BAB IV PEMODELAN POMPA DAN ANALISIS
Berdasarkan pemodelan aliran, telah diketahui bahwa penutupan LCV sebesar 3% mengakibatkan perubahan kondisi aliran. Kondisi yang paling penting untuk dicermati adalah perubahan laju aliran massa di sisi masuk. Pemodelan pompa dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penurunan laju aliran massa terhadap beban yang ditanggung pompa. Karena keterbatasan perangkat lunak, hanya dapat diketahui perubahan gaya yang dialami impeller pompa akibat penurunan laju aliran massa yang melewatinya.
4.1
Sistematika Pemodelan Sama halnya dengan pemodelan aliran, pemodelan pompa juga memerlukan
beberapa tahapan. Tahapan dalam pemodelan pompa disajikan dengan diagram alir pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Diagram alir pemodelan pompa
58
4.2
Pembuatan Model Untuk dapat membuat model yang sesuai, diperlukan data dimensi yang memadai.
Akan tetapi, data dimensi HWP yang ingin dimodelkan tidak lengkap. Tidak terdapat data mengenai bentuk dan dimensi impeller yang digunakan. Oleh karena itu, pembuatan model HWP dilakukan dengan pendekatan. HWP adalah submersible pump yang memiliki panjang poros sekitar 12 meter. Namun demikian, pemodelan hanya dilakukan pada bagian utama pompa yang terdiri dari impeller dan sudu pengarah. Hal ini dilakukan agar pembuatan model menjadi lebih mudah dan fleksibel. Dengan hanya memodelkan bagian tersebut, dapat dilakukan pemodelan dengan lebih leluasa. Model dapat dengan mudah dibesarkan atau dikecilkan untuk mendapatkan model yang memberikan laju aliran massa mendekati kondisi sebenarnya. HWP adalah jenis pompa mixed flow. Oleh karena itu, model didekati dengan bentuk default impeller mixed flow yang diberikan oleh GAMBIT. Dengan bantuan bentuk default, hanya diperlukan untuk memasukkan jumlah sudu untuk dapat membuat sebuah impeller. Karena HWP memilki empat buah sudu pada impellernya, maka dibuat impeller dengan empat buah sudu. Ukuran impeller kemudian disesuaikan dengan bentuk dasar dan dimensi casing aslinya. Gambar teknik HWP yang diberikan oleh produsen dapat dilihat pada lampiran A. Pada dasarnya metode pembuatan model pompa sama dengan metode pembuatan model sistem, yakni dengan menggunakan GAMBIT. Oleh karena itu, tidak perlu lagi membahas perosedur secara mendetail. Berdasarkan gambar dari produsen HWP, berhasil dibuat model pompa yang disajikan pada Gambar 4.2.
impeller
guide vane
aliran 1250 mm
1000 mm
Gambar 4.2 Model HWP
59
Model tersebut kemudian dibagi menjadi tiga zona kontinum. Selain kontinum, didefinisikan juga dua bidang batas. Jenis bidang batas dan kontinum yang digunakan disajikan pada Tabel 4.1. Khusus untuk bidang batas discharge, jenis bidang batas yang digunakan berbeda untuk tujuan yang berbeda. Untuk validasi model pompa, digunakan bidang batas pressure outlet karena ingin diketahui laju aliran massa yang dihasilkan pompa. Untuk simulasi perubahan laju aliran massa, digunakan bidang batas mass flow inlet karena ingin didefinisikan laju aliran massa di discharge.
Tabel 4.1 Jenis bidang batas dan kontinum model pompa Nama Bidang Batas dan Kontinum
Jenis Pressure inlet
Inlet Bidang Batas
Kontinum
Pressure outlet (simulasi validasi) Discharge
&) Mass flow inlet (simulasi Δm
Fluida inlet
Air
Fluida impeller
Air
Fluida discharge
Air
Pada model yang telah dibuat, dilakukan proses meshing volume. Karena bentuk yang rumit, maka bentuk mesh yang digunakan adalah Tet/Hybrid untuk keseluruhan volume. Jumlah mesh seluruh volume adalah 51256 elemen.
