BAB IV PEMODELAN
4.1
Skema Pemodelan ke Depan dan Pemodelan ke Belakang Pada bab ini akan dilakukan uji coba terhadap perangkat lunak yang
digunakan untuk pemodelan ke depan dan pemodelan ke belakang, yaitu PreVLForw
dan Inv2DVLF. Kedua program ini dibuat
oleh Fernando A.
Monteiro Santos dari Universitas Lisboa (Portugal) dirilis pertama kali pada bulan November tahun 2007 (versi 2 dirilis Januari 2008, dan versi 3 dirilis Februari 2008). Kedua program ini
telah diaplikasikan dengan hasil yang baik pada
pemetaan hidrogeologi di Pulau Santiago (Santos et all, 2006) dan pemetaan pencemaran air tanah di daerah berpenduduk (Santos et all, 2006). Asumsi yang digunakan
dalam
program ini adalah lapisan
bawah permukaan
bersifat
homogen, dan tidak terdapat variasi lapisan, sehingga nilai resistivitas half space diwakili dengan 1 nilai yang merupakan nilai rata-rata dari seluruh lapisan di daerah tersebut tersebut. Inv2DVLF merupakan program untuk melakukan pemodelan ke belakang dengan masukan berupa data VLF-EM (titik pengukuran, inphase dan quadrature), data topografi, batasan mesh, serta resistivitas lingkungan pada daerah pengukuran. Pemodelan ke belakang dilakukan dengan metode Least Square dengan algoritma finite element. Keluaran dari program Inv2DVLF adalah model resistivitas hasil pemodelan ke belakang, model sensitivitas hasil pemodelan ke belakang, dan perbandingan respon data VLF
hasil pemodelan ke belakang
dengan hasil observasi. Sedangkan PreVLForw
adalah program
untuk
melakukan pemodelan ke depan, dengan masukan berupa mesh finite element, model resistivitas, data topografi, dan litasan pengukuran. Keluaran dari program PreVLForw adalah respon VLF berupa inphase dan quadrature. Informasi yang didapat dari pemodelan ini akan digunakan dalam membantu interpretasi dalam mengidentifikasi anomali yang diakibatkan oleh sungai bawah permukaan.
28
4.2
Model Sungai Bawah Permukaan Berikut ini akan dibuat
model sungai bawah permukaan, untuk
mengetahui respon VLF terukur akibat rongga terisi air dan udara, yang berada pada daerah kars. Dengan mengacu pada nilai kisaran nilai resistivitas material bumi pada Gambar 4.1, nilai resistivitas model ditentukan sebagai berikut: nilai resistivitas udara didekati dengan nilai 1000000 ohm-m, nilai resistivitas air didekati dengan nilai 100 ohm-m dan resistivitas lingkungan kars yang berupa batuan karbonat, didekati dengan nilai 8000 ohm. Perhitungan model dilakukan dengan persentase air dan udara yang berubah-ubah untuk mengetahui pengisi rongga yang mana yang paling berpengaruh terhadap pengukuran data VLF (Gambar 4.2).
Gambar 4.1 Kisaran nilai resisitivitas material bumi (Sheriff, 1991).
Pengukuran pada model ini dilakukan dengan panjang lintasan 460 meter, jumlah titik pengukuran sebanyak 47 titik, spasi antar titik pengukuran adalah 10 m dan frekuensi alat diasumsikan berada pada frekuensi 18200 Hz (Tabel 4.1). Topografi daerah model
diasumsikan berada pada daerah yang memiliki
topografi yang datar.
29
Pengisi rongga %udara (100 ohm-m)
%air 6 10 ohm-m
Rongga
Kars (8000 ohm-m)
Gambar 4.2 Model sungai bawah permukaan pada daerah kars.
