BAB IV PEMBAHASAN 4.1
Gambaran Umum Satuan Analisis Pada tabel 1 disajikan informasi tentang tingkat penggunaan
kuesioner dalam penelitian: Tabel 1 Tingkat Penggunaan Kuesioner Keterangan Kuesioner yang dibagikan Kuesioner kembali Kuesioner yang tidak dapat digunakan Kuesioner yang dapat digunakan Sumber : Data primer diolah, 2014
Jumlah Kuesioner 30 23 11 12
Terdapat kuesioner yang tidak dikembalikan, dikarenakan adanya pegawai yang cuti dan ada pegawai yang dinas keluar kota pada saat penyebaran kuesioner, akibatnya perantara tidak dapat mengambil dan mengembalikan kuesioner sampai batas waktu yang telah ditentukan. Kuesioner yang tidak dapat dipergunakan, disebabkan karena menyebaran kuesioner tersebut yang tidak tepat sasaran oleh perantara. Berikut ini ditampilkan adalah karakteristik satuan analisis dalam penelitian ini yang dapat dalam tabel 2: Tabel 2 Karakteristik Satuan Analisis Jumlah Presentasi Keterangan Auditor Internal (%) Jenis Kelamin Pria 4 33,3% Wanita 8 66,6%
18
Usia < 30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun > 50 tahun Pendidikan S1 SMA Masa Kerja < 5 tahun 6-10tahun >11 tahun Jabatan Anggota Tim Ketua Tim Pengendali Teknis Golongan III/a III/b III/c III/d IV/a
2 4 5 1
16,6% 33,3% 41,6% 8,3%
10 2
83,3% 16,6%
3 4 5
25% 33,3% 41,6%
6 5 1
50% 41,6% 8,3%
3 1 3 4 1
25% 8,3% 25% 33,3% 8,3%
Sumber : Data primer 2014 diolah
Pada tabel 2 menunjukan bahwa auditor internal mayoritas adalah wanita dan sisanya adalah pria. Sebagian besar auditor internal dalam penelitian ini berpendidikan S1, diikuti dengan berpendidikan SMA. Dari kelompok golongan terdapat auditor internal dengan golongan III/a terbanyak, golongan terbanyak kedua yaitu III/b, III/c, III/d, IV/a. Dilihat dari lamanya masa kerja sebagian besar auditor telah bekerja lebih dari 11 tahun dan masa kerja auditor diantara 6 sampai 10 tahun. Dari kelompok jabatan auditor internal, terdapat 6 orang auditor yang berperan sebagai anggota tim dalam pelaksanaan pemeriksaan, terdapat 5 orang auditor merupakan auditor muda yang berperan sebagai ketua tim, dan 1 orang auditor sebagai pengendali teknis (auditor madya) dalam pemeriksaan. 19
4.2
Pemahaman
Auditor
Internal
Mengenai
Good
Governance Dapat diketahui bahwa, secara umum auditor internal dalam mencapai dan menciptakan good governance harus terlebih dahulu mengetahui dan memahami tentang good governance itu sendiri, maka auditor internal dapat menjalankan fungsi pemeriksaan. Dari hasil penelitian secara keseluruhan auditor internal telah memahami dengan baik konsep good governence, maka untuk mencapai good governance tersebut auditor harus memaksimalkan kinerja mereka (terlampir pada hal 40). Hal ini diungkapkan oleh salah seorang auditor internal, “Pemerintah saat ini berupaya untuk menciptakan good governance, langkah awal yaitu pemerintah harus terlebih dahulu memahami dan mengerti dengan saksama good governance itu sendiri, sehingga dengan mudah pemerintah melaksanakannya dan dapat dirasakan oleh masyarakat”. Salah satu asas penyelenggaran pemerintahaan dalam rangka menciptakan good governance tertuang dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) adalah asas keterbukaan. Keterbukaan dalam hal ini dimaknai sebagai wujud transparansi penyelenggaraan pemerintahan terhadap masyarakat, khususnya terkait dengan segala informasi berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan (UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik). Menunjukan bahwa, auditor internal telah melaksanakan salah satu konsep good governance dengan menyajikan segala informasi secara jelas, akurat, dan tepat waktu 20
