BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Setelah
diberlakukannya penetapan pajak terhadap Pajak Katering
menjadi salah satu sektor dalam Pajak Restoran, Pajak Katering mampu menambah penerimaan
pada Pajak Restoran,
besarnya
realisasi
penerimaan daerah dari Pajak Restoran menjadi Rp 1.938.110.905, meningkat sekitar 53,6% dari tahun sebelumnya saat belum adanya pemberlakuan ini 2. Kontribusi Pajak Katering terhadap Pajak Restoran pada tahun 2013 sebesar 43,10%, pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 3,79%, dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2015 sebesar 7,47% yang disebabkan adanya penambahan jumlah Wajib Pajak untuk Pajak Katering. Selain adanya penambahan Wajib Pajak, peningkatan ini juga dipengaruhi adanya kenaikan harga bahan pokok yang menjadi bahan dasar pembuatan makanan dan minuman untuk jasa katering. Apabila harga bahan dasarnya naik, maka harga pesananan juga akan naik. 3. Kontribusi pajak katering terhadap pendapatan asli daerah pada tahun 2013 sebesar 0,52% dan pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 0,06% padahal pada tahun 2014 jumlah realisasi dan penerimaan PAD mengalami peningkatan. Kontribusi yang diberikan Pajak Katering terhadap PAD tergolong rendah yaitu kurang dari 1%. Hal ini disebabkan,
51
52
besarnya realisasi dari Pajak Katering tidak sebesar realisasi dari komponen pajak daerah lainnya. 4. Realisasi Pajak Katering masih lebih rendah dari pada potensi yang seharusnya masih bisa dicapai. Berdasarkan analisa sampel yang sudah di dilakukan penulis Sampel K1 menyetor rata-rata sebesar Rp 1.400.000 setiap bulan padahal memiliki potensi pajak sebesar Rp 1.440.000 sehingga terdapat selisih sebanyak Rp 40.000. Perbandingan penerimaan dengan potensinya sebesar 97,22%, bisa dikatakan sudah cukup patuh dalam menyetor pajak yang seharusnya dibayar. Sampel K2 menyetor rata-rata sebesar Rp1.890.000 setiap bulan padahal memiliki potensi pajak sebesar Rp2.000.000 sehingga terdapat selisih sebanyak Rp 110.000. Perbandingan penerimaan dan potensinya sebesar 94,5%, bisa dikatakan sampel ini cukup patuh dalam menyetor pajak yang seharusnya dibayar. Sampel K3 menyetor rata-rata sebesar Rp 552.000 setiap bulan padahal memiliki potensi pajak sebesar Rp 650.000 sehingga terdapat selisih sebanyak Rp 98.000. Perbandingan penerimaan dan potensinya sebesar 84,92%, bisa dikatakan sampel ini cukup patuh dalam menyetor pajak yang seharusnya dibayar. Sampel K4 menyetor rata-rata sebesar Rp 1.160.000 setiap bulan padahal memiliki potensi pajak sebesar Rp 1.400.000 sehingga terdapat selisih sebanyak Rp 240.000. Perbandingan penerimaan dan potensinya sebesar 82,86%, bisa dikatakan sampel ini cukup patuh dalam menyetor pajak yang seharusnya dibayar. Sampel K5 menyetor rata-rata sebesar Rp 670.000 setiap bulan padahal memiliki
53
potensi pajak sebesar Rp 700.000 sehingga terdapat selisih sebanyak Rp 30.000. Perbandingan penerimaan dan potensinya sebesar 95,71%, bisa dikatakan sampel ini cukup patuh dalam menyetor pajak yang seharusnya dibayar. Sampel K6 menyetor rata-rata sebesar Rp 1.560.000 setiap bulan padahal memiliki potensi pajak sebesar Rp 1.870.000 sehingga terdapat selisih sebanyak Rp 310.000. Perbandingan penerimaan dan potensinya sebesar 83,42%, bisa dikatakan sampel ini cukup patuh dalam menyetor pajak yang seharusnya dibayar. Sampel K7 menyetor rata-rata sebesar Rp 310.000 setiap bulan padahal memiliki potensi pajak sebesar Rp 350.000 sehingga terdapat selisih