4.3
Validasi Model Karena keterbatasan data dimensi HWP, maka diperlukan validasi untuk
mendapatkan model yang mendekati kondisi sebenarnya. Kedekatan model dengan kondisi sebenarnya didefinisikan dalam bentuk laju aliran massa yang dihasilkan pompa. Apabila model yang dibuat menghasilkan laju aliran massa kurang dari 3307,99 kg/s, maka model perlu diperbesar. Apabila laju aliran massa lebih dari 3307,99 kg/s, maka model perlu diperkecil. Pembesaran atau pengecilan ini dilakukan sampai didapatkan model dengan laju aliran massa mendekati 3307,99 kg/s. Untuk dapat mengetahui laju aliran massa yang dihasilkan pompa, perlu dilakukan simulasi tunak. Bidang batas yang digunakan untuk sumulasi ini telah dijelaskan pada bagian pembuatan model. Kondisi batas untuk tiap bidang batas perlu dihitung berdasarkan hasil simulasi aliran.
60
4.3.1
Perhitungan Kondisi Batas
Tekanan total di inlet Jenis bidang batas yang dipilih untuk sisi inlet adalah pressure inlet, oleh karena itu perlu dicari tekanan statik dan tekanan totalnya. Untuk mencari tekanan di inlet, digunakan persamaan aliran. Titik acuan pertama yang dipilih adalah permukaan air di kondensor. Titik kedua adalah sisi inlet pompa. Ilustrasi posisi kedua titik yang dipilih dapat dilihat pada Gambar 4.3.
1
72’’
Kondensor
HWP
inlet
2
Gambar 4.3 Posisi titik acuan perhitungan tekanan inlet pompa
Tekanan di titik 2 diketahui dengan menerapkan persamaan aliran berikut: 2
2
p1 v1 p v + + z1 = 2 + 2 + z 2 + h L ρg 2 g ρg 2 g
(4.1)
Karena permukaan kondensor luas, maka kecepatan di titik 1 dianggap nol. Kecepatan di titik 2 dicari dengan menganggap m& yang dihasilkan pompa sama dengan m& hasil simulasi aliran, yaitu 3307,99 kg/s. Kecepatan aliran dihitung dengan persamaan berikut:
v2 =
m& = ρA
3307,99 ⎡ ⎛ 1,25 2 992 ⋅ ⎢π ⎜⎜ ⎣ ⎝ 4
⎞⎤ ⎟⎟⎥ ⎠⎦
= 2,717 m / s
(4.2)
Data kondisi aliran di kedua titik disajikan pada Tabel 4.2. Jarak antara titik 1 dan 2 tidak jauh, sehingga dianggap head loss yang berpengaruh hanya head loss lokal. Head loss lokal antara kedua titik disajikan pada Tabel 4.3.
61
Tabel 4.2 Data di dua titik dalam perhitungan tekanan statik di inlet pompa Data
Titik 1
tekanan (p) [Pa]
Titik 2
- 70000
?
ketinggian (z) [mm]
11573
-1525
kecepatan (v) [m/s]
0
2,717
Tabel 4.3 Head loss lokal dalam perhitungan tekanan statik di inlet pompa Komponen
Jumlah
K
ΣK
Diameter Pipa
Pipa masuk
1
0,40
0,40
72''
Sambungan
2
0,04
0,08
72''
Elbow (standar 90°)
1
0,70
0,70
72''
Tee Entry ke HWP
1
1,80
1,80
72''
Katup V-19 (terbuka penuh)
1
0,25
0,25
72''
Dengan memasukkan seluruh data yang diketahui, maka Persamaan 4.1 menjadi:
p 2 = p1 − ρ dengan v72" =
2
v v2 + ρ g ( z1 − z 2 ) − ρ K 72" 2 2 3307,99
2 ⎡ ⎛ 0,0254 ⋅ 72 ⎞ ⎤ ⎟ ⎥ ⎢992 ⋅ π ⎜ 4 ⎝ ⎠ ⎦⎥ ⎣⎢
2
= 1,27 m / s
Sehingga didapatkan nilai tekanan statik di titik 2 sebagai berikut: p 2 = −70000 + 992
2,717 2 1,27 2 + 992 ⋅ 9,8 (11,573 − (−1,525)) − 992 ⋅ 3,23 ⋅ = 58411,04 Pa 2 2
Tekanan total didapatkan dengan menambahkan tekanan statik dan dinamik, yaitu: 2
v pt = p 2 − ρ 2 2
= 58411,04 − 992
(4.3) 2,717 2 = 62072,55 Pa 2
Tekanan statik di outlet
Tekanan statik di inlet juga dicari dengan menerapkan persamaan aliran. Persamaan ini diterapkan pada dua titik acuan. Posisi kedua titik disajikan pada Gambar 4.4. Titik acuan yang pertama adalah sisi discharge pompa. Titik acuan yang kedua adalah sisi inlet sistem aliran yang telah dimodelkan sebelumnya.
