Bab IV Pemodelan dan Pembahasan 4.1. Pemodelan Self-potential
Aliran fluida tunak, panas, listrik, dan kimia disimbolkan oleh J dapat dideskripsikan sebagai potensial gradient sebagai berikut : (3) Di mana
adalah gradient potensial dan L adalah sifat material, seperti
konduktivitas hidrolik atau konduktvitas listrik. Berdasarkan teori resiprokal Onsager (Onsager, 1931), total arus listrik yang mengalir per unit area J (A/m2) yang disebabkan oleh listrik dan gradient hidrolik dapat digambarkan pada persamaan di bawah ini. (4) Di mana = konduktivitas cross-coupling tekanan (A/Pa m) P
= tekanan (Pa)
σ
= konduktivitas listrik (ohm/m) = potensial listrik (V)
Persamaan di atas (4) dapat juga dituangkan dalam konsep medan kecepatan fluida dan cross-coupling kecepatan menjadi persamaan sebagai berikut ini. (5) = konduktivitas cross-coupling kecepatan (A s/m3) u
= medan kecepatan (m/s)
-E =
= medan listrik (V/m)
50
Konduktivitas cross-coupling kecepatan dalam arah aliran horizontal 1 dimensi dapat dikonversi dari konduktivitas cross-coupling tekanan dengan konduktivitas hidrolik K (Sill, 1982). Di mana hubungan yang digunakan, yaitu Lv = Lp/K. Pada medium di mana tidak terdapat sumber arus eksternal seperti elektroda arus, . Dengan melakukan divergensi pada
divergensi dari arus total adalah nol;
persamaan 5, maka arus S yang disebabkan oleh aliran fluida dapat diekspresikan sebagai berikut : (4)
Persamaan 4 di atas memperlihatkan bahwa sumber potensial listrik terjadi apabila pada sumber tersebut terjadi perubahan konduktivitas cross-coupling, pada arah aliran,
atau dapat disebabkan juga karena adanya pemompaan buatan.
Sehingga divergensi aliran fluida tidak bernilai nol,
. Apabila pemompaan
buatan tidak terjadi, divergensi kecepatan tidak akan bernilai nol. Hal itu terjadi hanya
pada
daerah
yang
mengalami
perubahan
permeabilitas.
Sebagai
konsekuensinya, untuk aliran alami bawah permukaan, sumber potensial terjadi hanya pada daerah di mana permeabilitas dan atau Lv berubah. Dengan diketahui medan kecepatan, persamaan 4 dapat dipergunakan untuk menghitung sumber potensial titik di setiap titik. Dalam pemodelan self-potential untuk sistem hidrotermal Kawah Domas ini program yang digunakan adalah program yang di buat oleh Sufyana (2008). Di mana program yang dibuat di sini menggunakan Matlab yang berbasiskan pada finite difference. Adapun diagram alur program tersebut adalah sebagai berikut :
51
Gambar IV.1 Diagram alur program pemodelan self-potential (Sufana, 2008)
Dalam penentuan kecepatan aliran fluida, program yang digunakan adalah program Comsol Multiphysics. Di mana asumsi yang digunakan adalah bahwa self-potential memilikii tingkat sensitivitas terhadap pola kecepatan Darcy (Revil, 2008). Pola kecepatan Darcy dituangkan dalam persamaan berikut ini. (7) Dengan u
= kecepatan Darcy
= keberadaan tekaanan di atas atau di bawah level hidrostatik
52
= rapat massa fluida (Kg m-3) g
= kecepatan gravitasi (m s-2)
Dengan memecahkan persamaan pada persamaan (7) dengan melibatkan syarat batas pada sisi-sisi geometri, maka akan didapatkan distribusi nilai medan kecepatan Darcy. Sehingga nilai ux (kecepatan aliran fluida dalam arah x) dan uy (kecepatan aliran fluida dalam arah y) dapat diketahui dan dapat digunakan dalam input program pemodelan self-potential.
4.2. Pembahasan
Hasil yang diperoleh dari bab III yaitu data yang berupa kontur dari elevasi, selfpotential, suhu permukaan, dan emisi gas CO2. Apabila kontur tersebut di komparasi satu sama lainnya, maka akan tampak seperti gambar di bawah ini.