Tabel 4.1 Parameter akusisi model sungai bawah permukaan No 1 2 3 4 5 5 6 7
Parameter Panjang lintasan Jumah titik pengukuran Spasi antar titik Spasi mesh daerah pengukuran Spasi mesh model sungai bawah permukaan Frekuensi pengukuran Resistivitas air Resistivitas udara
Nilai Parameter 460 m 47 titik 10 m 5m 1m 18200 Hz 100 ohm-m 106 ohm-m
Penentuan mesh yang digunakan dalam pemodelan ini dibuat rapat pada daerah pengukuran dengan spasi 5 m kemudian semakin melebar di kedua sisi. Pada batas antara udara dan lapisan bawah permukaan dibuat lebih rapat karena pada daerah ini merupakan batas dari 2 medium yang berbeda nilai resistivitas antara kars dan udara, begitu juga spasi mesh yang menjadi model sungai bawah permukaan dibuat lebih rapat yaitu 1m. Penentuan mesh dibuat agar perhitungan pemodelan lebih teliti terutama pada daerah yang memiliki kontras resisitivitas tinggi (Gambar 4.3).
30
Mesh model sungai bawah permukaan
Mesh daerah pengukuran
Mesh batas udara dan bawah permukaan
Gambar 4.3 Batasan mesh dalam melakukan pemodelan ke depan.
Parameter akusisi, topografi dan pengaturan mesh model sungai bawah permukaan digunakan sebagai input untuk menjalankan program PreVLForw. Dari program ini didapat keluaran berupa data inphase dan data quadrature (Gambar 4.4 dan Gambar 4.5). Berdasarkan hasil pemodelan ke depan model sungai bawah permukaan pada pengisi rongga kars di atas, didapat bahwa kisaran nilai VLF terukur semakin kecil dengan berkurangnya pengisi air pada rongga kars. Keberadaan air dicirikan dengan kurfa yang berubah dari amplitudo yang positif menjadi negatif untuk data inphase (begitu juga sebaliknya dengan data quadrature), dan ketika tidak terdapat air, kurfa akan berubah dari ampitudo negatif ke amplitudo positif (begitu juga sebaliknya dengan data quadrature), dimana kisaran nilainya lebih rendah dibandingkan dengan rongga yang terisi air.
31
Gambar 4.4 Respon inphase hasil pemodelan ke depan dari model pengisi rongga pada daerah kars dengan perubahan persentasi air dan udara.
Gambar 4.5 Respon quadrature hasil pemodelan ke depan dari model pengisi rongga pada daerah kars dengan perubahan persentasi air dan udara.
32
4.3
Model Sungai Bawah Permukaan pada Beda Ketinggian Pada keadaan rill di lapangan keberadaan air dan udara sebagai pengisi
rongga dalam kawasan kars memiliki perbandingan 3:7. Selanjutnya model sungai bawah permukaan dengan perbandingan air dan udara
tersebut dilakukan
pemodelan lebih lanjut, dimana pengukuran di satu titik dilakukan sebanyak 6 kali, pada ketinggian yang berbeda-beda, dari 0-5 meter (Gambar 4.6). Berdasarkan Gambar 4.7-4.10 diperlihatkan bahwa nilai fraser untuk data inphase, total-field dan tilt-angle akan semakin besar pada pengukuran yang semakin tinggi, sedangkan data quadrature memperlihatkan respon fraser yang sebaliknya, sehingga nilai fraser VLF-EM-vGRAD akan mempuyai nilai yang positif untuk data: inphase gradien, total-field gradien, dan tilt-angle gradien, dan akan mempunyai nilai yang negatif untuk data quadrature gradien.
udara
Udara
air
Kars
Gambar 4.6 Model resistivitas sungai bawah permukaan pada beda ketinggian.
33
Gambar 4.7 Respon inphase terukur dari model pada beda ketinggian: respon dari model (kiri) respon setelah difilter Fraser (kanan).
Gambar 4.8 Respon quadrature terukur dari model pada beda ketinggian: respon dari model (kiri) respon setelah difilter Fraser (kanan).
34
Gambar 4.9 Respon total-field terukur dari model pada beda ketinggian: respon dari model (kiri) respon setelah difilter Fraser (kanan).