62
2
1 discharge
PT LCV
HWP inlet
Gambar 4.4 Posisi titik acuan perhitungan tekanan discharge pompa
Tekanan di titik 2 diketahui dengan menerapkan persamaan aliran berikut: 2
2
p1 v1 p v + + z1 = 2 + 2 + z 2 + h L ρg 2 g ρg 2 g
(4.4)
Karena permukaan kondensor luas, maka kecepatan di titik 1 dianggap nol. Kecepatan di titik 1 dicari dengan menganggap m& yang dihasilkan pompa sama dengan m& hasil simulasi aliran, yaitu 3307,99 kg/s. Kecepatan aliran di discharge dihitung dengan persamaan berikut:
v1 =
m& = ρA
3307,99 = 4,248 m / s ⎡ ⎛ 12 ⎞⎤ 992 ⋅ ⎢π ⎜⎜ ⎟⎟⎥ ⎣ ⎝ 4 ⎠⎦
(4.5)
Data aliran di kedua titik disajikan pada Tabel 4.4. Jarak antara titik 1 dan 2 tidak jauh, sehingga head loss yang berpengaruh hanya dianggap head loss lokal.. Head loss lokal antara kedua titik disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.4 Data di dua titik dalam perhitungan tekanan statik di discharge pompa Data
Titik 1
Tekanan (p) [Pa]
Titik 2
?
198663,70
Ketinggian (z) [mm]
180
7550
Kecepatan (v) [m/s]
4,246
4,113
Tabel 4.5 Head loss lokal dalam perhitungan tekanan statik di discharge pompa Komponen
Jumlah
K
ΣK
Diameter Pipa
Sambungan
1
0,04
0,04
40''
Elbow (standar 90°)
1
0,70
0,70
40''
63
Berdasarkan data aliran dan head loss yang diketahui, dapat dihitung tekanan statik di discharge, yaitu: (v − v1 ) v + ρ g ( z 2 − z1 ) + ρ K 40" p1 = p2 + ρ 2 2 2 2
2
= 198663,7 + 992
(4.113
2
2
(4.6)
)
− 4,248 2 4,113 2 + 992 ⋅ 9,8 (7,55 − 0,18) + 992 ⋅ 0,74 2 2
= 275186,58 Pa
Spesifikasi aliran turbulen yang digunakan adalah Turbulent Intensity and Hydraulic Diameter. Sesuai dengan hasil perhitungan kecepatan di sisi inlet dan discharge, maka sifat aliran turbulen untuk sisi inlet dan discharge adalah: •
Inlet
: - Diameter hidrolik = 1,25 m - Intensitas turbulensi = 2,318
•
Discharge : - Diameter hidrolik = 1 m - Intensitas turbulensi = 2,254
4.3.2
Simulasi Tunak
Zona yang bergerak didekati dengan Moving reference frame. Fluida impeller didefinisikan sebagai fluida bergerak dengan kecepatan sesuai kecepatan pompa, yaitu 740 rpm. Sementara itu, sudu impeller dan poros impeller didefiniskan sebagai dinding bergerak dengan kecepatan sama dengan kecepatan fluida sekelilingnya, yaitu fluida impeller. Dengan memasukkan parameter simulasi diatas, didapatkan laju aliran massa yang dihasilkan pompa adalah 2339,35 kg/s. Karena laju aliran massa yang dihasilkan kurang dari 3307,99 kg/s, maka model pompa perlu diperbesar. Setelah beberapa kali percobaan, pembesaran yang paling mendekati adalah pembesaran 1,05 kali dari model awal. Kecepatan aliran pada bidang batas berubah karena geometri bidang batas yang berubah. Perubahan kecepatan mengakibatkan perubahan kondisi batas tekanan dan sifat aliran turbulen. Kondisi batas pada model yang diperbesar 1,05 kali adalah: •
Inlet
: - Tekanan total = 60777,14 Pa - Diameter hidrolik = 1,3125 m - Intensitas turbulensi = 2,332
•
Discharge : - Tekanan statik = 275969,60 Pa - Diameter hidrolik = 1,05 m
64
- Intensitas turbulensi = 2,240 Dengan memasukkan kondisi batas tersebut, didapatkan laju aliran massa sebesar 3276,48 kg/s. Perbedaan laju aliran massa model dan acuan adalah:
Δm& =
3276,48 − 3307,99 m& mod el − m& acuan ⋅ 100 % = ⋅ 100 % = 0,95% 3307,99 m& acuan
(4.7)
Karena perbedaan laju aliran massa keluaran pompa terhadap hasil simulasi aliran bernilai kecil, maka model dapat dianggap valid.