bagi masyarakat dan pihak swasta (terlampir pada hal 40). Saat ini transparansi merupakan kewajiban baik pemerintah maupun masyarakat dalam mencapai kesejahteraan. Hal ini sesuai yang ditutarakan oleh salah seorang auditor, “Transparansi saat ini sangat berguna untuk mengembalikan rasa percaya masyarakat kepada pemerintah. Pemerintah harus melaporkan kepada masyarakat selaku pemegang kedaulatan tertinggi, seluruh dana yang dipergunakan, serta melakukan audit atas penggunaan dana yang bersumber dari APBD/APBN oleh inspektorat selaku auditor internal dan BPK selaku auditor eksternal”. Terjalin partisipasi antara pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat dalam optimalisasi pelayanan publik mendukung tercapainya tujuan besar yaitu good governance. Partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan merupakan perwujudan rill good governance. Masyarakat akan solit dan berpartisipasi
aktif
dalam
menentukan
berbagai
kebijakan
pemerintah serta menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah (terlampir pada hal 40). Hal ini diutarakn oleh salah seorang auditor internal, “Pemerintah dalam mengeluarkan aturan serta kebijakan yang berhubungan dengan pihak swasta, baiknya tidak menyulitkan mereka, dan pemerintah malakukan investasi yang mendukung dunia usaha (pemerintah selaku regulator, operator, dan fasilitator). Selain itu masyarakat berperan aktif mengawasi jalannya pelaksanaan pemerintahan dan melakukan pengaduan jika terdapat kecurangan”. 21
Akuntabilitas
merupakan
bentuk
pertanggungjawaban
pelayanan pemerintah kepada masyarakat, dimulai dari individu dan unit kerja yang paling kecil, sampai dengan instansi atau lembaga puncak atas pelaksanaan kebijakan ekonomi, sosial, politik, dan keuangan. Dalam hubungannya dengan auditor internal, auditor harus bertanggungjawab penuh atas hasil pemeriksaan dimana mulai dari awal proses pemeriksaan sampai pelaporan hasil pemeriksaan dengan ditunjang tingkat pengetahuan auditor yang memadai (terlampir pada hal 40). Hal ini disampaikan oleh salah seorang auditor, “Dalam melaksanakan pemeriksaan, kami auditor internal melakukannya secara maksimal, karena marupakan bentuk pelayanan kami kepada masyarakat dengan menelusuri semua data-data yang dibutuhkan, sebab ini merupakan kewajiban kami yang harus dipertanggungjawabkan dan menjadi bahan evaluasi kami kedepannya”. Penerapan good governance di era reformasi yaitu untuk menjamin terciptanya pemerintahan yang jujur, bersih, dan transparan. Penerapan good governance, pemerintah dihadapkan dengan kendala-kendala baik dari dalam maupun dari luar. Maka dari
itu
dibutuhkannya
semua
pihak
untuk
bersama-sama
berpartisipasi aktif dalam mewujudkan good governance (terlampir pada hal 40). Hal ini disampaikan oleh seorang auditor internal, “Pada dasarnya pemerintah telah berusaha untuk menerapkan good governance secara makasimal, memberikan pelayanan yang dibutukan oleh masyarakat, serta berusaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tetapi ada saja kendala yang 22
dihadapi pemerintah dan menghambat proses good governance ini, baik dari dalam maupun dari luar oleh pemerintah”. Sikap dan karakter personal auditor internal dalam melakukan pemeriksaan yang tujuan akhirnya menciptakan good governance dapat dikatakan bahwa pemahaman auditor internal berhubungan langsung dengan tindakan atau ide yang dilakukan, dipengaruhi oleh faktor internal auditor yaitu bersumber dari dalam diri auditor berupa persepsi diri dan motivasi. Terlihat dari pelaksanaan
transparansi
pemerintah,
pelaksanaan
bertanggungjawab
dalam
penuh
pengelolaan
akuntabilitas terhadap
keuangan
dimana
seluruh
oleh
pemerintah
kebijakan
dan
pertanggungjawaban keuangan, serta partisipasi (pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat) dalam pengambilan keputusan yang demokratis.