Gambar 4.10 Respon tilt-angle terukur dari model pada beda ketinggian: respon dari model (kiri) respon setelah difilter Fraser (kanan).
4.4
Model Aliran Sungai Bawah Permukaan Berikutnya dibuat model aliran sungai bawah permukaan untuk menguji
hasil pemodelan ke belakang dari program Inv2DVLF. Dimisalkan sungai bawah
35
permukaan pada awalnya berasal dari A dan B kemudian turun dan berkumpul di C, aliran terus mengalir ke arah D. Pada arah barat-timur dilakukan pengukuran VLF sepanjang 400 m yang memotong aliran sungai bawah permukaan pada jarak 100 m, 200 m dan 275 m. Kedalaman dari masing masing sungai bawah permukaan yang dilewati secara berurutan: 0 m , 20 m dan 40 m (Gambar 4.11).
Gambar 4.11 Model aliran sungai bawah permukaan: Peta model aliran sungai bawah permukaan (atas), Penampang model aliran sungai bawah permukaan (bawah).
Tabel 4.2 Parameter akusisi model aliran sungai bawah permukaan No 1 2 3 4 5
Parameter Panjang lintasan Jumah titik pengukuran Spasi antar titik Spasi mesh daereah pengukuran Frekuensi pengukuran
Nilai Parameter 400 m 41 titik 10 meter 5m 18200 Hz
Setelah dilakukan pemodelan ke depan, dengan parameter akusisi yang diperlihatkan oleh Tabel 4.2, didapat respon inphase dan quadraturenya (Gambar 4.12). Kedua data tersebut menjadi masukkan untuk program Inv2DVLF pada proses pemodelan ke belakang.
36
Gambar 4.12 Respon inphase (ungu) dan quadrature (hijau) yang didapat dari pemodelan ke depan
Pemodelan ke belakang pada program Inv2DVLF menggunakan algoritma finite element sehingga pengaturan mesh perlu ditetapkan. Idealnya pengaturan mesh dibuat dengan jarak yang diperkecil pada daerah yang dicurigai terdapat anomali. Namun pada pemodelan ini diasumsikan kita tidak mengetahui informasi adanya anomali, sehingga mesh dibuat dengan spasi yang sama yaitu 5 m pada daerah pengukuran dan semakin melebar dikedua sisinya (Gambar 4.13).
Gambar 4.13 Mesh finite element pemodelan ke belakang.
Proses pemodelan ke belakang dalam kasus ini memerlukan iterasi sebanyak 15 kali. Iterasi akan dihentikan jika mencapai iterasi maksium, atau
37
error yang dihasil kan sudah tidak mengalami perubahan dari iterasi sebelumnya. Error yang dihasilkan pada proses ini adalah 0.0034 %. Pada proses ini didapat model resistivitas, model sensitivitas, dan respon VLF yang didapat dari model resistivitas hasil pemodelan ke belakang.
Gambar 4.14 Model resistivitas hasil pemodelan ke belakang. Kotak biru adalah posisi benda anomali sebenarnya
Gambar
4.14 memperlihatkan model resistivitas
hasil pemodelan ke
belakang. Jika dibandingkan dengan model awalnya (Gambar 4.11), maka dapat dikatakan bahwa proses pemodelan ke belakang yang dilakukan sudah memuaskan, hal ini juga diperkuat dengan model sensitivitasnya yang bernilai kecil (Gambar 4.15) dan respon kalkulasi dari hasil pemodelan ke belakang yang menyerupai respon observasinya (Gambar 4.16). Pada kenyataan di lapangan untuk dapat memperkirakan arah aliran sungai bawah permukaan, pengukuran data harus ditambah di kedua sisinya dengan jumlah lintasan yang lebih banyak dan spasi kecil. Pada bab selanjutnya akan dibahas pengolahan data VLF studi kasus: sungai bawah permukaan Bribin, Semanu.
38
Gambar 4.15 Model sensitivitas hasil pemodelan ke belakang
Gambar 4.16 Respon kalkulasi hasil pemodelan ke belakang.
39