53
Gambar IV.2 Komparasi kontur elevasi, self-potential, temperatur permukaan dan emisi gas CO2
Dari kontur pada Gambar IV.2 memperlihatkan adanya korelasi positif antara selfpotential, suhu permukaan, dan emisi gas CO2. Pada daerah yang terdapat manifestasi hidrotermal dipermukaan, pada kontur-kontur tersebut ditandai dengan nilai emisi gas CO2 yang tinggi, suhu permukaan yang tinggi, dan anomali self-potential yang mendekati nilai ke arah positif (data self-potential sebelum dilakukan koreksi topografi).
54
Rentang nilai dari kontur-kotur di atas adalah sebagai berikut : -
elevasi (1524 m hingga 1816 m di atas permukaan laut)
-
self-potential sebelum dilakukan koreksi topografi (-50 mV hingga 140 mV)
-
self-potential setelah dilakukan koreksi topografi (-20 mV hingga 320 mV)
-
suhu permukaan (16 oC hingga 52 oC)
-
emisi gas CO2 (0 % hingga 70%).
Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam maka kontur-kontur tersebut di slicing, lalu disusun satu sama lainnya dengan profil 2D DC resistivity. Adapun slicing yang akan ditampilkan, yaitu slicing dari line 1, line 2, line 3 dan line 4.
55
Gambar IV.3a. Komparasi data elevasi, self-potential, temperatur permukaan, emisi gas CO2, dan 2D DC resistivity line 1
56
Pada Gambar IV.3a memperlihatkan komparasi dari semua data pada line 1 yang berorientasikan selatan-utara (1-1’). Pada bagian sebelah utara data, nilai selfpotential sebelum dilakukan koreksi topografi, nilai self-potential mengalami penurunan. Sedangkan dari grafik elevasi nilainya cenderung menurun jaga. Hal ini mengindikasikan bahwa pada bagian sebelah utara, nilai self-potential tidak mengalami gangguan dari efek topografi yang cukup signifikan tetapi lebih didominasi oleh altivitas hidrotermal. Setelah dilakukan koreksi topografi, nilai self-potential masih mengalami penurunan di bagian utara namun dari segi amplitudo self-potential mengalami kenaikan. Apabila dikorelasikan dengan data suhu permukaan dan emisi gas CO2, ternyata nilai suhu permukaan dan emisi gas CO2 mengalami kenaikan. Sedangkan apabila dilihat dari data profil 2D DC resistivity pada bagian utara line 1 terdapat nilai resistivitas yang sangat kecil, bernilai antara 1 ohm.m hingga 10 ohm.m. Bagian ini dapat diindikasikan sebagai daerah yang telah mengalami alterasi. Penurunan nilai self-potential dan kenaikan suhu permukaan, dan emisi gas CO2 di permukaan ditandai dengan adanya sumber mata air panas dan juga adanya uap air panas dalam debit yang sangat besar. Selain itu pada daerah tersebut terdapat banyaknya zona rekahan yang terisi oleh fluida (fumarol), yang menyebabkan nilai self-potential turun, sedangkan suhu permukaan, dan emisi gas CO2 mengalami kenaikan.
57
Gambar IV.3b. Komparasi data elevasi, self-potential, temperatur permukaan, emisi gas CO2, dan 2D DC resistivity line 2.
58
Gambar IV.3b memperlihatkan komparasi data line 2 yang berorientasikan selatanutara (2-2’). Pada line 2 ini daerah yang sangat menarik untuk dianalisa, yaitu pada daerah yang berjarak 200 m dari titik acuan. Daerah ini memiliki nilai self-potential yang turun sedangkan suhu permukaan dan emisi gas CO2 yang nilainya naik. Apabila dilihat dari profil 2D DC resistivity, pada line 2 tersebut sudah termasuk pada daerah kawah, di mana dari nilai resistivitas bekisar antara 1 ohm.m hingga 15 ohm.m. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa di daerah tersebut sudah terjadi alterasi. Nilai self-potential yang turun, suhu permukaan dan emisi gas CO2 yang mengalami kenaikan, apabila di korelasikan dengan kondisi di lapangan yang merupakan daerah dengan permeable tinggi di mana pada daerah tersebut terdapat solfatara dan fumarol.
59
Gambar IV.3c. Komparasi data elevasi, self-potential, tempertur permukaan, emisi gas CO2 dan 2D DC resistivity line 3.