4.3
Pemahaman Auditor Internal Mengenai Independensi Auditor internal telah memahami secara keseluruhan dengan
baik tentang independensi dalam proses pemeriksaan. Hal ini menjadi sangat penting bagi seorang auditor, sebab berhubungan langsung profesional dan tidak dapat diganggu gugat oleh pihak pun. Semua ini berpulang kembali kepada pribadi masing-masing auditor dalam mengemban tugas pemeriksaan (terlampir pada hal 42). Hal ini disampaikan oleh salah seorang auditor internal, “Berbicara seorang
mengenai
auditor,
jika
independensi seorang
merupakan
auditor
tidak
mahkota memiliki
independensi dipastikan bahwa laporan hasil pemeriksaan tidak
23
berkualitas
dan
menunjukan
buruknya
kinerja
auditor
internal”. Dalam menjalankan tugas, auditor harus mengetahui dan menguasai standar, prosedur, dan aturan yang berhubungan dengan pemeriksaan. Sehingga independensi seorang auditor dalam program audit dapat dipertahankan, serta tidak mudah dipengaruhi oleh pihak menejerial. Selain itu pemeriksaan pada bidang yang sama atau pernah menjabat, merupakan keadaan yang sangat mempengaruhi independensi auditor dalam program audit. Maka auditor harus memiliki pegangan yang kaut agar menghindari resiko yang mungkin terjadi. (Terlampir pada hal 42). Hal ini diungkapkan oleh seorang auditor internal, “Auditor dalam melaksanakan pemeriksaan harus menguasai standar, prosedur, serta aturan yang menjadi modal dalam pemeriksaan. Dengan dasar yang kuat maka auditor tidak mudah diintervensi oleh pihak manapun, auditor mengundurkan diri dari kegiatan pemeriksaan jika memeriksa pada tempat atau bidang yang dulu pernah menjabat”. Dengan tingkat pengetahuan seorang auditor internal yang memadai, maka auditor dengan mudah dapat menelusuri semua catatan, memeriksa aktiva, dan menganalisis sampai diangkat menjadi temuan. Selain itu auditor dapat menyelesaikan semua masalah yang tak terduga dilapangan. Keadaan ini dapat menciptakan independensi auditor dalam verifikasi. Dimana tidak ada tekanan dari pihak menejerial maupun dari dalam diri auditor (terlampir pada hal 42). Selain itu auditor harus menolak pemberian
24
fasilitas dari auditee. Hal ini disampaikan oleh seorang auditor internal, “Tingkat pengetahuan yang memadai oleh seorang auditor, akan membuat independensi auditor tersebut semakin kokoh. Sebab auditor mampu melaksanakan proses pemeriksaan dengan baik. Selain itu menolak pemberian fasilitas yang sangat menggoyahkan sikap independensi auditor itu dalam melaporkan temuan-temuan audit”. Independensi dalam pelaporan akan menjadi masalah ketika, auditor melakukan pemeriksaan pada auditee yang memiliki hubungan kekerabatan, baik hubungan darah, sahabat, dan mantan atasan.
Terkadang
hubungan
kekerabatan
ini
membuat
mengendornya sikap independensi auditor. Bagi auditor yang profesional
dan
menjungjung
sikap
independensi,
akan
mengundurkan diri dari kegiatan pemeriksaan, atau auditor tetap melakukan pemeriksaan dengan semestinya tetapi auditor dipantau oleh atasan. (Tabel 4 poin 4 terlampir pada hal 42). Hal ini disampaikan oleh seorang auditor internal, “Kami tidak akan melakukan pemeriksaan pada auditee yang memiliki hubungan kekerabatan dengan jalan mengundurkan diri. Karena akan mempengaruhi independensi kami sebagai auditor. Pada keadaan tertentu saja, baru kami harus melakukan pemeriksaan”. Seorang auditor internal dalam mempertahankan sikap independensi dapat dilihat dengan perilaku dari audior tersebut yang bersumber dari internal atau eksternal. Penyebab dibalik sikap auditor yang independen yaitu bersumber dari internal dimana 25
berasal dari dalam diri berupa kepribadain, kemampuan, serta usaha untuk bersikap independen. Independensi didalam program audit, yang dilaksanakan oleh auditor telah dilakukan berdasarkan pada program pemeriksaan, sehingga independensi auditor dapat dijaga dan dipertahankan. Independensi dalam verifikasi, keterbukaan akses informasi bagi auditor menjadi faktor utama dalam melakukan verifikasi. Dalam melaporkan hasil audit, independensi auditor tetap dipertahankan, sehingga semua bukti dan temuan audit benar-benar dilaporkan.