sebanyak Rp 40.000. Perbandingan penerimaan dan potensinya sebesar 88,57%, bisa dikatakan sampel ini cukup patuh dalam menyetor pajak yang seharusnya dibayar. Sampel K8 menyetor rata-rata sebesar Rp 105.000 setiap bulan padahal memiliki potensi pajak sebesar Rp 150.000 sehingga terdapat selisih sebanyak Rp 45.000. Perbandingan penerimaan dan potensinya sebesar 70%, bisa dikatakan sampel ini cukup patuh dalam menyetor pajak yang seharusnya dibayar. Sampel K9 menyetor rata-rata sebesar Rp 360.000 setiap bulan padahal memiliki potensi pajak sebesar Rp 400.000 sehingga terdapat selisih sebanyak Rp 40.000. Perbandingan penerimaan dan potensinya sebesar 90%, bisa dikatakan sampel ini cukup patuh dalam menyetor pajak yang seharusnya dibayar. Sampel K10 menyetor rata-rata sebesar Rp 2.390.000 setiap bulan padahal memiliki potensi pajak sebesarRp 3.200.000 sehingga terdapat selisih sebanyak Rp 810.000. Perbandingan penerimaan
54
dan potensinya sebesar 74,69%, bisa dikatakan sampel ini cukup patuh dalam menyetor pajak yang seharusnya dibayar. Hal ini terjadi karena sistem pemungutan pajak katering di Kabupaten Boyolali tidak berdasarkan omzet dari Wajib Pajak namun dari besaran pesanan yang dilakukan oleh SKPD Kabupaten Boyolali. 5. Pemungutan untuk Pajak Katering dinilai sudah efektif. Hal ini dikarenakan besaran rasio efektivitas yang sudah dihitung penulis dari tahun 2013-2015 selalu diatas 100%. Besaran nilai efektivitas tahun 2013 adalah 104,42%, tahun 2014 adalah 131,4%, dan tahun 2015 adalah 159,52%. Tahun 2014 terjadi peningkatan sebesar 26,98% dan di tahun 2015 terjadi peningkatan sebesar 28,12%. Peningkatan ini terjadi karena bertambahnya jumlah Wajib Pajak dan bertambahnya nilai pesanan katering yang dilakukan SKPD kepada Wajib Pajak yang sebelumnya sudah terdaftar.
B. Saran Saran yang dapat penulis berikan kepada pihak Kantor DPPKAD Kabupaten Boyolali agar dapat meningkatkan penerimaan pajak katering adalah sebagai berikut: 1. Kantor DPPKAD Boyolali sebaiknya lebih efektif lagi dalam menggali potensi dari pajak daerah khususnya untuk pajak katering, sehingga diharapkan tunggakan pajak yang masih terhutang dapat terealisasi
55
dengan baik dan dapat meningkatkan kontribusi untuk pajak katering di masa yang akan datang. 2. Pelaksanaan sosialisasi kembali untuk Wajib Pajak katering untuk memberikan pemahaman akan pentingnya pajak bagi masyarakat termasuk bagi wajib pajak sendiri, serta diharapkan terjadi kesepakatan baru antara wajib pajak dengan Kantor DPPKAD Kabupaten Boyolali untuk penetapan tariff pajak katering didasarkan pada omzet bukan hanya dari jumlah pesanan dari SKPD, agar potensi yang ada bisa terealisasikan dengan semestinya. 3. Penetapan target anggaran hendaknya disesuaikan dengan realisasi yang diperoleh pada tahun sebelumnya sehingga dapat diketahui apakah pemungutan pajak sudah benar-benar efektif atau belum. 4. Membuat tim khusus untuk mencari tahu apakah ada Wajib Pajak baru dari sektor katering agar dapat meningkatkan pendapatan daerah dari pajak khususnya pajak katering. 5. Peningkatan pelayanan wajib pajak harus terus ditingkatkan oleh Kantor DPPKAD Kabupaten Boyolali demi kepuasan dan kemudahan bagi wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban. 6. Penelitian Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kelemahan karena keterbatasan pengetahuan dan data yang dimiliki oleh penulis, oleh karena itu penulis berharap penelitian selanjutnya dapat menyempurnakan penelitian berikutnya.