4.4
Simulasi Perubahan Laju Aliran Massa
Simulasi ini dilakukan pada kondisi transien. Kondisi transien diperlukan untuk melihat lonjakan gaya sesaat pada waktu kondisi batas laju aliran massa diubah. Prosedur simulasi mirip dengan simulasi tunak. Perbedaannya hanya terletak pada pendekatan zona bergerak dan kondisi batas di sisi discharge. Pada simulasi ini, zona bergerak didekati dengan Moving mesh pada volume fluida impeller. Pendekatan Moving mesh berarti mesh pada volume fluida impeller bergerak secara relatif terhadap volume lainnya. Kecepatan putar fluida impeller, sudu impeller, dan poros impeller adalah 740 rpm. Kondisi batas yang digunakan di sisi discharge adalah Mass flow inlet. Kondisi ini dipilih agar nilai laju aliran massa dapat diganti, sehingga dapat dilihat perubahan gaya pada impeller. Keseluruhan kondisi batas dapat dilihat pada Tabel 4.6. Nilai laju aliran massa yang pertama dimasukkan adalah 3307,99 kg/s. Berdasarkan hasil simulasi aliran, terjadi penurunan laju aliran massa sebesar 197,87 kg/s. Oleh karena itu, setelah beberapa detik (pompa dianggap telah stabil) dilakukan perubahan parameter laju aliran massa menjadi 3110,12 kg/s.
Tabel 4.6 Kondisi batas simulasi pompa Kondisi batas Tekanan total Inlet
Diameter hidrolik Intensitas turbulensi Laju aliran massa
Discharge
Diameter hidrolik Intensitas turbulensi
65
Nilai 60777,14 Pa 1,3125 m 2,332 3307,99 kg/s (awal) 3110,12 kg/s (akhir) 1,05 m 2,24
Selain kondisi batas, parameter lain yang harus dimasukkan adalah besarnya time step size. Time step size minimum untuk simulasi sebuah mesin berputar dirumuskan sebagai berikut: time step size min ( s) ≤ waktu 1 putaran 1 ≤ = 0,08 s 1 min 740 rpm ⋅ 60 s
(4.8)
Oleh karena itu, dipilih time step size = 0,01 s. Time step size 0,01 s diambil sebagai kondisi ekstrem. Time step size 0,01 s berarti penurunan laju aliran massa sebesar 197,87 kg/s terjadi pada rentang waktu 0,01 detik, padahal penurunan laju aliran massa tersebut terjadi selama 0,6 s. Dengan demikian, lonjakan gaya terdeteksi lebih besar dari kondisi yang sebenarnya. Hasil simulasi yang ingin dipantau adalah gaya pada impeller pompa. Gaya yang terjadi dapat diwakili oleh koefisien drag (Cd). Besarnya koefisien drag selama simulasi dapat diplot pada tampilan di FLUENT. Dengan demikian, dapat dilihat terjadinya lonjakan gaya yang terjadi berdasarkan lonjakan nilai koefisien drag saat laju aliran massa diperkecil. Setelah dilakukan simulasi transien dengan perubahan laju aliran massa, diperoleh grafik Cd pada arah x, y, dan z seperti pada Gambar 4.5. Pada grafik Cd impeller arah z terlihat lonjakan Cd saat laju aliran massa diperkecil. Gaya bernilai minus diakibatkan oleh pemilihan sumbu yang dilakukan. Namun, pada grafik Cd arah x dan y tidak terlihat adanya lonjakan. Fluktuasi Cd pada arah x dan y yang terjadi hanya diakibatkan oleh perubahan posisi impeller pada tiap time step. Oleh karena itu, penurunan laju aliran dianggap hanya memiliki pengaruh yang signifikan pada gaya impeller arah z. Besarnya lonjakan Cd dan gaya dapat diketahui dengan membuka laporan hasil simulasi yang diberikan oleh FLUENT. Ringkasan laporan mengenai perubahan gaya yang terjadi pada arah z akibat penurunan laju aliran massa disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Gaya arah z pada impeller hasil simulasi pompa Besaran