60
Pada Gambar IV.3c. merupakan profil data line 3 yang berorientasikan barat-timur (3’-3). Nilai self-potential mengalami kenaikan sedangkan elevasi mengalami penurunan, hal ini dikarenakan adanya kontribusi topografi yang menghasilkan nilai self-potential mengalami kenaikan sehingga diperlukan koreksi topografi. Adapun besar nilai koreksi untuk line 3 ini sebesar -2.55 mV/m. Hasil koreksi topografi tersebut menghasilkan self-potential mengalami penurunan sedangkan
suhu
permukaan dan emisi gas CO2 mengalami kenaikan pada daerah sebelah barat. Penurunan nilai self-potential dan kenaikan nilai suhu permukaan dan emisi gas CO2 tersebut apabila dikorelasikan dengan kondisi dilapangan, yaitu dikarenakan pada bagian barat line 3 terdapat banyak manifestasi panas bumi, seperti uap air panas dan fumarol. Hal ini yang banyak memiliki kontribusi dalam menurunkan nilai selfpotential dan menaikkan suhu permukaan, dan emisi gas CO2. Namun apabila dilihat dari profil data 2D DC resisitivity, ada bagian yang sangat resistif terutama pada bagian yang paling bawah. Apabila dilihat dari error yang dicantumkan pada bab III, ternyata error dari profil resistivitas line 3 ini sebesar 129.07%. Sehingga data ini tidaklah valid untuk digunakan. Error yang besar ini disebabkan karena pada proses akuisisi arus yang diijeksikan terlalu kecil, sehingga nilai resistivitas semu yang terbaca sangatlah besar. Proses tersebut terjadi karena adanya kesalahan dalam proses setting pada alat geolistrik multichannel. Oleh sebab itu, ini menjadi pelajaran agar pada proses setting pada alat geolistrik multichannel perlu diperhatikan sebaik mungkin. Selain itu jumlah datum yang sedikit (yang layak untuk diolah) menyebabkan proses inversi tidak begitu smooth. Sehingga korelasi antar datum sangat kecil dan error yang dihasilkan menjadi besar sekali. Meskipun proses iterasi dilakukan standar sekitar 19 iterasi.
61
Gambar IV.3d. Komparasi data elevasi, self-potential, tempertur permukaan, emisi gas CO2 dan 2D DC resistivity line 4.
62
Profil data line 4 memiliki orientasi barat-timur (4’-4). Pada jarak 100 m dari titik acuan nilai self-potential mengalami kenaikan tetapi elevasi mengalami penurunan sehingga perlu dilakukan koreksi topografi. Adapun besar koreksi tersebut sebesar 1.98 mV/m. Hasil koreksi tersebut menyebabkan nilai amplitudo self-potential sebelah barat mengalami kenaikan sedangkan amplitude sebelah timur mengalamiu penurunan.
Pada profil data tersebut terdapat 2 daerah yang sangat menarik, yaitu pada daerah bagian barat dan bagian timur dari data suhu permukaan dan emisi gas CO2. Nilai pada daerah barat dan timur memiliki kenaikan, sedangkan dari data self-potential kecenderungan
nilainya
memiliki
nilai
yang
kemenerusannya
mengikuti
kecenderungan elevasinya. Apabila dikorelasikan dengan kondisi di lapangan, ternyata di bagian sebelah barat terdapat fumarol dan solfatar. Sedangkan pada bagian timur terdapat sumber mata air panas dengan debit yang sangat kecil dan juga ditemukan daerah fumarol dan solfatar dengan debit yang kecil. Meskipun dari data suhu permukaan dan emisi gas CO2 nilainya tinggi, tetapi dari self-potential nilainya tidak mengikuti pola suhu permukaan dan emisi gas CO2. Hal ini ada kemungkinan karena aliran arus fluida pada bagian timur, tidak sebesar pada bagian utara. Dari profil data 2D DC resistivity, sebagian besar profil tersebut didominasi oleh resistivitas yang bernilai 1 ohm.m hingga 20 ohm.m. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah tersebut sudah mengalami proses terarterasi. Dari hasil pengukuran pH sumber mata air panas di kawasan Kawah Domas dan sekitarnya, ternyata dapat dikategorikan sebagai sumber mata air asam. Di mana sumber mata air panas ini banyak mengadung H2S. Dengan kata lain, pada daerah tersebut konsentrasi H2S cukuplah tinggi. H2S yang keluar ke permukaan melalui
63
