga menerima dunia modern. Oleh karenanya, puisi ini sebenarnya bukan menolak modernitas itu sendiri, melainkan watak eksploitatif yang menyertainya. Dengan demikian, hubungan antara dunia tradisional dengan dunia modern tetap berjalan baik sejauh tidak bersifat eksploitatif. Isu tersebut berhasil disampaikan oleh penyair sesuai dengan konteks sosial-budaya
di
Cilacap
setelah
mengalami
modernisasi
dengan
cara
93
menghadirkan dunia magis dan tradisional serta dunia riil dan modern dengan strategi naratif realisme magis.
4.2. Kritik dan Saran Realisme magis merupakan kajian penting untuk melihat adanya kecenderungan pengaruh sastra global dalam sastra Indonesia. Selain itu realisme magis yang selama ini mengangkat isu-isu penting sesuai dengan konteks asal karya patut diperhatikan lebih mendalam. Realisme magis dalam ranah akademik khususnya di Universitas Gadjah Mada dapat dikatakan masih baru. Sebagai lahan baru, sejumlah perangkat yang mendukung penelitian ini sedang dicari dan dicoba. Dari penelitian yang sifatnya percobaan awal ini, realisme magis tampak dapat diteliti dengan konsep karakteristik karya realisme magis yang dikemukakan oleh Wendy B. Faris. Bahkan penelitian yang biasanya dilakukan pada karya sastra berbentuk prosa ternyata dapat dilakukan juga pada puisi khususnya puisi naratif. Namun demikian, penelitian ini masih jauh dari sempurna. Perlu kajian dan penelitian lebih lanjut untuk menguji sejauh mana karya-karya sastra Indonesia khususnya puisi dapat diteliti dengan metode yang sama, dan bagaimana efektivitas teori ini serta kesimpulan dari sejumlah karya yang diteliti. Tidak hanya itu, perlu pendalaman terhadap teori yang sudah dicoba serta mencari kemungkinan penggunakan teori lain di luar yang telah dicoba sehingga memperdalam dan memperkaya wilayah teoritik dari kajian realisme magis di Indonesia.
94