4.4
Usaha
Auditor
Internal
Untuk
Mewujudkan
Independensi Dalam pendekatan teori atribusi, data dari hasil penelitian menunjukan
bahwa
kecenderungan
auditor
internal
dalam
mengusahakan sikap independensi lebih kepada abillity. Terlihat pada hasil penelitian (terlampir pada halaman 44), auditor mengusahakan
independensi
dalam
program
audit,
dengan
bersumber dari dalam diri berupa kemampuan yang dimiliki, bersifat stabil sehinga auditor dapat memprediksi hasil di waktu yang akan datang, namun auditor tidak dapat mengendalikannya. Pada sisi lain terdapat auditor yang memilih effort, hal ini bisa dikatakan bahwa kemampuan, pengetahuan, dan persepsi dari masing-masing auditor berbeda-beda. Untuk task difficulty, sedikit auditor yang memilih sebab bersumber dari luar diri auditor yaitu lingkungan sekitar yang tidak dapat diprediksi, meskipun auditor dapat mengendalikannya, keadaan ini harus ditunjang dengan tingkat kemampuan yang dimiliki
auditor.
Luck
bagi
auditor
yang
mengusahakan 26
independensi dalam program audit, tidak memberikan dampak sama sekali, sebab semua hal bersumber dari luar diri auditor yaitu lingkungan yang tidak dapat diprediksi sehingga bersifat tidak stabil, serta tidak dapat dikendalikan oleh auditor. Usaha auditor mewujudkan independensi dalam verifikasi, hasil penelitian menunjukan bahwa (terlampir pada halaman 45), auditor memilih abillity. Hal ini terlihat pada kemampuan dan kreativitas yang bersumber dari dalam diri auditor untuk menyelesaikan masalah dilapangan jika terjadi kesulitan dalam mengakses informasi. Terdapat auditor yang mengusahakan independensi dalam verifikasi audit memilih task difficulty, dimana lingkungan sekitar yang lebih mempengaruhi auditor, karena menurut mereka lingkungan dapat dikendalikan dan bersifat stabil, sehingga resiko yang mungkin terjadi dapat diminimalisasikan. Ada auditor yang memilih effort, dengan berusaha menelusuri semua data-data dan diangkat menjadi temuan, hal ini bersumber dari dalam diri auditor, dapat dikontrol oleh auditor, meskipun tidak bersifat stabil. Faktor luck, hasil penelitian menunjukan bahwa auditor pada kondisi ini sangat jarang terjadi, sehingga menurut mereka luck sangat sedikit diusahakan untuk independensi dalam verivikasi audit. Sikap independensi dalam pelaporan yang diusahakan oleh auditor, pada hasil penelitian menunjukan bahwa (terlampir pada halaman 45), abilitty menjadi pilihan auditor. Auditor dengan kemampuan yang dimiliki melaporkan semua hasil audit, tanpa adanya modifikasi. Karena dalam pelaporan tercermin hasil kerja dari auditor secara keseluruhan. Terdapat task difficulty yang dipilih 27
oleh auditor, kemungkinan yang terjadi auditor lebih berpatokan pada lingkungan sekitar untuk mengusahakan independensi dalam pelaporan. Effort bagi auditor sangat sedikit dipertimbangkan dalam pelaporan hasil akhir audit. Fakor luck, auditor tidak terlalu diperhatikan oleh auditor untuk mengusahakan independensi dalam pelaporan. Karena audior berangapan bahwa semua hal yang berasal dari luar diri auditor tidak dapat mengusahakan independensi dalam pelaporan audit. Perilaku
auditor
internal
yang
melakukan
kegiatan
pemeriksaan berhubungan langsung dengan karakter dan sikap pribadi auditor dalam mengusahakan sikap independensi. Perilaku profesionalisme merupakan cermin dari sikap profesionalisme, demikian sebaliknya sikap profesional tercermin dari perilaku yang profesional (Yendrawati, 2008 dalam Kristianti 2012). Semakin auditor mengusahakan sikap independensi dengan memilih abillity baik independensi dalam program, independensi dalam verifikasi, dan independensi dalam pelaporan, maka semakain cepatnya terwujudnyan good governance bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
28