daerah rekahan akan beroksidasi dengan udara luar, sehingga akan membentuk H2SO4 dan akan bereaksi dengan tanah di permukaan yang ada disekitarnya. Hasil reaksi tersebut menjadikan tanah menjadi teralterasi. Apabila dilihat di lapangan banyak sekali daerah alerasi, terutama yang dekat dengan sumber mata air panas. Secara umum, dari data yang telah disajikan pada profil data line 1, 2, 3 dan 4 bahwa pada daerah kawasan Kawah Domas lebih banyak didominasi oleh daerah alterasi hidrotermal, yang diindikasikan dengan rentang resistivitas antara 1 ohm.m – 10 ohm.m. Hal ini disebabkan karena adanya perpindahan kapasitas kation dari mineral lempung atau zeolit (Revil, 2002). Nilai emisi gas CO2 dan temperatur yang tinggi mengindikasikan adanya daerah rekahan, di mana daerah tersebut berkaitan dengan jalan keluarnya fluida dari bawah permukaan ke permukaan, akibat aktivitas sistem hidrotermal bawah permukaan (Revil 2008). Selain itu, nilai self-potential yang rendah dibandingan nilai di sekitarnya dan berkorelasi negatif dengan nilai temperatur serta CO2 mengindikasikan bahwa pada daerah tersebut terdapat aliran fluida dari bawah permukaan yang dipengaruhi oleh panas dari bawah permukaan. Adapun efek yang memengaruhi rendahnya nilai selfpotential pada daerah tersebut adalah efek elektrokinetik. Efek tersebut berasosiasi dengan aliran fluida pada lapisan akuifer untuk membawa muatan positif. Sumber arus positif
berada pada zona transisi cair dan uap. Karena efek elektrokinetik
berhenti pada fasa uap, maka anomali self-potential dapat terukur dipermukaan melalui celah atau daerah rekahan (Hase, 2005).
Pemodelan self-potential untuk struktur dangkal Kawah Domas diambil berdasarkan data resistivitas dari line 4.
64
Gambar IV.4. Profil resistivitas 2D DC resistivity line 4 untuk pemodelan self-potential
Berdasarkan nilai resistivitas pada profil 2D resistivity line 4, satuan material yang digunakan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu fractured lava tipe 1 dengan nilai resistivitas berkisar 51-100 ohm.m, fractured lava tipe 2 dengan nilai resistivitas 11-50 ohm.m, dan altered clay yang berkisar 1-10 ohm.m. Data resistivitas ini digunakan juga dalam menentukan nilai permeabilitas dan Lv (konduktivitas cross-coupling) melalui hubungan interpolasi terhadap data yang digunakan oleh Yasukawa (2003).
Tabel 2. Material gunung api Kawah Domas pada profil 2D DC resistivity line 4 Resistivitas
Permebilitas
Lv
(ohm.m)
(m2)
(mA s/m3)
fractured lava tipe 1
51-100
2.9 x 10-16
7 x 10+7
fractured lava tipe 2
11-50
2.2 x 10-15
3 x 10+7
altered clay
1-10
8 x 10-15
6 x 10+6
Material
Adapun skema pemodelan self-potential tersebut adalah sebagai berikut :
65
Gambar IV.5. Skema pemodelan self-potential
Dari pemodelan software Comsol Multiphysics, didapatkan profil kontur medan kecepatan sebagai berikut :
Gambar IV.6. Profil pemodelan medan kecepatan dengan menggunakan Comsol Multiphysics
66
Pemodelan yang dilakukan pada Comsol Multiphysics adalah untuk mendapatkan nilai kecepatan air tanah pada arah x dan y. Besar nilai kecepatan arah x dan y tersebut kemudian dijadikan input untuk program pemodelan self-potential. Adapun profil dari hasil pemodelan self-potential tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar IV.7a. Profil pemodelan self-potential pada line 4
Gambar IV.7b. Profil pemodelan rapat arus pada line 4
67
Dengan menggunakan persamaan : (8) Di mana N
= jumlah data = nilai self-potential terukur = nilai self-potential pada model
Nilai RMS dari model tersebut, yaitu sekitar 40%. Angka ini menunjukan bahwa selisih nilai antara self-potential terukur dengan model sangat jauh. Hal ini dapat dikarenakan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah sebagai berikut ini. 1. Adanya kemungkinan nilai permeabilitas yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. 2. Nilai konduktivitas cross-coupling yang digunakan tidak sesuai dengan yang ada di lapangan. 3. Pemakaian syarat batas yang tidak tepat penempatannya dan juga besar dari syarat batas yang digunakannya, baik pada program pemodelan kecepatan aliran air maupun pada program pemodelan self-potential.
Oleh sebab itu, untuk mendapatkan model yang sesuai maka perlu dilakukan pengambilan sampel di lapangan, guna dianalisa nilai permeabilitas dan konduktivitas cross-coupling. Selain itu, perlu adanya modifikasi syarat batas yang disesuaikan dengan kondisi eksisting di lapangan.
68