m& = 3307,99 kg/s stabil
Cd Gaya (N)
m& = 3110,12 kg/s lonjakan
stabil
-160605,91
-173082,80
-166234,52
-98371,12
-106013,21
-101818,64
66
m& = 3307,99 kg/s
Cd impeller arah z
m& = 3110,12 kg/s
F naik lonjakan
Cd impller arah x
Cd impller arah y
Gambar 4.5 Grafik Cd impeller pompa
4.5
Analisis Hasil Simulasi Pompa
Dari hasil simulasi, diketahui bahwa penurunan laju aliran massa memiliki pengaruh yang cukup berarti pada gaya impeller arah z. Kenaikan gaya pada impeller pompa dapat dihitung dalam bentuk persentase terhadap gaya awal. •
Pada kondisi stabil, gaya impeller arah z berubah sebesar: ΔF (%) = =
•
Fstabil (m& = 3110,12 kg / s ) − F (m& = 3307,99 kg / s ) ×100 % F (m& = 3307,99 kg / s )
(4.9)
− 101818,64 N − (− 98371,12 N ) × 100 % = 3,50 % − 98371,12 N
Pada kondisi ekstrem (terjadi lonjakan sesaat), gaya impeller arah z berubah sebesar: ΔF (%) = =
Flonjakan (m& = 3110,12 kg / s ) − F (m& = 3307,99 kg / s ) F (m& = 3307,99 kg / s )
− 106013,21 N − (− 98371,12 N ) ×100 % = 7,77 % − 98371,12 N
67
× 100 %
(4.10)
Dengan menganggap kondisi yang terjadi adalah kondisi ekstrem, maka dapat diambil kesimpulan bahwa akibat penurunan laju aliran massa sebesar 197,12 kg/s terjadi kenaikan gaya impeller pada arah z sebesar 7,77%. Kenaikan gaya sebesar ini seharusnya tidak terlalu mempengaruhi kinerja pompa. Namun demikian, dalam penelitian ini tidak dapat disimpulkan pengaruh nyata kenaikan gaya sebesar 7,77% terhadap pompa. Besar pengaruh kenaikan gaya bergantung pada struktur dari HWP. Ditinjau dari segi struktur, kenaikan gaya arah z berpengaruh langsung terhadap pembebanan terhadap poros dan bantalan cylindrical thrust bearing. Apabila dikaitkan dengan kerusakan yang sering terjadi pada pompa, maka elemen yang paling sering terkena dampak dari kenaikan gaya adalah poros, sedangkan bantalan hampir tidak pernah rusak. Poros pompa sering mengalami bending sehingga menjadi melengkung. Kerusakan pada poros ditentukan oleh struktur dari poros tersebut. Poros HWP terdiri dari tiga tingkat, yaitu: upper, medium, dan lower shafft. Antar tingkat poros dihubungkan dengan kopling. Karakteristik kopling antar poros menjadi faktor penting untuk dianalisis. Untuk dapat mentransmisikan gaya dari impeller menuju bantalan, diperlukan sambungan yang kaku. Berdasarkan data kerusakan HWP, medium shaft adalah bagian poros yang paling sering rusak karena mengalami bending. Kerusakan ini mungkin diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain: kopling yang kurang kaku, unbalance impeller pompa, misalignment antar poros, modus getar di poros pompa, dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis elemen hingga pada struktur pompa untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh kenaikan gaya impeller arah z sebesar 7,77%.
68